Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

“LANSIA DENGAN LOSS/ KEHILANGAN”

Disusun oleh :

1. Agus (192310004) 6. Silvia Mayanti P. (193210034)


2. Anita Nur H. (193210006) 7. Siti Nur Amilia S. (193210035)
3. Efiyana (193210011) 8. Tiana Putri (19321137)
4. Herlin Indria S. (193210016) 9. Ulfatul Hasanah (193210040)
5. Nurut Tijani (193210028) 10. Fajar Bagus K. (193210042)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2020-2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-Nyalah penulis akhirnya bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “LANSIA DENGAN LOSS/ KEHILANGAN”. Tidak lupa penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan serta masukan yang bermanfaat dalam proses
penyusunan makalah ini. Rasa terima kasih juga hendak penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan
kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.

Meskipun penulis sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan makalah ini, namun penulis
menyadari bahwa di dalam makalah yang telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta kekurangan. Sehingga, penulis
mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi tersusunnya makalah lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap
agar makalah ini bisa memberikan banyak manfaat demi terciptanya pengetahuan yang lebih luas mengenai “LANSIA DENGAN
LOSS/ KEHILANGAN”.

Jombang, 13 Desember 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................iii

BAB I  PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2

1.3 Tujuan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Lansia dan kehilangan....................................................................4


2.2 Sebab-Sebab Kehilangan, dan Batasan
Umur Lanjut Usia.........................................................................................5

2.3  Sifat – Sifat Kehilangan, dan Proses Menua................................................6

2.4 Konsep Loss, Mourning, Grief, Grief and Mourning,

Dying and Death..........................................................................................7


2.5 Tipe Kehilangan, Tahap-Tahap Menuju Kematian.......................................9
2.6 Kategori Kehilangan....................................................................................12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN LOSS/KEHILANGAN

3.1 Pengkajian……………………………………………………………………14

3.2 Diagnosa keperawatan……………………………………………………….18

3.3 Intervensi (NIC-NOC)……………………………………………………….19

3.4 Implementasi…………………………………………………………………32

3.5 Evaluasi………………………………………………………………………35

BAB IV PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................37

3.2 Saran..............................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gerontologi dan Geriatri, gerontologi : Geros adalah lanjut usia, Logos adalah ilmu Jadi, Gerontologi adalah ilmu yang
mempelajari secara khusus mengenai factor-faktor yang menyangkut lanjut usia. Gerontologi merupakan pendekatan ilmiah (scientific
approach) terhadap berbagai aspek dalam proses penuaan, seperti aspek kesehatan, psikologis, sosial ekonomi, perilaku, lingkungan dll.
Gerontologi menurut KOZIER, 1987 Ilmu yang mempelajari seluruh aspek menua. Gerontologi Nursing menurut KOZIER, 1987 Ilmu
yang mempelajari tentang perawatan pada lansia. Gerontologi menurut Miller, 1990 Cabang ilmu yang mempelajari tentang perawatan
pada lansia. Gerontologi menurut Pergeri Pengetahuan yang mencakup segala bidang persoalan mengenai orang berusia lanjut, yang
didasarkan pada hasil penyelidikan ilmu: antropologi, antropometri, sosiologi, pekerjaan sosial, kedokteran geriatrik, psikiatrik geriatrik,
psikologi, dan ekonomi.
Geriatri atau Geros lanjut usia kesehatan/medical Eatrie Geriatri merupakan salah satu cabang dari gerontoogi dan medis yang
mempelajari khusus aspek kesehatan dari usia lanjut, baik yang ditinjau dari segi promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
mencakup kesehatan badani, jiwa dan sosial, serta penyakit cacat. Geriatri is branch of medicine that deals with problems and disease of
old age and ageing people. Geriatri adalah cabang ilmu yang mempelajari proses menjadi tua pada manusia dan akibatnya pada tubuh
manusia. Dengan demikian, jelas bahwa objek geriatrik adalah manusia lanjut usia. Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari aspek klinis, preventif dan terapeutik bagi klien lanjut usia. Geriatri adalah bagian ilmu kedokteran yang mempelajari
tentang pencegahan penyakit dan kekurangannya pada lanjut usia.
Geriatri menurut Black and Jacob, 1997 Cabang ilmu kedokteran yang berfokus padamasalah kedokteran, yaitu penyakit yang
timbul pada lanjut usia. Geriatri Nursing menurut KOZIER, 1987 Praktik keperawatan yang berkaitan dengan penyakit pada proses
menua. Geriatri Nursing adalah spesialis perawatan lanjut usia yang dapat menjalankan perannya pada setiap tatanan pelayanan dengan
menggunakan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan merawat untuk meningkatkan fungsi optimal lanjut usia secara komprehensif.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan lansia (Lanjut Usia), dan kehilangan?


2. Bagaimana sebab-sebab kehilangan, dan batasan umur lansia?
3. Bagaimana yang dimaksud dengan sifat-sifat kehilangan, dan proses menua?
4. Bagaimana Konsep Loss, Mourning, Grief, Grief and Mourning, Dying and Death?
5. Bagaimana tipe kehilangan, dan tahap-tahap menuju kematian?
6. Apa yang dimaksud dengan kategori kehilangan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi lanjut usia dan loss/kehilangan


2. Untuk mengetahui sebab-sebab kehilangan, dan batasan umur pada lansia
3. Untuk mengetahui sifat-sifat kehilangan, dan proses menua
4. Untuk mengetahui definsi dari Konsep Loss, Mourning, Grief, Grief and Mourning, Dying and Death
5. Untuk mengetahu tipe kehilangan, dan tahap-tahap kematian
6. Untuk mengetahui kategori kehilangan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Lansia, dan Kehilangan


Lansia menurut Setianto, 2004 Seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun keatas.Lansia menurut
Pudjiastuti, 2003 Lansia bukan penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. Lansia menurut Hawari, 2001 Keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual. Lansia menurut Bailon G. Salvaclon, 1987 Dua atau lebih
individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain
dalam perannya untuk menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Lansia menurut BKKBN, 1995 Individu yang berusia diatas
60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi.
Kehilangan adalah suatu keadaan ketika individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada atau dimiliki, baik sebagian
atau keseluruhan (Riyadi dan Purwanto,2009). Menangis, memanggil nama orang yang sudah meninggal secara terus-menerus,marah,
sedih dan kecewa merupakan beberapa respon yang tampak saat seseorangmengalami peristiwa kehilangan, terutama akibat kematian
orang yang dicintai. Keadaan seperti inilah yang menurut Puri, Laking, dan Treasaden (2011) disebut sebagai proses berduka, yang
merupakan suatu proses psikologis dan emosional yangdapat diekspresikan secara internal maupun eksternal setelah kehilangan.
Individuyang berduka membutuhkan waktu untuk menerima suatu
peristiwakehilangan,dan proses berduka merupakan suatu proses yang sangat individual. Fase akut berduka biasanya berlangsung 68 m
inggu dan penyelesaian respon kehilangan atau berduka secara menyeluruh memerlukan waktu 1 bulan sampai 3 tahun (Keliat, Helena,
danFarida, 2011). Rotter (2009) mengatakan bahwa proses berduka memiliki karakteristik yang unik,membutuhkan waktu, dapat
difasilitasi tetapi tidak dapat dipaksakan, tetapi padaumumnya mengikuti tahap yang dapat diprediksi. Proses berduka merupakan
suatu proses yang unik dan berbeda pada setiap individu. Tidak ada yang dapat memastikan kapan seseorang dapat melewati semua
tahapan dalam proses berduka, yang dapatdilakukan adalah memfasilitasi sehingga proses berduka yang dialami individu dapatsampai
pada suatu tahap penerimaan.
Sanders dalam Bobak, Lowdermilk, dan Jeasen (2005) mengatakan bahwa intensitasdan durasi respon berduka bergantung
pada banyak hal dan salah satunya adalah usia. Indriana (2012) mengatakan bahwa perbedaan usia antara orang tua dan anak-
anakmemengaruhi pola pikir mereka tentang kematian, dengan perkembangan anak, makamerekapun lebih matang menghadapi
kematian. Seiring dengan meningkatnya usiaseseorang maka seharusnya mereka akan lebih banyak memiliki pengalaman
langsungmengenai kematian ketika teman-teman atau kerabat mereka menderita sakit danmeninggal, sehingga peristiwa kematian
seharusnya tidak lagi menjadi suatu peristiwayang tidak bisa untuk mereka hadapi. Indikator kepribadian positif yang tampak pada usia
dewasa akhir atau lansia adalah siap menerima kematian (Erikson dalam Nasirdan Muhith, 2011).
Semakin meningkat usia seseorang maka akan semakin
meningkat juga pemahaman dan penerimaan orang tersebut akan kematian, yang menyebabkanakan semakin mudah juga orang
tersebut untuk melalui semua tahapan proses berduka yang harus dilalui untuk pada akhirnya mencapai suatu tahap penerimaan dari
suatu peristiwa kematian. Hasil pengamatan yang dilakukan pada lansia di Kabupaten Ngada pada saat mengalami peristiwa
kehilangan akibat kematian orang yang dicintai,menggambarkan bahwa sangat sulit bagi mereka untuk menerima peristiwa
kematianitu sebagai suatu bentuk kehilangan yang aktual dan wajar, yang secara perlahan sukaatau tidak suka harus diterima dan
diikhlaskan sebagai sesuatu yang sudah seharusnyaterjadi. Mereka akan selalu tampak sedih, mengkritik diri sendiri, memiliki
pandangan hidup yang pesimis, kurang memperhatikan perawatan diri, menarik diri dari pergaulan bahkan dengan
anggota keluarganya sendiri, berbicara lambat dengan nadasuara lemah, dan lebih banyak menunduk dan merenung sendiri dalam
kesehariannya. Kejadian ini dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yaitu sepanjang kehidupannya. Tidak ada ritual budaya
khusus yang harus dilakukan oleh lansia dalam jangka waktu lama terkait peristiwa kematian yang menyebabkan mereka tidak dapat
menerima suatu peristiwa kematian sebagai sesuatu yang harus diterima dan di ikhlaskan.
2.2 Sebab-Sebab Kehilangan, dan Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut : Aspiani,(2014) sebab-sebab kehilangan terbagi menjadi empat yaitu :
a. Kehilangan fungsi, misalnya : fungsi seksual dan fungsi kontrol usus.
b. Hilangnya gambaran diri atau citra diri.
c. Hilangnya seseorang yang sangat dekat hubungannya.
d. Kehilangan barang yang berharga ( rumah, mobil, dan tabungan ).

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I ayat 2 yang berbunyi “Lanjut Usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun ke atas”.Menurut World Health Organization (WHO) Usia Pertengahan (middle age) : 45-59 tahun, Lanjut
Usia (ederly) : 60-74 tahun, Lanjut Usia Tua (old) : 75-90 tahun, Usia Sangat Tua (very old) : di atas 90 tahun. Menurut Dra. Jos
Masdani (Psikolog UI). Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi 4 bagian sbb: Pertama
(fase invertus) : 25 40 tahun, Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun, Ketiga (fase presenium) : 55-65 tahun, Keempat (fase senium) : 65
hingga tutup usia. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro Masa Dewasa Muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun Masa
Dewasa Penuh atau Maturitas (middle years) : 25-60 tau 65 tahun, Masa Lanjut Usia (geriatric age) : > 65 atau 70 tahun.
Menurut Biren dan Jamer, 1997 usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan
hidup, tidak mati. Usia Biologis usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk Usia Psikologis mengadakan penyesuaian-
penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan. Usia Sosial atau diberikan
masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya. Menurut Smith and Smith, 1990 Young old : 65-74 tahun, Middle old : 75-
84 tahun, Old-old : lebih dari 85 tahun.

2.3 Sifat – Sifat Kehilangan, dan Proses Menua


Menurut Rando.( 1984 ) dalam buku Aspiani : 2014. Sifat – sifat kehilangan dibagi menjadi dua :
a. Tiba – tiba (Tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada pemulihan dukacita yang lambat. Kematian
karena tindak kekerasan, bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
b. Berangsur – angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan
emosional.
Proses Menua Menurut CONTANTINIDES, 1994 Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut)
secara alamiah. Dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses Menua Menurut Deskripansi. Proses
menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya. Adakalanya orang belum tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi
kekurangan-kekurangan yang menyolok.
Perubahan Sistem Tubuh Lansia menurut Nugroho, 2000:
1) Perubahan Fisik
2) Kenangan (Memory)
3) Perubahan Psikososial
2.4 Konsep Loss, Mourning, Grief, Grief and Mourning, Dying and Death
Peristiwa hilangnya sesuatuLoss atau seseorang yang sangat berarti atau bernilai bagi seseorang. Proses psikologis yang
diakibatkan karena peristiwa kehilangan tersebut (Mourning). Reaksi emosi karena persepsi atau penghayatan peristiwa kehilangan
tersebut. (Grief). Proses menghadapi, mengatasi serta (Grief and Mourning). Process menyesuaikan diri terhadap peristiwa kehilangan.
Proses ini mencakup tahap-tahap sebagai berikut:shock dan merasa percaya, lama kelamaam timbul kesadaran akan peristiwakehilangan
tersebut setelah itu pulih kembali. Suatu keadaan di mana individu terpisahkan (untuk sebagian Kehilangan atau seluruhnya) dari
sesuatu yang sebelumnya ada atau dimilikinya. Sesuatu yang hilang tersebut dapat berupa orang yang bermakna, harta milik pribadi,
kesehatan, serta pekerjaan.
Seseorang yang dianggap sudah mati ialah apabila ia tidak Kematian lagi mempunyai denyut nadi, tidak bernafas selama beberapa
menit dan ketiadaan segala refleks, serta ketiadaan kegiatan otak. Secara kejiwaan, menghadapi proses kehilangan seperti itu, individu
memerlukan mekanisme koping. Koping yang digunakan terutama berupa penyesuaian terhadap adanya perubahan yang umumnya
membangkitkan stres dan kecemasan. Berdasarkan Teori Selye mengenai General Adaptation Syndrome, bahwa reaksi yang terjadi
(terhadap setiap stres) akan meliputi tiga tahap berikut ini:
a. Tahap Alarm
b. Tahap Resistensi
c. Tahap Exhaustion
Kematian dan Menjelang Ajal Penuaan dihubungkan dengan kehilangan fisik, psikologis dan sosiologis mayor serta penurunan
kemampuan untuk beradaptasi dan mengompensasi stressor. Lansia dapat kehilangan rasa pengendalian karena faktor-faktor seperti
penurunan fisik, perubahan status dan peran, sikap budaya yang negatif, pemberitaan media massa yang negatif, dan menjadi korban
kejahatan. Kehilangan seseorang yang dicintai dapat meningkatkan rasa kerentanan pada lansia, menyebabkan ketakutan dan kecemasan
untuk menghadapi kenyataan, kematiannya sendiri dan menurunkan sumber-sumber koping. Kematian Pasangan. Salah satu kehilangan
yang paling berat yang dapat dialami seseorang adalah kematian pasangan. Masa menjanda atau menduda dapat secara serius
mempengaruhi status finansial lansia, jaringan sosial, serta kesehatan fisik dan mental.
Jika kehilangan pasangan terjadi di usia lanjut, individu tersebut mempunyai risiko yang lebih besar mengalami depresi, cemas
dan penyalagunaan zat daripada orang yang lebih muda karena penurunan fleksibilitas, insiden yang lebih tinggi mengalami penyakit
kronis dan kerusakan jaringan dukungan sosial. Lansia pria bahkan mempunyai resiko yang lebih besar mengalami gangguan fisik dan
mental dibandingkan lansia wanita. Selain kehilangan pasangan hidup, masalah yang belum terselesaikan dapat terus diingat sampai
bertahun-tahun setelah kematianpasangan, pernikahan yang berumur panjang belum tentu sebuah pernikahan yang bahagia. Perasaan
bersalah yang belum hilang yang berhubungan dengan ketidaksetiaan, penganiayaan fisik atau penyalagunaan zat atau masalah finansial
setelah masa menjanda atau menduda adalah beberapa contoh dari masalah-masalah yang dapat memburuk dan menyebabkan penyakit
yang serius kadang kala berlangsung sampai 10 tahun setelah kematian pasangan. Keluarga dan khusus pemberi asuhan pasangan
tersebut dapat belum terselesaikan.
Kematian Anak yang sudah Dewasa, anak yang sudah dewasa adalah bagian penting dari jaringan dukungan sosial lansia kematian
anak yang sudah dewasa dapat membuat lansia lebih berduka daripada kematian pasangan karena orang tua mengharapkan anak mereka
hidup lebih lama daripada mereka dan menjadi penyokong usia. Dengan pertimbangan Khusus yaitu pastikan pasien menyadari akan
layanan konseling, kelompok pendukung dan sumber lain tersedia untuk membantunya mengatasi kehilangan pasangan. Rujuk pasien
yang harus menghadapi kehilangan anak yang sudah dewasa ke sumber komunitas yang tepat seperti interfaith, rohaniawan atau ahli
terapi dukacita, Motivasi pasien mengungkapkan secara verbal ketakutan dan kekhawatirannya mengenal kematian sendiri. Persiapan
akan kematian dapat menjadi pengalaman positif dan tugas perkembangan yang utama pada masa dewasa.
2.5 Tipe Kehilangan, Tahap-Tahap Menuju Kematian
Menurut Aspiani. ( 2014 ) tipe kehilangan dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan individu yang mengalami kehilangan.
Contoh : kehilangan anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga.
b. Perceived Loss ( Psikologis )
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan namun tidak dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain.
Contoh : Kehilanga masa remaja, lingkungan yang berharga.
c. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka
untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit
terminal.
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap tetapi dapat saling tindih kadang-kadang seorang klien lanjut usia
melalui satu tahap tertentu untuk kemudian kembali lagi ke tahap itu. Lamanya setiap tahap dapat bervariasi mulai dari beberapa jam
sampai beberapa bulan. Apabila suatu tahap tertentu berlangasung sangat singkat,bisa timbul kesan seolah-olah klien lanjut usia
melompati satu tahap terkecuali jika perawat mempertahankan secara seksama dan cermat.
a. Tahap Pertama (Tahap Penolakan)
Selama tahap ini klien lanjut usia sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang kecuali dia. Klien lanjut usia
biasanya terpengaruh oleh penolakannya sehingga ia tidak memperhatikan fakta-fakta yang mungkin sedang dijelaskan perawat
kepadanya. Ia malahan dapat menekan apa yang telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan dari berbagai macam
sumberprofesional dan non profesional dalam upaya melarikan diri dari kenyataan bawhwa maut sudah berada diambang pintu.
Mununjukkan tingkah laku yang tidak percaya, melanjutkan perencanaan/persiapan untuk masa depan, menolak untuk
membicarakan pengobatan dengan dokter atau saat perawatan.
b. Tahap Kedua (Tahap Marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa amarah dan emosi yang tidak terkendalikan. Klien lanjut usia mudah marah terhadap perawat dan
petugas-petugas kesehatan lainnya terhadap apa saja yang mereka lakukan. Pada tahap ini bagi klien lanjut usia lebih merupakan
hkmah daripada kutukan. Kemarahan disini merupakan mekanisme pertahanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan yang
sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dan kehidupan. Pada saat ini perawat kesehatan harus berhati-hati dalam memberikan
penilaian dalam mengenali kemarahan dan emosi yang tak terkendalikan sebagai reaksi yang normal terhadap kematian yang perlu
diungkapkan. Marah terhadap kenyataan bahwa kematian akan dialami daalm waktu dekat dan respon ini mungkin diekspresikan
kepada dokter dan perawat atau kepada pemuka agama.
c. Tahap Ketiga (Tahap Tawar Menawar)
Kemarahan biasanya mereda dan klien lanjut usia dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi
dengan dirinya. Akan tetapi, pada tahap tawar-menawar inilah banyak orang cenderung untuk menyelesaikan urusan rumah tangga
mereka sebelum maut tiba, dan akan menyiapkan hal-hal seperti membuat surat dan mempersiapkan jaminan hidup bagi orang-orang
tercinta yang ditinggalkan. Selama tawar-menawar segala permohonan yang dikemukakan hendaknya dapat dipenuhi karena
merupakan bagian dari urusan-urusan yang belum selesai dan harus dibereskan sebelum mati. Misalnya: lanjut usia mempunyai satu
permintaan terakhir untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi seorang kerabat, melihat cucu terkecil, pergi makan ke
restaurant dsb. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena tawar-menawar membantu klien lanjut usia memasuki tahap-
tahap berikutnya. Mencari second opinion,melakukan aktivitas yang akan memberikan mereka lebih banyak waktu.
d. Tahap Keempat (Tahap Sedih)
Tahap ini klien lanjut usia pada hakekatnya merasakan saat-saat sedih. Klien lanjut usia sedang dalam suasana berkabung
karena masa lampau ia sudah kehilangan orang yang dicintai dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri, bersamaan dengan
ini harus meninggalkan semua hal yang menyenangkan yang telah dinikmatinya. Selama tahap ini klien lanjut usia cenderung untuk
tidak banyak bicara dan sering menangis. Saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang sedang
melalui masa sedihnya sebelum maut.
e. Tahap Kelima (Tahap Akhir/Tahap Menerima)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian. Menjelang saat ini klien lanjut usia telah membereskan urusan-urusan yang
belum selesai dan mungkin tidak ingin berbicara lagi oleh karena ia sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar-menawar sudah
lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang mungkin saja berada lama sekali dalam tahap mererima tetapi bukanlah
tahap pasrah yang berarti kekalahan. Dengan kata lain, pasrah kepada maut tidak berarti menerima maut. Menerima diagnosis dan
mulai bekerja sama dalam membuat keputusan mengenai pemantauan nyeri dan mendiskusikan aspek praktik perawatan terminal.
2.6 Kategori Kehilangan
Menurut Wahdania. ( 2010) kategori kehilangan dibagi menjadi lima yaitu :
a. Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau
rusak karena bencana alam. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada
nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
b. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal mencakup lingkungan yang telah
dikenal Selama periode tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan diruma
sakit.
c. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.
Artis atau atlet terkenal mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa banyak orang
menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
d. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak
hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen dalam citra tubuh dan
konsep diri.
e. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang tersebut akan meninggal.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN

LOSS/KEHILANGAN

3.1 Pengkajian
Menurut Aspiani.(2014) pengkajian dalam kehilangan dan berduka adalah sebagai berikut:
a. Identitas pasien
Identitas klien biasanya dikaji pada klien dengan proses berduka adalah usia karena banyak klien lansia yang mengalami
proses kehilangan.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan masalah psikososial : berduka / kehilangan adalah klien
mengungkapkan kesedihan yang mendalam karena proses kehilangan.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai keadaan klien saat ini mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai
saat dilakukan pengkajian.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti adanya riwayat maslah psikososial sebelumnya dan bagaimana penanganannya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang mengalami gangguan psikologi seperti yang dialami oleh klien, atau
adanya penyakit genetic yang mempengaruhi psikososial.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami psikososial : Berduka biasanya lemah.
2) Kesadaran
Kesadaran biasanya composmentis.
3) Tanda – tanda Vital

a) Suhu dalam batas normal ( 37C).


b) Nadi meningkat atau normal ( 70-80 x / menit ).
c) Tekanan darah kadang meningkat atau menurun.
d) Pernafasanya biasanya mengalami normal atau meningkat.

4) Pemeriksaan Review of Sistem (ROS)


a) Sistem pernafasan : ( B1 : Breathing )
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas dan atau maih dalam batas normal.
b) Sistem sirkulasi : ( B2 : Bleeding )
Dapat ditemukan adanya perubahan frekuensi nadi ( meningkat ) atau masih dalam batas normal.
c) Sistem persarafan : ( B3 : Brain )
Klien apatis, agitasi, gangguan konsentrasi, kurang perhatian, gangguan persepsi sensori, insomnia.
d) System perkemihan : ( B4 : Bleder )
Klien tidak mengalami gangguan dalam berkemih.
e) System pencernaan : ( B5 : Bowel )
Klien dapat makan berlebihan atau kurang, konstipasi, perubahan berat badan.
f) System muskoloskletal : ( B6 : Bone )
Klien mengeluh adanya kelemahan otot.
g. Pola fungsi kesehatan
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan dengan adanya masalah psikososial depresi
:
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan dalam memelihara dan menangani masalah
kesehatannya.
2) Pola nutrisi
Klien dapat mengalami makan berlebih / kurang, kadang tidak nafsu makan.
3) Pola eliminasi
Klien tidak mengalami gangguan dalam berkemih, klien kadang mengalami konstipasi.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien mengalami insomnia.
5) Pola aktivitas dan istirahat
Klien kadang mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari karena penurunan minat. Pengkajian
kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat menggunakan indeks KATZ.
6) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klienterhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan. Pengkajian APGAR Keluarga ( Tabel APGAR keluarga ).
7) Pola sensori dan kognitif
Klien kadang mengalami ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri,
mencela diri sendiri, untuk mengetahui status mental klien dapat dilakukan pengkajian menggunakan table short portable
mental status quesionare ( SPMSQ ).
8) Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan konsep diri, perasaan murung, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesedihan,
harga diri rendah. Untuk mengkaji tingkat depresi klien dapat menggunakan tabeel inventaris depresi beck ( IDB ) atau
geriatric depression scale ( GDS ).
9) Pola seksual dan reproduksi
Klien mengalami penurunan minat terhadap pemenuhan kebutuhan seksual.
10) Pola mekanisme / penanggulangan stress dan koping
Klien kadang menggunakan mekanisme koping yang tidak aktif dalam menangani stress yang dialaminya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.
3.2 Diagnosa keperawatan
Menurut Aspiani.(2014) diagnosa keperawatan terdapat empat diagnosa yaitu :

a. Berduka antisipasi berhubungan dengan proses kehilangan ditandai dengan klien mengungkapkan adanya kehilangan, sedih,
rasa bersalah, perubahan pola komunikasi, marah. Klien mengungkapkan penolakan terhadap kehilangan berarti, perubahan
pola makan, tidur, mimpi, tingkat aktivitas,libido, klien mengatakan kesulitan mengambil peran yang berbeda atau peran baru.
b. Berduka disfungsional berhubungan dengan proses kehilangan ditandai dengan klien mengungkapkan adanya distress
kehilangan. Klien menolak terhadap kehilangan, klien merasa bersalah, marah, sedih, menangis, kesulitan mengekspresikan
kehilangan, terdapat perubahanpola makan, aktivitas, libido,konsentrasi dan tugas.
c. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan gambaran diri, proses kehilangan, perubahan peran sosial,
kurangnya pengakuan/ penghargaan ditandai dengan klien menunjukkan perilaku tidak asertif, klien menganggap diri tidak
berdaya, tidak berguna.
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan depresi, kesepian, berduka, terlambat tidur, kehilangan teman tidur, takut berpisah
dengan orang terdekat, penuaan ditandai dengan klien mengatakan terbangun dalam waktu yang lama, insomnia yang lama,
permulaan tidur >30 menit,klien mengeluh kesulitan untuk memulai tidur, mengeluh istirahat tidak merasa puas, tidur tidak
puas, menurunnya kemampuan fungsi.
3.3 Rencana Tindakan Keperawatan ( INTERVENSI NIC – NOC )

NO DX KEPERAWATAN NOC/ TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN


1. Berduka antisipasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pendengar aktif (active listening) :
berhubungan dengan proses … X 24 jam klien menunjukkan kemampuan  Tentukan maksud dari interaksi.
kehilangan ditandai dengan mengatasi duka cita dengan criteria :  Perlihatkan ketertarikan dengan klien.
klien mengungkapkan  Klien menggunakan koping yang efektif.  Gunakan pertanyaan atau pernyataan untuk
adanya kehilangan, sedih,  Klien mencari informasi tentang penyakit dan mendorong ekspresi dari pikiran , perasaan dan
rasa bersalah, perubahan pengobatannya. perhatian.
pola komunikasi, marah.  Klien menggunakan dukungan sosial yang  Gunakan perilaku non verbal untuk memfasilitasi
Klien mengungkapkan tersedia. komunikasi (misalnya : cara berdiri untuk
penolakan terhadap  Klien mencari bantuan professional sesuai menyampaikan pesan).
kehilangan berarti, kebutuhan.  Dengarkan klien dengan penuh perhatian.
perubahan pola makan,  Klien melaporkan gejala fisik dari stress dan  Anjurkan klien untuk berkomunikasi secara
tidur, mimpi, tingkat penurunan perasaan negative. perlahan dan mengulangi permintaan.
aktivitas,libido, klien  Klien mengungkapkan pikiran, perasaan dan  Klarifikasi pesan pikiran menggunakan pertanyaan
mengatakan kesulitan kepercayaan spiritual tentang kehilangan. dan umpan balik.
mengambil peran yang
 Klien mengatakan secara verbal ketakutan/  Hindari hambatan untuk mendengar aktif (seperti :
berbeda atau peran baru.
kekhawatiran. meminimalkan perasaan, solusi yang mudah,
 Klien tidak larut dalam kesedihan. interupsi,berbicara tentang diri sendiri).
 Klien mengungkapkan perasaan tentang  Sering berikan pujian positif pada klien yang
produktivitas, kebergunaan dan optimisme. berusaha memberikan informasi.
 Dengarkan klien untuk mendorong ekspresi
perasaan,pikiran dan perhatian.
Bantu control marah (Anger Control Assistance) :
 Bina hubungan saling percaya dengan klien.
 Gunakan ketenangan dalam pendekatan pada klien.
 Batasi akses situasi yang menyebabkan frustasi agar
klien dapat mengekspresikan kemarahan secara
adaptif.
 Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf
keperawatan atau orang lain yang bertanggung
jawab selama periode peningkatan ketenangan.
 Cegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap
diri sendiri dan orang lain.
 Berikan jalan keluar untuk mengkespresikan
kemarahan dan ketegangan fisik.
 Berikan klien ketenangan hati selama petugas
kesehatan memberikan intervensi untuk mencegah
klien kehilangan control.
 Gunakan control eksternal (misalnya : restrain fisik
atau manual dan pengasingan) sesuai kebutuhan
untuk menenangkan klien yang mengekspresikan
kemarahan dengan cara maladaftif.
 Berikan feedback terhadap perilaku klien untuk
membantu klien mengidentifikasi kemarahan.
 Dorong klien untuk mendiskusikan pengalaman
kehilangan sbelumnya.
 Dorong klien untuk mengungkapkan tentang
kehilangan yang dulu dan sekarang.
 Gunakan kalimat yang penuh empati pada klien
yang berduka.
 Dorong klien untuk mengidentifikasi tentang
ketakutannya.
 Ajarkan tentang proses dari berduka sesuai
kebutuhan
 Dukung kemajuan tahapan proses berduka klien.
 Libatkan orang terdekat dalam mendiskusikan dan
pengambilan keputusan sesuai kebutuhan.
 Bantu keluarga untuk mengidentifikasi strategi
koping individu.
 Dorong klien untuk mengimplementasikan budaya,
agama dan sosial dihubungan dengan kehilangan.
 Komunikasikan penerimaan klien tentang proses
kehilangan.
 Identifikasikan sumber dukungan sosial.
 Bantu klien ,megidentifikasi modifikasi gaya hidup
yang dibutuhkan.

Peningkatan dukungan system (Support Sistem


enhancement ) :
 Evaluasi respon psikologi klien terhadap situasi dan
kesediaan dukungan system.
 Identifikasi tingkat dukungan keluarga.
 Identifikasi tingkat dukungan keluarga.
 Identifikasi tingkat dukungan financial keluarga.
 Tentukan support system yang digunakan klien saat
ini.
 Pantau situasi keluarga saat ini.
 Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas
sosial dan komunitas.
 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang
yang memiliki minat dan tujuan yang sama.
 Evaluasi sumber komunitas yang adekuat untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien.
 Libatkan keluarga/ orang terdekat/ teman dalam
perawatan dan perencanaan.
 Jelaskan pada klien mengenai bagaimana cara
mendapatkan bantuan.

2. Berduka disfungsional Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pendengar aktif (active listening) :
berhubungan dengan proses … X 24 jam klien menunjukkan kemampuan  Tentukan maksud dari interaksi.
kehilangan ditandai dengan mengatasi duka cita disfungsional dengan  Perlihatkan ketertarikan dengan klien.
klien mengungkapkan criteria :  Gunakan pertanyaan atau pernyataan untuk
adanya distress kehilangan.  Klien malaporkan dukungan sosial yang mendorong ekspresi dari pikiran , perasaan dan
Klien menolak terhadap adekuat. perhatian.
kehilangan, klien merasa  Klien melaporkan duka cita secara verbal  Gunakan perilaku non verbal untuk memfasilitasi
bersalah, marah, sedih,  Klien menyatakan arti dari kehilangan secara komunikasi (misalnya : cara berdiri untuk
menangis, kesulitan verbal. menyampaikan pesan).
mengekspresikan  Klien melaporkan gejala fisik dari stress dan  Dengarkan klien dengan penuh perhatian.
kehilangan, terdapat penurunan perasaan negative.  Anjurkan klien untuk berkomunikasi secara
perubahan pola makan,  Klien mengatakan secara verbal ketakutan/ perlahan dan mengulangi permintaan.
aktivitas, libido,konsentrasi kekhawatiran.  Klarifikasi pesan pikiran menggunakan pertanyaan
dan tugas.  Klien tidak larut dalam kesedihan. dan umpan balik.
 Klien mengungkapkan perasaan tentang  Hindari hambatan untuk mendengar aktif (seperti :
meminimalkan perasaan, solusi yang mudah,
produktivitas, kebergunaan dan optimisme. interupsi,berbicara tentang diri sendiri).
 Sering berikan pujian positif pada klien yang
berusaha memberikan informasi.
 Dengarkan klien untuk mendorong ekspresi
perasaan,pikiran dan perhatian.
Bantu control marah (Anger Control Assistance) :
 Bina hubungan saling percaya dengan klien.
 Gunakan ketenangan dalam pendekatan pada klien.
 Tentukan perilaku pengharapan yang sesuai untuk
mengekspresikan kemarahan, berikan klien
tingkatan fungsi fisik dan kognitif.
 Batasi akses situasi yang menyebabkan frustasi agar
klien dapat mengeskpresikan kemarahan.
 Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf
keperawatan atau orang lain yang bertanggung
jawab selama periode peningkatan ketenangan.
 Cegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap
diri sendiri dan orang lain.
 Berikan jalan keluar untuk mengkespresikan
kemarahan dan ketegangan fisik.
 Berikan klien ketenangan hati selama petugas
kesehatan memberikan intervensi untuk mencegah
klien kehilangan control.
 Gunakan control eksternal (misalnya : restrain fisik
atau manual dan pengasingan) sesuai kebutuhan
untuk menenangkan klien yang mengekspresikan
kemarahan dengan cara maladaftif.
 Berikan feedback terhadap perilaku klien untuk
membantu klien mengidentifikasi kemarahan.
 Dorong klien untuk mendiskusikan pengalaman
kehilangan sbelumnya.
 Dorong klien untuk mengungkapkan tentang
kehilangan yang dulu dan sekarang.
 Gunakan kalimat yang penuh empati pada klien
yang berduka.
 Dorong klien untuk mengidentifikasi tentang
ketakutannya.
 Ajarkan tentang proses dari berduka sesuai
kebutuhan
 Dukung kemajuan tahapan proses berduka klien.
 Libatkan orang terdekat dalam mendiskusikan dan
pengambilan keputusan sesuai kebutuhan.
 Bantu keluarga untuk mengidentifikasi strategi
koping individu.
 Dorong klien untuk mengimplementasikan budaya,
agama dan sosial dihubungan dengan kehilangan.
 Komunikasikan penerimaan klien tentang proses
kehilangan.
 Identifikasikan sumber dukungan sosial.
 Bantu klien ,megidentifikasi modifikasi gaya hidup
yang dibutuhkan.
Peningkatan dukungan system (Support Sistem
enhancement ) :
 Evaluasi respon psikologi klien terhadap situasi dan
kesediaan dukungan system.
 Tentukan keadekuatan jaringan sosial klien.
 Identifikasi tingkat dukungan keluarga.
 Identifikasi tingkat dukungan keluarga.
 Identifikasi tingkat dukungan financial keluarga.
 Tentukan support system yang digunakan klien saat
ini.
 Pantau situasi keluarga saat ini.
 Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas
sosial dan komunitas.
 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang
yang memiliki minat dan tujuan yang sama.
 Evaluasi sumber komunitas yang adekuat untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan klien.
 Rujuk keprogram komunitas dasar : promosi,
preventif, pengobatan dan rehabilitative sesuai
kebutuhan.
 Libatkan keluarga/ orang terdekat/ teman dalam
perawatan dan perencanaan.
 Jelaskan pada klien mengenai bagaimana cara
mendapatkan bantuan.
1) 2) 3) 4)
3. Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Harga Diri
situasional keperawatan selama…x 24 jam Self Esteem Enhancement)
berhubungan diharapkan klien:  Dorong klien untuk
dengan proses 1. Menunjukan harga diri yang mengidentifikasi
kehilangan, adekuat dengan kriteria : kekuatannya
perubahan peran  Klien mengucapkan  Dorong klien untuk
social, ditandai penerimaan diri mempertahankan
klien secara verbal kontak mata saat
menunjuukan  Klien menunjukan berkomunikasi dengan
prilaku tidak komunikasi terbuka orang lain
asertif, klien  Klien menunjukan  Berikan pengalaman
menganggap diri pemenuhan peran yang dapat
tidak berdaya, yang penting meningkatkan otonomi
tidak berguna.  Klien mau menerima klien
kritikan dari orang  Bantu klien untuk
lain mengidentifikasi
 Klien mau respon positif dari
melakukan kontak orang lain
dengan orang lain  Jangan memberikan
 Klien memahami kritikan negative
kekuatan diri  Jangan menyindir
 Klien berpartisipasi klien
dalam pembuatan  Berikan kepercayaan
keputusan tentang pada kemampuan klien
perencanaan mengendalikan situasi
perawatan  Bantu klien untuk
 Klien melakukan membuat tujuan yang
prilaku yang dapat reatistis yang dapat
meningkatkan rasa meningkatkan harga
percaya diri diri
 Bantu kien untuk
menerima pertahanan
diri dari orang lain
 Bantu klien untuk
mengeluarkan persepsi
negatif terhadap
dirinya sendiri
 Dorong klien untuk
meningkatkan
kemampuan diri sesuai
kebutuhan
 Eksplorasi alasan
menkritik diri sendiri
 Dorong klien untuk
evaluasi prilakunya
 Fasilitasi lingkungan
dan aktivitas yang
dapat meningkatkan
harga diri klien
 Bantu klien untuk
2. Klien menunjukan mengidentifikasi
kemmpuan membuat pengaruh penting dari
keputusan dengan kriteria : budaya, agama, ras,
 Klien mampu gende, dan usia
mengidentifikasi terhadap harga diri
alternative dan  Pantau frekuensi
kemungkinan ungkapan diri negatif
konsekuensi yang klien
mungkin timbul  Pantau tingkat harga
 Klien diri klien setiap waktu
mengidentifikasi sesuai kebutuhan
sumber-sumber yang  Buatlah pertanyaan
di perlukan untuk yang positif tentang
mendukung setiap klien
alternatif
 Klien dapat memilih
setiap alternatif Bantu Kontrol Marah
Anger Control Assistance)
 Bina hubungan saling
percaya dengan klien
 Gunakan ketenangan
dalam pendekatan
pada klien
 Tentukan prilaku
pengharapan yang
sesuai untuk
mengekspresikan
kemarahan, berikan
klien tingkatan fungsi
fisik dan kognitif
 Cegaah kerugian fisik
jika marah langsung
terhadap diri sendiri
dan orang lain
 Baatasi akses situasi
yang menyebabkan
frustasi agar klien
dapat
mengekspresikan
kemarahan secara
adaptif
 Dorong klien untuk
mencari bantuan dari
staf keperawatan atau
orang lain yang
bertanggung jawab
selama priode
peningkatan
ketegangan
 Beri jalan keluar untuk
mengekspresikan
kemarahan dan
ketegangan fisik
 Beri klien ketenangan
hati selama petugas
kesehatan memberikan
intervensi untuk
mencegah kehilangan
control
 Gunakan control
eksternal misalnya
restrain fisik atau
manual dan
pengasingan sesuai
kebutuhan untuk
menenangkan klien
yang mengekspresikan
kemarahan dengan
cara maladaptive
 Berikan feedback
terhadap prilaku klien
untuk membantu klien
mengidenrifikasi
kearahan
 Membantu klien untuk
mengidentifikasi
kemarahan
 Identifikasi fungsi
marah, frustasi dan
kemarahan hebat pada
klien
 Anjurkan klien untuk
menggunakan tindakan
ketenangan
 Bantu klen dalam
mengembangkan
metode
mengekspresikan
kemarahan yang sesuai
misalnya kalimat yang
asertif dan berperasaan
 Berikan contoh
bagaimanna
mengekspresikan
kemarahan yang sesuai
4. Gangguan pola Setelah dilakukan tindakan Peningkatan tidur
tidur keperawatan selama …x24 jam ( sleep enhancement ) :
berhubungan diharapkan klien menunjukkan  Tentukan aktivitas dan
dengan depresi, tidur yang addekuat dengan pola tidur klien.
kesepian, kriteria :  Jelaskan pentingnya
berduka,  Klien menunjukkan jam tidur yang adekuat
terlambat tidur, tidur tidak terganggu. selama sakit, stress
kehilangan teman  Klien melaporkan tidak ada psikososial .
tidur takut masalah dengan pola,  Tentukan efek dari
berpisah dengan kualitas dan rutinitas tidur pengobatan terhadap
orag terdekat, atau istirahat. pola tidur klien.
penuaan ditandai  Klien menunjukkan  Pantau dan catat pola
dengan klien perasaan segar setelah tidur tidur dan jumlah jam
mengatakan atau istirahat. tidur kien.
terbangun dalam  Klien melaporkan terjaga  Pantau pola tidur dan
waktu yang lama, dengan waktu yang sesuai . catat adanya gangguan
insomnia yang  Klien dapat fisik ( seperti :
lama, permulaan mengidentifikasi tindakan ketakutan atau
tidur >30 menit, yang dapat meningkatkan kecemasan ) yang
klien mengeluh tidur / istirahat. dapat mengganggu
kesulitan untuk  Klien menunjukkan tidur.
memulai tidur, kenyamanan fisik dan  Ajarkan klien untuk
mengeluh psikologis. memonitor pola
istirahat tidak tidurnya.
merasa puas,
 Pantau pengaruh
menurunnya
kelelahan akibat
kemampuan
aktivitas selama
fungsi.
bangun untuk
mencegah kelelahan.
 Atur lingkungan yang
dapat meningkatkan
tidur ( seperti :
pencahayaan, suhu,
matras dan temapat
tidur ).
 Dorong klien untuk
mempertahankan
waktu tidur rutin dan
fasilitasi peralihan dari
bangun ke tidur.
 Fasilitasi klien dalam
mengatur rutinitas
waktu tidur sesuai
kebutuhan.
 Bantu klien untuk
menghilangkan situasi
stress yang dapat
menggangu jadwal
tidur.
 Anjurkan klien unuk
menghindari makan
diantara waktu tidur.
 Bantu klien untuk
mengurangi waktu
tidur disiang hari
dengan meningkatkan
aktivitas sesuai
kebutuhan.
 Anjurkan klien untuk
menghindari makan
diantara waktu tidur.
 Bantu klien untuk
mengurangi waktu
tidur disiang hari
dengan meningkatkan
aktivitas sesuai
kebutuhan.
 Anjurkan klien untuk
menggunakan teknik
non farmakologi :
relaksasi otot untuk
mengatasi gangguan
tidur.
 Tingkatkan
kenyamanan klien
dengan massage,
mengatur posisi dan
sentuhan.
 Anjurkan klien untuk
meningkatkan jam
tidur sesuai kebutuhan.
 Ajarkan klien / orang
terdekat tentang
factor-faktor yang
berkontribusi dalam
gangguan pola tidur
seperti : perubahan
fisik, psikologi, gaya
hidup, shift kerja dan
bekerja dalam waktu
yang lama dan factor
yang lingkungan.
 Identifikasi obat tidur
apa saja yang
digunakan klien.
 Atur stimulus
lingkungan untuk
mempertahankan
siklus tidur siang dan
malam klien yang
normal.
 Diskusikan klien dan
keluarga tentang
teknik peningkatan
tidur.
 Berikan informasi
melalui pamphlet
tentang teknik untuk
meningkatkan tidur.
Manajamen lingkungan
(environmental
management ) :
 Ciptakan lingkunngan
yang aman bagi klien.
 Identifikasi keamanan
yang dibutuhkan klien,
tingkat fungsi fisik dan
kognitif klien dan riwayat
perilaku.
 Pindahkan lingkungan
yang berbahaya.
 Hindari objek yang dapat
membahayakan
lingkungan.
 Amankan klien dengan
pengaman samping sesuai
kebutuhan.
 Siapkan tempat tidur yang
sesuai kebutuhan.
 Tempatkan perlengkapan
ruangan yang dapat
mengakomodasi
ketidakmampuan klien
atau keluarga.
 Berikan ruangan tersendiri
sesuai indikasi.
 Ciptakan lingkungan yang
bersih dan tempat tidur
yang nyaman.
Manajemen pengobatan
( medication management )
 Tentukan obat apa
yang dibutuhkan klien.
 Tentukan kemampuan
klien dalam mengobati
dirinya sendiri.
 Pantau efektifitas
pemberian obat-
obatan.
 Ajarkan klien /
anggota keluarga
tentang metode
pengolahan obat-
obatan sesuai
kebutuhan.
 Berikan informasi
pada klien / anggota
keluarga tentang
perubahan pengobatan
dirinya secara tertulis
atau dengan
penjelasan.
 Anjurkan klien untuk
memperhatikan
pengobatan.

3.4 Implementasi
a. Diagnosa keperawatan : berduka antisipasi

1) Pendengar aktif (active listening) :


a) Tentukan maksud dari interaksi.
b) Perlihatkan ketertarikan dengan klien.
c) Gunakan pertanyaan atau pernyataan untuk mendorong ekspresi dari pikiran ,
perasaan dan perhatian.
2) Bantu control marah (Anger Control Assistance) :
a) Mendorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang
bertanggung jawab selama periode peningkatan ketenangan.
b) Mencegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap diri sendiri dan orang lain.
c) Memberikan jalan keluar untuk mengkespresikan kemarahan dan ketegangan fisik.
d) Memberikan klien ketenangan hati selama petugas kesehatan memberikan intervensi
untuk mencegah klien kehilangan control.
3) Peningkatan dukungan system (Support Sistem enhancement ) :
a) Evaluasi respon psikologi klien terhadap situasi dan kesediaan dukungan system.
b) Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan komunitas.
c) Dorong klien untuk berhubungan dengan orang yang memiliki minat dan tujuan yang
sama.
d) Evaluasi sumber komunitas yang adekuat untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan klien.
e) Melibatkan keluarga/ orang terdekat/ teman dalam perawatan dan perencanaan.
f) Menjelaskan pada klien mengenai bagaimana cara mendapatkan bantuan.

b.Diagnosa keperawatan : berduka disfungsional

4) Pendengar aktif (active listening) :


a) Tentukan maksud dari interaksi.
b) Perlihatkan ketertarikan dengan klien.
c) Gunakan pertanyaan atau pernyataan untuk mendorong ekspresi dari pikiran ,
perasaan dan perhatian.
5) Bantu control marah (Anger Control Assistance) :
a) Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang
bertanggung jawab selama periode peningkatan ketenangan.
b) Cegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap diri sendiri dan orang lain.
c) Berikan jalan keluar untuk mengkespresikan kemarahan dan ketegangan fisik.
d) Berikan klien ketenangan hati selama petugas kesehatan memberikan intervensi untuk
mencegah klien kehilangan control.
6) Peningkatan dukungan system (Support Sistem enhancement ) :
a) Evaluasi respon psikologi klien terhadap situasi dan kesediaan dukungan system.
b) Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan komunitas.
c) Dorong klien untuk berhubungan dengan orang yang memiliki minat dan tujuan
yang sama.
d) Evaluasi sumber komunitas yang adekuat untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan klien.
e) Libatkan keluarga/ orang terdekat/ teman dalam perawatan dan perencanaan.
f) Jelaskan pada klien mengenai bagaimana cara mendapatkan bantuan.

c.Diagnosa Keperawatan : Harga diri rendah situasional

a) Peningkatan Harga Diri

b) Dorong klien untuk mengidentifikasi kekuatannya

c) Dorong klien untuk mempertahankan kontak mata saat berkomunikasi dengan orang lain
d) Bantu klien untuk mengeluarkan persepsi negatif terhadap dirinya sendiri

e) Dorong klien untuk meningkatkan kemampuan diri sesuai kebutuhan

d. Pantau tingkat harga diri klien setiap waktu sesuai kebutuhan

e. Buatlah pertanyaan yang positif tentang klien

f. Bantu control marah (Anger Control Assistance) :

a) Dorong klien untuk mencari bantuan dari staf keperawatan atau orang lain yang
bertanggung jawab selama periode peningkatan ketenangan.
b) Cegah kerugian fisik jika marah langsung terhadap diri sendiri dan orang lain.
c) Berikan jalan keluar untuk mengkespresikan kemarahan dan ketegangan fisik.
d) Berikan klien ketenangan hati selama petugas kesehatan memberikan intervensi
untuk mencegah klien kehilangan control.

d.Diagnosa Keperawatan : gangguan pola tidur

1) Peningkatan tidur

a) Tentukan aktivitas dan pola tidur klien.


b) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit, stress psikososial.
c) Pantau dan catat pola tidur dan jumlah jam tidur kien.
d) Anjurkan klien untuk menggunakan teknik non farmakologi : relaksasi otot untuk
mengatasi gangguan tidur.
e) Tingkatkan kenyamanan klien dengan massage, mengatur posisi dan sentuhan.
f) Anjurkan klien untuk meningkatkan jam tidur sesuai kebutuhan.
g) Ajarkan klien / orang terdekat tentang factor-faktor yang berkontribusi dalam
gangguan pola tidur seperti : perubahan fisik, psikologi, gaya hidup, shift kerja dan
bekerja dalam waktu yang lama dan factor yang lingkungan.
h) Berikan informasi melalui pamphlet tentang teknik untuk meningkatkan tidur.
2)Manajamen lingkungan (environmental management ) :
a) Ciptakan lingkunngan yang aman bagi klien.
b) Siapkan tempat tidur yang sesuai kebutuhan.
c) Tempatkan perlengkapan ruangan yang dapat mengakomodasi ketidakmampuan
klien atau keluarga.
d) Berikan ruangan tersendiri sesuai indikasi.
e) Ciptakan lingkungan yang bersih dan tempat tidur yang nyaman.

3)Manajemen pengobatan ( medication management )

a) Tentukan obat apa yang dibutuhkan klien.


b) Tentukan kemampuan klien dalam mengobati dirinya sendiri.

c) Ajarkan klien / anggota keluarga tentang metode pengolahan obat-obatan sesuai


kebutuhan.

d) Berikan informasi pada klien / anggota keluarga tentang perubahan pengobatan dirinya
secara tertulis atau dengan penjelasan.

e) Anjurkan klien untuk memperhatikan pengobatan.

3.5 Evaluasi Keperawatan (Aspiani,2014)


b. Diagnosa keperawatan : Berduka antisipasi

1) Klien menggunakan koping yang efektif.


2) Klien mencari informasi tentang penyakit dan pengobatannya.
3) Klien menggunakn dukungan social yang tersedia.
4) Klien melaporkan gejala fisik dari stress dan penurunan perasaan negatif.
5) Klien mengungkapkan pikiran, perasaan dan kepercayaan spiritual tentang
kehilangan.
6) Klien mengatakan secara verbal ketakutan / kekhawatiran.
7) Klien tidak larut dalam kesedihan.

c. Diagnosa keperawatan : Berduka disfungsional

1) Klien melaporkan dukungan social yang adekuat.


2) Klien melaporkan duka cita secara verbal.
3) Klien menyatakan arti dari kehilangan secara verbal.
4) Klien melaporkan gejala fisik dari stress dan penurunan perasaan negative.
5) Klien mengungkapkan perasaan tentang kehilangan.

d. Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah situasional

1) Klien mengungkapkan penerimaan diri secara verbal.


2) Klien menunjukkan komunikasi terbuka.
3) Klien mau menerima kritikan dari orang lain.
4) Klien mau melakukan kontak dengan orang lain.
5) Klien memahami kekuatan diri
6) Klien melakukan perilaku yang dapat meningkatkan rasa percaya diri.

e. Diagnosa keperawatan : Gangguan pola tidur


1) Klien menunjukkan jam tidur tidak terganggu.
2) Klien melaporkan tidak ada masalah dengan pola, kualitas dan rutinitas, tidur atau
istirahat.
3) Klien tampak segar setelah tidur atau istirahat.
4) Klien tampak nyaman.
BAB IV

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bisa terjadi pada orang-orang yang menghadapi
suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak
ada). Kehilangan bisa meliputi kehilangan objek eksternal, lingkungan yang dikenal, orang
terdekat, aspek diri, dan kehilangan hidup. Di dalam menangani pasien dengan respon
kehilangan, diperlukan prinsip-prinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada
orang tua dengan respon kehilangan (kematian anak). Pengkajian yang dapatdilakukan yaitu
dengan mengidentifikasi faktor predisposisi dan fektor presipitasi.
Dalam melakukan pendekatan dengan subyek, dalam hal ini lansia menjelang
kematian, setiap perawat akan menghadapi masalah yang berkaitan dengan kematiannya.
Perawat harus menjalin hubungan dan persahabatan yang sangat baik dengan lansia dalam
perawatan menjelang kematian. Pada saat lansia memasuki keadaan yang terminal, perawat
bertanggung jawab untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi mereka dan
memastikan tingkat pengetahuan mereka mengenai kondisinya tersebut. Setiap informasi
dapat dikumpulkan dalam suatu percakapan dengan individu dan dalam konsultasi keluarga.
Sangat kecil kemungkinan bahwa keluarga terdekat tidak diinformasikan mengenai
kematian klien dan jika klien berharap mendapatkan informasi tersebut, perawat harus
selalu menjelaskannya secara jujur.Dengan demikian, profesional lain tidak perlu
menghabiskan waktunya untuk berhubungan dengan kematian klien.
Perawat berkewajiban untuk memberikan pandangan yang jelas mengenai makna
kematian bagi individu, teman dan keluarga sehingga perawatan pada klien menjelang
kematian harus nyaman dan terhormat. Perawatan tim paliatif merupakan perawatan yang
cukup kompleks.Pendekatan holistik (menyeluruh) terhadap lanjut usia dengan
mengikutsertakan keluarga lanjut usia akan menyentuh faktor fisiki, psikis, sosial, spiritual
dan budaya pasien. Keberhasilan program tidak dapat dijamin tanpa kemantapan dokter dan
tim paliatif dalam kualitas ilmu, kualitas karya dan kualitas perilaku serta pertimbangan
etika dalam pelaksanaannya. Perawat tim perawatan paliatif perlu dan harus memperhatikan
serta mengacu kutipan Dame Cecely Saunders “ You matter because are you, you matter to
the last moment of your life, and we will do all we can, not only to help you die peacefully,
but to life until you die”.
3.2 Saran
Demikian sedikit informasi dari kami selaku penyusun makalah ini. Tentu masih
banyak sekali kekurangan yang jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik dan saran yang
membangun masih sangat kami butuhkan demi kemajuan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
(IPTEK) saat ini. Ucapan terimakasih layaknya pantas kami persembahkan bagi para
pembaca. Terakhir, ucapan maaf yang sebesar-besarnyaperlu kami ungkapkan jika dalam
penulisan ini kami banyak melontarkan kata-kata yang kurang berkenan. Setelah kami
membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan respon kehilangan dan
berduka (Loss and Grief), maka kami menganggap perlu adanya sumbang saran untuk
memperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan sebagai berikut:
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada
saat itu.
2. Dalam perumusan diagnosa keperawatan, harus diprioritaskan sesuai dengan
kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah.
3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis
maupun yang tidak.
DAFTAR PUSTAKA

 Efendi, Ferri dan Makfudli.2009.Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan


Praktik Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
 Markonah H Hadi dan Pranaka Kris.2009.Buku Ajar Boedhi.Darmoja Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut edisi 4.Jakarta: FKUI.
 Maryam, R, Siti dkk.2008.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta:Salemba
Medika.
 Mubarak, Iqbal Wahid.2006.Buku Ajar Keperawatan Komunitas2.Jakarta:Sagung Seto.
 Noorkasiani dan S, Tamher.2009.Kesehatan Usia Lanjut dengan pendekatan Asuhan
Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika.
 Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai