Anda di halaman 1dari 12

MODUL 2.

METODE PENGOLAHAN PAKAN TERNAK


RUMINANSIA

A. Kegiatan Belajar 2
1. Pengenalan metode pengolahan pakan secara fisik
2. Tehnik pengeringan pakan
3. Teknik pemotongan dan penggilingan
4. Pembuatan pelet
5. Pengukusan
6. Perendaman
7. Pengaruh perlakuan fisik terhadap aliran digesta dari retikulorumen

B. Capaian Belajar 2
Setelah menyelesaikan modul dan kegiatan belajar 2 mahasiswa diharapkan
mampu memahami dan menjelaskan tentang berberbagi jenis metode pengolahan pakan
secara fisik yang meliputi pengeringan, pemotongan dan penggilingan, pembuatan pelet
pengukusan, perendaman. Setelah mengenal metode perlakuan secara fisik, peserta
didik juga diharapkan mampu memahami tentang pengaruh perlakuan secara fisik
terhadap aliran digesta dari retikulorumen. Agar tujuan pembelajaran 2 dapat dipahami
dengan baik, peserta didik diharapkan untuk mencermati uraian, latihan, dan evaluasi
yang tersedia pada kegiatan belajar 2. Uraian modul kegiatan belajar 2 dilengkapi
dengan gambar dengan tujuan untuk mempermudah peserta didik dalam memahami
uraian pada modul 2 ini. Pada bagian akhir dari proses belajar 2, disajikan rangkuman
yang merupakan inti sari dari uraian proses belajar 2. Peserta didik yang belum
memahami kontek isi modul ini dapat membaca berulang-ulang hingga dapat
memahami isi modul dengan jelas.

C. Proses Pembelajaran 2

1. Pengenalan Metode Pengolahan Pakan secara fisik


Terdapat beberapa metode pengolahan pakan ternak ruminansia khususnya
bahan-bahan pakan yang berbasis limbah atau sisa hasil pertanian, perkebunan, pasar,

5
industri dan lainnya. Tujuan dari pengolahan adalah untuk meningkatkan nilai pakan
dari bahan-bahan yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal seiring
dengan rendahnya kandungan nutrisi bahan pakan tersebut. Metode yang sering
digunakan untuk meningkatkan nilai nutrisi bahan yang berbasis limbah adalah fisik,
kimia dan biologi. Pemilihan terhadap metode yang akan digunakan tergantung pada
jenis bahan pakan, kemudahan, peralatan, biaya, manfaat dan kapasitas sumber daya
manusia. Secara detail metode pengolahan pakan yang digunakan dalam peningkatan
nilai nutrisi bahan pakan untuk ternak ruminansia akan dijabarkan dalam babi ni.
Perlakuan pakan secara fisik biasanya dilakukan pada pakan dengan kandungan
serat tinggi untuk merombak struktur fisik bahan dan memecah matrik karbohidrat
penyusun dinding sel. Disamping itu perlakuan secara fisik dapat digunakan untuk
mengawetkan dan menghilangkan kandungan antinutrisi bahan pakan. Beberapa metode
yang sering digunakan dalam perlakuan secara fisik terhadap pakan limbah meliputi
pengeringan, penggilingan dan pemotongan, pengukusan, perendaman, dan pembuatan
pelet.

a. Pengeringan
Pengeringan terhadap bahan pakan merupakan salah satu metode perlakuan yang
paling sederhana dalam pengolahan bahan-bahan berbasis limbah terutama pada bahan
yang mengandung air tinggi atau bahan yang mengandung antinutrisi yang mudah
hilang dengan pemanasan. Limbah yang berasal dari ternak dan produk perikanan yang
masih memiliki kandungan air tinggi perlu dikeringkan sehingga dapat disimpan dalam
waktu lama. Alat yang digunakan untuk proses pengeringan terhadap bahan dapat
berupa oven, freeze drier dan blower. Pengeringan menggunakan sinar matahari
merupakan cara yang paling murah dan mudah terutama di daerah tropis. Pengeringan
bahan pakan dilakukan untuk mengurangi kerapatan jenis beberapa limbah ternak
sekitar 20-30% dari volumen awal. Disamping itu pengeringan dimaksudkan untuk
menekan proses penguraian bahan organik. Kehilangan substansi bahan seperti nitrogen
dan energi dipengaruhi oleh teknik dan metode pengeringan. Pengeringan beku
menggunakan freeze dry dapat mengurangi jumlah nitrogen dan energi yang hilang
masing –masing sebesar 4,8% dan 1.3%. Sedangkan pengeringan hampa menggunakan
vacuum dry pada suhu 40oC dapat mengakibatkan kehilangan nitrogen

6
dan energi masing-masing sebesar 28% dan 12%. Nilai kehilangan kedua nutrien
tersebut dikategorikan cukup besar.

b. Pemotongan dan Penggilingan


Pemotongan dan penggilingan bahan pakan merupakan metode yang sering
dilakukan secara bersamaan untuk menurunkan ukuran pakan menjadi lebih pendek
atau kecil. Kedua metode tersebut ditujukan untuk menghancurkan sebagian ikatan
jaringan serat kasar sehingga permukaan dan struktur dinding sel lebih untuk
memungkinkan bakteri menembus lapisan pelindung dinding sel dan memperbanyak
titik penetrasi enzim untuk proses pencernaan. Perlakuan penggilingan dan pemotongan
bahan pakan lebih mengarah pada pemecahan karbohidrat dibanding lignin. Pada proses
penggilingan, terjadi pengurangan ukuran pertikel, perusakan struktur kristal selulosa
dan pemutusan ikatan kimia dari rantai panjang molekul penyusun bahan pakan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemotongan dan penggilingan dapat meningkatkan
konsumsi pakan, tetapi dapat menurunkan kecernaan pakan karena mengurangi waktu
tinggal partikel pakan di dalam rumen. Penurunan waktu tinggal pakan di dalam rumen
terjadi karena ukuran partikel makin kecil sehingga laju aliran pakan untuk
meninggalkan rumen makin cepat, akibatnya akan mengurangi kesempatan mikroba
rumen untuk mendegradasi partikel pakan yang pada gilirannya akan menurunkan
kecernaan pakan. Oleh karena itu dalam penggilingan bahan pakan, ukuran partikel
pakan harus diatur secara benar untuk mendapatkan keseimbangan antara peningkatan
konsumsi pakan dan efisiensi laju pakan meninggalkan rumen sehingga mencapai
tingkat penggunaan pakan yang optimum.

Perlakuan jerami atau hijauan berkualitas rendah secara fisik dilakukan dengan
cara pemotongan terhadap jerami atau hijauan tersebut. Bila tersedia mesin penggiling
dan pemeletan, pemotongan tersebut diikuti dengan penggilingan dan pemeletan.
Adapun tujuan dari perlakuan tersebut adalah untuk mengurangi ukuran partikel hijauan
sehingga ternak dapat dengan cepat mengkonsumsinya. Namun cara yang paling
sederhana dalam mengurangi partikel hijauan adalah dengan pemotongan. Terdapat
beberapa jenis/tipe mesin pemotong rumput yang tersedia, namun biasanya tergantung
skala usaha yang dimiliki oleh suatu usaha peternakan. Gambar 2.1, merupakan salah
satu contoh mesin pemotong rumput yang cukup praktis.

7
Gambar 2.1. Mesin pemotong hijauan

Gambar 2.2. Mesin penggiling hijauan

Beberapa peneliti telah membandingkan konsumsi rumput atau jerami dengan


ukuran partikel yang berbeda (Welch, 1986; Gheradi et al., 1992., Wilson dan Kennedy,
1996). Walaupun hasilnya bervariasi, secara umum hasilnya menunjukkan bahwa
partikel yang lebih kecil atau pendek (panjang 4 mm) mempunyai tingkat konsumsi

8
yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan partikel yang lebih kecil menjadikan luas
permukaan partikel dapat memudahkan mikroba di dalam rumen dan aktivitas enzim
dapat merombak pakan (Wilson dan Kennedy, 1996). Campling dan Pengaruh
pengurangan ukuran partikel tergantung pada jenis hijauan, tingkat pengurangan ukuran
partikel dan jenis ternak yang mengkonsumsi.
Bila hijauan yang diberikan berkualitas rendah, maka konsumsi pakan dibatasi
oleh kapasitas rumen dan laju aliran digesta dari retikulorumen (Wilson dan Kennedy,
1984). Sebelum digesta turun atau mengalir ke abomasums, ukuran partikel pakan harus
dikurangi sampai pada ukuran standard menurut Poppi et al. (1980) yaitu dapat
melewati ayakan dengan ukuran 1,18 mm. McLeod dan Minson (1988) melaporkan
bahwa sebagian besar pengurangan ukuran partikel pakan dicapai melalui proses
pengunyahan dan ruminasi yang hanya 17 persen dari total pengurangan ukuran
partikel, sementara sisanya adalah melalui proses ruminasi.
Pada umumnya domba yang mengkonsumsi pakan yang digiling mempunyai
kemampuan menelan bahan kering pakan yang lebih banyak dibandingkan dengan
pakan yang berukuran lebih besar. Hal ini jelas tampak bahwa penurunan ukuran
partikel pakan dapat meningkatkan laju aliran digesta di dalam retikulorumen serta
lamanya keberadaan digesta di dalam rumen. Ukuran partikel yang besar sebaliknya,
membutuhkan proses ruminasi yang lebih lama (McLeod dan Minson, 1988).
Pengaruh ukuran partikel hijauan terhadap daya cerna pakan telah diteliti oleh
sejumlah pakar. Walaupun hasilnya tergantung pada kualitas hijauan, penurunan ukuran
partikel hijauan sering menyebabkan penurunan daya cerna pakan. Hasil kajian pustaka
terhadap 26 penelitian Poppi et al. (1980) menyimpulkan bahwa daya cerna pakan
menurun rata-rata 3,3 unit melalui proses penggilingan. Pada hijauan yang masih muda,
penggilingan hijauan dapat menurunkan daya cerna dibandingkan dengan hijauan yang
sudah tua.
Rendahnya daya cerna bahan kering pakan yang mengalami penggilingan dan
dibuat dalam bentuk pelet, sebabkan oleh karena ternak yang mengkonsumsi hijauan
panjang mampu menyeleksi bagian-bagian pakan yang tingkat kecernaannya lebih
tinggi.
Penggilingan dapat menyebabkan penurunan daya cerna karena terjadi
peningkatan aliran digesta (Hooper dan Welch, 1984). Partikel kecil dari hijauan yang

9
digiling memungkinkan pemendekan waktu transit pakan di dalam rumen sehingga
menyebabkan berkurangnya waktu bagi aktivitas mikroba dan enzim pencernaan untuk
merombak pakan tersebut (Berger et al., 1994). Namun demikian, Firkins et al. (1986)
menyatakan bahwa semakin luas permukaan tiap satuan berat pakan gilingan
memungkinkan perombakan yang lebih cepat oleh aktivitas mikroba rumen.

c. Pembuatan Pelet
Pembuatan pelet merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengurangi volume bahan pakan. Pakan yang berbasis limbah ada yang memiliki sifat
volumis (bulky) sehingga memakan ruang dalam saluran pencernaan. Pembuatan pelet
biasanya didahului dengan pengeringan dan penggilingan selanjutnya diikuti dengan
perlakuan lain yaitu pemadatan dengan membuat pakan dalam bentuk pelet. Beberapa
keuntungan pembuatan pelet pada bahan pakan kasar meliputi (a) pakan lebih seragam
sehingga mengurangi seleksi pakan oleh ternak (b) peningkatan kerapatan jenis (c)
mengurangi debu pakan yang telah digiling (d) memudahkan penanganan (e)
mengurangi segregasi pada ukuran partikel yang berbeda (f) mengurangi bahan pakan
yang terbuang.
Pelet merupakan bentuk pakan yang dipadatkan dan beraturan dibuat dengan
menggunakan alat atau mesin pencentak pelet. Pakan berbentuk pelet pada umumnya
diberikan kepada spesies ternak tertentu terutama ayam atau ternak ruminansia. Ukuran
padatan pelet biasanya 3,97 mm sampai 4,76 mm tetapi juga tersedia berbagai macam
ukuran tergantung jenis ternak yang akan diberikan. Bahan-bahan yang digunakan
dalam pembuatan pelet bisa berupa pakan tunggal atau gabungan dari beberapa macam
jenis bahan pakan. Bahan-bahan tersebut bisa berupa hijauan (rumput, leguminosa dan
daun-daun lainnya), pakan konsentrat yang berasal dari biji-bijian dan atau limbah hasil
pertanian, industri, hutan, perkebunan dan lain-lain. Untuk membentuk pelet bahan
pakan biasanya dikeringkan atau dijemur dengan panas matahari terlebih dahulu untuk
mendapatkan bahan kering giling dengan kadar air berkisar antara 10-13%. Bahan-
bahan yang sudah kering tersebut selanjutnya dilakukan penggilingan secara bertahap
menggunakan alat penggiling. Hasil penggilingan dalam bentuk tepung di tampung
dalam suatu tempat. Bila bahan yang akan dibuat pelelt lebih dari satu maka dibutuhkan
mesin pencampur (mixer) sehingga bahan-bahan yang akan dibuat pelet dapat

10
tercampur secara merata dalam mixer tersebut. Bila bahan-bahan yang sudah dicampur
sudah siap maka dapat dilakukan pembuatan pelet dengan memasukkan bahan-bahan
tersebut ke dalam mesin pembuat pelet. Pada prinsipnya proses pembuatan pelet adalah
dengan menekan bahan pakan dengan suhu tinggi. Mesin pencetak pelet dapat
menghasilkan 10-20 kg pelet basah dalam waktu satu jam, tergantung jenis mesinnya.
Pelet yang telah dihasilkan dikeringkan dengan panas matahari untuk mendapatkan
pelet kering yang siap dikonsumsi ternak. Terdapat beberapa alasan penting tentang
manfaat pembuatan pakan dalam bentuk pelet
a. Pakan yang dibuat pelet dapat memperbaiki efisiensi pakan. Kombinasi perlakuan
kelembaban, panas dan tekanan yang tinggi dapat memecahkan atau gelatinasi bahan
pakan dapat meningkatkan penggunaannya oleh ternak. Pembuatan pellet juga
mengurangi segregasi bahan-bahan yang berbeda sehingga konsumsi pakan dipastikan
lebih seimbang. Pakan berbentuk pelet dapat mengurangi kehilangan alami seperti
akibat tiupan angin dan tumpah.
b. Pakan yang dibuat pelet dapat memperbaiki karakteristik penanganan pakan.
Kepadatan pakan berbentuk pelet mengalami peningkatan per satuan luas. Pembuatan
pelet dapat memperbaiki daya aliran pakan dibandingkan pakan tepung, sehingga
mengurangi penggumpalan pakan sisa di dalam silo di farm.
c. Pembuatan pakan berbentuk pellet dapat mencegah ternak untuk melakukan seleksi
terhadap bahan pakan. Bila bahan pakan yang disajikan kepada ternak lebih dari satu,
maka pembuatan pelet dapat mengurangi ternak untuk menyeleksi terhadap bahan-
bahan pakan yang disukainya.

11
Gambar 2.3. Mesin pencentak pelet

d. Pengukusan
Pengkusan bahan pakan menggunakan tekanan tinggi merupakan salah satu
metode untuk meningkatkan kualitas bahan pakan berserat. Melalui metode pengukusan
pakan pengembangan serat sehingga memudahkan untuk dapat dicerna oleh enzim
mikroorganisme. Uap yang dihasilkan dari proses pengukusan dapat menghancurkan
ikatan selulosa, hemiselulosa dan lignin tanpa merubah komposisi kimia dari bahan
pakan yang dikukus. Pengukusan bahan pakan dilaporkan dapat menambah
ketersediaan energi metabolis karena terjadi peningkatan kelarutan selulosa dan
hemiselulosa dan atau pembebasan substansi terdegradasi dari lignin dan silika. Faktor
yang mempengaruhi efektifitas perlakuan pengukusan meliputi kondisi tekanan, kadar
air dan lama perlakuan. Pengukusan dengan tekanan 15 bar selama 5 menit dan rasio air
dan bahan 3:7 dapat menghasilkan kandungan nutrisi yang maksimal. Laporan
penelitian lain menunjukkan bahwa pengukusan serat sawit dengan tekanan 15 kg/cm3
selama 10 menit, kecernaan bahan organik bahan mengalami peningkatan sebesar 27%
unit (dari 15% menjadi 42%). Penambahan tekanan pada level 30 kg/cm3 selama satu
menit, terjadi peningkatan bahan organik dari 42% menjadi 51,6%. Pada kacang

12
kedelai pengukusan dengan tekanan berhasil menurunkan kandungan fitat sebesar 5-
15%. Namun aplikasi dalam perlakuan pengukusan dengan tekanan tinggi sering
terkendala dengan alat dan sumber energi yang mahal sehingga metode ini kurang dapat
diaplikasikan.

e. Perendaman dan Pembasahan


Perlakuan pakan menggunakan metode perendaman biasanya tujukan untuk
menghilangkan atau mengurangi kandungan antinutriisi yang ada pada pakan tersebut.
Media yang digunakan untuk perendaman bahan pakan dapat berupa air, larutan garam
atau alkali. Pengurangan kandungan asam sianida dan fitat bahan pakan dapat dilakukan
dengan perendaman. Pada ubi kayu, perendaman selama 4 jam dapat mengurangi
kandungan asam sianida sebesar 20%. Kandungan asam fitat pada biji kacang-kacangan
dapat munurun samapai 50% setelah bahan tersebut direndam dalam air selama 24 jam.
Peningkatan waktu perendaman dapat menurunkan kandungan fitat bahan pakan.
Perendaman memberi keuntungan utama berupa terjadinya peningkatan konsumsi
pakan dengan adanya penurunan unsur debu pada jerami tersebut (Doyle et al., 1986).
Namun sebaliknya, beberapa peneliti melaporkan adanya efek negatif dari teknik
pembasahan. Pertama, adanya kehilangan bahan kering sekitar 8-14% yang
mengindikasikan bahwa kandungan bahan-bahan yang mudah larut pada saat proses
pembasahan (Dumlao dan Perez, 1976). Kedua, pembasahan menurunkan kecernaan
bahan kering pakan secara in vitro (Ibrahim dan Pearce, 1983). Ketiga, pembasahan
dapat menurunkan baik konsumsi dan kecernaan bahan organik pakan (Devendra,
1983).

f. Pengaruh Perlakuan Fisik Terhadap Aliran Digesta dari Retikulorumen


Kecepatan aliran digesta dari retikulorumen mempengaruhi efisiensi
pemanfaatan zat-zat makanan, sebab aliran tersebut menentukan waktu yang tersedia
untuk proses pencernaan dan penyerapan (Ehle, 1984). Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecepatan aliran digesta di dalam saluran pencernaan. Kenyataan
menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain sehingga menjadi
komplek. Baik ukuran partikel maupun tingkat konsumsi pakan sangat mempengaruhi
aliran digesta.

13
Peluang dari partikel pakan untuk lolos dari retikulorumen merupakan fungsi
yang berlawanan dengan ukuran partikel (Poppi et al., 1980). Gambar 2.4,
mengilustrasikan hubungan antara ukuran partikel digesta yang berbeda dengan
kecepatan aliran (%) dari retikulorumen pada domba.

18

16

14
Potongan hay
Kecepatan Alir (%)

12
Potongan hay lucerne
10
Butiran hay lucerne
8

0
0 30 0 6 00 9 00 1200 1500 1800

Ukuran Partikel ( m)

Gambar 2.4. Hubungan antara ukuran partikel pakan dengan kecepatan


alir digesta

Berdasarkan analisis feses ternak domba dapat dihitung bahwa pakan yang
panjangnya lebih dari 1-2 mm mempunyai kemungkinan yang sangat rendah untuk
dapat lolos dari retikulorumen dibandingkan dengan partikel-partikel yang lebih kecil
(Poppi et al., 1980; Welch, 1982). Kaske dan Engelhardt (1990) meneliti perpindahan
dua partikel dengan ukuran yang berbeda dan melaporkan bahwa rataan waktu tinggal
dari partikel-partikel dengan panjang 10 mm adalah 22,7 jam lebih panjang dari pada
partikel yang hanya 1 mm. Namun demikian, yang menentukan aliran digesta dari
retikulorumen tidak hanya ukuran partikel saja (Welch, 1982). Partikel di dalam rumen
disaring berdasarkan gravitasi maupun ukurannya (Ehle, 1984). Partikel yang lebih
berat akan cepat mengalir dari retikulorumen dan mempunyai kesempatan untuk lolos
yang lebih tinggi (Welch, 1982).

14
Dalam hubungannya dengan kecepatan aliran partikel, Kaske dan Engelhardt
(1990) mencatat bahwa partikel yang berukuran 1 mm dengan tingkat kepadatan yang
rendah, tinggal 2 sampai 3 kali lebih lama dibandingkan dengan partikel yang
ukurannya sama tetapi lebih berat (0,92 g/ml : 67, 3 jam; 1,03 g/ml : 65,7 jam; 1,22
g/ml: 35,5 jam; 1,44 g/ml: 25, 4 jam). Rataan waktu tinggal dari partikel-partikel yang
rendah kepadatannya adalah 8 kali lebih lama dan partikel yang berat 3 kali lebih lama
dari pada rataan waktu tinggal dari cairan rumen (8,3 jam). Hasil penelitian ini sama
dengan hasil peneleitian sebelumnya (Ehle, 1984; Ehle dan Stern, 1986) yang
mengindikasikan bahwa partikel-partikel yang kepadatannya antara 1,17 dan 1,42 g/ml
meninggalkan rumen sapi lebih cepat dari pada partikel-partikel yang kepadatannya
lebih tinggi maupun lebih rendah. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa kecepatan aliran digesta dari retikulorumen tidak semata-mata ditentukan oleh
karena faktor ukuran partikelnya saja, melainkan dipengaruhi oleh faktor ternak,
kualitas pakan serta tingkat gravitasinya, sehingga faktor-faktor tersebut harus
diperhitungkan di dalam mengadakan eksperimen tentang pengaruh ukuran partikel
terhadap konsumsi hijauan berkualitas rendah.

D. Latihan 2
Jawablah soal-soal berikut dengan singkat dan jelas
1. Jelaskan manfaat pengeringan bahan pakan
2. Sebutkan keuntungan dan kelemahan perlakuan pakan dengan cara penggilingan
3. Jelaskan proses pembuatan pelet dan manfaat pakan dibuat pelet

E. Rangkuman 2

Pengolahan pakan secara fisik terdir atas berbagai jenis yaitu pengeringan, pemotongan
dan penggilingan, pembuatan pelet, pengukusan, pembasahan dan perendaman. Masing-
masing metode perlakuan secara fisik memiliki keunggulan yang dapat disesuaikan
dengan kondisi pakan, biaya, ketersediaan perlatan dan tingkat kemudahan. Secara
umum perlakuan fisik terhadap pakan dapat meningkatkan kecepatan aliran digesta
yang berujung pada peningkatan konsumsi dan kecernaan pakan pada ternak ruminansia

15
F. Evaluasi 2
Pilihlah salah satu jawaban benar dari pertanyaan di bawah
1. Salah satu jenis perlakuan pakan yang bukan secara fisik adalah
a. perendaman c. pembuatan pelet
b. fermentasi d. penggilingan
2. Salah satu keuntungan perlakuan pakan dengan pemotongan yaitu:
a. menurunkan kecernaan pakan c. menaikkan konsumsi pakan
b. menaikkan palatabilitas pakan d. menurunkan bobot badan ternak
3. Berikut yang bukan keuntungan pembuatan pelet memiliki keuntungan
a. menghindari seleksi komponen ransum
b. meningkatkan konsumsi ransum
c. meningkatkan efisiensi penggunaan ransum
d. mengurangi efisiensi penggunaan ransum

Anda mungkin juga menyukai