Anda di halaman 1dari 9

1.

Perbandingan Teori Postrukturalisme Dan Teori Poskolonialisme ;

A. Penjelasan Umum Teori Postrukturalisme dan Teori Postkolonialisme


 Teori Postrukturalisme

Teori post-strukturalisme menekankan bahwa, perlunya suatu kajian yang lebih


mendalam dan kritik yang berkelanjutan dalam Hubungan Internasional, sementara teori
post-kolonialisme menekankan pada bagaimana Hubungan Internasional berkembang dan
berubah semenjak era kolonialisme berakhir.

 Sejarah Post-Struktralisme

Post-stukturalisme masuk sebagai unsur studi Hubungan Internasional pada tahun


1980an melalui karya-karya dari tokoh seperti: Richard Ashley (1981,1984), James Der
Derian (1987), Michael Saphiro (1988) dan R. B. J. Walker (1987, 1993) (Campbell,
2007). Seperti halnya teori kritis lainnya, post-strukturalis berupaya mengkaji bagaimana
kondisi ilmu pengetahuan telah disusun oleh para perspektif tradisional.

Para kaum post-stukturalis berpendapat bahwa kaum realis telah membatasi aktor-
aktor transnasional yang baru, masalah yang baru, serta hubungan-hubungannya dan
gagal dalam mendengar dan menyelidik suara-suara dari pihak-pihak lain yang tidak
menguntungkan selama ini (Campbell, 2007). Sehingga yang terjadi adalah ilmu
pengetahuan yang terbatas dan hanya bergerak satu arah.

Poststrukturalisme juga mempertanyakan bagaimana dan mengapa suatu negara


dapat dipilih sebagai aktor utama yang memiliki peran paling penting di dunia politik dan
bagaimana negara dianggap sebagai aktor utama paling rasional. Padahal yang kita
ketahui selama ini ialah praktik ketatanegaraan dan segala batasan yang muncul akibat
state-addict itu tidak sepenuhnya terjadi secara alami dan spontan. Hal inilah yang
menjadi fokus dalam post-strukturalisme (Campbell, 2007).

 Definisi Post-Strukturalisme
Post-strukturalisme ini sendiri lahir akibat perdebatan atau ketidaksetujuan dari
pendekatan-pendekatan teori sebelumnya. Sehingga Post Strukturalisme lahir
menyempurnakan pendekatan sebelumnya. Perspektif Strukturalis lebih mementingkan
ekonomi dunia sebagai inti focus pandangnya. Pos-Strukturalisme beranggapan bahwa
perkumpalan yang mengikuti aturan sekarang membuat karyanya tidak sesuai dengan
karya sebelumnya.
 Pemikiran-Pemikiran Post-Strukturalisme
Post-strukturalis merupakan pengembangan dari strukturalis dan juga memiliki asumsi
dasar.:

-Ashley, 1996: 243

Asumsinya adalah Ilmu Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi manusia.


Berbeda dengan strukturalis yang menganggap identitas terbentuk dari struktur yang ada,
post-strukturalis menganggap bahwa identitas dari individu atau Negara itulah yang
membentuk suatu struktur. Selain itu, post-strukturalis juga berasumsi tentang pentingnya
interpretasi dan representasi dalam politik internasional.

-Jackson dan Sorensen, 2013: 409

Tidak hanya intepretasi dan representasi melainkan bahasa adalah hal yang lebih
penting daripada komunikasi. Bahasa merupakan bagian penting bahwa memegang
peranan besar dalam bertindak dan memberikan makna dalam suatu kenyataan yang ada.

- Jackson dan Sorensen, 2013: 413

Struktur sosial yang dihasilkan secara historis merupakan hasil dari alam dan
tidak dapat diubah. Hal inilah yang menyebabkan neorealis akan kesusahan untuk
menghadapi perubahan yang ada dalam hubungan internasional. Selain itu, kaum post-
strukturalis juga berpendapat teori yang ada dalam neorealis tidak sepenuhnya mewakili
realisme. Kemudian, pandangan tradisional seperti realisme dianggap telah mengabaikan
peran aktor transnasional dan terlalu fokus kepada power dan state.

-Campbell, 2007:225-226.

Berbagai jenis-jenis asumsi dasar mengenai poststrukturalisme yaitu, pertama


poststrukturalisme sebagai sikap ingin tahu yang tinggi , berdasarkan sikap tersebut
sebagai usaha yang bagus yang dapat menetapkan kondisi kemungkinan hingga
menciptakan sebuah alternatif. Tanggapan yang ada dalam pendekatan ini memiliki arti
yang tidak menyangkal pandangan sebelumnya, namun Post Strukturalisme terus
menanggapi teori sebelumnya sampai ada perubahan yang terwujud. Kedua Post
Strukturalisme membuat teori-teori lain dari Hubungan Internasional sebagai sasaran
yang ingin diteliti, dan pendekatan yang ada dalam teori-teori tersebut dengan
pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk mengekspos bagaimana teori-teori tersebut
terancang. Asumsi yang ketiga ini menganggap adanya hubungan antara ilmu
pengetahuan dengan kekuasaan, dan seperti pandangan konstruktivisme bahwa
pengetahuan merupakan hasil konstruksi sosial. Maka, fakta sosial yang ada bukanlah
pemberian melainkan hasil pandangan dan perwakilan dari manusia sendiri. (Campbell,
2007).

 Teori Postkolonialisme

Pasca perang dingin telah melahirkan diskursus baru dalam perkembangan teori
hubungan internasional, dimana sebelum perang dingin, hubungan internasional hanya
fokus pada state-centic yang mengedepankan analisis yang positivis, selain itu juga
sebelum perang dingin lebih banyak didominasi oleh wacana-wacana tentang perang,
perdamaian, arms control, deterrence hingga militery force, sehingga dengan diskursus
seperti itu, hubungan internasional bertumpu pada cara pandang negara-negara maju
(great power).

Seiring berjalannya waktu, dalam hubungan internasional mulai mengalami


pergeseran dalam perspektif, dimana isu-isu terkait identitas dan lokalitas mulai
dipertimbangkan dalam analisis hubungan internasional, sehingga analisis-analisis yang
melawan mainstream dan hegemoni mulai mendapat perhatian yang ditandai dengan
munculnya teori kritis yang mengkritik ideologi sebagai pijakan utama dimana dalam
perspektif kritis, universalisme akan menjadikan teori tersebut hegemoni karena tidak
bisa dilepaskan dari kekuatan kepentingan. Hal menunjukkan bahwa pada dasarnya
dalam ilmu hubungan internasional itu tidak tunggal, hal ini sangat dimungkinkan
dibukanya sebuah cara pandang baru dalam hubungan internasional yang merefleksikan
perspektif negara-negara dunia ketiga untuk membaca realitas yang ada.
Salah satu varian dari teori kritis adalah perspektif postkolonialisme yang
menekankan pada kritik positivis, dimana penelitian yang objektif (bebas nilai) terhadap
fenomena sosial sulit tercapai dan fenomena sosial itu tidak bisa diteliti melalui
pendekatan saintifik. Perspektif ini berguna untuk membongkar motif dan tujuan dari
sebuah gerakan perlawanan terhadap hegemoni yang dianggap menindas.

Secara etimologis, istilah postkolonialisme berasal dari bahasa inggris


postcolonialisme yang dibentuk oleh kata post + colonial + isme, yang secara harfiah
berarti paham mengenai teori yang lahir setelah kolonial, namun “post” disini bukan
diartikan sebagai setelah atau sesudah kolonial (penjajahan) karena postkolonial bukan
akhir dari proses kolonial, sebab pada kenyataannya proses penguasaan lewat bentuk-
bentuk dan sistem-sistem baru belum berakhir, misalnya dilihat dari segi budaya, definisi
postkolonial selalu dihubungkan dengan proses konstruksi budaya menuju budaya kulit
putih. Kebudayaan kulit putih dipandang sebagai acuan perkembangan bagi semua
budaya, bahkan acuan ini tetap berlangsung walaupun sebuah negara telah memperoleh
kemerdekaannya, dimana sebuah pemerintahan yang baru yang berasal dari masyarakat
setempat memandang rakyatnya dengan cara pandang orang-orang kolonial
(penjajah/barat) terhadap penduduknya yang non kolonial, masyarakatnya tetap
dipandang sebagai penduduk yang terbelakang, miskin dan lain sebagainya, sehingga
harus dididik dan diangkat agar sejajar dengan masyarakat negara lainnya khusunya
masyarakat Barat. Jadi dalam masyarakat global, pandangan yang menjadikan barat
sebagai acuan seolah-olah meminggirkan budaya sendiri, karena telah dihegemoni oleh
budaya orang kulit putih terhadap budaya masyarakat yang pernah terjajah. Hal ini
membuktikan bahwa pada masa kolonial, negara-negara penjajah memiliki dominasi
yang kuat di wilayah-wilayah jajahannya. Dominasi tersebut dapat dilihat melalui
sejarah, terutama pada sejarah kolonial yang mempengaruhi pembentukan identitas
diwilayah-wilayah jajahannya.

Menurut Bill Aschroft dkk sebagai pelopor kajian postkolonial menyatakan


bahwa, postkolonialisme sebagai “... deals with the effects of colonization on cultures and
societies”. Artinya postkolonialisme mengedepankan kajian terhadap efek atau pengaruh
kolonialisme terhadap kebudayaan atau masyarakat tertentu dengan cara mencoba
mengungkapkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kolonialisme.

Secara umum postkolonialisme didefinisikan sebagai teori yang lahir sesudah


kebanyakan negara-negara terjajah memperoleh kemerdekaannya, dimana negara-negara
terjajah ini tersadar atas kondisi mereka yang selama ini diperlakukan tidak adil dan tidak
seimbang dengan para penjajah, sehingga kemerdekaan negara-negara jajahan Barat ini
kemudian membangkitkan wacana baru tentang kemandirian untuk bertindak sebagai
sebuah negara yang merdeka, yakni negara yang bukan hanya secara fisik merdeka
(berdaulat, memiliki masyarakat, dan mendapat pengakuan) tetapi juga terbebas dari
pemikiran-pemikiran positivis yang selama ini dipengaruhi oleh wacana-wacana Barat
(grand narrative).

Dalam postkolonialisme terdapat karakter utama, yaitu power dan knowledge,


identitas, dan perlawanan. Pertama, dalam aspek power dan knowledge, bangsa Barat
yang memiliki aset Power dan Knowledge yang lebih mapan membuatnya cenderung
melakukan invansi dan ekspansi ke negara-negara yang dianggap tidak memiliki
keunggulan yang sama atas Power dan Knowledge tersebut. Kedua, berkaitan dengan
identitas, yang di dalam pendekatan postkolonialisme berpusat pada kategorisasi yang
bersifat paradoks, seperti Barat dan Timur, Utara dan Selatan, hitam dan putih, serta
penjajah (colonizer) dan terjajah (colonized ). Pilar terakhir adalah berkaitan dengan
perlawanan (resistance), dimana adanya perlawanan sebagai bentuk untuk
memperjuangkan kesetaraan dari pihak terjajah.

Oleh karena itu, wacana postkolonial disebut juga wacana yang berada “di luar
Orientalisme” karena berupaya untuk mengubah “konstruksi” realitas kontemporer model
berpikir Barat modern. Jika teori kolonial menggunakan paradigma positivisme sebagai
dasar epistemologinya, maka teori poskolonial menggunakan teori kritis dan
posmodernisme terutama melalui postrukturalisme sebagai dasarnya. Ada Tiga tujuan
utama kajian post-kolonialisme yaitu:
1. Mengangkat kembali sejarah ilmu, teknologi dan pengobatan barat, seperti ilmu
pengetahuan dalam perspektif Islam, India, Cina maupun pengetahuan pribumi dan
pengetahuan dari budaya lain melalui kajian empiris dan historis.
2. Mengembangkan wacana kontemporer tentang sifat, gaya dan lingkup ilmu
pengetahuan, teknologi dan pengobatan non-Barat.
3. Mengembangkan kebijakan ilmu pengetahuan yang mengakui dan menghargai
praktik-praktik ilmiah, teknologi dan pengobatan Timur.

Dapat disimpulkan bahwa Teori postkolonialisme bukan hanya teori semata,


tetapi juga sebagai kesadaran sebagai sebuah bangsa dalam mengatasi berbagai
permasalahan, terutama bangsa-bangsa di negara dunia ketiga dalam memerangi
imperialisme, kolonialisme, orientalisme, dan berbagai bentuk hegemoni lain yang
dibentuk oleh negara-negara penjajah.

B. Alasan saya membandingkan Teori Postrukturalisme dan Teori Postkolonialisme


adalah kedua teori ini memiliki hubungan yang sangat kompleks satu sama lain.
C. Persamaan dan Perbedaan Teori Postrukturalisme dan Teori Poskolonialisme

Paradigma postrukturalisme adalah cara-cara mutakhir, baik dalam bentuk teori


maupun metode dan teknik yang digunakan dalam menganalisis objek. Postrukturalisme
berhubungan erat dengan strukturalisme, kedua teori ini muncul pada periode yang sama.
Dasar teori-teori postrukturalisme adalah strukturalisme, sedangkan strukturalisme lahir
dari formalisme Rusia, dan mulai berkembang pada awal abad ke-20.

Hubungan antara strukturalisme dengan postrukturalisme sangat kompleks.


Menurut Teeuw (dalam Ratna, 2007: 160) strukturalisme dianggap memiliki kelemahan
dengan alasan: a) belum memiliki syarat sebagai teori yang lengkap, b) karya seni tidak
dapat diteliti secara terpisah dari struktur sosial, c) kesangsiang terhadap struktur objektif
karya sastra, d) karya dilepaskan dari relevansi pembacanya, dan e) karya sastra
dilepaskan dari relevansi sosial budaya yang melatarbelakanginya. Di satu pihak
strukturalisme mementingkan pola-pola, sedangkan dipihak lain menekankan adanya satu
arti. Oleh karena itu, strukturalisme perlu disempurnakan dan secara keseluruhan
dilengkapi oleh postrukturalisme.
Atas dasar persamaan dan perbedaan dengan strukturalisme, secara definitif
postrukturalisme adalah teori sastra sesudah strukturalisme. Persamaan antara
strukturalisme dengan postrukturalisme memandang struktur sebagai unsur-unsur dengan
mekanisme antarhubungannya sebagai masalah utama. Perbedaannya, apabila
strukturalisme memandang antarunsur dengan mekanisme hubungan yang relatif stabil,
bahkan statis, maka postrukturalisme memandang model hubungan tersebut bersifat labil
dan dengan sendirinya menjadi dinamis.

Menurut kaum postrukturalisme, Salden (dalam Ratna, 2007: 162), kekuatan


sejarah atau linguistik tidak dapat dikuasi. Penanda dan petanda tidak berhubngan
langsung dan mengimplikasikan perbedaan serta penundaan. Postrukturalis lebih
menampilkan masalah daripada memberikan jawaban sekaligus menghindarkan
logosentrisme. Postrukturalisme pada dasarnya identik dengan post-Saussarean.

D. Topik yang relevan untuk diteliti berdasarkan teori tersebut ;

Dikaitkan dengan perkembangan studi humaniora, perkembangan pesat kajian


budaya (culture studies) khususnya, diantara teori-teori poststrukturalisme, teori
postkolonialisme dianggap sebagai salah satu teori yang relevan sekaligus minat.
Alasannya teori tersebut erat kaitan dcngan kolonialisme, imperalisme, orientalisme, dan
berbagai isu yang berkaitan dengan kekuasaan. Bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan
kaitannya dengan nasionalisme dan Islam yang dianggap relevan. Sebagai varian
postrukturalisme, postkolonialisme diharapkan dapat membantu meningkatkan kesadaran
dalam rangka menentang imperalisme.

2. Refleksi singkat perkuliahan Teori Hubungan Internasional ;

A. Mata kuliah teori-teori hubungan internasional menyajikan pemahaman dan analisis


konsep-konsep dan teori-teori utama dalam studi hubungan internasional berikut sejarah
perkembangan konseptual disiplin ini. Mata kuliah ini juga menyajikan relasi antara
konsep, teori, dan paradigma dalam Hubungan Internasional, serta tingkat-tingkat teori
seperti grand theory, middle-range theory serta varian-varian teori Hubungan
Internasional lainnya. Teori-teori yang di sajikan antara lain: 
 Realisme
 Liberalism
 Marxist theories in international relations
 Konstruktivisme
 Critical theories
 dll

Sesudah memahami teori Hubungan Internasional dengan baik dengan benar maka saya
dapat menjelaskan ;

 Ruang lingkup dan perkembangan pemikiran ilmu Hubungan Internasional


 Paradigma-paradigma dalam Hubungan Internasional
 Grand theories dalam Hubungan Internasional
 Middle-range theories dalam Hubungan Internasional
 Teori dan konsep lainnya

B. Teori Hubungan Internasional penting untuk menyusun konsep dan kategori yang
digunakan sebagai basis analisis dalam penelitian Hubungan Internasional. Konsep-
konsep dalam Hubungan Internasional sifatnya fleksibel dan dapat dimodifikasi, sehingga
berteori diperlukan untuk mempertahankan kategorisasi yang relevan.
Teori menjadi salah satu hal yang fundamental dalam setiap bidang ilmu karena melalui
teori-teori tersebut dapat mempermudah penstudi dalam mempelajari dan memahami
sebuah fenomena. Begitu pula dalam Studi Hubungan Internasional yang tentunya
memiliki sejumlah teori yang wajib untuk dipelajari dan dipahami. Dalam perkuliahan
biasanya mahasiswa/i akan mendapatkan serangkaian teori dari berbagai pendekatan
yang berbeda. Mempelajari terlebih memahaminya menjadi hal yang sangat penting
sehingga dapat menghindari dari gagal paham.
Mempelajari teori itu penting, apalagi di dalam disiplin Hubungan Internasional, karena
begitu banyak indormasi dan fakta hubungan global yang setiap saat kita hadapi.
Perkembangan teknologi di era globalisasi saat ini bahkan membuat perubahan dimana
bukan kita yang mencari informasi, tetapi informasi yang hadir memburu kita dimanapun
kita berdiam. Untuk itu kita membutuhkan alat yang kita sebut teori untuk dapat memberi
makna (mendeskripsikan, menjelaskan, dan bahkan mungkin memprediksi) terhadap
informasi dan fakta yang kita terima. Tanpa teori, maka informasi dan fakta yang kita
terima tidak akan mempunyai makna

DAFTAR PUSTAKA

Baylis, John, & Steve Smith, Globalization of World Politics. Oxford: Oxford University Press,
2001.
Burchill, Scott, et.al. Theories of International Relations. New York: Palgrave Macmillan, 2001.
Griffith, Martin, & Terry O’Callahan. International Relations: the Key Concepts. London &
New York: Routledge. 2002.
Griifith, Martin (ed.). International Relations Theory for the Twenty-First Century: an
Introduction.

Anda mungkin juga menyukai