BARANG MEWAH
MAKALAH
Disusun Oleh :
1442 H / 2021 M
ABSTRAK
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di
Indonesia terdapat berbagai macam jenis-jenis dari Pajak, salah satu yang akan saya bahas disini
adalah Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) atau juga biasa disebut dengan Pajak
Barang Mewah.1 PPnBM menurut UU Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 5 adalah pajak yang
dikenakan pada barang yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.2 Mengapa kemudian
Barang Mewah ini harus dikenakan Pajak Khusus apakah ada keterlibatan dari sifat konsumtif
masyarakat Indonesia kini yang kerap mengimpor Barang Barang Mewah dari Luar Negeri.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin terasa sebagai
andalan penerimaan Negara.Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat
baik pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada Pemerintah yang
ditujukan untuk kegiatan pembangunan di segala bidang Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan barang / jasa kena pajak di daerah pabean
yang dilakukan oleh pabrik, penyalur utama atau agen utama, importer.
Menurut Soemarso (2003) “Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan
pada waktu perusahaan melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak / Jasa Kena Pajakyang
dikenakan dari Dasar Pengenaan Pajak”. Setiap pembelian barang yang ada hubungannya
secara langsung dengan barang yang dihasilkan / dijual, maka atas kena pajak yang
dikenakan terhadap barang tersebut, oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) merupakan pajak
masukan yang besarnya 10% dari harga jual sebelum pajak sebagai PPN yang merupakan
pajak keluaran untuk masa pajak yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
Apa yang berkaitan dengan PPN dan PPn BM ?
C. Tujuan
Untuk Mengetahui PPN dan PPn BM.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pajak Pertambahan Nilai
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi, Badan, dan Pemerintah. Dalam penerapannya, Badan atau Perorangan yang
membayar pajak ini tidak diwajibkan untuk menyetorkan langsung ke kas negara, melainkan
lewat pihak yang memotong/memungut PPN. Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif,
tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung. Subjek pajaknya terdiri dari Pengusaha
Kena Pajak (PKP) dan non PKP.
Harus dipahami subjek pajak ini berbeda dengan Wajib Pajak. Subjek pajak belum
memiliki kewajiban untuk membayar pajak sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki
kewajiban untuk membayar pajak dan menyetorkannya ke kas negara.
B. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia
Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut PPN dari
pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau
penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.
2. PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP
Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).
3. Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN,
PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di
muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan
usahanya.
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan
lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa
pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang
disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat
mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke Kantor Pelayanan
Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
C. Undang-Undang yang mengatur PPN
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak Penjualan
atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM. Perubahan ini dilakukan dengan tujuan
untuk menciptakan sistem perpajakan yang tepat untuk masyarakat juga untuk
meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (PERUBAHAN PADA UU CIPTA KERJA)
Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan PPnBM. Untuk melengkapi kekurangan pada UU PPN sebelumnya,
undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi negara
dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
Meski ketentuan baru tentan PPN ini juga diatur kembali dalam UU No.11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja pada klater perpajakan, namun UU 42 Tahun 2009 sebagian masih
berlaku.
D. Barang Kena Pajak
Barang kena pajak bisa diartikan sebagai suatu barang berwujud yang berdasarkan pada
sifatnya merupakan barang bergerak atau tidak bergerak. Ini juga dapat berupa barang tidak
berwujud yang mana dapat dikenai pajak sesuai dengan undang-undang perpajakan. Barang
kena pajak yang selanjutnya disingkat dengan istilah BKP bisa mencakup daftar barang yang
dikenai pajak sesuai dengan UU PPN yang berlaku.
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, bahwa BKP dapat berupa barang berwujud
dan tidak berwujud. Untuk BKP berwujud Contohnya yaitu mobil, rumah, sepeda motor, alat
kesehatan dan lain sebagainya. Sedangkan untuk BKP tidak berwujud Contohnya yaitu hak
paten, hak cipta, merek dagang, dan lain sebagainya. Kemudian secara khusus terdapat
pengecualian atas jenis barang yang mana tidak dikenakan pajak. Jenis-jenis barang yang
tidak dikenai pajak diantaranya:
1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
seperti minyak mentah gas bumi dan lainnya.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat seperti garam beras
jagung dan lainnya.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel restoran dan sejenisnya.
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga.
E. Jasa Kena Pajak
Jasa kena kenapa pajak atau yang disingkat dengan JKP merupakan jasa yang dikenakan
PPN. Dalam hal ini, jasa kena pajak tersebut meliputi seluruh jasa yang telah ditetapkan
berdasarkan pada Undang-Undang PPN. Dimana selain jasa yang dimaksud maka tidak
dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Konsultan pajak Serpong adalah pilihan tepat untuk
konsultasi pajak anda. Sedangkan untuk jenis jasa tertentu yang mana tidak dikenai PPN
diantaranya yaitu:
1. Jasa pelayanan kesehatan
2. Jasa pelayanan sosial
3. Jasa pengiriman surat dengan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa keagamaan
7. Jasa pendidikan
8. Jasa kesenian dan hiburan
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
10. Jasa angkutan umum di darat di air serta di udara dalam negeri
11. Jasa tenaga kerja
12. Jasa perhotelan
13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah
14. Jasa penyediaan tempat parkir
15. Jasa telepon umum
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
17. Jasa boga atau katering
F. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak atau yang biasa disebut dengan PKP adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak.
Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :
1. Memungut PPN/PPnBM terutang.
2. Menyetorkan PPN/PPnBM terutang yang kurang bayar.
3. Melaporkan/menyampaikan SPT Masa PPN/PPnBM yang terutang.
Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak :
1. Pengusaha Kecil
Pengusaha kecil adalah penguasa yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan
barang kena pajak/jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto tidak
lebih dari :
a. Sebelum 1 Januari 2014 = Rp 600.000.000
b. Setelah 1 Januari 2014 = Rp 4.800.000
Beberapa hal yang perlu diketahui sehbungan dengan pengusaha kecil :
a. Dilarang membuat faktur pajak.
b. Tidak wajib memasukan SPT Massa PPN.
c. Diwajibkan membuat pencatatan atau pembukuan.
d. Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP,bagi pengusaha kecil yang memperoleh
peredaran brutodi atas batas yang telah ditentukan.
2. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN.
5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai berikut:
1. Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah
harga jual.
2. Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1
angka 20 UU PPN).
3. Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
4. Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah
suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan PPN atas jenis
penyerahan BKP/JKP tertentu.
K. Tarif Pajak
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Sesuai Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN adalah sebagai berikut:
a. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri
b. Tarif khusus 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, dan
ekspor JKP.
c. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan paling
tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.
Jika mengacu pada RUU KUP yang tengah digodog antara pemerintah dan parlemen,
maka dengan rencana kenaikan tarif pajak menjadi 12% ini masih di bawah dari
ketentuan tarif PPN paling tinggi sebesar 15%.
Contoh Kasus:
PT AAA menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp25.000.000.
PPN sebesar Rp2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak PT AAA.
Tarif khusus Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas ekspor BKP tergolong mewah =
0%.
Contoh kasus:
Produsen = Rp260.000.000,00
https://taxcenterfeunesa.com/read/20/konsep-dasar-ppn-dan-ppnbm
https://flazztax.com/2021/10/01/pahami-tentang-barang-dan-jasa-kena-pajak/