Anda di halaman 1dari 20

PENGARUH PAKAN HASIL FERMENTASI (DAUN UBI,BUNGKEL SAWIT,

AMPAS TAHU DAN PUCUK TEBU KERING) TERHADAP PRODUKSI


SUSU,KUALITAS SUSU, BOBOT SERTA LIMBAH KAMBING ETAWA
Laporan Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi Hewan


Dosen Pengampu : Roni Afriadi, M.Pd

Oleh :
Vira Putri Fadhilah (0310192049)
Tadris Biologi 2 Semester V

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Laporan Mini Riset guna memenuhi
tugas pada mata kuliah Ekologi Hewan.
Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Mini Riset ini penulis banyak di bantu oleh
berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Penulis sadar bahwa penulisan
Laporan Mini Riset ini terdapat banyak kekurangan. Untuk itu penulis menghimbau agar para
pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan Laporan Mini
Riset ini.
Akhir kata penulis berharap agar Laporan Mini Riset ini dapat bermanfaat dan
memberikan ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Dalam penulisan Laporan Mini Riset ini, saya tentu saja tidak dapat menyelesaikanya
sendiri tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada. Kedua orang tua saya yang selalu mendoakan.

Pematangsiantar, 25 oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
1.3. Rumusan Hipotesis ............................................................................................. 1
1.4. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II ...................................................................................................................... 3
KAJIAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
2.1. Daun Ubi Kayu ................................................................................................... 3
2.2. Bungkel Sawit ..................................................................................................... 4
2.3. Silase................................................................................................................... 5
BAB III .................................................................................................................... 8
METODE PENELITIAN ........................................................................................ 8
3.1. Metode dan Materi .............................................................................................. 8
BAB IV .................................................................................................................... 9
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN ................................................... 9
4.1. Hasil Pengamatan ............................................................................................... 9
4.2. Pembahasan ........................................................................................................ 10
BAB V ...................................................................................................................... 12
TEKNIK PENGUMPULAN DATA ....................................................................... 12
BAB VI ..................................................................................................................... 13
ANALISIS DATA ................................................................................................... 13
BAB VII ................................................................................................................... 14
KESIMPULAN ....................................................................................................... 14
7.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 14
7.2. Saran ................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kambing Peranakan Etawah merupakan salah satu aset sumberdaya genetik ternak
(SDGT) lokal Indonesia yang sangat penting untuk dilestarikan dan dikembangkan agar
diperoleh manfaat produksi yang bernilai ekonomis. Upaya untuk memaksimumkan potensi
kambing Peranakan Etawah telah diawali dengan menginventarisasi berbagai sifat kualitatif
dan kuantitatif, pembuatan SNI sampai dengan sertifikasi mutu bibit. Namun demikian,
sampai saat ini kambing Peranakan Etawah mesih belum diakui sebagai salah satu rumpun
secara nasional, karena belum ada satu pun institusi yang mengusulkan keberadaan rumpun
kambing Peranakan Etawah sesuai dengan prosedur yang berlaku sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Pertanian nomor: 19/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Penetapan dan
Pelapasan Rumpun dan Galur Ternak. 1
Kambing Peranakan Etawah selain memiliki konformasi tubuh yang baik sebagai
penghasil daging, juga potensial untuk diandalkan sebagai penghasil susu. Potensinya sebagai
ternak penghasil susu dimungkinkan karena kambing Peranakan Etawah merupakan hasil
persilangan antara kambing lokal (Kacang) dengan kambing Etawah (tipe perah). Belum
dimanfaatkan dengan baik kambing ini sebagai ternak perah, oleh karena sebagian besar
masyarakat belum terbiasa untuk mengkonsumsi susu kambing. Pencanangan sosialisasi
konsumsi susu kambing sebagai salah satu sumber protein hewani, akan memberi arti penting
dalam perbaikan gizi bagi masyarakat pedesaan, khususnya bagi peternak di wilayah
pemeliharaan kambing Peranakan Etawah. Demikian pula penjualan produk susu yang
dihasilkanakan memberi tambahan pendapatan bagi peternak di samping perolehan
pendapatan dari hasil penjualannya sebagai ternak potong.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pakan fermentasi pada bobot kambing?
2. Bagaimana pengaruh pakan fermentasi pada produksi susu?
3. Bagaimana pengaruh pakan fermentasi pada kualitas susu?
1.3. Rumusan Hipotesis
1. Pemberian pakan fermentasi dapat meningkatkan bobot kambing
2. Pemberian pakan fermentasi dapat meningkatkan produksi susu
3. Pemberian pakan fermentasi dapat meningkatkan kualitas susu

1
Aron Batubara.KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE).(Jakarta:IIARDPRESS,2016),hlm 16

1
1.4. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan fermentasi dapat meningkatkan bobot
kambing
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan fermentasi dapat meningkatkan
produksi susu
3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pakan fermentasi dapat kualitas susu

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daun Ubi Kayu
Daun ubikayu diketahui sangat disukai ternak dan berkualitas tinggi terutama sebagai
sumber protein yang merupakan zat makanan yang defisien di daerah tersebut. Tanaman ubi
kayu mampu menghasilkan daun sedikitnya 7 sampai 15 ton per ha (Bakrie, 2001). Daun Ubi
kayu mengandung protein antara 20 sampai 27 % dari bahan kering, sehingga dapat
digunakan sebagai pakan suplemen sumber protein terhadap hijauan lain rumput lapangan,
daun tebu dan jerami padi yangberkadar protein rendah.
Nilai tersebut hampir setara dengan kandungan protein pada beberapa tanaman jenis
leguminosa yang umum digunakan sebagai pakan ternak, misalnya lamtoro (24,2 %),
glirisidia (24,3 %), turi (27,1 %) dan kaliandra (30,5 %) (Marjuki, 1993). Kandungan protein
yang tinggi tersebut maka daun ubikayu sangat potensial sebagai pakan sumber protein untuk
ternak dan sangat cocok bagi petani karena ketersediaannya yang cukup banyak di sekitar
area penanaman ubikayu, terutama pada saat panen.
Akan tetapi, adanya senyawa glukosida sianogenik pada ubikayu menjadi faktor
pembatas dalam penggunaannya sebagai bahan pakan. Senyawa tersebut apabila dihidrolisa
oleh enzim linamarase akan menghasilkan asam sianida (HCN) yang bersifat racun.
Kandungan HCN pada daun ubikayu cukup tinggi hingga mencapai 289 mg/kg bahan kering
daun ubikayu (Ly et al., 2005). Gomez (1991) dan Tewe (1994) menyatakan bahwa batas
maksimal kandungan HCN yang aman bagi ternak adalah 100 mg per kg bahan kering pakan.
Crush (1975) yang disitir oleh Rusdiana dan Saptati (2009) mengatakan bahwa kadar HCN
yang dapat menyebabkan kematian adalah jika diatas ambang yaitu 2,4 mg/ kg bobot badan
kambing atau domba.
Untuk meningkatkan nilai gizinya dan mengurangi kadar HCN pada daun ubikayu,
sebaiknya daun tersebut diolah terlebih dahulu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kadar HCN dapat diturunkan melalui beberapa cara diantaranya dengan cara dilayukan di
bawah sinar matahari (Gómez et al., 1984) atau diolah menjadi hay dan silase (Man and
Wiktorsson, 1999). Kompiang et al. (1993) dalam tulisannya menyatakan bahwa kandungan
HCN dalam suatu bahan pakan dapat dikurangi atau dihilangkan dengan proses fermentasi.
Gómez (1985) dan Wanapat (2008) menyatakan bahwa pengeringan daun ubikayu
dengan sinar matahari dapat menurunkan kandungan HCN > 90% sedangkan Kavana et al.
(2005) menyebutkan dalam tulisannya bahwa pembuatan silase campuran daun ubikayu
dengan gaplek pada perbandingan 4:1 dapat menurunkan kandungan HCN dari level yang

3
sangat kritis yaitu sebesar 289 mg/kg bahan kering ke taraf yang aman dikonsumsi ternak
yaitu sebesar 20 mg/kg bahan kering. Ly and Rodriguez (2001) dan Ly et al. (2005)
menyatakan bahwa penyimpanan daun ubikayu dalam bentuk silase dapat menurunkan kadar
HCN 60-70%, sehingga lebih aman untuk dikonsumsi oleh ternak.
Penelitian pemanfaatan daun ubi kayu (dilayukan, silase, tepung) untuk ternak
ruminansia kecil (kambing dan domba) telah banyak dilakukan. Djajanegara et al. (1983)
telah melakukan penelitian penambahan daun singkong dalam ransum kambing dengan hasil
pertambahan bobot hidup berada pada kisaran minus 1,8 hingga 23,2 g/h. Pertambahan bobot
hidup tertinggi diperoleh pada penambahan daun singkong sebanyak 1.500 g/e/h. Wargiono
dan Sudaryanto (2008) menyatakan bahwa pertambahan bobot hidup ternak kambing
mencapai 31 g/h melalui penambahan daun ubi kayu pada pakan berbasis rumput alam.
Marjuki et al. (2009) melaporkan bahwa pemberian silase daun ubi kayu sebagai pakan
ternak domba sedang tumbuh pertambahan bobot hidupnya sebesar 41,4-50 g/e/h. Selain
penggunaan daun ubi kayu yang dilayukan, pemanfaatannya dalam bentuk silase juga
menjadi alternatif memperpanjang masa simpan serta menurunkan kandungan asam sianida
(HCN).
2.2Bungkel Sawit
Salah satu sumber bahan pakan alternatif konvensional yang sangat potensial
dijadikan sebagai bahan pakan ternak adalah produk samping industri pengolahan sawit yang
ketersediaannya cukup banyak. Bedasarkan statistik komuditas kelapa sawit terbitan Dirjen
Perkebunan (2015) menyatakan bahwa luas areal kelapa gsawit Indonesia mencapai
11.300.370 Ha. Setiap hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan tandan buah sawit
segar (TBS) sebanyak 10-15 ton. Pada tahun 2019 produksi kelapa sawit di Indonesia
mencapai produksi 42 juta ton/tahun (Dirjen Perkebunan, 2019).
Produk samping industri pengolahan sawit terdiri dari bungkil inti sawit
(BIS), lumpur sawit (LS) dan serat sawit (SS) yang cukup potensial digunakan sebagai bahan
pakan karena memiliki kandungan gizi yang cukup baik (Carvalho et al., 2005). Kandungan
nutrisi BIS cukup baik, protein kasar 15-20%, lemak kasar 2,0-10,6%, serat kasar 13-21,3%,
NDF 39-44% (Alimon, 2006). Komponen karbohidrat BIS banyak mengandung selulosa, β-
mannan dan lignin. Kandungan lignin yang tinggi hingga mencapai 15,72% (Ribeiro et al.,
2011). Menurut Mirnawati et al., (2010) BIS sebelum fermentasi mengandung bahan kering
87,30%, protein kasar 16,07%, serat kasar 21,30%, lemak kasar 8,23%. Kandungan protein
dari BIS masih dapat ditingkatkan dengan cara fermentasi.

4
Bungkil inti sawit dapat dikatakan sebagai salah satu produk samping pengolahan
kelapa sawit yang terbaik dilihat dari potensi kandungan nutriennya. Namun demikian
potensi yang besar ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai pakan, walaupun hasil
penelitian pemanfaatan BIS sudah banyak dilaporkan. Bahkan pemanfaatan BIS dapat
digunakan secara langsung tanpa pengolahan sebelumnya (Iluyemi et al., 2006). Pada ternak
ruminansia pemanfaatan BIS dalam ransum mencapai 55% dari total ransum (Chanjula et al.,
2010). Menurut Carvalho et al., (2005) BIS merupakan sumber protein by-pass, sebagian
besar protein BIS dapat lolos degradasi rumen, penggunaannya dalam konsentrat dapat
menggantikan penggunaan ampas tahu karena tidak menurunkan produksi susu pada kambing
nubian.
2.3 Silase (Ampas Tahu dan Pucuk Tebu Kering)
Ampas tahu telah lama digunakan sebagai konsentrat dan menghasilkan pertumbuhan
yang baik bagi ternak ruminansia meskipun hanya dikombinasikan dengan rumput lapangan
saja. Pulungan, et. al. (1985) menunjukkan bahwa ampas tahu yang diberikan ad libitum akan
meningkatkan pertambahan bobot badan domba sebesar 123 g/hari. Di Taiwan ampas tahu
digunakan sebagai pakan sapi perah mencapai 2-5 kg per ekor per hari (Heng-Chu, 2004),
sedangkan di Jepang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak terutama sapi perah dan
babi dapatmencapai 70% (Amaha, et. al. 1996). Knipscheer et al. (1983) melaporkan bahwa
penggunaan ampas tahu pada kambing cukup baik untuk pertumbuhan dan akan memberikan
keuntungan usaha.
Komposisi zat gizi ampas tahu hasil analisis laboratorium terdiri atas bahan kering
8,69, protein kasar 18,67%, serat kasar 24,43%, lemak kasar 9,43%, abu 3,42% dan BETN
41,97%. Melihat komposisinya, ampas tahu memiliki kadar protein yang cukup tinggi, akan
tetapi bahan pakan ini mengandung bahan kering rendah atau banyak mengandung air.
Tingginya kandungan protein danair menyebabkan ampas tahu tidak tahan lama disimpan
karena mudah mengalami pembusukan akibat tumbuhnya mikroorganisma perusak. Karena
sifatnya yang mudah rusak, biasanya penggunaan ampas tahu tidak lebih dari satu hari dan
oleh peternak langsung diberikan pada hari itu juga.
Agar dapat disimpan lebih lama maka ampas tahu dilakukan pengawetan dengan
pembuatan silase. Teknik ini lebih cocok pada ampas tahu karena kadar airnya yang tinggi.
Teknik silase selain mengawetkan limbah pertanian juga lebih aman dan dapat memberikan
nilai nutrisi yang lebih baik (Nevy, 1999), selain itu perlakuan silase dapat mempertahankan
kondisi limbah tersebut tetap dalam keadaan segar dan mampu mempertahankan zat-zat yang
terkandung dari bahan yang dibuat silase (Susetyo, et. al. 1977). Menurut Judoamidjoyo, et.

5
al. (1989) silase sebagai produk akhir proses ensilase pada keadaan silo yang kedap udara,
dapat bertahan lebih dari 12 tahun dengan hanya sedikit mengalami perubahan.
Perry, et al. (2004) melaporkan bahwa dalam pembuatan silase harus mengandung
kadar air sekitar 60-75%. Kadar air melebihi ketentuan akan menghasilkan silase yang terlalu
asam sehingga kurang disukai ternak (Brotonegoro, et al. 1979). Mengingat ampas tahu
mengandung kadar air tinggi, maka bila dibuat silase perlu dilakukan pengurangan kadar air.
Upaya yang dapat dilakukan dalam mengurangi kadar air adalah mencampurnya dengan
bahan lain yang memiliki kadar air rendah. Diharapkan bahan tersebut dapat menyerap
sebagian air dari ampas tahu sehingga kadar total air dari campuran tersebut mencapai 60-
75%. Metode ini relatif lebih mudah dan praktis dilakukan untuk memperoleh kadar air total
yang sesuai dalam pembuatan silase, dibandingkan dengan proses pemerasan yang
membutuhkan alat pemeras. Disamping itu, dapat saling melengkapi kandungan gizi yang
dibutuhkan ternak dan dapat dijadikan sebagai ransum komplit siap saji. Segawa (1991)
melaporkan bahwa di Jepang, ampas tahu yang dicampur dengan jerami padi menghasilkan
silase yang baik dan siap digunakan oleh ternak.
Pucuk tebu merupakan limbah perkebunan yang potensial sebagai bahan pakan yang
selama ini belum termanfaatkan secara maksimal. Pucuk tebu dibiarkan di kebun, cepat layu
dan mengering dan akhirnya dibakar atau dibenamkan ke dalam tanah (Rohayati, 2000).
Penebangan tebu dilakukan secara cepat, untuk memenuhi
kebutuhan pabrik gula agar dapat berproduksi secara optimal, sehingga dalam waktu
singkat limbah yang diperoleh cukup banyak, sedangkan peternak memanfaatkannya tidak
terlalu banyak. Diperkirakan dihasilkan pucuk tebu setiap tahunnya lebih dari 1,5 juta ton.
Pencampuran pucuk tebu kering dengan ampas tahu basah dalam perbandingan tertentu dapat
menghasilkan campuran bahan dengan kadar air ideal untuk pembuatan silase.
Pembuatan silase cukup sederhana, dengan kondisi kedap udara dan menambahkan
sumber karbohidrat tinggi sebagai pemacu percepatan fermentasi maka silase tersebut dapat
terbentuk. Produk fermentasi terutama asam laktat akan menurunkan kadar pH dan bakteri
perusak tidak tumbuh berkembang, akibatnya kandungan zat-zat makanan dapat diawetkan.
Molases dapat digunakan sebagai bahan pengawet dalam pembuatan silase. Bahan ini adalah
cairan kental dari limbah pemurnian gula dan merupakan sisa nira yang telah mengalami
proses kristalisasi. Molases sebagai hasil samping industri gula tebu masih mengandung 50-
60 persen gula, sejumlah asam amino dan mineral (Mubyarto dan Daryanti, 1991). Menurut
Mochtar dan Tedjowahjono (1985) penggunaan molases sebagai bahan pengawet dalam

6
pembuatan silase sebanyak 1-4% dari berat hijauan. Penelitian ini merupakan rintisan awal
dalam pembuatan silase ransum komplit.

7
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

MATERI DAN METODE


Adapun metode yang saya ambil adalah dengan menggu8nakan metode deskriptif
dengan teknik observasi. Pengkajian ini dilakukan pada peternakan yang berlokasi di
Karangrejo,Gunung Maligas kota Pematangsiantar pada bulan oktober 2021 dengan jumlah
ternak kambing yang diamati sebanyak 50 ekor. Kandang terletak di halaman belakang
rumah. Kambing yang dikaji adalah kambing etawa. Mulai dari umur 5 bulan-3 tahun. Dan
kambing diletakkan pada kandang panggung. Adapun perlakukan yang diberikan adalah
dengan mencampurkan daun ubi,bungkel sawit,dan silase. Pakan diberikan sebanyak 2 kali
sehari (pagi dan sore hari).
Adapun pembuatan pakan fermentasi adalah dengan menghaluskan daun ubi dan
bungkel sawit yang dimasukkan kedalam mesin giling. Kemudian dicampurkan dengan
ampas tahu,garam,gula pasir dan sedikit air tebu. Setelah itu diaduk rata. Kemudian
campuran tersebut diberikan pada kambing. Tetapi sebagian yang telah dihaluskan
dimasukkan ke dalam drum dan di tutup. Adapun fermentasi tersebut dapat bertahan
seminggu. Adapun untuk minumnya air ubi dan air kedelai.

8
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Produktivitas susu dan Kualitas Susu
Walaupun kuantitas susu yang dihasilkan tidak bertambah akan tetapi suplementasi
pakan daun ubi kayu yang diberikan mampu menurunkan jumlah pakan konsentrat yang
digunakan sebesar 42% dengan jumlah produksi susu yang sama dengan pakan tanpa
suplemen. Selain itu, pakan suplemen daun ubi kayu juga meningkatkan komposisi nutrisi
susu yang dihasilkan. Pakan suplemen daun ubi kayu meningkatkan kandungan lemak dan
protein pada sapi laktasi (Wanapat et al. 2000b). Roza (2013) menunjukkan bahwa pemberian
pakan suplemen tepung daun ubi kayu sebanyak 1,5 kg/hari mampu meningkatkan persentase
produksi susu sebesar 40,62% dengan rata-rata produksi susu (7% full cream milk) 1,35
kg/ekor/ hari atau 1,67 l/ekor/hari dan peningkatan komposisi susu yaitu protein, lemak dan
laktosa serta menurunkan kadar air susu.
Meningkatnya produksi susu kerbau seiring dengan peningkatan penggunaan daun
singkong dalam pemberian pakan suplemen, disebabkan daun singkong mengandung
nitrogen yang merupakan prekursor dalam pembentukan NH3 di dalam rumen (Roza 2013).
Adapun NH3 dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan mikroorganisme,
sehingga aktivitas mikroorganisme di dalam rumen dalam memfermentasi polisakarida
menjadi asam lemak volatil (VFA) meningkat pula. VFA digunakan sebagai sumber energi
oleh ternak untuk berproduksi. Lebih tingginya produksi VFA, maka ternak kerbau
mendapatkan sumber energi yang lebih besar sehingga produktivitasnya menjadi lebih baik,
ditandai dengan lebih tingginya produksi susu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryahadi et
al. (2003) bahwa peran suplementasi pakan nyata dalam memperbaiki metabolisme dan dapat
meningkatkan kemampuan mikroba dalam mendegradasi pakan dalam rumen.
Pakan hijauan yang diberikan berupa Indigofera sp memberi peran penting terhadap
produksi susu karena menyumbangkan konsumsi BK dan PK dan BO yang tinggi. Konsumsi
BK dan PK dan BO yang lebih tinggi dari yang disarankan, dapat mengoptimalkan potensi
genetik yang dimiliki ternak untuk memproduksi susu. Pemberian ransum dengan kadar
protein yang ditinggikan tidak selalu meningkatkan produksi susu. Protein tahan degradasi
rumen dengan kecernaan pascarumen tinggi mampu meningkatkan produksi susu (Puastuti,
2008). Bungkil inti sawit merupakan sumber protein by pass (Akbarillah dan Hidayat, 2009),

9
sebagian besar protein bungkil inti sawit dapat lolos dari degradasi rumen (Carvalho et al.,
2006)
Zurriyanti et al. (2011) menyatakan bahwa berat jenis susu dipengaruhi oleh
kandungan bahan kering pakan sehingga kenaikan bahan kering akan meningkatkan berat
jenis susu. Kandungan bahan kering susu tergantung pada zat-zat makanan yang dikonsumsi
oleh ternak yang kemudian digunakan sebagai prekursor pembentukan bahan kering atau
padatan di dalam susu.
Bahan kering (BK) adalah komponen susu selain air yang meliputi lemak, protein,
laktosa dan abu (Susilowati et al., 2013). Konsumsi BK hijauan penelitian ini tidak berbeda
nyata (P>0,05), hijauan merupakan sumber fraksi serat. Serat adalah komponen pembentuk
lemak susu. BJ susu merupakan salah satu indikator kadar lemak dalam susu. Pakan tersebut
berdampak pada BJ susu yang tidak berbeda. Legowo et al. (2009) menyatakan bahwa berat
jenis susu tergantung dari kandungan lemak dan bahan padat susu. Kandungan lemak
berpengaruh negatif terhadap berat jenis susu, karena berat jenis lemak lebih rendah
dibandingkan berat jenis air ataupun plasma susu.
Kebutuhan air pada kambing sangat bervariasi, dipengaruhi oleh jenis kambing, suhu
lingkungan, jenis pakan yang diberikan, dan kegiatan kambing. Pada penelitian ini konsumsi
air minum tidak dipengaruhi oleh konsumsi konsentrat dan hijauan. Rataan konsumsi air
2947,62 – 3007,14 ml/ekor/hari. Konsumsi air pada penelitian ini seusai dengan pendapat
Mulyono dan Sarwono (2008), yaitu kebutuhan air minum untuk kambing perah berkisar 3-5
liter sehari. Hal ini sangat erat hubunganya dengan produksi susu yang dihasilkan. Semakin
tinggi produksi susu maka konsumsi air yang diperlukan semakin banyak hal ini dikarenakan
air yang dikonsumsi digunakan untuk kebutuhan hidup dan sekresi susu. Produksi susu
kambing penelitian ini tidakberbeda nyata seiring dengan konsumsi air yang tidak berbeda
nyata.
Konsumsi air pada ternak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
lingkungan, keadaan makanan, kondisi fisiologis, temperatur minum, temperatur lingkungan
dan genetik (Devendra dan Burns, 1994). Konsumsi air minum yang berbeda tidak nyata
diduga karena kondisi fisiologis yang tidak berbeda (laktasi). Konsumsi konsentrat belum
berdampak pada konsumsi air minum.

10
4.2 Pertambahan Bobot Kambing
Pertambahan berat badan (PBB) merupakan salah satu peubah yang digunakan untuk
menilai kualitas pakan ternak. Menurut McDonald et al (2002) pertumbuhan ternak ditandai
dengan peningkatan berat dan adanya perkembangan. Pengukuran berat badan berguna untuk
menentukan tingkat konsumsi efisiensi pakan dan harga (Parakkasi, 1999). Hasnudi dan
Wahyuni (2005) melaporkan bahwa PBB yang tidak berbeda nyata dapat juga disebabkan
oleh ternak yang mengkonsumsi pakan yang jumlahnya tidak berbeda nyata.
Menurut Tomaszewska et al. (1993) bahwa laju PBB dipengaruhi olehumur,
lingkungan, dan genetik yaitu berat tubuh fase awal pertumbuhan berhubungan dengan berat
dewasa adalah satu kriteria yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan
pengukuran berat badan. Pertambahan berat badan adalah kemampuan ternak untuk
mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam pakan menjadi daging. Pertumbuhan juga
didefinisikan sebagai perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk dimensi
linier dan komposisi tubuh termasuk perubahan organ-organ dan jaringan tersebut (Suparno,
1994). Pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas ransum yang diberikan.
Pada hasil diatas menunjukkan bahwa pertambahan berat badan untuk semua
perlakuan relatif sama. Kondisi ini menunjukkan bahwa zat makanan yang dikonsumsi dapat
digunakan ternak untuk pertumbuhan jaringan yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan
peningkatan berat badan kambing, namun masih jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan
peningkatan berat badan harian berdasarkan Kearl (1982) sebesar 100 gram/ekor/hari.
Cheeke (1999) menyatakan kualitas dan kuantitas pakan mempengaruhi pertambahan
bobot tubuh. Pakan yang cukup kandungan protein dan strukturnya lebih halus akan lebih
cepat tercerna oleh mikroba rumen, sehingga laju pencernaan makanan di dalam rumen akan
lebih cepat pula dan dapat meningkatkan jumlah konsumsi pakan sehingga mempunyai
efekpositif terhadap pertumbuhan (Martawidjaja et al., 1986).
Bandini (1997), menyebutkan bahwa pertambahan berat badan yang rendah selain
disebabkan oleh faktor pakan juga pengaruh genetik (keturunan) dan lingkungan.
Terpenuhinya konsumsi bahan kering untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi berakibat
pada tampilan produksi yang baik pada ternak.

11
BAB V
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data adalah sekumpulan fakta yang diperoleh dari pengamatan atau tindakan seorang
peneliti dalam situasi tertentu.Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara yang
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data atau informasi serta fakta pendukung yang
ada di lapangan untuk keperluan penelitian. Teknik ini terbagi menjadi dua, yaitu kualitatif
dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data tentu sangat ditentukan oleh metodologi penelitian
yang diambil atau dipilih oleh peneliti. Teknik pengumpulan data digunakan untuk
mengumpulkan data sesuai tata cara penelitian sehingga diperoleh data yang dibutuhkan.
Menurut Sugiyono , teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mengumpulkan data.
Pada Mini Riset ini, teknik pengumpulan data yang saya gunakan adalah Studi
Pustaka dan Pengamatan Langsung. Studi pustaka merupakan salah satu teknik pengumpulan
data yang juga banyak digunakan oleh para peneliti. Teknik pengumpulan data studi pustaka
dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang relevan atau sesuai yang dibutuhkan untuk
penelitian dari buku, artikel ilmiah, berita, maupun sumber kredibel lainnya yang reliabel dan
juga sesuai dengan topik penelitian yang dilakukan.Hasil penelitian juga akan semakin
kredibel apabila didukung foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada
(Sugiyono, 2015). Maka dapat dikatakan bahwa studi pustaka dapat memengaruhi kredibilitas
hasil penelitian yang dilakukan. Pada Mini Riset ini kami banyak menggunakan data yang
bersumber dari buku dan juga jurnal.

12
BAB VI
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Teknik analisis data merupakan suatu proses atau upaya mengolah data menjadi
informasi baru. Proses ini dilakukan bertujuan agar karakteristik data menjadi lebih mudah
dimengerti dan berguna sebagai solusi bagi suatu permasalahan, khususnya yang berkaitan
dengan penelitian. Teknik analisis data adalah metode yang digunakan untuk mengolah data
menjadi informasi yang mudah dipahami dan bermanfaat sebagai solusi permasalahan.
Analisis data didefinisikan sebagai proses pembersihan, transformasi, dan pemodelan data
untuk menemukan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan bisnis. Tujuan
Analisis Data adalah untuk mengekstrak informasi yang berguna dari data dan mengambil
keputusan berdasarkan analisis data.

13
BAB VII
PENUTUP
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari miniriset ini dapat diambil kesimpulan bahwa
pengaruh pakan fermentasi daun ubi, bungkel sawit, ampas tahu dan pucuk tebu kering
menunjukkan bahwa ternyata memiliki pengaruh yang cukup signifikan dimana bobot
kambing naik kurang lebih 5-7 kg. Dimana bobot kambing etawa normal untuk pejantan
adalah 30 kg. Naik menjadi 37kg dan bobot untuk kambing etawa betina 20 kg naik menjadi
27kg. Dan produkivtas susu nya ½ liter dalam satu hari yang dihasilkan oleh kambing betina.

7.2. Saran
Saran yang dapat disampaikan terkait dengan mini riset ini ialah, diharapkan
praktikan lebih mempersiapkan keperluan yang dibutuhkan dalam melakukan mini riset.

14
15
16
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, S. dan B. Sarwono. 2008. Penggemukan Kambing Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Saitul, F., Adrizal, Nelson dan Akmal, 2011, Aplikasi teknologi pelleting pelepah
sawit sebagai pakan ternak di sentra peternakan kambing PE kecamatan bajubang kabupaten
Batanghari, Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, No. 52 Tahun 2011, ISSN: 1410-0770.
Sarwono, B., 2011, Beternak Kambing Unggul, PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Setiawan, T. dan Tanius, 2008, Beternak Kambing Perah Peranakan Etawa, PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Sodiq, A. dan Zainal, A., 2008, Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan
Etawa, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Syambyah dan Handoyo, S.R., 2012, Kiat Sukses Bertenak Kambing Peranakan
Etawa, Andi Offset, Yogyakarta.
Zimmerer, T.S., 2008, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, Salemba Empat,
Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai