Anda di halaman 1dari 19

PENERAPAN MODEL INQUIRI TERBIMBING UNTUK

MENINGKATKAN IDENTITAS SAINS SISWA PADA


MATERI TEKANAN ZAT

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :

KHOIROTUN NISSAK
NIM 181810004

UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran di sekolah bisa dikatakan efektif jika siswa dapat
mencari sendiri jawaban dari permasalahan yang ingin dipecahkan, pada fase
ini guru masih memberikan arahan ke siswa agar proses pembelajaran yang
semula berpusat pada guru menjadi ke siswa (Prasetiyo & Rosy, 2020).
Kualitas pembelajaran IPA di sekolah masih dalam kategori rendah
Permasalahan yang sering terjadi diantaranya mengenai kurang tersedianya
perangkat pembelajaran yang terkait dengan implementasi Kurikulum 2013
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia juga dibuktikan dengan data dari
Balitbang yang menyatakan bahwa ditingkat Sekolah Menengah Pertama
(SMP) hanya 8 sekolah yang memperoleh pengakuan dari dunia dalam
kategori The Middle Years Program (MYP) dari 20.918 Sekolah Menengah
Pertama (SMP) yang ada di Indonesia (Edi Supartawan et al., 2021).
Berdasarkan data hasil studi lembaga internasional seperti oleh The Third
International Mathematics And Science Study (TIMSS) tahun 2007
melaporkan bahwa prestasi siswa sekolah menengah pertama (SMP) di
Indonesia dalam bidang IPA menempati peringkat ke-35 dari 48 negara
yang di survei. Studi yang sama tahun 2015 menempatkan prestasi IPA siswa
Indonesia pada urutan ke-40 dari 48 Negara (Jufrida et al., 2020).
Pembelajaran IPA berhubungan dengan cara mencari tahu mengenai
alam secara sistematis, sehingga pembelajaran IPA bukan hanya menuntut
siswa untuk menguasai pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau
prinsip-prinsip saja, akan tetapi juga diperlukannya suatu proses penemuan
agar siswa bisa berfikir kritis(Achyanadia, 2016). Idealnya pembelajaran
diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan sehingga siswa dapat
menerapkannya dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-
sehari (Yudhistira et al., 2020). Pembelajaran IPA merupakan integrasi antara
proses inkuiri dan pengetahuan sehingga pengembangan konsep IPA harus
dikaitkan dengan pengembangan keterampilan dan sikap Pembelajaran IPA
disampaikan dengan menekankan keterlibatan siswa dalam proses belajar
yang aktif dan melatih siswa untuk berpikir kritis dan objektif (Alwafi Ridho
Subarkah, 2018).
Guru perlu menerapkan strategi atau model pembelajaran tertentu
guna memberdayakan keterampilan siswa dalam berfikir kritis dan objektif
Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk memberdayakan
keterampilan siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran berbasis
inkuiri terbimbing(Saletti-cuesta et al., 2020). Pembelajaran IPA yang
diterapkan melalui pembelajaran konstruktivisme agar mengembangkan
kompetensi siswa dalam menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah, Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif serta menekankan pada
pembelajaran kontruktivisme adalah model pembelajaran inkuiri
terbimbing(Agustina et al., 2020).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, di sekolah SMPN 1
Turi Lamongan melalui guru Pamong mapel IPA diperoleh informasi bahwa
dalam proses pembelajaran IPA minat peserta didik dalam belajar rendah
karena membosankan, pasif, tidak kreatif, beserta kurangnya model
pembelajaran yang bervariasi guru lebih sering menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning. model discovery learning ketika dalam
pembelajaran yang digunakan guru masih belum bisa menerapkan sintaks
pembelajaran secara keseluruhan hal tersebut dibuktikan dari hasil observasi
yang dilakukan peneliti ketika guru mengajar dikelas, beserta Perangkat
pembelajaran yang tidak sinkron antara RPP yang dibuat guru dengan
pelaksanaan ketika pembelajaran dikelas dan wawancara dengan siswa yang
di ambil 20% dari jumlah siswa dalam satu kelas terkait bagaiamana cara
guru ketika mengajar dikelas, ada 3 kelas (VIII C, VIII D, VIII G) yang
diambil untuk dijadikan narasumber, terkait bagaimana cara guru ketika
mengajar dikelas. Capaian pembelajaran dikatakan belum tuntas dan
identitas sains rendah hal tersebut dibuktikan dengan keterampilan siswa saat
belajar kurang misalnya dalam bertanya dan menjawab pertanyaan dari guru,
jarang mengerjakan tugas, suasana pembelajaran pasif dan nilai ujian masih
rendah hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa yang aktif yaitu 60%
pada semester genap dengan KKM mata pelajaran IPA yaitu 75.
Permasalahan dalam minat belajar sering di jumpai dikarenakan
proses pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher centred) yang
menjadi faktor rendahnya hasil belajar siswa Semua hal tersebut berdampak
pada siswa, yang ditandai dengan kurang adanya ketertarikan dari siswa
dalam menerima pelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA dan Nilai UTS
yang kurang maksimal(Suarbawa, 2019). Ditemukan permasalahan yang
sama dalam penelitian yang dilakukan oleh Jufrida dkk (2020) memaparkan
bahwa mata pelajaran di sekolah yang tidak diminati urutan teratas adalah
matematika, IPA, dan bahasa Inggris Faktor utamanya adalah siswa tidak
semangat dalam mengikuti ketiga mata pelajaran tersebut adalah karena, guru
terlalu serius dalam mengajar dengan metode mengajar yang membosankan,
pelajaran yang cukup sulit yang membuat jenuh dan stres siswa Sedangkan
faktor-faktor yang membuat siswa semangat dalam mengikuti pembelajaran
diurutan teratas adalah cara mengajar guru, model dan metode yang
digunakan, karakter guru, fasilitas belajar yang digunakan, dan suasana kelas.
Kemampuan hasil belajar yang dimiliki siswa setelah melakukan suatu
tindakan atau interaksi dari kegiatan belajar yang dapat dinilai berdasarkan
ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Dengan pembelajaran
inkuiri terbimbing (guided inquiry) dan motivasi belajar siswa dapat
berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa (Mulawarman, 2015).
Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar
diharapkan semakin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran, Belajar IPA
sangat sulit menerapkan metode ceramah karena berkaitan dengan
keterampilan berpikir, bekerja, sikap ilmiah, dan komunikasi(Jundu et al.,
2020). Identitas sains menjadi salah satu topic penting dalam pendidikan IPA,
Identitas sains berguna untuk membantu meningkatkan minat, pengetahuan
dan partisipasi dalam sains secara langsung Identitas sains siswa dapat
dilibatkan dalam pembelajaran berbasis inkuiri dan dijadikan sebagai
pemecah masalah Dengan demikian, guru perlu menempatkan siswa dan
dirinya seperti seorang ilmuwan (Vincent-Ruz & Schunn, 2018). Ada
beberapa faktor yang dapat mengukur meningkatnya idetintas sains
diantaranya adalah kinerja, kompetensi, pengakuan, dan minat (Chen & Wei,
2020). Tanya jawab dilakukan oleh peneliti terkait dengan Kinerja,
kompetensi, pengakuan dan minat setelah mereka belajar IPA bersama siswa
kelas VIII dengan kelas sama yang dijadikan narasumber wawancara
sebelumnya terkait guru mengajar dikelas, jika disajikan dalam skala 10%-
100% dalam menjawab pertanyaan yang berhubungan pada ke empat
indikator tersebut rata-rata siswa menjawab masih dibawah skala 50% yang
menandakan bahwa Identitas Sains yang dimiliki siswa rendah.
Model pembelajaran Inkuiri terbimbing mengapa sangat penting
digunakan dalam pemebelajaran karena dalam pembelajaran siswa tidak
dibatasi untuk aktif berfikir, siswa lebih mahir dan terampil dalam presentasi,
menjawab pertanyaan dan aktif bertanya. Pendapat yang sama juga
disampaikan oleh Prasetyo dkk (2020) Model pembelajaran inkuiri yang
berarti ikut serta atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
mencari informasi, dan melakukan penyelidikan, Model pembelajaran inkuiri
dapat mendorong peserta didik lebih percaya diri, terampil, mandiri, dan
mampu bekerja sama dengan siswa lainnya. Inkuiri terbimbing cocok untuk
diterapkan dalam pembelajaran mengenai konsep-konsep dan prinsip-prinsip
yang mendasar dalam bidang ilmu tertentu, Sehingga peserta didik dapat
mempelajari fisika melalui pengamatan langsung terhadap gejala-gejala
maupun proses-proses fisika.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti termotivasi untuk
melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Inquiri Terbimbing
Untuk Meningkatkan Identitas Sains Siswa Pada Materi Tekanan Zat”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan judul penelitian di atas, maka peneliti memfokuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah pengaruh model pembelajaran Inquiri Terbimbing terhadap
identitas Sains siswa pada materi Tekanan Zat kelas VIII SMPN 1 Turi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dilakukan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran Inquiri
Terbimbing terhadap identitas Sains siswa pada materi Tekanan Zat kelas VIII
SMPN 1 Turi
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara umum manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan yang terkait digunakannya model pembelajaran Inquiri
Terbimbing terhadap identitas Sains siswa pada materi Tekanan Zat kelas
VIII SMPN 1 Turi
b. Manfaat Kritis
1. Bagi Siswa
Dapat memberikan pengalaman belajar yang aktif, menyenangkan
serta dapat meningkatkan identitas sains dan hasil belajar siswa pada
materi Tekanan Zat.
2. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam proses
pembelajaran IPA dengan menggunakan model Inquiri Terbimbing
3. Bagi Lembaga Yang Di Teliti
Dapat memberi masukan dan saran untuk meningkatkan mutu dan
kualitas pendidikan di lembaga tersebut. Sedangkan bagi guru dapat
memperbaiki Perangkat pembelajaran, proses pembelajaran mata
pelajaran IPA Sebagai masukan untuk meningkatkan minat dan
perhatian siswa terhadap mata pelajaran IPA dan dapat memberikan
kesempatan kepada guru untuk mengembangkan model pembelajaran
IPA.
4. Bagi Perguruan Tinggi
Hasil penelitian bagi Universitas Islam Lamongan dapat menambah
literasi perpustakaan Universitas Islam Lamongan. Khususnya bagi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Prodi Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian terdiri dari dua bagian, yaitu asumsi dan
batasan penelitian. Berikut ini adalah penjelasan dari kedua bagian tersebut:
a. Asumsi Penelitian
Asumsi penelitian disebut juga sebagai anggapan dasar, yaitu sebuah titik
tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh peneliti(Sugiyono,
2017). Dalam penelitian ini terdapat dua asumsi:
1. Model pembelajaran Inquiry Terbimbing untuk meningkatkan
Identitas Sains Siswa merupakan model pembelajaran yang mampu
mengembangkan Berfikir kritis siswa sehingga menumbuhkan upaya
siswa unturk menciptakan ide-ide ilmiah berpikir, dan mengubah
posisinya dari pembelajar pasif menjadi aktif.
2. Model pembelajaran Inquiry Terbimbing untuk meningkatkan
Identitas Sains Siswa dapat meningkatkan berfikir kritis siswa dan
hasil belajar.
b. Batasan Penelitian
Peneliti membagikan batasan pada penelitian ini, yaitu:
1. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas C dan D VIII SMPN I Turi
Lamongan
2. Model pembelajaran hanya menggunakan model Inquiry Terbimbing
3. Materi pada proses pembelajaran hanya mencangkup materi Teakanan
Zar
4. Kemampuan Kognitif yang dipakai dalam penelitian ini adalah
menggunaakan Pre-test Pos-test.
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian
ini, yang mana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relavan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2015).
Adapun yang menjadi hipotesis yang akan diuji dengan statistika dalam
penelitian ini adalah :
Ha : Adanya pengaruh yang signifikan antara pembelajaran dengan model
Inquri Terbimbing terhadap Identitas Sains siswa kelas VIII SMPN 1 Turi
Lamongan mata pelajaran IPA pada materi Tekanan Zat.
H0 : Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara pembelajaran dengan
model Inquri Terbimbing terhadap Identitas Sains siswa kelas VIII SMPN 1
Turi Lamongan mata pelajaran IPA pada materi Tekanan Zat.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Model Pembelajaran
Sebelum membahas mengenai model pembelajaran inkuiri terbimbing
lebih baiknya kita mengetahui lebih dahulu maksud dari istilah model
pembelajaran. Istilah-istilah seperti model, strategi, metode, ataupun
pendekatan banyak digunakan guru dalam proses pembelajaran. Model
pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain(Electric, 2021). Pembelajaran akan menjadi lebih efektif bila
diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun
pemrosesan informasi, Hal ini dikarenakan model-model pemrosesan
informasi menekankan pada bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana
dampaknya terhadap cara-cara mengolah informasi tersebut. Menurut Atik
dkk (2020) menyatakan bahwa inti dari berpikir yang baik adalah kemampuan
untuk memecahkan masalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah
kemampuan untuk belajar dalam situasi proses berpikir.
2.2 Model Pembelajaran Inkuiri
Model pembelajaran inkuiri terbimbing merupakan suatu model
pengajaran yang menekankan pada proses penemuan konsep dan hubungan
antar konsep dimana siswa merancang sendiri prosedur percobaan sehingga
peran siswa lebih dominan, sedangkan guru membimbing siswa kearah yang
benar Model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
karena siswa menemukan sendiri konsep-konsep pembelajaran melalui
pengalaman langsung(Agustina et al., 2020). Menurut Atik dkk (2020)
menyatakan bahwa inkuiri terbimbing merupakan suatu model pembelajaran
inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau
petunjuk cukup luas kepada peserta didik, Dalam pembelajaran inkuiri
terbimbing, guru tidak melepas begitu saja kegiatankegiatan yang dilakukan
oleh peserta didik, dengan kata lain guru harus memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada siswa dalam melakukan kegiatan-kegiatan. Pembelajaran
inkuiri terbimbing merupakan pembelajaran yang berbasis konstruktivistik
yang dapat dilakukan guru dengan membimbing siswa, memberi pertanyaan,
dan membuat perencanaan eksperimen agar siswa dapat menyusun konsep
sendiri melalui pengamatan terhadap percobaan yang diperoleh siswa melalui
langkah-langkah ilmiah yaitu merumuskan masalah, melakukan eksperimen,
mengevaluasi, hipotesis, dan membuat kesimpulan(Agustina et al., 2020).
2.1.1 Macam-macam Model Pembelajaran Inkuiri
Macam-macam model pembelajaran inkuiri dapat dibedakan menjadi
beberapa macam seperti berikut menurut (Saletti-cuesta et al., 2020).
1. Inkuiri Terbimbing
Inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri dimana guru
membimbing siswa melakukan kegiatan dengan memberi pertanyaan
awal dan mengarahkan kepada siswa untuk diskusi.
2. Inkuiri Bebas
Inkuiri bebas yaitu peserta didik melakukan penyelidikan bebas
sebagaimana seorang ilmuwan, antara lain masalah dirumuskan
sendiri, penyelidikan dilakukan sendiri, dan kesimpulan diperoleh
sendiri.
3. Inkuiri Bebas Dimodifikasi
Inkuiri bebas dimodifikasi yaitu kolaborasi atau modifikasi dari dua
pendekatan inkuiri sebelumnya yaitu inkuiri terbimbing dan inkuiri
bebas. siswa tidak dapat memilih atau menentukan masalah untuk
diselidiki secara sendiri, namun peserta didik yang belajar dengan
pendekatan ini menerima masalah dari gurunya untuk dipecahkan
dan tetap diperoleh bimbingan.
2.2.1 Karakteristik Model Pembelajaran Inkuiri
Terdapat enam karakteristik inkuiri menurut (Nahak & Bulu, 2020)
1. Siswa belajar aktif dan terefleksikan pada pengalaman John Dewey
menggambarkan pembelajaran sebagai proses aktif individu, bukan
sesuatu dilakukan untuk seseorang tetapi lebih kepada sesuatu itu
dilakukan oleh seseorang. Pembelajaran merupakan sebuah
kombinasi dari tindakan dan refleksi pada pengalaman. Dewey
sangat menekankan pembelajaran hands on (berdasarkan
pengalaman) sebagai penentang metode otoriter dan menganggap
bahwa pengalaman dan inkuiri (penemuan) sangat penting dalam
pembelajaran bermakna.
2. Siswa belajar bedasarkan pada apa yang mereka tahu
Pengalaman masa lalu dan pengertian sebelumnya merupakan
bentuk dasar untuk membangun pengetahuan baru. Menurut Ausubel
faktor terpenting yang mempengaruhi pembelajaran adalah melalui
apa yang mereka yang tahu.
3. Siswa dapat mengembangkan rangkaian berpikir dalam proses
pembelajaran melalui bimbingan Rangkaian berpikir ke arah yang
lebih tinggi memerlukan proses mendalam yang membawa kepada
sebuah pemahaman. Proses yang mendalam memerlukan waktu dan
motivasi yang dikembangkan oleh pertanyaanpertanyaan yang
otentik mengenai objek yang telah digambarkan dari pengalaman
dan keingintahuan peserta didik. Proses yang mendalam juga
memerlukan perkembangan kemampuan intelektual yang melebihi
dari penemuan dan pengumpulan fakta. Menurut Bloom,
kemampuan intelektual seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi membantu merangsang untuk
berinkuiri yang membawa kepada pengetahuan dan pendalaman yag
mendalam.
4. Perkembangan siswa terjadi secara bertahap siswa berkembang
melauki tahap perkembangan kognitif, kapasitas mereka untuk
berpikir abstrak ditingkatkan oleh umur. Perkembangan ini
merupakan proses kompleks yang meliputi kegiatan berpikir,
tindakan, refleksi, menemukan dan menghubungkan ide, membuat
hubungan mengembangkan dan mengubah pengetahuan sebelumnya,
kemampuan serta sikap dan nilai.
5. Siswa mempunyai cara yang berbeda dalam pembelajaran Peserta
didik belajar melalui semua pengertiannya. Mereka menggunakan
seluruh kemampuan fisik, mental dan sosial untuk membangun
pemahaman yang mendalam mengenai dunia dan apa yang hidup di
dalamnya.
6. Siswa belajar melalui interaksi sosial dengan orang lain Peserta didik
hidup di lingkungan sosial dimana mereka terus-menerus belajar
melalui interaksi dengan orang lain di sekitasr mereka. Orang tua,
teman, saudara, guru, kenalan dan orang asing merupakan bagian
dari lingkungan sosial yang membentuk pembelajaran lingkungan
pergaulan diamana mereka membangun pemahaman mengenai dunia
dan membuat makna untuk mereka. Vigotsky berpendapat bahwa
perkembangan proses hidup bergantung pada interaksi sosial dan
pembelajaran sosial berperan penting untuk perkembangan kognitif.
2.3.1 Tahapan/Sintaks Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Tahapan inkuiri terbimbing menurut (Agustina et al., 2020) dapat
dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Tahapan Kegiatan Model Inkuiri Terbimbing
Tahap Indicator Kegiatan
1 Iniasi Guru memulai proses penyelidikan
dengan menjelaskan materi yang akan
dipelajari dengan cara membangun
pemikiran peserta didik. Guru
memotivasi peserta didik sebelum
memulai topik pelajaran dengan
harapan peserta didik tidak merasa
tertekan dalam mempelajari materi.
2 Seleksi Peserta didik memilih topik secara umum
dan menyiapkan pertanyaan tentang
materi yang akan dipelajari. Topik-topik
tersebut dapat dipilih berdasarkan
kepentingan pribadi, persyaratan tugas
informasi yang tersedia dan waktu yang
diberikan.
3 Eksplorasi Peserta didik mencari informasi materi
pelajaran dan mengidentifikasi cara yang
mungkin dapat dilakukan dari berbagai
sumber. Bagi kebanyakan peserta didik,
ini adalah tahap yang paling sulit dari
proses penelitian
4 Formulasi Pada tahap ini, peserta didik diberikan
waktu untuk membentuk informasi yang
mereka temukan dalam berbagai konsep.
Peserta didik perlu mengidentifikasi dan
mengumpulkan informasi yang di dapat
menjadi satu-kesatuan yang terfokus.
5 Koleksi Setelah membentuk konsep, peserta didik
harus dapat memperluas materi dalam
pengetahuan atau pemahaman yang baru.
Kepercayaan diri dapat meningkatkan
minat dan mengembangkan keahlian
mereka.
6 Presentasi Tahap ini puncak dari proses
penyelidikan, peserta didik berbagi
informasi yang didapat dengan orang
lain. Kegiatan ini membentuk dasar
penyelidikan untuk menilai informasi
yang salah.
7 Penilaian Pada tahap ini peserta didik dan guru
menilai apa yang telah dipelajari. Tahap
ini adalah merefleksikan proses
penyelidikan untuk mengevaluasi proses
yang telah dilakukan. Tahap ini
merupakan kesempatan untuk
merefleksikan proses secara keseluruhan.

2.4.1 Keunggulan dan Kekurangan Model Pembelajaran Inkuiri


1. Terdapat beberapa kelebihan/keunggulan yang dapat diambil dari
penerapan model pembelajaran inkuiri dalam pembelajaran IPA
seperti yang dikemukakan (Dudeliany et al., 2021).
a) Proses pembelajaran menjadi student centerend (berpusat pada
peserta siswa). Salah satu prinsip psikologi belajar mengatakan
bahwa semakin besar keterlibatan peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran, maka makin besar baginya untuk mengalami proses
belajar. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas hasil belajar,
peserta didik hendaknya diberi kesempatan yang lebih banyak untuk
terlibat secara fisik dan mental dalam proses pembelajaran. Melalui
model pembelajaran inkuiri para peserta didik akan terlibat secara
aktif baik fisik maupun mental dalam proses pembelajaran,
sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan
mediator pembelajaran.
b) Membangun Membangun self consept (konsep diri) Proses
pembelajaran melalui kegiatan inkuiri dapat membangun dan
mengembangkan konsep diri peserta didik. Setiap peserta didik
memiliki konsep diri, jika konsep diri peserta didik bagus maka
secara psikologis siswa merasa aman, terbuka terhadap pengalaman
baru, dan memiliki keyakinan yang kuat akan potensi dirinya.
c) Tingkat expectancy (pengharapan) bertambah.
Bagian dari konsep diri adalah tingkat harapan, yakni peserta didik
memiliki ide tertentu tentang bagaimana ia dapat menyelesaikan
suatu tugas dengan cara sendiri. Melalui berbagai kegiatan inkuiri
peserta didik memperoleh pengalaman-pengalaman sukses dalam
menggunakan bakatbakatnya untuk menyelidiki atau memecahkan
masalah-masalah dengan caranya sendiri, tanpa bantuan orang lain.
d) Model pembelajaran inkuiri dapat mengembangkan bakat dan
kecakapan individu. Melalui model pembelajaran inkuiri, peserta
didik memperoleh kesempatan yang lebih banyak untuk terlibat
dalam proses pembelajaran,sehingga makin besar kemungkinannya
untuk mengembangkan bakat dan kemampuan intelektual secara
individu. Bila peserta didik bekerja sama dalam memecahkan suatu
masalah melalui penyeledikan, maka mereka akan terlibat secara
aktif dalam mengembangkan bakat seperti merencanakan percobaan,
mengorganisasikan, berkomunikasi, bakat kreatif dan bakat
akademik.
e) Model pembelajaran inkuiri menghindarkan peserta didik dari cara
belajar menghafal.
2. Disamping keunggulan-keunggulan tersebut, inkuiri juga memiliki
kelemahan menurut, (Dudeliany et al., 2021).
a) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik terutama
dalam kelas besar.
b) Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur
dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar.
c) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan
waktu yang panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikan dengan
waktu yang telah ditentukan.
d) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan
peserta didik dalam menguasai mata pelajaran, maka inkuiri akan
sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
2.3 Tekanan Zat
2.4 Identitas Sains
Identitas merupakan konsep yang kompleks Sebagai manusia, ada
berbagai cara kami menggambarkan diri kita sendiri tergantung pada siapa
kita berinteraksi dan konteks kita dalam berpartisipasi (Chen & Wei, 2020).
Secara umum, identitas didefinisikan sebagai "jenis" tertentu orang” yang
dikenali dalam konteks tertentu, baik oleh diri sendiri atau dengan orang lain.
(Vincent-Ruz & Schunn, 2018). Identitas sains merupakan konstruksi kunci
dalam penelitian pendidikan sains karena hal-hal berikut: alasan. Pertama,
identitas sains ditemukan menjadi faktor penting yang mempengaruhi
keterlibatan dalam pembelajaran sains bisa dikatakan bahwa siswa dengan
sains yang kuat dan positif identitas belajar dan melakukan ilmu pengetahuan
dengan heran dan kemauan, dan memposisikan diri sebagai orang melakukan
tindakan ini seperti apa artinya menjadi seorang ilmuwan(Chen & Wei,
2020).
1.1.1 Indikator Identitas Sains
Menurut tinjauan ekstensif literatur teoretis dan studi empiris,
komponen penting yang mewujudkan identitas sains siswa ditemukan
dan diadopsi untuk mendefinisikan empat skala instrumen diantaranya
kinerja, kompetensi, pengakuan, dan minat(Avraamidou, 2020). Skala
kinerja sains mengeksplorasi keyakinan siswa dalam kemampuan
mereka untuk tampil baik dalam tugas-tugas sains seperti tes,
eksperimen, investigasi langsung, atau beberapa kompetisi sains dan
teknologi. Apalagi ilmunya skala kompetensi mengukur kepercayaan
diri siswa terhadap kemampuan mereka untuk memahami konten sains
pengetahuan, serta harapan mereka untuk sukses dalam belajar
sains(Vincent-Ruz & Schunn, 2018).
2.1.1 Kerangka Identitas Sains
Diketahui oleh teori identitas kerangka kerja sains menggabungkan 3
komponen diantaranya sebagai berikut; (1) kompetensi yang mengacu
pada kemampuan untuk memahami penngetahuan konten sains
(2)kinerja sebagai pertunjukan sosial praktik ilmiah yang relevan di
area public dan budaya sains (3) pengakukan yang berarti diakui oleh
dirinya sendiri atau oleh orang lain sebagai orang yang berilmu
sains(Vincent-Ruz & Schunn, 2018). Jika siswa digambarkan
memiliki identitas sains, dapat dikatakan bahwa mereka menunjukkan
pemahaman yang mendalam dan bermakna tentang konten sains dan
termotivasi untuk memahami alam secara ilmiah(Chen & Wei, 2020).
2.5 Kajian Penelitian Relevan
Terdapat beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini
diantaranya sebagai berikut:
a) Penelitian yang dilakukan oleh Hani Ekatayu Bakri (2020) dalam judul
“Penerapan Model Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan
Metakognitif Peserta Didik Pada Konsep Sistem Pencernaan” Hasil dari
penelitian tersebut bahwasanya penelitian dan analisis data yang telah
dilakukan dapat terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan model
pembelajaran inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan
metakognitif peserta didik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil Uji-t dengan
nilai signifikasi 0,000 yang berada di bawah harga α = 0,05 sehingga Ha
ditolak.
b) Penelitian Yang dilakukan Oleh Sitong Chen & Bing Wei (2020) dalam
judul “Development and Validation of an Instrument to Measure High
School Students’ Science Identity in Science Learning” hasil dari
penelitian tersebut menunjukan bahwa minat siswa terhadap sains
sekolah dan kinerja praktis mereka dalam pelajaran sains, dapat dilihat dari
argumentasi bahwa ketika sains diajarkan sebagai menarik, pengalaman
langsung, sering kali menjadi domain menarik yang paling situasional
untuk siswa dan membantu membangkitkan minat sains mereka.
2.6 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Desain Penilitian


Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan
kuantitatif. Menurut (Maulina, 2021) mengatakan bahwasanya pendekatan
kuantitatif ialah sebuah pendekatan penelitian yang berasaskan kepada
filsafat positif guna meneliti sebuah populasi ataupun sampel tertentu
untuk pengambilan sampel secara bebas dengan pengumpulan data
menggunakan instrument yang telah ditentukan, dan menganalisis data yang
sifatnya statistik Tujuan pendekatan ini yaitu guna menguji suatu teori,
menunjukkan suatu variable tertentu, serta membuat sebuah hipotesis.
Peneliti memilih pre-experimental tipe one group (pretest dan posttest) untuk
digunakan pada penelitian kali ini, Di dalam Eksperimen terdapat sebuah
perlakuan, dengan begitu metode eksperimen ini bisa disimpulkan sebagai
suatu metode penelitian yang dipakai dengan tujuan mencari suatu pengaruh
pada perlakukan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali
(Sugiyono, 2017).
Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest


Kelas A OA1 X1 OA2
Kelas B OB1 X1 OB2
Keterangan:
OA1 : Pretest dikelas A
OB2 : Pretest dikelas B
X1 : Perlakuan pembelajaran menggunakan model Inkuiri Terbimbing

OA2 : Postest dikelas A


OA2 : Postest dikelas B
3.2 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di salah satu SMP Negeri yang berlokasi di
kabupaten Lamongan Jawa Timur. Penelitian berlangsung pada bulan januari
–februari tahun 2022 di semester genap. Adapun tempat pelaksanaan
penelitian yaitu di SMPN 1 Turi Jln. Raya Turi No.164, Kepatihan, Sukorejo,
Kec Turi, Kabpupaten Lamongan Jawa Timur
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya(Sugiyono, 2015). Populasi target pada penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Turi yang terdaftar dalam
semester genap tahun pelajaran 2022/2023
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan
menggunakan teknik tertentu(Sugiyono, 2017). Pengambilan sampel
pada penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan
memperhatikan pertimbangan tertentu.
3.4 Instrumen Penelitian
Tujuan instrumen ini guna mengumpulkan data ketika hendak ingin
melakukan penelitian. Instrument penelitian menurut (Kasmawati, 2018)
merupakan instrumen yang dipilih serta dipakai oleh peneliti pada
penelitiannya untuk menyatukan datanya supaya kegiatan yang dilakukan
menjadi tersusun rapih serta lebih mudah. Instrumen yang dipakai yaitu:
3.4.1
3.4.2
3.5 Teknik Pengumpulan Data
3.6 Teknik Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai