Anda di halaman 1dari 11

DISTRIBUTION ACCES ELECTRICITY FROM URBAN TO RURAL

Kharisma Rizkiani 2116071010

ABSTRAK
Penyediaan akses listrik bagi desa merupakan suatu program yang strategis untuk
menutup kesenjangan antar desa dan kota, maupun kesenjangan antar wilayah. Melalui
penyediaan akses listrik desa, pembangunan ekonomi masyarakat dapat ditingkatkan dan
diharapkan dapat mengikis kemiskinan. Penyediaan akses listrik perdesaan juga dimaknai
sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap hak rakyat atas energi yang berkualitas dan
terjangkau.
Kata kunci : penyaluran, akses listrik
PAPARAN MASALAH
Penyediaan akses listrik bagi desa merupakan suatu program yang strategis untuk
menutup kesenjangan antar desa dan kota, maupun kesenjangan antar wilayah. Melalui
penyediaan akses listrik desa, pembangunan ekonomi masyarakat dapat ditingkatkan dan
diharapkan dapat mengikis kemiskinan. Penyediaan akses listrik perdesaan juga dimaknai
sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap hak rakyat atas energi yang berkualitas dan
terjangkau.
Penyediaan listrik perdesaan di Indonesia menghadapi berbagai kendala teknis,
ekonomi dan sosial akibat kondisi geografi, topografi dan penyebaran penduduk yang tidak
merata. Tantangan lainnya adalah keekonomian atas infrastruktur untuk menyediakan akses
listrik perdesaaan yang tinggi. Diperlukan berbagai upaya teknis dan ekonomis untuk
mengatasi berbagai tantangan diatas, mulai dari pilihan solusi pembangkit berbasis off-grid,
dan pengintegrasian solusi off-grid dengan perangkat rumah tangga yang hemat energi.
PERTANYAAN
Dari paparan masalah di atas maka pertanyaan yang muncul dalam analisis ini adalah :
 Bagaimana penyediaan akses listrik dalam kerangka kebijakan dan perencanaan
pembangunan Nasional?
 Apa tantangan dan praktek penyediaan listrik perdesaan di Indonesia?

MODEL
Dalam analisis ini menggunakan metode Descriptive, Corelate, Regeression Classify.

1
ANALISIS

DESCRIPTIVES VARIABLES=Acces.Electricity.Urban2014
Acces.Electricity.Rural2014
        Acces.to.Electricity2014
    /STATISTICS=MEAN STDDEV MIN MAX.

Descriptives
Notes
Output Created 07-JUN-2022 08:09:37
Comments
Input Data C:\Users\ASUS\Documents\
DATASET SPSS.sav
Active Dataset DataSet2
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data 257
File
Missing Value Handling Definition of Missing User defined missing values
are treated as missing.
Cases Used All non-missing data are
used.
Syntax DESCRIPTIVES
VARIABLES=Acces.Electricit
y.Urban2014
Acces.Electricity.Rural2014
        Acces.to.Electricity2014
    /STATISTICS=MEAN
STDDEV MIN MAX.
Resources Processor Time 00:00:00,00
Elapsed Time 00:00:00,06

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Acces to Electricity of Urban 257 34.00 9999991907.00 4662149562.10 4517735629.04
89 080
Acces to Electricity of Rural 257 100.00 9999989545.00 3530047127.03 3913467635.03
89 039
Acces to Electricity 257 7.00 9999896287.00 4245101581.47 4208171089.47
86 670
Valid N (listwise) 257

2
CORRELATIONS
    /VARIABLES=Acces.Electricity.Urban2014 Acces.Electricity.Rural2014
Acces.to.Electricity2014
    /PRINT=TWOTAIL NOSIG
    /MISSING=PAIRWISE.

Correlations
Notes
Output Created 07-JUN-2022 08:09:54
Comments
Input Data C:\Users\ASUS\Documents\
DATASET SPSS.sav
Active Dataset DataSet2
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data 257
File
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used Statistics for each pair of
variables are based on all the
cases with valid data for that
pair.
Syntax CORRELATIONS
  
/VARIABLES=Acces.Electricit
y.Urban2014
Acces.Electricity.Rural2014
Acces.to.Electricity2014
    /PRINT=TWOTAIL NOSIG
    /MISSING=PAIRWISE.
Resources Processor Time 00:00:00,02
Elapsed Time 00:00:00,05

Correlations
Acces to Acces to
Electricity of Electricity of Acces to
Urban Rural Electricity

3
Acces to Electricity of Urban Pearson Correlation 1 .682** .756**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 257 257 257
Acces to Electricity of Rural Pearson Correlation .682 **
1 .804**
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 257 257 257
Acces to Electricity Pearson Correlation .756 **
.804 **
1
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 257 257 257

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

REGRESSION
    /MISSING LISTWISE
    /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA
    /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
    /NOORIGIN
    /DEPENDENT Acces.Electricity.Urban2014
    /METHOD=ENTER Acces.Electricity.Rural2014 Acces.to.Electricity2014.

Regression

Notes
Output Created 07-JUN-2022 08:10:12
Comments
Input Data C:\Users\ASUS\Documents\
DATASET SPSS.sav
Active Dataset DataSet2
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data 257
File
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values
are treated as missing.
Cases Used Statistics are based on cases
with no missing values for
any variable used.

4
Syntax REGRESSION
    /MISSING LISTWISE
    /STATISTICS COEFF
OUTS R ANOVA
    /CRITERIA=PIN(.05)
POUT(.10)
    /NOORIGIN
    /DEPENDENT
Acces.Electricity.Urban2014
    /METHOD=ENTER
Acces.Electricity.Rural2014
Acces.to.Electricity2014.
Resources Processor Time 00:00:00,02
Elapsed Time 00:00:00,15
Memory Required 3008 bytes
Additional Memory Required 0 bytes
for Residual Plots

Variables Entered/Removeda
Variables Variables
Model Entered Removed Method
1 Acces to . Enter
Electricity, Acces
to Electricity of
Ruralb

a. Dependent Variable: Acces to Electricity of Urban


b. All requested variables entered.

Model Summary
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .766 a
.587 .583 2915949295.686
03

a. Predictors: (Constant), Acces to Electricity, Acces to Electricity of


Rural

ANOVAa

5
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3065242299826 2 1532621149913 180.250 .000b
571000000.000 285400000.000
Residual 2159701114933 254 8502760295011
010200000.000 851300.000
Total 5224943414759 256
581000000.000

a. Dependent Variable: Acces to Electricity of Urban


b. Predictors: (Constant), Acces to Electricity, Acces to Electricity of Rural

Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t
1 (Constant) 1132065657.862 260110934.982 4.352
Acces to Electricity of Rural .242 .078 .209 3.082
Acces to Electricity .631 .073 .588 8.655

Coefficientsa

Model Sig.
1 (Constant) .000
Acces to Electricity of Rural .002
Acces to Electricity .000

a. Dependent Variable: Acces to Electricity of Urban

DISCRIMINANT
    /GROUPS=Distribution.Acces.Electricity.from.Urban.to.Rural(0 1)
    /VARIABLES=Acces.Electricity.Urban2014 Acces.Electricity.Rural2014
Acces.to.Electricity2014
    /ANALYSIS ALL
    /PRIORS EQUAL
    /CLASSIFY=NONMISSING POOLED.
Discriminant

Notes
Output Created 07-JUN-2022 08:10:36
Comments
Input Data C:\Users\ASUS\Documents\
DATASET SPSS.sav

6
Active Dataset DataSet2
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data 257
File
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values
are treated as missing in the
analysis phase.
Cases Used In the analysis phase, cases
with no user- or system-
missing values for any
predictor variable are used.
Cases with user-, system-
missing, or out-of-range
values for the grouping
variable are always excluded.
Syntax DISCRIMINANT
  
/GROUPS=Distribution.Acce
s.Electricity.from.Urban.to.Ru
ral(0 1)
  
/VARIABLES=Acces.Electricit
y.Urban2014
Acces.Electricity.Rural2014
Acces.to.Electricity2014
    /ANALYSIS ALL
    /PRIORS EQUAL
    /CLASSIFY=NONMISSING
POOLED.
Resources Processor Time 00:00:00,05
Elapsed Time 00:00:00,08

Warnings
There is only one non-empty group and .000 (0 unweighted) cases
that are valid. Not enough non-empty groups. Not enough weighted
or unweighted cases.
Execution of this command stops.

7
Analysis Case Processing Summary
Unweighted Cases N Percent
Valid 0 .0
Excluded Missing or out-of-range 257 100.0
group codes
At least one missing 0 .0
discriminating variable
Both missing or out-of-range 0 .0
group codes and at least one
missing discriminating
variable
Total 257 100.0
Total 257 100.0

 Penyediaan Akses Listrik Dalam Kerangka Kebijakan Dan Perencanaan


Pembangunan Nasional
Penyediaan energi di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 30/2007 tentang
Energi, yang mengamanatkan pemerintah untuk mengelola energi berdasarkan sejumlah asas:
kemanfaatan, efisiensi berkeadilan, keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat untuk
mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Tujuan pengelolaan energi
ditetapkan untuk menjamin ketersediaan pasokan energi dan tercapainya peningkatan akses
bagi masyarakat yang tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil.
UU Energi juga menetapkan bahwa energi merupakan hak setiap warga negara. Oleh
karena itu, akses energi untuk kelompok masyarakat miskin dan di desa serta daerah
tertinggal harus disediakan oleh negara. Akses dan pelayanan energi yang cukup, berkualitas
dan terjangkau untuk masyarakat desa dan masyarakat miskin dilakukan melalui penyediaan
dana untuk membangun infrastruktur energi untuk wilayah perdesaan dan daerah-daerah yang
tertinggal, terbelakang dan terpencil, serta pengaturan harga energi dan pemberian subsidi
sehingga dapat dijangkau oleh masyarakat miskin.
Untuk memastikan penyediaan energi efisien, efektif secara biaya dan berkelanjutan
maka penyediaan energi dan infrastruktur pendukungnya perlu direncanakan berdasarkan
kebutuhan yang realistis di masa depan serta mempertimbangkan ketersediaan sumber daya
yang ada. Sebagai input dari aktivitas sosial ekonomi yang ada di setiap lapisan, penyediaan
energi juga harus sinkron dengan prioritas dan mendukung target atau sasaran pembangunan
nasional dan daerah.

8
 Tantangan Dan Praktek Penyediaan Listrik Perdesaan di Indonesia
Indonesia memiliki 17 ribu pulau yang terhampar dari barat ke timur sejauh 5.000 km,
dengan kontur tanah yang tidak rata dan bergunung-gunung; membuat solusi teknis
penyediaan listrik lebih kompleks dan beragam. Kondisi geografis, luasnya wilayah dan
penyebaran penduduk yang tidak merata menyebabkan penyediaan listrik di daerahdaerah
terpencil dan pedesaan juga menghadapi berbagai kendala sosial, teknis, dan ekonomi.
Walaupun demikian, sejauh ini metode perluasan jaringan (grid extension) merupakan cara
yang lebih banyak dipilih oleh PLN.
Dalam konteks geografis dan penyebaran penduduk di pulau-pulau yang masih
memiliki tingkat elektrifikasi dibawah rata-rata nasional, penyediaan listrik dengan
menggunakan model perluasan jaringan atau grid extension secara teknis tetap dapat
dilakukan, tetapi akan menghadapi tantangan biaya investasi yang tinggi. Demikian juga
solusi mini-grid dengan menggunakan pembangkit tenaga diesel akan menghadapi tantangan
biaya bahan bakar dan operasi serta perawatan yang tinggi.
Pilihan perluasan jaringan memiliki beberapa konsekuensi. Pertama, menciptakan
perangkap investasi biaya tinggi yang dapat mengancam kesehatan keuangan PLN jangka
panjang. Kedua, beban subsidi yang besar yang harus ditanggung oleh pemerintah. Ketiga,
kompromi atas kehandalan pasokan tenaga listrik yang diterima oleh para pelanggan PLN di
daerah perdesaan dan terpencil jika kemampuan pasokan terbatas. Untuk mencegah
terjadinya peningkatan beban finansial dan kenaikan biaya produksi dalam jangka panjang,
penyediaan listrik desa perlu memprioritaskan solusi pembangkit terdistribusi (distributed
generation) yang dikombinasikan dengan solusi offgrid dengan memanfaatkan potensi energi
terbarukan setempat untuk menyediakan listrik yang layak dan berkualitas.
Tantangan lainnya adalah keekonomian infrastruktur kelistrikan yang dibangun.
Dengan biaya investasi pembangunan infrastruktur kelistrikan yang lebih tinggi, biaya
produksi listrik per satuan energi yang dibangkitkan juga menjadi lebih tinggi. Ini
menyebabkan biaya produksi listrik menjadi lebih mahal. Sementara itu, pengguna listrik di
daerah perdesaan dan terpencil pada umumnya adalah pelanggan rumah tangga dengan pola
penggunaan listrik yang lebih dominan di malam hari. Sementara itu kemampuan membayar
listriknya pun cenderung rendah dan disubsidi. Adapun beban produktif yang berasal dari
kegiatan usaha atau industri kecil atau kegiatan komersial lainnya biasanya tidak ada.

9
INTEPRESTASI
Penyediaan akses listrik perdesaan dan daerah terpencil bukan hanya sekedar
menyediakan listrik tetapi lebih daripada itu yaitu listrik yang tersedia dapat mendukung dan
memfasilitasi pembangunan manusia yang lebih baik. Untuk memastikan akses listrik
perdesaan memiliki kualitas yang baik, terjangkau oleh masyarakat, dan tersedia secara
cukup. Hal ini menuntut pemerintah dan PLN untuk :
a) Mengintegrasikan rencana penyediaan listrik perdesaan dengan program pendukung
untuk meningkatkan beban listrik produktif dari aktivitas ekonomi yang berbasis pada
potensi ekonomi setempat. Hal ini menuntut perencanaan listrik desa dilakukan secara
terintegrasi, melibatkan institusi dan lembaga selain Kementerian ESDM dan PLN.
b) Menetapkan standar elektrifikasi yang lebih baik, minimal pada tingkat akses tier-3,
dengan rencana yang terukur untuk meningkatkan kecukupan pasokan hingga
mencapai tier-4 dan tier-5. Standar ini perlu ditetapkan dalam produk hukum, yaitu
Keputusan/Peraturan Presiden, dan teknis pelaksanaannya oleh Keputusan/Peraturan
Menteri. Standar ini juga diberlakukan untuk program-program elektrifikasi yang
dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah.

REKOMENDASI
Instrumen perencanaan listrik perdesaan yang ada saat ini belum memadai, dan belum
menjadi acuan bagi penyediaan listrik perdesaan secara nasional, khususnya oleh
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah serta institusi non pemerintah. Ketiadaan
perencanaan yang terintegrasi dan transparan akan membuat program listrik desa yang
dilakukan oleh berbagai kementerian/lembaga dan instansi lainnya menjadi tumpang tindih,
tidak efektif dan menyebabkan pemborosan anggaran. Untuk itu pemerintah dituntut untuk:
a) Menyusun rencana listrik perdesaan nasional, berbasis pada proses dan Road Map
Listrik Perdesaan yang telah disusun oleh PT PLN, dengan mengintegrasikan
pendekatan informasi geo-spatial untuk mengembangkan Road Map Listrik Perdesaan
dengan biaya terendah (least cost). Rencana listrik perdesaan juga dapat
diintegrasikan kedalam inisiatif One Map, yang juga dilakukan oleh Kementerian
ESDM.
b) Memastikan agar seluruh kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah mengacu pada
Road Map Listrik Perdesaan dalam merencanakan dan mengeksekusi kegiatan listrik
perdesaan yang menggunakan alokasi anggaran yang berasal dari APBN dan APBD.

10
c) Membentuk Tim Pelaksana program kelistrikan desa, antar kementerian terkait
dibawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dengan dukungan tim
teknis yang berasal dari Kementerian ESDM dan PLN. Tugas Tim Pelaksana adalah
menyusun Road Map Listrik Desa dan standar elektrifikasi sebagai acuan PLN untuk
menyusun rencana implementasi.

DAFTAR PUSTAKA
IEA. 2017. Energy Access Outlook 2017. Paris: IEA
OECD. 2015. State-Owned Enterprises in the Development Process. Paris: OECD
Publishing.
PLN. 2017. Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik 2017 – 2026. Jakarta.
ADB. 2016. Achieving Universal Electricity Access in Indonesia. Manila: ADB.
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. 2013. Program Listrik Perdesaaan di Indonesia:
Kebijakan, Rencana dan Pendanaan.
ERIA. 2017. Electric Power Policy and Market Structure in ASEAN Member States. Study
on Electricity Supply Mis and Role of Policy in ASEAN.

11

Anda mungkin juga menyukai