Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

DISUSUN OLEH:

NUR ALISKA AZALIYA

PO713201191181

(Tk. 2D)

DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR

2021
Laporan Pendahuluan

Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi

1. PENGERTIAN
A. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya
orang yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi
urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih
melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.

B. Gangguan Eliminasi Fekal


Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi
gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi
maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke
kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.

2. ETIOLOGI
1. Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan
pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output
urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik
untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot
kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter
untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara terus menerus
dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak pernah merenggang
dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan
karena lebih besar metabolisme tubuh
c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
d. Infeksi
e. Kehamilan
f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
g. Trauma sumsum tulang belakang
h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,
urethra.
i. Umur
j. Penggunaan obat-obatan

2. Gangguan Eliminasi Fekal


a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak
bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan
pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan
yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat

mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada


waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,
respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.

b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika
pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine,
muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan
untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan
feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme

c. Meningkatnya stress psikologi


Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-
penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis,
bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa
beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas
peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa
memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi

d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.


Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak
peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum
dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses
mengeras
e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh
terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang
lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti
dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan
konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan
memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,
mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-
kadang digunakan untuk mengobati diare

f. Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga


pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2 –
3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang
dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya
adalah atony (berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot
polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot
perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan
lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol
terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi.

g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan


pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan
stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi
kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika
dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,
klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami
fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari spinkter
ani

3. PATOFISIOLOGI
1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan
di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang
berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera
medulla spinal, akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/
inkontinensia urin. Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa
mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla
spinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau
dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek
traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera
medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik
dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai
syok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada
medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-
otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat
lesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada.
Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi.
Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat
diatasi dengan dekompresi usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada
disampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat
tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat
dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling
berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih
dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf
otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis
terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan
resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan
sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan
peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh
sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu
asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen
ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral
segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral
dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi
pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus
pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna.
Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post
operasi dan post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan
retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan
edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi,
obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik,
nyeri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang
mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine
pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung
kemih yang adekuat.

2. Gangguan Eliminasi Fekal


Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks
defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon
sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus.
Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak
menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan
kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal –
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter
anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang
dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan
diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi
muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui
saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan
tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses
di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

4. TANDA DAN GEJALA


1. Tanda Gangguan Eliminasi urin
a. Retensi Urin
1). Ketidak nyamanan daerah pubis.
2). Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3). Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4). Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5). Ketidaksanggupan untuk berkemih
b. Inkontinensia urin
1). pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2). pasien sering mengompol

2. Tanda Gangguan Eliminasi Fekal


a. Konstipasi
1). Menurunnya frekuensi BAB
2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
3). Nyeri rektum
b. Impaction
1). Tidak BAB
2). anoreksia
3). Kembung/kram
4). nyeri rektum
c. Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang
menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
4). feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2). BAB encer dan jumlahnya banyak
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
1). Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1). pembengkakan vena pada dinding rectum
2). perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). Nyeri

5. PENATALAKSANAAN
a. Gangguan eleminasi urine
1) Penatalaksanaan medis inkontinensia urine yaitu:
a) Pemanfaatan kartu berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan
jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun
yang keluar karena tak tertahan, selain itudicatat pula waktu,
jumlah dan jenis minuman yang diminum.
b) Terapi non famakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari
timbulnya inkontinensia urin,seperti hiperplasia prostat, infeksi
saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain.Adapun
terapi yang dapat dilakukan adalah :
(1) Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval
waktu berkemih)dengan teknik relaksasi dan distraksi
sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari.
(2) Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih
bila belum waktunya.
(3) Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu
tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang
secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.
(4) Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah
ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia.
(5) Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia
mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin
berkemih.Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan
fungsi kognitif (berpikir).
c) Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
(1) Antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine
(2) Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis,
yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.
(3) Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti
Bethanechol atau alfa kolinergik antagonis seperti prazosin
untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.
d) Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress
dan urgensi, bila terapinon farmakologis dan farmakologis tidak
berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnyamemerlukan
tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi
inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
e) Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa
alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin,
diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet
sepertiurinal, komod dan bedpan.
2) Penatalaksanaan medis retensio urine yaitu
a) Kateterisasi urethra.
Kateter urine memiliki berbagai fungsi di bidang medis, mulai dari
menangani penyakit tertentu hingga melakukan prosedur operasi.
Kateter biasanya diperlukan ketika seseorang yang sedang sakit
tidak mampu mengosongkan kandung kemihnya. Jika kandung
kemih tidak dikosongkan, air kencing akan menumpuk pada ginjal
dan menyebabkan kerusakan hingga gagalnya fungsi ginjal itu
sendiri
b) Dilatasi urethra dengan boudy.
c) Drainage supra pubik.
Kateterisasi suprapubic kadang-kadang diperlukan untuk
mengatasi retensi urine, khususnya bila kateterisasi uretral sulit
atau berbahaya misalnya pada pasien dengan pembesaran prostat,
strictur uretra, atau pada pasien quadriplegic. Kateter suprapubic
dimasukkan oleh dokter dengan anastesi lokal. General anestesi
dapat digunakan jika memang diperlukan. Untuk mefasilitasi
penempatan kateter, kandung kemih harus terisi cairan sebelum
kateter dipasang. Jika kandung kemih tidak terisi urine, maka
cairan fisiologis dimasukkan ke kandung kemih lewat kateter atau
csytoscope.
Kulit suprapubic dibersihkan, kemudian dengan tehnik steril
cateter dimasukkan melalui lubang kecil incisi kulit ke kandung
kemih. Canula dipasang, kemudian kateter dimasukkan kedalam
kanula tersebut sehingga membentuk sistem drainase tertutup.
Untuk mencegah bocoran, luka incisi dijarit.
Potensial komplikasi dari drainase suprapubic ini adalah antara
lain pergeseran kateter, hematuria, dan kegagalan penyembuhan
luka yang menimbulkan fistula. Klien dengan kateter suprapubic
membutuhkan perawatan yang sama dengan klien dengan
kateterisasi uretra. Masalah yang paling sering ditemui adalah
obstruksi kateter karena terlipat atau adanya sedimen dan bekuan
darah.

b. Gangguan Eliminasi Fekal


1) Penatalaksanaan medis konstipasi
a) Pengobatan non-farmakologis
(1) Latihan
Latihan teratur membantu klien mengembangkan pola defekasi
normal. Klien dengan kelemahan otot abdomen dan pelvis
(yang mengganggu defekasi normal) mungkin dapat
menguatkannya dengan mengikuti latihan isometrik sebagai
berikut:
(a) Dengan posisi supine, perketat otot sbdomen dengan
mengejangkan, menahan selama 10 detik dan kemudian
relax. Ulangi 5 – 10 kali sehari tergantung kekuatan klien.
(2) Positioning
Posisi jongkok memberikan bantuan terbaik untuk defekasi.
Posisi pada toilet adalah yang terbaik untuk sebagian besar
orang. Untuk klien yang mengalami kesulitan untuk duduk dan
bangun dari toilet, maka memerlukan alat bantu BAB seperti
commode, bedpad yang jenis dan bentuknya disesuaikan
dengan kondisi klien.
b) Pengobatan farmakologis
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan
memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,
mempermudah defekasi.
2) Penatalaksanaan medis diare
a) Pemberian cairan dan pengobatan diet etik (cara pemberian
makanan)
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis
feses klien yang terjadi, frekuensi defekasi dan jenis makanan
yang dirasakan klien dapat membantu defekasi normal. Anjurkan
asupan cairan dan makanan lunak. Makan dalam porsi kecil dapat
membantu karena lebih mudah diserap. Minuman terlalu
panas/dingin seharusnya dihindari sebab merangsang peristaltik.
Makanan tinggi serat dan tinggi rempah dapat mencetuskan diare.
Untuk manajemen diare, ajarkan klien sebagai berikut :
(1) Minum minimal 8 gelas/hari untuk mencegah dehidrasi
(2) Makan makanan yang mengandung Natrium dan Kalium.
Sebagian besar makanan mengandung Natrium dan Kalium
ditemukan dalam daging, beberapa sayuran dan buah seperti
tomat, nanas dan pisang.
(3) Tingkatkan makanan yang mengandung serat yang mudah
larut seperti pisang
(4) Hindari alkohol dan minuman yang mengandung kafein
(5) Batasi makanan yang mengandung serat tidak larut seperti
buah mentah, sereal
(6) Batasi makanan berlemak
(7) Bersihkan dan keringkan daerah perianal sesudah BAB untuk
mencegah iritasi
(8) Jika mungkin hentikan obat yang menyebabkan diare
(9) Jika diare telah berhenti, hidupkan kembali flora usus normal
dengan minum produk-produk susu fermentasi.
b) Obat- obatan
Obat yang digunakan untuk mengobati diare ialah obat
antisekresin (asetosal, klorpromazine), antispasmolitik (Papaverin,
opium, loperamide), antibiotic bila penyebabnya jelas.
Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl),
menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan untuk
mengobati diare.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-
unsur yang tidak normal.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

8. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi.

Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,
diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran
intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat
merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan
palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna,
konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur
abdomen. Perhatikan tabel berikut :

KARAKTERISTIK FESES NORMAL DAN ABNORMAL


Karakteristik Normal Abnormal Kemungkinan
penyebab
Warna Dewasa : Pekat / putih Adanya pigmen empedu
kecoklatan (obstruksi empedu);
pemeriksaan
Bayi : diagnostik
kekuningan menggunakan
barium

Hitam / spt ter. Obat (spt. Fe); PSPA


(lambung, usus
halus); diet tinggi
buah merah dan
sayur hijau tua (spt.
Bayam)

Merah PSPB (spt. Rektum),


beberapa makanan
spt bit.

Pucat Malabsorbsi lemak; diet


tinggi susu dan
produk susu dan
rendah daging.

Orange atau Infeksi usus


hijau

Konsistensi Berbentuk, lunak, Keras, kering Dehidrasi, penurunan


agak cair / motilitas usus akibat
lembek, basah. kurangnya serat,
kurang latihan,
gangguan emosi dan
laksantif abuse.

Diare Peningkatan motilitas


usus (mis. akibat
iritasi kolon oleh
bakteri).

Bentuk Silinder (bentuk Mengecil, Kondisi obstruksi rektum


rektum) dgn Æ bentuk pensil
2,5 cm u/ atau seperti
orang dewasa benang

Jumlah Tergantung diet


(100 – 400
gr/hari)

Bau Aromatik : Tajam, pedas Infeksi, perdarahan


dipenga-ruhi
oleh makanan
yang dimakan
dan flora
bakteri.

Unsur pokok Sejumlah kecil Pus Infeksi bakteri


bagian kasar
makanan yg Mukus Konsidi peradangan
tdk dicerna,
Parasit Perdarahan
potongan bak-
gastrointestinal
teri yang mati, Darah
sel epitel, Malabsorbsi
lemak, protein, Lemak dalam
unsur-unsur jumlah besar Salah makan
kering cairan
pencernaan Benda asing
(pigmen
empedu dll)

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan Eliminasi Urine
1) Retensi urine
Definisi : pengosongan kandung kemih tidak komplet.
Batasan karakteristik
a) Tidak ada haluaran urine
b) Distensi kandung kemih
c) Menetes
d) Disuria
e) Sering berkemih
f) Inkotinensia aliran berlebih
g) Residu urine
h) Sensasi kandung kemih penuh
i) Berkemih sedikit

Faktor yang berhubungan


a) Sumbatan
b) Tekanan ureter tinggi
c) Inhibisiarkus refleks
d) Sfingter kuat
2) Gangguan pola eliminasi urine: inkontinensia berhubungan
dengan:
a) Gangguan neuromuskuler
b) Spasme bladder
c) Trauma pelvic
d) Infeksi saluran kemih
e) Trauma medulla spinalis
b. Gangguan Eliminasi fekal
1) Konstipasi
Definisi : penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai
oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan atau
pengeluaran feses yang keras, kering, dan banyak.
Batasan karakteristik :
a) Nyeri abdomen
b) Nyeri tekan abdomen dengan dan atau tanpa teraba resistensi
otot.
c) Anoreksia
d) Penampilan tidak khas pada lansia (misal, perubahan pada
status mental, inkontinensia urinarius, jatuh yang tidak ada
penyebabnya, peningkatan suhu tubuh
e) Darah merah pada feses.
f) Perubahan pada pola defekasi
g) Penurunan frekuensi dan volume feses.
h) Rasa rectal penuh
i) Rasa tekanan rektal.
j) Keletihan umum
k) Feses keras dan berbentuk
l) Sakit kepala
m) Bising usus hiperaktif.
n) Bising usus hipoaktif.
o) Peningkatan tekanan abdomen
p) Tidak dapat makan, mual
q) Rembesan feses cair.
r) Nyeri pada saat defekasi.
s) Masa abdomen dan atau rectal yang dapat diraba.
t) Adanya feses lunak, seperti pasta di dalam rektum.
u) Perkusi abdomen pekak.
v) Sering flatus.
w) Mengejan pada saat defekasi.
x) Tidak dapat mengeluarkan feses
y) Muntah.

Faktor yang berhubungan


a) Fungsional
(1) Kelemahan otot abdomen
(2) Kebiasaan mengabaikan dorongan defekasi.
(3) Ketidakadekuatan toileting (misal, batasan waktu, posisi
untuk defekasi, privasi).
(4) Kurang aktivitas fisik.
(5) Kebiasaan defekasi tidak teratur.
(6) Perubahan lingkungan saat ini.
b) Psikologis
(1) Depresi.
(2) Stresemosi.
(3) Konfusi mental.
c) Farmakologis
(1) Antikolinergik. (6) Diuretik.
(2) Antikonvulsan. (7) Nonsteroid.
(3) Antidepresan. (8) Opiat.
(4) Garam bismuth (9) Penotiazid.
(5) Kalsiumkarbonat. (10) Simpatomimetik
(11) Garam besi. (12) Agens anti lipenik
d) Fisiologis
(1) Perubahan pola makan
(2) Perubahan makanan
(3) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
(4) Dehidrasi
(5) Ketidakadekutan gigi geligi
(6) Ketidakadekuatan higiene oral
(7) Asupan serat tidak cukup
(8) Asupan cairan tidak cukup
(9) Kebiasaan makan buruk
2) Diare
Definisi : feses yang lunak dan tidak berbentuk
Batasan karakteristik
a) Nyeri abdomen
b) Sedikitnyatiga kali defekasiperhari
c) Kram
d) Bisingusushiperaktif
e) Ada dorongan
Faktor yang berhubungan
a) Psikologis
(1) Ansietas
(2) Tingkat stress tinggi
b) Situasional
(1) Efek samping obat
(2) Penyalah gunaan alkohol
(3) Kontaminan
(4) Penyalah gunaan laksatif
(5) Radiasi
(6) Toksin
(7) Melakukan perjalanan
(8) Selang makan
c) Fisiologis
(1) Proses infeksi
(2) Inflamasi
(3) Iritasi
(4) Malabsorpsi
(5) Parasit
10. INTERVENSI
a. Gangguan Eliminasi Urine
No Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Gangguan Setelah diberikan 1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 1. Membantu mencegah distensi atau
polaeliminasi asuhan 2. Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi komplikasi
urine: keperawatan ...x24 jam dokter/fisioterapi 2. Meningkatkan kekuatan otot ginjal dan
inkontinensia diharapkan pola 3. Kolaborasi dalam bladder training fungsi bladder
kemungkinan eliminasi urine pasien 4. Hindari factor pencetus inkontinensia urine 3. Menguatkan otot dasar pelvis
berhubungan normal dengan criteria seperti cemas 4. Mengurangi atau menghindari
dengan.... hasil: 5. Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan inkontinensia
 Pasien dapat mengontrol kateterisasi 5. Mengatasi factor penyebab
pengeluaran urine setiap 4 6. Jelaskan tentang : Pengobatan, kateter, 6. Meningkatkan pengetahuan dan
jam penyebab, tindakan lainnya diharapkan pasien lebih kooperatif
 Tidak ada tanda-tanda retensi
dan inkontinensia urine
 Pasien berkemih dalam
keadaan rileks
2 Retensi urine Setelah diberikan 1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam 17 Menentukan masalah
kemungkinan asuhan keperawatan 2. Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam 27 Memonitor keseimbangan cairan
berhubungan 3x24 jam diharapkan 3. Berikan cairan 2000 ml/hari dengan kolaborasi 37 Menjaga deficit cairan
dengan... tanda dan gejala retensi 4. Kurangi minum setelah jam 6 malam 47 Mencegah nokturia
urine pasien tidak ada 5. Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan 57 Membantu memonitor
dengan criteria hasil: berat badan keseimbangan cairan
 Pasien dapat mengontrol 6. Lakukan latihan pergerakan 67 Meningkatkan fungsi ginjal dan
pengeluaran bladder setiap 4 7. Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih bladder
jam. 8. Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi 77 Relaksasi pikiran dapat
dokter/fisioterapi meningkatkan kemampuan berkemih
9. Kolaborasi dalam pemasangan kateter 87 Menguatkan otot pelvis
97 Mengeluarkan urine
b. Gangguan Eliminasi Fekal
No Diagnosa
Tindakan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan pola Setelah diberikan asuhan NIC : Konstipation atau impaction management a. Mencegah dan mengatasi
eliminasi fekal : keperawatan selama ...x 24 jam a. Monitor tanda dan gejala konstipasi konstipasi
konstipasi diharapkan pola eliminasi fekal b. Monitor frekuensi, warna, dan konsistensi. b. Mengetahui penyebab dini
berhubungan pasien normal dengan kriteria c. Anjurkan pada pasien untuk makan buah- terjadinya konstipasi
dengan... hasil : NOC : Bowel buahan dan serat tinggi dengan konsultasi c. Meningkatkan pergerakan
elimination bagian gizi. usus.
- Buang air besar / BAB d. Mobilisasi bertahap d. Untuk merangsang
dengan konsistensi lembek e. Kolaborasikan dengan tenaga medis eliminasi defekasi pasien.
- Pasien menyatakan mampu mengenai pemberian laksatif, enema dan e. Meningkatkan eliminasi
mengontrol pola BAB pengobatan f. Mengurangi atau
- Mempertahankan pola f. Berikan pendidikan kesehatan tentang : menghindari inkontinensia
eliminasi usus tanpa ileus kebiasaan diet, cairan dan makanan yang g. Untuk mencegah perubahan
mengandung gas, aktivitas dan kebiasaan pada tanda vital, limbung
BAB atau perdarahan.
g. Intruksikan agar pasien tidak mengejan saat
defekasi
2. Gangguan pola Setelah diberikan asuhan a. Timbang berat badan pasien a. Untuk mengetahui berat badan
eliminasi fekal : keperawatan selama ...x 24 jam b. Ajarkan pasien untuk menggunakan obat pasien dan untuk melakukan
diare berhubungan diharapkan feses pasien antidiare yang benar tindakan selanjutnya.
dengan... berbentuk dan lembek dengan c. Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat b. Agar tidak menimbulkan
masalah/diare yang berlanjut
kriteria hasil : warna, jumlah, frekuensi dan konsistensi dari
c. Mengetahui perkembangan
NOC: feses
- Bowel elimination d. Evaluasi intake makanan yang masuk pasien tentang diarenya.
- Fluid Balance e. Anjurkan pasien untuk menghindari susu, d. Mengetahui penyebab diare.
- Hydration kopi, makanan pedas, dan makanan yang e. Menghindari terjadinya diare
- Electrolyte and Acid base mengiritasi saluran cerna. yang lebih parah.
f. Stres meningkatkan stimulus
Balance f. Ajarkan tehnik menurunkan stress
bowel.
Kriteria Hasil : g. Kolaborasi pemberian obat antidiare
g. Mempertahankan status
- Feses berbentuk, BAB sehari hidrasi
sekali- tiga hari
- Menjaga daerah sekitar rectal
dari iritasi
- Tidak mengalami diare
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI
FEKAL

FORMAT PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. Y
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Pekerjaan : petani
Alamat : Jl. Mon Emmy Saelan III
Tgl. Masuk RS : 14 Januari 2021

II. RIWAYAT KESEHATAN


1. Keluhan utama : pasien mengeluh lemah dan tidak ada keinginan BAB
2. Riwayat keluhan utama

a. Faktor pencetus : pasien mengatakan tidak tahu mengapa merasa tidak ingin BAB tapi
tetap keluar BAB

b. Sifat keluhan :-
c. Lokasi & penyebaranx : -
d. Skala keluhan :-
e. Mulai & lamax keluhan : sejak 5 hari sebelum MRS
f. Hal- hal yang meringankan / memperberat : terasa ringan ketika tertidur, terasa berat ketika
malam hari

3. Riwayat kesehatan masa lalu :


a. Pernahkah dirawat di RS : ya / tidak, penyakit / keluhan : -
kapan : - lamanya :-
b. Pernah mengalami pembedahan : ya / tidak, penyakit : -
Lamanya di RS :-
c. Riwayat alergi : ya / tidak, terhadap zat/ obat/ makanan/ minuman : -
d. Kebiasaan / ketergantungan terhadap zat/ minuman / obat / kopi/ alcohol/ rokok. Lainnya : :
-
4. Riwayat keluarga
a. Genogram

Keterangan
Laki – laki

Perempuan
Klien

Meninggal

Serumah

Cerai

b. Riwayat kesehatan keluarga : tidak ada riwayat kesehatan/penyakit keluarga

III. TANDA- TANDA VITAL


1. Suhu : 37 derajat celcius
2. Denyut : 78x/menit
3. Tekanan darah : 110/70 mmHg
4. Pernapasan : 20x/menit

IV. TB (TINGGI BADAN) : 158 cm BB (BERAT BADAN) : 48 kg

V. PENGKAJIAN KEBUTUHAN

A. PEMERIKASAAN FISIK PADA ORGAN TUBUH

1. Kepala
a. Bentuk kepala : simetris kiri dan kanan, tidak ada benjolan
b. Keadaan rambut : tidak rontok
c. Keadaan kulit kepala : bersih
d. Nyeri kepala/ pusing : tidak pusing
e. Komentar : tidak ada
2. Mata / penglihatan
a. Ketajaman penglihatan: baik
b. Peradangan : tidak ada
c. Sclera : normal
d. Pupil, ukuran : normal reaksi / respon : baik(merespon)
e. Gerak bola mata : normal
f. Konjunctiva : normal
g. Lapang pandang : normal
h. Reflex kornea : baik
i. Rasa nyeri : tidak ada
j. Pemakaian alat bantu : kaca mata : - lensa optic: -
k. Komentar : tidak ada
3. Hidung / penciuman
a. Struktur : simetris, tidak ada benjolan dll
b. Polip : normal
c. Sinus : normal
d. Perdarahan : tidak ada
e. Fungsi penciuman : baik
f. Komentar : tidak ada
4. Telinga / pendengaran
a. Stuktur : simetris kiri dan kanan
b. Nyeri : tidak nyeri
c. Cairan : tidak ada
d. Tanda- tanda peradangan : tidak ada
e. Fungsi pendengaran : baik
f. Alat bantu : tidak ada
g. Komentar : tidak ada
5. Mulut
a. Keadaan gigi : bersih
b. Problem menelan : tidak ada
c. Bicara: baik
d. Rongga mulut : bersih, baik
e. Fungsi mengunyah : baik/normal
f. Fungsi pengecap : baik/normal
g. Komentar : tidak ada
6. Leher
a. Vena jugularis : normal
b. Arteri karotis : normal
c. Pembesaran tiroid : tidak ada
d. Pembesaran kelenjar limfa : tidak ada
e. Komentar : tidak ada
7. Pernapasan
a. Bentuk dada : normal/simetris kiri dan kanan
b. Pergerakan / pengembangan thoraks : normal
c. Batuk : tidak batuk
d. Sputum :-
e. Vocal fremitas : baik
f. Resonansi : baik
g. Bunyi napas : normal
h. Bunyi napas tambahan : normal
i. Komentar : tidak ada
8. Jantung
a. Ukuran jantung : normal
b. Denyut jantung : normal
c. Nyeri dada : tidak ada
d. Palpitasi : tidak ada
e. Bunyi jantung : normal
f. Bising jantung : tidak ada
g. Komentar : tidak ada
9. Abdomen
a. Warna kulit : normal
b. Bayangan peristaltic :-
c. Keadaan permukaan abdomen : baik (bersih dan normal)
d. Gerak abdomen : normal
e. Pembesaran abdomen : tidak
f. Keadaan perkusi abdomen : baik
g. Nyeri tekan : tidak ada
h. Peristaltik : normal
i. Komentar : tidak ada
10. Perkemihan
a. Edema kelopk mata : tidak ada
b. Nyeri pinggang / punggung : tidak nyeri
c. Keadaan kandung kemih : normal
d. Bau mulut amoniak : normal
e. Komentar : tidak ada
11. Reproduksi
a. Siklus menstruasi : baik
b. Keadaan organ kelamin luar: baik
c. Pembesaran prostat : tidak ada
d. Kehamilan : tidak hamil
e. Perdarahan : tidak ada
f. Komentar : ridak ada
12. Status Neorologis
a. Tingkat kesadaran : compos mentis
b. Koordinasi : baik
c. Memori : baik
d. Orientasi : baik
e. Kelumpuhan (motorik) : tidak ada
f. Gangguan sensasi : tidak ada
g. Kejang- kejang : tidak
h. Komentar : tidak ada
13. Musculoskeletal
a. Kekuatan otot : normal/baik
b. Tenus otot : normal
c. Kekakuan sendi : tidak ada
d. Trauma : tidak ada
e. Nyeri : tidak ada
f. Pola aktivitas : baik
g. Komentar : tidak ada
14. Kulit
a. Tekstur : baik
b. Turgor : baik
c. Warna : normal
d. Kelembaban : baik
e. Lesi : tidak ada
f. Komentar : tidak ada
15. Endokrin

a. Penonjolan bola mata : tidak ada


b. Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada
c. Aktivitas : baik
d. Perubahan suara : tidak ada
e. Tremor : tidak ada
f. Pigmentasi kulit : tidak ada
g. Komentar : tidak ada
FORMAT PENGKAJIAN PER-KEBUTUHAN

A. RIWAYAT KEBUTUHAN ELIMINASI BAB


1. Bagaimana pola eliminasi BAB klien: tidak teratur frekuensi : 2-3x/hari waktunya: tdk tentu
2. Bagaimana kebiasaan klien dalam meningkatkan eliminasi BAB : memakan buah pepaya
3. Bagaimana perubahan pola eliminasi BAB yang terjadi : dari padat ke cair
4. Bagaimana karakteristik dari feses cair : cair berwarna coklat kekuning-kuningan

5. Bagaimana riwayat diet klien : tidak ada


6. Bagaimana intaks cairan klien, jenisnya : -
7. Riwayat exercise : jenis: - frekuensi: - lama: -
8. Bagaimana riwayat penyakit / pembedahan klien : -
9. Bagaimana riwayat pengobatan klien : -
10. Bagaimana status emosional klien : stabil
PEMERIKSAAN FISIK
1. Abdomen
Inspeksi
abdomen

a. Countur : simetris
b. Warna kulit : normal massa : normal Vena : normal
c. Lesi: tidak ada
d. Auskultasi : bising usus
e. Palpasi: normal
f. Perkusi: pekak
g. Pengukuran lingkaran abdomen : normal
2. Rectal
Inspeksi lesi : lesi : - warna : normal peradangan: -
Hemoroid : -
PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Ureum 2,5 mg/dl ( nilai normal 10-50 mg/dl ),


- Creatinin 4,1 mg/dl ( nilai normal p : 0,7-1,2, w : 0,5-0,9 mg/dl ),
- Kalium 5,1 mmol/L ( nilai normal serum : 3,5-5,1 mmol/ L )

Makassar, 11 Januari 2021


Mahasiswa

Nur Aliska Azaliya

NIM: PO713201191181
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1. Ds: Penurunan tonus otot Inkontinensia Fekal
Pasien mengatakan tidak ada
keinginan BAB
Do:
Feses cair keluar meski pasien tidak
merasa akan BAB
Ttv:
TD: 110/70 mmHg
Nadi: 78x/menit
Nafas: 20x/mnit
Suhu: 37⁰ C
RENCANA KEPERAWATAN

Nama : Tn. Y
Umur : 60 tahun
Jenis kelamin : laki-laki

No Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Implementasi


DX Kep
1. Setelah dilakukan tindakan Latihan eliminasi Implementasi:
keperawatan diharapkan pasien fekal: 1. Menganjurkan
dapat mengontrol pengeluaran feses 1. Anjurkan waktu waktu yang
dengan kriteria hasil : yang konsisten konsisten untuk
1. Mampu menunda untuk buang air buang air besar
defekasi
besar 2. Mengonsumsi
2. Mampu
merasakan kapan akan BAB 2. Berikan privasi, makanan tertentu
3. Bau feses dapat kenyamaan, dan 3. Asupan cairan
berkurang posisi yang yang adekuat
4. Mampu meningkatkan sesuai kebutuhan
mengatasi kebersihan diri proses defekasi
3. Gunakan enema 4. Mengecek ttv:
rendah TD: 110/70
4. Anjurkan mmHg
mengonsumsi Nadi: 79x/menit
makanan tertentu Nafas: 21x/mnit
5. Anjurkan asupan Suhu: 37,5⁰ C
cairan yg
adekuat sesuai
kebutuhan

Anda mungkin juga menyukai