BOP
Rp 50 Jt
BOP Variabel
Rp 10 Jt
BOP Tetap
Volume Kegiatan
1.000 2.000 3.000 4.000
Gambar 2.1 : Hubungan BOP Tetap dan Variabel dengan Volume Kegiatan
Sebagai bagian dari elemen harga pokok produksi, maka overhead pabrik harus
dibebankan kepada obyek biaya (produk, departemen atau area) dengan tepat dan adil.
Pembebanan BOP ini akan digunakan pada penentuan Harga Pokok Pesanan (Job Order
Costing) maupun penentuan Harga Pokok Proses (Process Costing) . Sistem
pembebanan biaya yang paling tepat adalah menggunakan sistem biaya sesungguhnya
(Actual Cost). Tetapi dalam praktiknya tidak semua elemen BOP dapat dibebankan
dengan tepat dan mudah kepada obyek biaya dengan menggunakan sistem biaya
sesungguhnya. Hal ini terjadi karena terdapat jenis-jenis biaya sebagai berikut :
1. Biaya yang harus dibebankan kepada seluruh periode (Pajak Bumi dan
Bangunan, Biaya sewa dll.)
2. Biaya yang baru diketahui nilainya setelah periode berlalu (Listrik, air,
telepon, internet dll.)
Akan terjadi kesulitan jika perusahaan akan membebankan BOP kepada produk
pada waktu akhir periode atau akhir suatu produksi, sedangkan biaya sesungguhnya
belum diketahui. Untuk mengatasi masalah ini perusahaan menggunakan pembebanan
BOP kepada produk atau departemen dengan menggunakan sistem BOP ditentukan
dimuka (predetermined overhead). Sehingga dalam pembebanan BOP digunakan Tarip
BOP ditentukan dimuka. Sedangkan BOP sesungguhnya yang terjadi oleh manajerial
akan dicatat, dikumpulkan dan digunakan sebagai pengukur kinerja manajerial dalam
pengendalian biaya.
Penerapan sistem BOP ditentukan dimuka terlihat sebagai berikut :
===========================================================
Perencanaan dan Pelaksanaan Pengendalian
Pengambilan Kegiatan Biaya
Keputusan
==========================================================
Analisis
penyimpangan
BOP
Pengumpulan BOP
sesungguhnya
Tarip biaya overhead pabrik yang ditentukan di muka bagi manajemen berfungsi
sebagai berikut :
1. Sebagai dasar pembebanan (penggerak biaya) BOP kepada produk dengan
teliti, adil, dan cepat .
2. Mempermudah perencanaan biaya overhead pabrik tetap dan tarip variabel.
3.Sebagai alat pengambilan keputusan dalam menyajikan informasi biaya
relevan.
4. Sebagai pengendali biaya overhead pabrik , baik BOP tetap maupun BOP
variabel.
Mengingat pentingnya fungsi tarip BOP ditentukan dimuka bagi manajemen, maka pada
saat menentukan tarip BOP harus dipertimbangkan hal-hal berikut :
1. Dasar pembebanan biaya overhead pabrik :
a. Satuan produksi
b. Jam kerja langsung
c. Jam mesin
d. Biaya bahan baku
e. Biaya tenaga kerja langsung
f. Harga pasar atau nilai jual
g. Rata-rata bergerak
2. Tingkat aktivitas atau kegiatan yang dipakai :
a. Kepastian teoritis
b. Kepastian praktis
c. Kepastian normal
d. Kepastian sesungguhnya yang diharapkan
3. Konsep penentuan harga pokok yang digunakan
a. Harga pokok penuh atau diserap (Full Costing/Absorption Costing)
b. Harga pokok variabel (Variable Costing)
4. Penggunaan satu tarip atau beberapa tarip di dalam pabrik.
a. Satu tarip untuk seluruh pabrik
b. Departemenisasi tarip di dalam pabrik
Dalam memilih dasar pembebanan yang akan dipakai, tujuan utamanya adalah
untuk membebankan biaya overhead pabrik dengan adil dan teliti, untuk itu harus
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut (Supriyono,304) :
a. Satuan Produksi
Rumus Tarip biaya overhead pabrik yang didasarkan pada unit produksi :
ABOP
T arip BOP =
AP
Keterangan :
ABOP = Anggaran BOP dalam periode tertentu
BP = Anggaran produksi dalam periode yang bersangkutan
Contoh :
PT. HARAPAN AHIMSA bermaksud menghitung tarip BOP tahun 2010. Anggaran
BOP selama tahun tersebut Rp 10.000.000,- serta perkiraan produk yang dihasilkan
selama setahun 50.000 unit. Maka tarip BOP per unit selama tahun 2010 adalah :
Rp 10.000.000,-
T arip BOP = = Rp 200,- /unit
50.000 unit
Jika dalam bulan Januari 2010 berhasil diproduksi sebanyak 4.000 unit produk,
maka biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk sebesar
= Kapasitas Sesungguhnya x Tarip BOP
= 4.000 x Rp 200,-
= Rp. 800.000,-
Kebaikan dasar satuan produksi yaitu :
(1) Sederhana dan mudah dipakai.
(2) Tepat digunakan perusahaan yang menghasilkan satu macam produk
(3) Biaya overhead pabrik dibebankan secara langsung kepada produk.
Kelemahan dasar satuan produksi adalah :
(1) Menjadi tidak adil jika setiap satuan produk tidak menikmati kapasitas pabrik
yang sama.
(2) Harus dilakukan modifikasi dengan dasar tertimbang jika produk yang
dihasilkan lebih dari satu.
Tarip biaya overhead pabrik yang menggunakan dasar biaya tenaga kerja
langsung dihitung berdasar persentase tertentu dari biaya tenaga kerja langsung, dengan
rumus:
ABOP
T arip BOP = x 100 %
ABKL
Keterangan :
ABOP = Anggaran biaya overhead pabrik
ABTKL = Anggaran jam kerja langsung.
Jika PT. HARAPAN AHIMSA selama tahun 2010 memiliki anggaran biaya tenaga kerja
langsung sebanyak Rp 12.500.000,- maka tarip BOP sebagai berikut :
Rp 10.000.000,-
T arip BOP = = 80 % dari biaya tenaga kerja langsung
Rp 12.500.000,-
Maka jika dibulan Febuari PT. HARAPAN AHIMSA memiliki biaya tenaga kerja
langsung sebesar Rp 1.000.000,- , maka BOP yang dibebankan kepada produk dibulan
tersebut adalah :
80 % x Rp 1.000.000,- = Rp 800.000,-
Kebaikan dasar biaya tenaga kerja langsung adalah (Supriyono, ):
(1) Mudah dipakai dan praktis.
(2) Sesuai untuk digunakan pada perusahaan yang biaya overhead pabrik
mempunyai hubungan (korelasi) yang erat dengan biaya btenaga kerja
langsung, misalnya biaya gaji staf dan mandor.
(3) Sesuai untuk perusahaan yang membayar upah langsung dengan tarip yang
sama untuk pekerjaan yang sama, meskipun dikerjakan oleh karyawan yang
berbeda.
(1) Apabila biaya overhead pabrik tidak mempunyai hubungan yang erat dengan
biaya tenaga kerja langsung, misalnya elemen biaya overhead pabrik yang
besar adalah reparasi dan pemeliharaan mesin tidak berhubungan erat dengan
biaya tenaga kerja langsung.
(2) Tidak dapat digunakan dengan adil apabila tarip tenaga kerja selalu berubah
dari waktu ke waktu.
(3) Produk tertentu yang menggunakan karyawan yang relatif ahli umumnya
dibayar dengan tarip upah relatif tinggi menimbulkan biaya tenaga kerja
langsung jumlahnya besar, sehingga dibebani biaya overhead pabrik yang
tinggi pula, padahal tenaga kerja ahli dapat menyelesaikan pengolahan
produk dalam waktu yang relatif cepat atau menggunakan fasilitas pabrik
relatif pendek.
Sebaliknya produk yang dikerjakan keryawan yang kurang ahli dibebani
biaya overhead pabrik yang rendah padahal menggunakan fasilitas pabrik
lebih lama.
Jadi dasar ini tidak adil apabila tarip upah langsung bervariasi terhadap
keahlian tenaga kerja.
c. Dasar Jam kerja langsung
Dasar jam kerja langsung bermanfaat untuk menghilangkan kelemahan yang
disebabkan tarip upah yang berfluktuasi dari waktu ke waktu dan perbedaan tarip upah
karena tingkat keahlian karyawan.
Rumus perhitungan tarip atas dasar jam kerja langsung adalah :
ABOP
T arip BOP =
AJKL
Keterangan :
ABOP = Anggaran biaya overhead pabrik
AJKL = Anggaran jam kerja langsung.
Jika PT. HARAPAN AHIMSA selama tahun 2010 memiliki anggaran jam kerja
langsung sebanyak 200.000 JKL, maka tarip BOP sebagai berikut :
Rp 10.000.000,-
T arip BOP = = Rp 50,- / JKL
200.000 JKL
Jika dalam bulan Januari 2010 berhasil digunakan 17.000 JKL, maka biaya overhead
pabrik yang dibebankan kepada produk sebesar
= Kapasitas Sesungguhnya x Tarip BOP
= 17.000 x Rp 50,-
= Rp. 850.000,-
e. Dasar Jam Mesin
Tarip biaya overhead pabrik yang didasarkan pada jam mesin dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
ABOP
T arip BOP =
AJKL
Keterangan :
ABOP = Anggaran biaya overhead pabrik
AJKL = Anggaran jam kerja langsung.
Jika PT. HARAPAN AHIMSA selama tahun 2010 memiliki anggaran jam kerja
langsung sebanyak 250.000 JML, maka tarip BOP sebagai berikut :
Rp 10.000.000,-
T arip BOP = = Rp 40,- / JML
250.000 JKL
Jika dalam bulan Januari 2010 berhasil digunakan 21.000 JML, maka biaya overhead
pabrik yang dibebankan kepada produk sebesar
= Kapasitas Sesungguhnya x Tarip BOP
= 21.000 JML x Rp 40,-
= Rp. 840.000,-
Dalam menentukan tarip BOP, tingkat kapasitas akan menentukan keadilan dan
ketelitian pembebanan biaya. Penentuan kapasitas yang tepat juga dapat digunakan
sebagai alat pengendalian biaya dan memotivasi karyawan untuk bekerja dengan
produktivitas yang lebih tinggi.
Jenis-jenis kapasitas yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :
a. Kapasitas teoritis (Theoretical capacity)
b. Kapasitas praktis (Practical capacity)
c. Kapasitas normal (Normal capacity)
d. Kapasitas sesungguhnya yang diharapkan (Expected actual capacity).
a. Kapasitas Teoritis
Kapasitas teoritis (kapasitas ideal/kapasitas 100%) yaitu kapasitas departemen produksi
dengan kecepatan penuh tanpa berhenti selama periode tertentu. Manfaat kapasitas
teoritis adalah untuk dasar penentuan kapasitas praktis dan kapasitas normal.
b. Kapasitas Praktis
Kapasitas praktis merupakan kapasitas produksi dalam jangka panjang yang sudah
memperhatkan hambatan internal perusahaan. Hambatan internal tersebut dapat berupa
misalnya karena hilangnya waktu untuk reparasi, waktu tunggu, buruknya mutu bahan
baku, keterlambatan datangnya bahan dan suplies, hari-hari libur karyawan,
ketidakhadiran karyawan, perubahan model dari produk, dll.
c. Kapasitas Normal
Kapasitas normal merupakan kapasitas produksi jangka panjang yang s memperhatikan
hambatan internal dan eksternal perusahaan. Hambatan yang berasal dari faktor
eksternal perusahaan dapat berupa penurunan tingkat penjualan dalan jangka panjang
disebabkan karena faktor musiman, siklus dan trend.
Pada metode harga pokok Full Costing semua elemen biaya harga pokok, baik
elemen biaya tetap maupun elemen biaya variabel diperhitungkan ke dalam harga pokok
produk. Sehingga tarip biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus :
ABOPV + ABOPT
T arip BOP =
AK
Keterangan :
ABOPV = Budget biaya overhead pabrik variabel.
ABOPT = Budget biaya overhead pabrik tetap.
AK = Budget kapasitas.
Pada metode ini yang merupakan bagian dari harga pokok variabel hanya elemen
variabel. Sehingga tarip biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus :
ABOPV
T arip BOP =
AK
Keterangan :
ABOPV = Budget biaya overhead pabrik variabel.
AK = Budget kapasitas.
a. Satu tarip untuk seluruh pabrik atau single rate, general rate, blanket rate atau
plant wide rate.
b. Beberapa tarip di dalam suatu pabrik atau disebut departemenisasi tarip biaya
overhead pabrik.
5.4. Langkah-langkah Penentuan dan Penggunaan Satu Tarip untuk seluruh Pabrik.
Produk atau pesanan yang diolah dibebani biaya overhead pabrik sebesar
kapasitas pembebanan yang diserap oleh produk atau pesanan dikendalikan dengan tarip
biaya overhead pabrik yang ditentukan di muka, secara matenatis dapat dinyatakan
dalam rumus,
BOP B = KS x T
Beban atas gaji dan upah ditanggung perusahaan dangan dokumen Daftar
Sumbangan Gaji dan Upah dijurnal :
Saat dibeli :
Persediaan Suku Cadang Rp. xx
Hutang Dagang atau Kas Rp. xx
Saat dipakai :
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx
Persediaan Suku Cadang Rp. xx
Biaya reparasi dapat pula timbul dari penggunaan jasa reparasi dan
pemeliharaan dari pihak luar perusahaan, dari dokumen Bukti Kas Keluar
untuk yang sudah dibayar atau dokumen Faktur Pembelian Jasa dan Perintah
Jurnal untuk yang belum dibayar dibuat jurnal :
Selama tahun 2009, PT. SELAMARTA telah mencatat BOP sesungguhnya yang terjadi
sebagai berikut :
PT. SELAMARTA
BOP Sesungguhnya
Tahun 2009
Elemen Biaya Overhead Pabrik Jumlah
Bahan Penolong 25.000
Tenaga Kerja Tidak Langsung 73.000
Bahan Bakar 15.000
Listrik 40.000
Asuransi 10.000
Reparasi dan Pemeliharaan 32.000
Penyusutan Aktiva Tetap 30.000
BOP lain-lain 14.000
Jumlah 239.000
BOP Sesungguhnya yang terjadi pada PT. SELAMARTA akan dicatat sebagai berikut :
Setiap biaya overhead pabrik yang timbul pada akhir periode akan dianalisa
penyebab selisihnya ke dalam dua macam selisih yaitu :
(1) Selisih Anggaran
(2) Selisih Kapasitas.
Selisih Anggaran :
BOP Sesungguhnya Rp 239.000,-
Budget BOP pada kapasitas sesungguhnya :
- BOP Tetap = 5.000 JKL x Rp 16,- = Rp 80.000,-
- BOP Variabel = 4.900 JKL x Rp 30,- = Rp 147.000,- Rp 227.000,-
--------------------
Selisih Anggaran (Unfavorable/merugikan) Rp 12.000,-
===========
(2) Selisih Kapasitas
Selisih kapasitas sering disebut dengan capacity variance atau idle capacity
variance atau selisih kapasitas menganggur. Istilah selisih kapasitas menganggur dipakai
karena umumnya sebagian kapasitas yang ada tidak dapat digunakan secara penuh
meskipun pada suatu periode mungkin terjadi kapasitas terlampaui (over capacity), oleh
karena itu lebih tepat disebut selisih kapasitas.
Selisih Kapasitas :
Fleksible Budet pada kapasitas sesungguhnya = Rp 227.000,-
BOP dibebankan : 4.900 JKL x Rp 46,- = Rp 225.400,-
Selisih Kapasitas (Unfavorable/merugikan) = Rp 1.600,-
============
c. Perlakuan Selisih Biaya Overhead Pabrik.
(2) Selisih biaya overhead pabrik ditimbulkan karena faktor efisiensi, selisih
biaya overhead pabrik akan diperlakukan langsung ke dalam elemen rugi
laba.
Jurnal :
Laba Rugi Rp 13.600,-
Selisih BOP Rp 13.600,-
(mencatat perlakuan selisih BOP , merugikan/unfavorable)
Pada perusahaan manufaktur yang memiliki skala usaha yang besar, operasi
perusahaan dijalankan dengan menggunakan lebih banyak pusat biaya (cost center) atau
lebih banyak menggunakan departemen produksi. Dalam rangka kelancaran proses
produksi, departemen produksi juga memerlukan bantuan departemen jasa, semisal jasa
listrik, material handling (penanganan bahan), tenaga uap, kantin, poliklinik dll. Maka
dalam bab ini akan dibahas bagaimana pembebanan Biaya Overhead pada setiap
departemen produksi dengan terlebih dahulu memperoleh alokasi jasa dari Departemen
Jasa (Departemen Pembantu).
Departemenisasi biaya overhead pabrik adalah pembagian operasi produksi ke
dalam bagian-bagian yang disebut departemen atau pusat biaya (cost center) dimana
biaya overhead pabrik akan dibebankan.
(1). Memilih dasar alokasi biaya departemen pembantu yang adil dan teliti.
Syarat dasar alokasi :
1. Dapat menggambarkan jasa yang dihasilkan oleh departemen jasa
2. Dasar alokasi harus praktis.
Metode alokasi BOP dari departemen jasa ke departemen produksi yang lazim
digunakan adalah :
1. Metode Alokasi Langsung (Direct Allocation Method).
2. Metode Tidak Langsung (Indirect allocation method) :
a. Metode alokasi bertahap tidak bertimbal balik (Step Allocation Method, Non
Reciprocal).
b. Metode Alokasi Aljabar (Algebraic Allocation Method).
Berikut akan diberikan contoh kasus alokasi BOP dengan penyelesaian ketiga metode
tersebut.
Diminta :
Analisalah Selisih BOP yang terjadi pada masing-masing Departemen Produksi,
apabila digunakan :
1. Metode Alokasi Langsung (Direct Allocation Method).
2. Metode alokasi bertahap tidak bertimbal balik (Step Allocation Method, Non
Reciprocal). Aturan alokasi departemen jasa : Departemen Listrik sebagai
Departemen yang memberi jasa kepada Departemen Kantin.
3. Metode Alokasi Aljabar (Algebraic Allocation Method).
Keterangan :
Alokasi BOP dari Departemen Kantin ke :
- Departemen Cor : 49/301 x Rp 38.000,- = Rp 6.186,-
- Departemen Perakitan : 105/301 x Rp 38.000,- = Rp 13.256,-
- Departemen Finishing : 147/301 x Rp 38.000,- = Rp 18.558,-
Jumlah = Rp 38.000,-
Alokasi Bop dari Departemen Listrik ke :
- Departemen Cor : 3.956/8.464 x Rp 25.000,- = Rp 11.685,-
- Departemen Perakitan : 1.472/8.464 x Rp 25.000,- = Rp 4.348,-
- Departemen Finishing : 3.036/8.464 x Rp 25.000,- = Rp 8.967,-
Jumlah = Rp 25.000,-
Kebaikan metode ini adalah :
1. Sederhana dan mudah dilaksanakan
2. Tepat dipakai pada perusahaan di mana jasa departemen pembantu hanya
dinikmati oleh departemen produksi saja.
3. Dalam hal pengendalian biaya dan akuntansi pertanggungjawaban, departemen
pembantu hanya bertanggung jawab atas biaya yang terjadi dan dapat
dikendalikan di departemennya saja.
Metode ini sering disebut metode alokasi tidak langsung yang tidak bertimbal
balik (indirect allocation method, non reciprocal), atau metode alokasi bertahap yang
urutan alokasinya diatur.
Dalam metode alokasi bertahap tidak bertimbal balik digunakan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
1. Biaya overhead pabrik departemen pembantu di samping dialokasikan kepada
departemen produksi, juga dialokasikan pula kepada departemen pembantu lain.
2. Harus ditentukan urutan atau tahapan alokasi biaya departemen pembantu.
Urutan alokasi antar departemen jasa bisa berdasarkan :
a. Tingkat kepentingannya departemen jasa
Semakin penting jasa departemen pembantu tertentu yang dibutuhkan oleh
departemen pembantu yang lain maka departemen tersebut dialokasikan pada
urutan yang pertama
b. Jumlah relatif dari rupiah yang dialokasikan
Semakin besar jumlah relatif biaya yang akan dialokasikan diantara
departemen jasa, maka departemen jasa tersebut akan dialokasikan terlebih
dahulu.
c. Dalam metode ini dipakai anggapan bahwa suatu departemen pembantu
yang biayanya sudah habis dialokasikan tidak lagi memperoleh alokasi biaya
dari departemen pembantu lainnya, meskipun departemen pembantu tersebut
juga menikmati jasa dari departemen pembantu lain yang biayanya
dialokasikan. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar dapat dihindari adanya
lingkaran matematika yang tidak berujung pangkal (vicious mathematical
circle).(Supriyono)
d. Pada pembuatan tabel alokasi, jika departemen produksi diletakkan disisi
kiri tabel, maka departemen pembantu yang dialokasikan pertama diletakkan
pada kolom yang paling kanan demikian seterusnya urutan kedua di kirinya.
Keterangan :
Alokasi Bop dari Departemen Listrik ke :
- Departemen Cor : 3.956/9.200 x Rp 25.000,- = Rp 10.750,-
- Departemen Perakitan : 1.472/9.200 x Rp 25.000,- = Rp 4.000,-
- Departemen Finishing : 3.036/9.200 x Rp 25.000,- = Rp 8.250,-
- Departemen Kantin : 736/9.200 x Rp 25.000,- = Rp 2.000,-
Jumlah = Rp 25.000,-
Sedangkan kelemahan metode alokasi bertahap yang tidak bertimbal balik adalah :
Metode ini disebut metode Aljabar, karena dalam metode ini digunakan fungsi
SUBSTITUSI pada saat perhitungan alokasi biaya dari departemen jasa ke departemen
jasa lainnya. Departemen jasa baru dapat mengalokasikan jasanya ke departemen
produksi jika alokasi biaya antar departemen jasa telah selesai diperhitungkan. Sehingga
BOP yang dialokasikan ke departemen produksi adalah BOP dari departemen jasa yang
secara resiprok telah memberi dan menerima jasa antar departemen jasa.
Untuk alokasi dan tarip BOP pada PT. BULL FROG diselesaikan dengan Metode
Aljabar dengan tahapan sebagai berikut :
Persamaan :
Listrik = L = Rp 25.000,- + 14 % K
Kantin = K = Rp 38.000,- + 8 % K
Substitusi :
L = Rp 25.000,- + 14 % K
L = Rp 25.000,- + 14 % K (Rp 38.000,- + 8 % K)
L = Rp 25.000,- + Rp 5.320,- + 0,0112 L
L – 0,0112 L = Rp 30.320,-
0,9888 L = Rp 30.320,-
L = Rp 30.663,-
K = Rp 38.000,- + 8% L
K = Rp 38.000,- + 8% ( Rp 30.663,- )
K = Rp 40.453,-
Penerapan tarip BOP pada setiap departemen produksi, menjadikan produk akan
debebani biaya sebesar tarip BOP pada masing-masing departemen dan sebesar
pemakaian sesungguhnya dari kapasitas yang dikonsumsi oleh departemen yang
bersangkutaan.
Dengan menggunakan metode Aljabar, maka BOP akan dibebankan kepada
produk dengan cara sebagai berikut :
TABEL : PEMBEBANAN BOP
Keterangan Departemen Departemen Departemen
Cor Rakit Finishing
Tarip BOP 26,88 10,35 13,08
Tarip BOP Tetap 5 2 4
Tarip BOP Variabel 21,88 8,35 9,08
Kapasitas Actual 11.000 JML 20.000 JML 24.000 JKL
Pembebanan BOP Rp 295.680 Rp 207.000 Rp 313.920
Dari alokasi biaya overhead pabrik sesungguhnya diketahui besarnya elemen biaya
overhead pabrik sesungguhnya untuk setiap departemen produksi. Untuk menghitung
dan menganalisa selisih, maka biaya sesungguhnya tersebut dibandingkan dengan biaya
overhead pabrik yang dibebankan kepada setiap departemen produksi.
Jurnal untuk menutup biaya overhead pabrik dibebankan dan untuk menghitung
selisih biaya overhead pabrik setiap departemen produksi adalah sebagai berikut :
Selisih biaya overhead pabrik yang timbul, dianalisa ke dalam selisih anggaran
dan selisih kapasitas untuk setiap departemen produksi. Analisa selisih biaya overhead
pabrik untuk PT. Utami dapat dilihat pada tabel 6.16.
Tabel
PT. BULL FROG
ANALISIS SELISIH BOP
Pada PT. BULL FROG selisih BOP di tutup ke akun Laba Rugi, sehingga jurnal
penutupannya seperti terlihat sebagai berikut :