Anda di halaman 1dari 15

PAJAK PERTAMABAHAN NILAI BARANG DAN JASA SERTA PAJAK PENJUALAN

BARANG MEWAH

MAKALAH

Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu : Dr. Shinta Dewianty, SEI., MA. Ek.

Disusun Oleh :

Ade Nuriah ( E.19.34263 )

Mira Rahayu ( E.19.34273 )

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARQAM

(STAIDA) MUHAMMADIYAH GARUT

1442 H / 2021 M
ABSTRAK

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di
Indonesia terdapat berbagai macam jenis-jenis dari Pajak, salah satu yang akan saya bahas disini
adalah Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) atau juga biasa disebut dengan Pajak
Barang Mewah.1 PPnBM menurut UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 5 adalah pajak yang
dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.2 Mengapa kemudian
Barang Mewah ini harus dikenakan Pajak Khusus apakah ada keterlibatan dari sifat konsumtif
masyarakat Indonesia kini yang kerap mengimpor Barang Barang Mewah dari Luar Negeri.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin terasa sebagai
andalan penerimaan Negara.Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat
baik pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada Pemerintah yang
ditujukan untuk kegiatan pembangunan di segala bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang / jasa kena pajak di daerah pabean
yang dilakukan oleh pabrik, penyalur utama atau agen utama, importer.
Menurut Soemarso (2003) “Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan
pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajakyang
dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak”. Setiap pembelian barang yang ada hubungannya
secara langsung dengan barang yang dihasilkan / dijual, maka atas kena pajak yang
dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pajak
masukan yang besarnya 10% dari harga jual sebelum pajak sebagai PPN yang merupakan
pajak keluaran untuk masa pajak yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
Apa yang berkaitan dengan PPN dan PPn BM ?
C. Tujuan
Untuk Mengetahui PPN dan PPn BM.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pajak Pertambahan Nilai
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang
membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan
lewat pihak yang memotong/memungut PPN. Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif,
tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha
Kena Pajak (PKP) dan non PKP.
Harus dipahami subjek pajak ini berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek pajak belum
memiliki kewajiban untuk membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki
kewajiban untuk membayar pajak dan menyetorkannya ke kas negara.
B. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia
Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari
pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau
penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP
Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN,
PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di
muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan
usahanya.
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa
pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang
disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat
mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor Pelayanan
Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
C. Undang-Undang yang mengatur PPN
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan
atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM. Perubahan ini dilakukan dengan tujuan
untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk  masyarakat juga untuk
meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (PERUBAHAN PADA UU CIPTA KERJA)
Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan PPnBM. Untuk melengkapi kekurangan pada UU PPN sebelumnya,
undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara
dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Meski ketentuan baru tentan PPN ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja pada klater perpajakan, namun UU 42 Tahun 2009 sebagian masih
berlaku.
D. Barang Kena Pajak
Barang kena pajak bisa diartikan sebagai suatu barang berwujud yang berdasarkan pada
sifatnya merupakan barang bergerak atau tidak bergerak. Ini juga dapat berupa barang tidak
berwujud yang mana dapat dikenai pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan. Barang
kena pajak yang selanjutnya disingkat dengan istilah BKP bisa mencakup daftar barang yang
dikenai pajak sesuai dengan UU PPN yang berlaku.
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bahwa BKP dapat berupa barang berwujud
dan tidak berwujud. Untuk BKP berwujud Contohnya yaitu mobil, rumah, sepeda motor, alat
kesehatan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk BKP tidak berwujud Contohnya yaitu hak
paten, hak cipta, merek dagang, dan lain sebagainya. Kemudian secara khusus terdapat
pengecualian atas jenis barang yang mana tidak dikenakan pajak. Jenis-jenis barang yang
tidak dikenai pajak diantaranya:
1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
seperti minyak mentah gas bumi dan lainnya.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat seperti garam beras
jagung dan lainnya.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel restoran dan sejenisnya.
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga.
E. Jasa Kena Pajak
Jasa kena kenapa pajak atau yang disingkat dengan JKP merupakan jasa yang dikenakan
PPN. Dalam hal ini, jasa kena pajak tersebut meliputi seluruh jasa yang telah ditetapkan
berdasarkan pada Undang-Undang PPN. Dimana selain jasa yang dimaksud maka tidak
dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Konsultan pajak Serpong adalah pilihan tepat untuk
konsultasi pajak anda. Sedangkan untuk jenis jasa tertentu yang mana tidak dikenai PPN
diantaranya yaitu:
1. Jasa pelayanan kesehatan
2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa keagamaan
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
10. Jasa angkutan umum di darat di air serta di udara dalam negeri
11. Jasa tenaga kerja
12. Jasa perhotelan
13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah
14. Jasa penyediaan tempat parkir
15. Jasa telepon umum
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
17. Jasa boga atau katering
F. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak atau yang biasa disebut dengan PKP adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :
1. Memungut PPN/PPnBM terutang.
2. Menyetorkan PPN/PPnBM terutang yang kurang bayar.
3. Melaporkan/menyampaikan SPT Masa PPN/PPnBM yang terutang.
Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :
1. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah penguasa yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan
barang kena pajak/jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto tidak
lebih dari :
a. Sebelum 1 Januari 2014 = Rp 600.000.000
b. Setelah 1 Januari 2014 = Rp 4.800.000
Beberapa hal yang perlu diketahui sehbungan dengan pengusaha kecil :
a. Dilarang membuat faktur pajak.
b. Tidak wajib memasukan SPT Massa PPN.
c. Diwajibkan membuat pencatatan atau pembukuan.
d. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP,bagi pengusaha kecil yang memperoleh
peredaran brutodi atas batas yang telah ditentukan.
2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN.

G. Penyerahan Barang Kena Pajak


1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;
2. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna usaha
(leasing);
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; 
4. Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP;
5. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
6. Penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar
Cabang. 
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi.
8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan
prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang
membutuhkan BKP.
H. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2. Impor Barang Kena Pajak.
3. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
4. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
6. Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang dilakukan di
luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
7. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang
pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut boleh dikreditkan.
I. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM)
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan Pajak yang dikenakan selain Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) untuk penjualan barang-barang yang tergolong sebagai barang
mewah. PPnBM merupakan jenis pajak yang merupakan satu paket dalam Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai. Pajak ini merupakan pajak yang dikenakan oleh Pemerintah untuk
menjalankan fungsi keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dan konsumen berpenghasilan tinggi, serta pengendalian pola konsumsi atas Barang
Kena Pajak yang tergolong mewah. Sederhananya, jika Anda memiliki penghasilan yang
tinggi, otomatis Anda juga harus membayar pajak lebih tinggi.
Tujuan Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Berikut ini adalah beberapa pertimbangan mengapa pemerintah menganggap pemungutan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sangat penting. Berikut penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU
PPN No. 42 TAHUN 2009:
1. Perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah
dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
2. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah;Perlu adanya
perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional;
3. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
J. Dasar Pengenaan Pajak
Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai
digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
sendiri terdiri dari:
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:
1. Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah
harga jual.
2. Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1
angka 20 UU PPN).
3. Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
4. Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah
suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan PPN atas jenis
penyerahan BKP/JKP tertentu.
K. Tarif Pajak
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Sesuai Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN adalah sebagai berikut:
a. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
b. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan
ekspor JKP.
c. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling
tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Jika mengacu pada RUU KUP yang tengah digodog antara pemerintah dan parlemen,
maka dengan rencana kenaikan tarif pajak menjadi 12% ini masih di bawah dari
ketentuan tarif PPN paling tinggi sebesar 15%.

2. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


Pengenaan tarif Barang Kena Pajak tergolong mewah digolongkan ke dalam beberapa
kategori sebagai berikut ini:
a. Tarif 10% = Kendaraan umum kategori tertentu, alat rumah tangga, alat pendingin,
hunian mewah, televisi, dan minuman non-alkohol.
b. Tarif 20% = Kendaraan bermotor kategori tertentu, alat fotografi, berbagai jenis
permadani, peralatan olahraga impor, dan barang
c. Tarif 25% = Kendaraan bermotor berat dan berbahan bakar solar, misalnya combi,
pick up,  dan minibus.
d. Tarif 35% = Minuman bebas alkohol, bahan berbahan kulit impor, batu kristal, bus,
dan barang pecah belah.
L. Cara Menghitung PPN dan PPn BM
1. Cara Mengitung PPN

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

Contoh Kasus:

PT AAA  menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp25.000.000.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 10% x Rp25.000.000 = Rp2.500.000

PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak PT AAA.

2. Cara Menghitung PPn BM

PPn BM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

Tarif khusus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas ekspor BKP tergolong mewah =
0%.

Contoh kasus:

Harga jual sedan diesel 1800 cc oleh PKP

Produsen                                                          = Rp260.000.000,00

PPN (10% X Rp260 juta)                                   = Rp  26.000.000,00

PPnBM (40% X Rp260 juta)                               = Rp104.000.000,00

Total Harga jual termasuk PPN dan PPnBM          = Rp390.000.000,00

Perhatikan bahwa DPP PPnBM = DPP PPN


M. Saat Terutang Pajak
Pajak terutang pada saat :
1. Penyerahan BKP atau JKP.
2. Impor BKP.
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daeah pabean.
4. Pemanfatan JKP dari luar Daerah Pabean.
5. Ekspor BKP berwujud.
6. Ekspor BKP tidak berwujud.
7. Ekspor JKP.
8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum penyerahan
JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelumdimulainya pemanfaatan BKP tidak
bewujud atau JKP dari luar Daerah Pabean.
N. Tempat Terutang Pajak
1. Untuk Penyerahan BKP/JKP :
a. Tempat tinggal
b. Tempat kedudukan
c. Tempat kegiatan usaha
d. Tempat lain.
2. Dalam hal impor, terutangnya pajak terjadi di tempat Barang Kena Pajak dimasukan dan
dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
3. Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan /atau JKP dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.
4. Untuk kegiatan membangun sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut
didirikan.
O. Faktur Pajak
Adalah bukti pemungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
penyerahan BKP/JKP.
Faktur pajak dibuat pada :
1. Saat penyerahan BKP/JKP
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP/JKP
3. Saat penerimaan pembayaran termin
4. Saat lain yang diatur/berdasarkan peraturan menteri keuangan
P. Mekanisme Kredit Pajak
Pada dasarnya mekanisme pengkreditan PPN memiliki konsep yang sederhana.
“Jika pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang
harus dibayar.”
“Jika pajak keluaran lebih kecil dari pajak masukan, maka selisihnya merupakan kelebihan
bayar PPN yang bisa dikompensasi dengan masa pajak berikutnya atau dikenakan restitusi.”
Pasal 9 UU Nomor 42 tahun 2009 mengatur lebih jauh mengenai mekanisme pengkreditan
pajak masukan. Pasal ini mengatur dimana pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran
untuk masa pajak yang sama.
Selain menerapkan mekanisme pengkreditan pajak yang tepat, penting untuk menyetorkan
SPT Masa PPN dalam jangka waktu yang ditetapkan, paling lama akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya masa pajak.
Perlu diperhatikan juga, bahwa pajak masukan yang dapat dikreditkan harus memenuhi
persyaratan formal maupun material. Tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan,
contohnya dalam faktur pajak tidak lengkap.
Persyaratan pengkreditan PM diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 16B UU PPN.
Q. Pajak Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8)
Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali :
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f dan g Undang-
undang PPN dan PPnBM, sepanjang tidak dapat dibuktikan bahwa Pajak Masukan tersebut
benar-benar telah dibayar.
Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran yang tidak dapat dikurangkan dalam
menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
UU PPh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang
membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan
lewat pihak yang memotong/memungut PPN.
UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang
Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.
Pengusaha Kena Pajak atau yang biasa disebut dengan PKP adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak.
PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
PPn BM = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo,(2019).PERPAJAKaN edisi 2019.Yogyakarta.

https://taxcenterfeunesa.com/read/20/konsep-dasar-ppn-dan-ppnbm

https://flazztax.com/2021/10/01/pahami-tentang-barang-dan-jasa-kena-pajak/

Anda mungkin juga menyukai