Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang 2018 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jika berbicara mengenai pelaksanaan pembangunan di masa lalu menempatkan pemerintah seolah-olah sebagai agen tunggal pembangunan, sedang masyarakat desa dianggap tidak memiliki kemampuan dan masih tertinggal (Wastutiningsih, 2004: 12). Pembangunan yang bersifat top-down menyebabkan masyarakt desa kerap kali diposisikan sebagai objek dari pembangunan bukan sebagai subjek pembangunan itu sendiri. Pembangunan pada dasarnya adalah proses kemajuan dari masyarakat berdasarkan kekuatan mereka sendiri. Keberhasilan dari pembangunan sendiri tidak lagi didasarkan pada indikator yang bersifat konvensional seperti kenaiakn pendapatan, atau pertumbuhan ekonomi. Keberhasilan suatu pembangunan dapat dilihat dari indikator yang didasarkan atas keberhasilan suatu negara dalam menciptakan civil society yang menyaraktkan keikutsertaan masyarakat dalam proses pembangunan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan sangat bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakat. Keduanya harus mampu menciptakan sinergi. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Salah satu aspek yang banyak melibatkan masyarakat dalam pembangunan yaitu dari aspek pariwisata. Pembanguan pariwisata dimasa ini memiliki kecenderungan dalam mengelolah potensi pariwisata yang dimiliki dimasing- masing daerah. Sama halnya seperti yang dinayatakan oleh Fandeli(2002:45), bahwa kebijakan dalam pengembangan pariwisata suatu daerah harus didasarkan pada paradigma yang berkembang didaerah tersebut. Sala satu jenis pengembangan wisata yang bisa dilakukan yaitu dengan pengembangan desa wisata. Konsep desa wisata itu sendiri yaitu bentuk pembanguanan dalam bidang pariwisata yang dilakuakn disuatu wilayah atau pedesaan yang berkelanjutan. Pembangunan dari desa wista itu sendiri dapat didasrkan pada potensi ataupun ciri khas yang dimiliki oleh masing-masing desa, misalnya saja dari adat istiadatnya, makan khas yang dimiliki, kerajinan tangan yang dihasilkan, ataupun dari seni tradisional yang dimiliki oleh daerha tersebut. Dalam pengembangan desa wista itu sendiri diperlukan partisipasi dari masyarakat desa itu sendiri sehingga dapat menjadi desa wisata yang produktif. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukanya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan desa wisata yaitu: 1. Memberikan peluang terhadap masyarakat desa, yang selama ini posisi mereka sering ditempatkan sebagai objek dan bukan sebagai subjek. Dengan diposisikannya sebagai subjek, akan dapat dilihat kiprah mereka dalam program pembangunan desa wisata. 2. Meningkatkan peran masyarakat desa dalam mengatasi kemiskinan, serta mengatasi persoalan-persoalan dan menghadapi tantangan untuk mengolah potensi beserta sumber-sumber produksi di desanya 1.3 Manfaat 1. Mampu meningkatkan taraf hidup dari masyarakat desa.Dengan mengelola sumber daya yang dimiliki, sehingga hasilnya benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Bahkan lebih jauh pemberdayaan masyarakat desa akan dapat digunakan untuk melihat bagaimana mereka mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran di wilayahnya. 2. Mampu memperkuat program pembangunan di wilayah pedesaan. Di era reformasi dengan menitikberatkan pada pelaksanaan otonomi daerah, masyarakat (termasuk masyarakat pedesaan) dituntut kreatif untuk mendapatkan sumber-sumber produksi yang dapat dikelola secara maksimal, guna mendatangkan income bagi wilayahnya. 1.4 Kelompok Sasaran Kelompok sasaran yang dituju dalam pemberdayaan ini adalah seluruh masyarakat yang ada atau tinggal didesa yang akan dijadikan sebagai desa wisata tersebut. Kenapa kelompok sasaran yang dituju seluruh warga desa, dikarenan dalam pemberdayaan masayarakat untuk desa wisata itu sendiri pengerak utama desa wisata tersebut adlah masyrakat desa itu sendiri. Dimana masyarakat desa yang telah memahami apa kelebihan dari desa mereka, sehingga masyarakat itu mampu menampilakan kelebihan atau keunikan yang dimiliki oleh desa mereka. 1.5 Bentuk Kegiatan Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat dalam program pengembangan desa wisata yaitu dengan melakukan penyuluhan dan juga pelatihan. Kegiatan yang pertama dilakukan yaitu penyuluhan kepada masyarakat desa wisata tersebut mengenai pengelolaan desa wisata diawali dengan penyampaian materi tentang terminologiyang terkait dengan desa wisata dan tren pengembangan desa wisata di Indonesia. Desa wisata erat dengan istilah rural tourism. Rural tourism merupakan kegiatan wisata denganmotivasi menikmati pengalaman hidup di pedesaan, terlibat dengan masyarakat,mempelajari cara hidup masyarakat, dan menikmati warisan peninggalan unik yang ada di desa tersebut (Gorman, 2005). Aktivitas menyerupai rural tourism di Indonesia adalah sepadan dengan wisata perdesaan, dengan aktivitas melihat keindahan alam,menyaksikan atraksi seni budaya, cara hidup masyarakat lokal. Tren wisata desa yangberkembang di Indonesia ditandai oleh tumbuhnya minat melakukan wisata berkarakter nature-based tourism (wisata berbasis alam) dan menikmati pengalaman wisataperdesaan (Sastrayuda, 2010), dan munculnya desa wisata (village tourism). Desa yangmembuka diri sebagai desa wisata tidak saja memiliki keindahan alam, tetapi banyak jugamemiliki daya tarik budaya, baik yang tangible maupun yang intangible. Materi lainnyayang disampaikan adalah tentang pengembangan dan pengelolaan desa wisata yangberbasis masyarakat dan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Untuk materi pelatihan tentang pembuatan paket wisata berisi tentang quotation dalam penyusunan paket wisata dan pola perjalanan wisata. Paket wisata merupakan suatuperjalanan wisata dengan satu atau beberapa tujuan kunjungan yang disusun daribeberapa, minimal dua, fasilitas perjalanan tertentu dalam suatu acara perjalanan yangtetap, serta dijual sebagai harga tunggal yang menyangkut seluruh komponen dariperjalanan wisata (Nuriata, 2014). Dalam menyusun paket wisata dapat memperhatikanbentuk pola perjalanan. Bentuk pola perjalanan menurut Lau dan McKercher (2006) dapat dibagi menjadi: 1. Single Point Pergerakan yang menuju hanya satu titik destinasi tanpa mengunjungi titik destinasi lain dan kembali ke tempat asal menggunakan rute yang sama. 2. Base Site Pola pergerakan yang menyerupai sebaran sinar dengan satu titik pusat. Wisatawan memulai perjalanan dari tempat asal dan menuju ke tujuan utama, dan dilanjutkan melakukan kunjungan ke tujuan sekunder dalam wilayah tertentu. 3. Stopover Pergerakan yang menuju satu titik destinasi utama dimana mengunjungi titik destinasi lain (sekunder) dalam proses pergerakannya. 4. Chaining Loop Pergerakan dengan tipe memutar seperti cincin yang menghubungkan dua atau lebih titik destinasi dan tidak terjadi pengulangan rute 5. Destination Region Loop Perjalanan wisatawan yang dimulai dengan rute mengelilingi destinasi lainnya. Setelah menyelesaikan tur secara berkeliling (pola lingkaran), wisatawan kembali ke tempat asal melalui rute yang paling singkat antara tujuan utama dan tempat asal berangkat. Ini merupakan kombinasi dari pola single point dan chaining loop. 6. Complex Neighbourhood Merupakan kombinasi dua atau lebih pola-pola yang telah disebutkan di atas. Pelatihan pemanduan wisata diisi dengan penyampaian materi tentang teknik pemanduan. Pengertian pemandu wisata atau pramuwisata menurut Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM.82/PW.102/MPPT-88 Tentang Pramuwisata dan Pengatur Wisata, adalah seseorang yang bertugas memberikan bimbingan, penerangan dan petunjuk tentang obyek wisata serta membantu segala sesuatu yang diperlukan wisatawan. Tugas pemandu wisata adalah: 1. Mengantar wisatawan, baik rombongan maupun perorangan yang mengadakan perjalanan dengan transportasi yang tersedia; 2. Memberikan penjelasan tentang rencana perjalanan dan obyek wisata serta memberikan penjelasan mengenai dokumen perjalanan, akomodasi, transportasi dan fasilitas wisata lainnya; 3. Memberikan petunjuk tentang obyek wisata. 4. Membantu pengurusan barang bawaan wisatawan; 5. Memberikan pertolongan kepada wisatawan yang sakit, mendapat kecelakaan, kehilangan atau musibah lainnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Wisata
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah (Undang-Undang Kepariwisataan No.10 tahun 2009). Jika dipandang dari dimensi akademis pariwisata didefinisikan sebagai studi yang mempelajari perjalanan manusia keluar dari lingkunganya, termasuk industry yang merespon kebutuhan manusia yang melakukan perjalanan. Lebih jauh lagi pariwisata mempelajari dampak yang ditimbulkan oleh pelaku perjalanan maupun industry terhadap lingkungan sosial budaya, ekonomi, maupun lingkungan fisik setempat (IGB dan Eka Mahadewi, 2012) 2.2 Desa Wisata Perkembangan pariwisata, sejalan dengan dinamika yang berkembang, telah merambah berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, village tourism dan ecotourism, yang merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan (Sastrayudha, 2010: 11). Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata dan ekowisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku (Nuryanti, 1993: 2-3). Ramuan utama desa wisata diwujudkan dalam gaya dan kualitas hidup masyarakatnya. Keaslian juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosial daerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentangan alam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khas daerah.
2.3 Konsep Pengembangan Desa Wisata
Menurut I. Pitana (2009), pembangunan dan pengembangan pariwisata
secara langsung akan menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bisa dampak positif maupun negatif. Bagi masyarakat, pengembangan pariwisata memiliki potensi manfaat yang sangat besar bagi ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan namun terkadang sering terjadi pengembangan pariwisata yang salah justru membawa banyak kerugian bagi masyarakat lokal itu sendiri. Adanya berbagai manfaat dan tantangan memberikan gambaran bahwa pengembangan pariwisata bagaikan mengelola api, dimana pengelola dapat memanfaatkanya untuk kemaslahatan masyarakat namun di satu sisi dapat menimbulkan kerugian jika pengelolaan yang dilakukan tidak efektif. Untuk itu penelitian mengenai dampak ekonomi dianggap sangat diperlukan sebagai langkah evaluasi dan langkah preventif dalam menentukan langkah pengembangan selanjutnya karena pengembangan desa wisata memiliki karakter aktivitas yang bersifat multisectoral. Pelaksanaan pengembangan pariwisata harus terencana secara terpadu dengan pertimbangan- pertimbangan terutama terhadap aspek ekonomi dan sosial-budaya masyarakat lokal. Pada setiap tahapan pengembangan tersebut, pelaku pariwisata hendaknya dapat meminimalisasi sebanyak mungkin dampak negatif yang akan timbul serta berkaitan erat dengan pembangunan perekonomian dan sosial-budaya masyarakat setempat.
2.4 Konsep Dampak Ekonomi Pariwisata
Wisatawan yang datang ke sebuah destinasi dalam jangka waktu tertentu,
menggunakan sumber daya dan fasilitasnya biasanya mengeluarkan uang untuk keperluan tertentu, kemudian meninggalkan tempat tersebut untuk kembali ke negaranya. “Jika wisatawan yang datang ke sebuah destinasi tersebut sangat banyak akan berdampak pada kehidupan ekonomi daerah tersebut, baik langsung maupun tidak langsung. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dapat bersifat positif maupun negatif” (I. G. Pitana dan Putu, 2009). Pitana, (2009) mengemukakan bahwa dampak pariwisata terhadap kondisi ekonomi dikategorikan dalam 8 kategori seperti berikut:
1. Dampak terhadap penerimaan devisa.
2. Dampak terhadap pendapatan masyarakat 3. Dampak terhadap kesempatan kerja 4. Da mpak terhadap distribusi manfaat atau keuntungan 5. Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol (ekonomi) masyarakat. 6. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya 7. Dampak terhadap pendapatan pemerintah 8. Dampak terhadap penerimaan devisa dan dampak terhadap distribusi manfaat. BAB III HASIL 3.1 Hasil Pemberdayaan masyarakat melalui desa wisata diharapkan dapat memberikan kontribusi ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat setempat, dan peningkatan kehidupan sosial. Selain masyarakat setempat memperoleh manfaat dari kedatangan wisatawan, masyarakat dapat sekaligus menjaga dan mempertahankan budaya lokal serta pelestarian alam di wilayahnya, karena hal itulah yang menjadi modal utama masyarakat lokal. Program pemberdayaan masyarakat ini merupakan program yang bersifat aktual yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan serta keterampilan dari masyarakat desa wisata yang dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan, serta pendampingan. DAFTAR PUSTAKA Fandeli, Chafid. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada Gorman, K. (2005). Cooperative Marketing Structures in Rural Tourism: the Irish Case. Rural Tourism and Sustainable Business. Channel View Publications, Clevedon, United Kingdom. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi No. KM.82/PW.102/MPPT-88 Tentang Pramuwisata dan Pengatur Wisata, 17 September 1988. Lau, G. dan McKercher, B. (2006). Understanding Tourist Movement Patterns in A Destination: A GIS Approach. Hongkong. Retrieved from http://www.scribd.com/doc/20752930/Understanding-Tourist- Movement Patterns. Nuriata (2014). Perencanaan dan pelaksanaan perjalanan wisata: konsep dan aplikasi. Bandung: Alfabeta. Pitana, I Gede. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta. Penerbit ANDI. Pitana, I. G., dan Gayatri, P. G. (2005). Sosiologi pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi. Pitana, I. G., dan Putu, G. (2009). Sosiologi Pariwisata. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Sastrayuda, Gumelar S. (2010). Handout mata kuliah Concept Resort and Leisure, Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Resort and Leisure. Wastutiningsih, Sri Peni. 2004. “Pemberdayaan Petani dan Kemandirian Desa”, Dinamika Pedesaan dan Kawasan, Vol 4, No. 4, p. 12-18.