Anda di halaman 1dari 37

BAB II

BIAYA OVERHEAD PABRIK

2.1. Biaya Overhead Pabrik Pada Perusahaan Manufaktur


Biaya Overhead Pabrik (BOP) adalah semua biaya pabrikasi/manufaktur selain
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.Untuk tujuan perencanaan dan
pengendalian biaya, BOP diklasifikasikan menjadi BOP Variabel dan BOP Tetap.
Besarnya kedua jenis BOP ini sangat dipengaruhi oleh besarnya volume kegiatan.
Hubungan BOP dengan volume kegiatan digambarkan sebagai berikut :

BOP

Rp 50 Jt

BOP Variabel

Rp 10 Jt

BOP Tetap

Volume Kegiatan
1.000 2.000 3.000 4.000

Gambar 2.1 : Hubungan BOP Tetap dan Variabel dengan Volume Kegiatan

Sebagai bagian dari elemen harga pokok produksi, maka overhead pabrik harus
dibebankan kepada obyek biaya (produk, departemen atau area) dengan tepat dan adil.
Pembebanan BOP ini akan digunakan pada penentuan Harga Pokok Pesanan (Job Order
Costing) maupun penentuan Harga Pokok Proses (Process Costing) . Sistem
pembebanan biaya yang paling tepat adalah menggunakan sistem biaya sesungguhnya
(Actual Cost). Tetapi dalam praktiknya tidak semua elemen BOP dapat dibebankan
dengan tepat dan mudah kepada obyek biaya dengan menggunakan sistem biaya
sesungguhnya. Hal ini terjadi karena terdapat jenis-jenis biaya sebagai berikut :
1. Biaya yang harus dibebankan kepada seluruh periode (Pajak Bumi dan
Bangunan, Biaya sewa dll.)
2. Biaya yang baru diketahui nilainya setelah periode berlalu (Listrik, air,
telepon, internet dll.)

Akan terjadi kesulitan jika perusahaan akan membebankan BOP kepada produk
pada waktu akhir periode atau akhir suatu produksi, sedangkan biaya sesungguhnya
belum diketahui. Untuk mengatasi masalah ini perusahaan menggunakan pembebanan
BOP kepada produk atau departemen dengan menggunakan sistem BOP ditentukan
dimuka (predetermined overhead). Sehingga dalam pembebanan BOP digunakan Tarip
BOP ditentukan dimuka. Sedangkan BOP sesungguhnya yang terjadi oleh manajerial
akan dicatat, dikumpulkan dan digunakan sebagai pengukur kinerja manajerial dalam
pengendalian biaya.
Penerapan sistem BOP ditentukan dimuka terlihat sebagai berikut :
===========================================================
Perencanaan dan Pelaksanaan Pengendalian
Pengambilan Kegiatan Biaya
Keputusan
==========================================================

Penentuan BOP Pembebanan BOP


di muka ditentukan dimuka

Analisis
penyimpangan
BOP
Pengumpulan BOP
sesungguhnya

Gambar 2.2 : Sistem BOP ditentukan dimuka


===========================================================
2.2. Fungsi Tarip Biaya Overhead Pabrik Ditentukan di Muka

Tarip biaya overhead pabrik yang ditentukan di muka bagi manajemen berfungsi
sebagai berikut :
1. Sebagai dasar pembebanan (penggerak biaya) BOP kepada produk dengan
teliti, adil, dan cepat .
2. Mempermudah perencanaan biaya overhead pabrik tetap dan tarip variabel.
3.Sebagai alat pengambilan keputusan dalam menyajikan informasi biaya
relevan.
4. Sebagai pengendali biaya overhead pabrik , baik BOP tetap maupun BOP
variabel.

2.3. Faktor-faktor yang Harus Dipertimbangkan dalam Penentuan Tarip Biaya


Overhead Pabrik

Mengingat pentingnya fungsi tarip BOP ditentukan dimuka bagi manajemen, maka pada
saat menentukan tarip BOP harus dipertimbangkan hal-hal berikut :
1. Dasar pembebanan biaya overhead pabrik :
a. Satuan produksi
b. Jam kerja langsung
c. Jam mesin
d. Biaya bahan baku
e. Biaya tenaga kerja langsung
f. Harga pasar atau nilai jual
g. Rata-rata bergerak
2. Tingkat aktivitas atau kegiatan yang dipakai :
a. Kepastian teoritis
b. Kepastian praktis
c. Kepastian normal
d. Kepastian sesungguhnya yang diharapkan
3. Konsep penentuan harga pokok yang digunakan
a. Harga pokok penuh atau diserap (Full Costing/Absorption Costing)
b. Harga pokok variabel (Variable Costing)
4. Penggunaan satu tarip atau beberapa tarip di dalam pabrik.
a. Satu tarip untuk seluruh pabrik
b. Departemenisasi tarip di dalam pabrik

A. SATU TARIP BOP UNTUK SELURUH PABRIK

1. Dasar pembebanan biaya overhead pabrik

Dalam memilih dasar pembebanan yang akan dipakai, tujuan utamanya adalah
untuk membebankan biaya overhead pabrik dengan adil dan teliti, untuk itu harus
diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut (Supriyono,304) :

a. Penyebab fluktiasi biaya overhead pabrik


Apabila perubahan biaya overhead pabrik misalnya banyak dipengaruhi jam mesin
dapat digunakan dasar jam mesin, akan tetapi bila perubahan biaya banyak
dipengaruhi bahan baku dapat digunakan dasar biaya bahan baku.

b. Kebebasan dari dasar yang dipakai


Apabila digunakan dasar pembebanan atas persentase tertentu dari biaya, atau nilai
jual, kenaikan harga biaya atau harga jual yang dipakai dasar berakibat biaya
overhead pabrik yang dibebankan menjadi bertambah, meskipun harga biaya
overhead pabrik tidak mangalami kenaikan, hal ini tidak menunjukkan kebebasan
dasar yang dipakai terhadap harga yang tidak berhubungan. Penggunaan dasar
pembebanan kuantitas, misalnya produk atau jam mesin atau jam kerja, dapat
menghindari kelemahan di atas, karena dasar yang dipakai sifatnya lebih bebas dari
pengaruh harga yang tidak benhubungan dengan biaya overhead pabrik.
c. Memadai untuk pengendalian biaya.
Dasar yang dipakai hendaknya memadai untuk dipakai sebagai dasar pengendalian
biaya overhead pabrik, oleh karena itu dasar yang dipakai harus menggambarkan
tingkat variabilitas biaya.

d. Mudah dan praktis untuk dipakai.


Apabila terdapat dua atau lebih dasar pembebanan yang memenuhi faktor-faktor
tersebut diatas, dasar yang dipilih adalah yang mudah dan praktis dipakai.

Berikut akan dibahas beberapa dasar pembebanan yang lazim dipakai.

a. Satuan Produksi

Rumus Tarip biaya overhead pabrik yang didasarkan pada unit produksi :
ABOP
T arip BOP =
AP
Keterangan :
ABOP = Anggaran BOP dalam periode tertentu
BP = Anggaran produksi dalam periode yang bersangkutan
Contoh :
PT. HARAPAN AHIMSA bermaksud menghitung tarip BOP tahun 2010. Anggaran
BOP selama tahun tersebut Rp 10.000.000,- serta perkiraan produk yang dihasilkan
selama setahun 50.000 unit. Maka tarip BOP per unit selama tahun 2010 adalah :

Rp 10.000.000,-
T arip BOP = = Rp 200,- /unit
50.000 unit
Jika dalam bulan Januari 2010 berhasil diproduksi sebanyak 4.000 unit produk,
maka biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk sebesar
= Kapasitas Sesungguhnya x Tarip BOP
= 4.000 x Rp 200,-
= Rp. 800.000,-
Kebaikan dasar satuan produksi yaitu :
(1) Sederhana dan mudah dipakai.
(2) Tepat digunakan perusahaan yang menghasilkan satu macam produk
(3) Biaya overhead pabrik dibebankan secara langsung kepada produk.
Kelemahan dasar satuan produksi adalah :
(1) Menjadi tidak adil jika setiap satuan produk tidak menikmati kapasitas pabrik
yang sama.
(2) Harus dilakukan modifikasi dengan dasar tertimbang jika produk yang
dihasilkan lebih dari satu.

b. Dasar Biaya Tenaga Kerja Langsung

Tarip biaya overhead pabrik yang menggunakan dasar biaya tenaga kerja
langsung dihitung berdasar persentase tertentu dari biaya tenaga kerja langsung, dengan
rumus:
ABOP
T arip BOP = x 100 %
ABKL
Keterangan :
ABOP = Anggaran biaya overhead pabrik
ABTKL = Anggaran jam kerja langsung.

Jika PT. HARAPAN AHIMSA selama tahun 2010 memiliki anggaran biaya tenaga kerja
langsung sebanyak Rp 12.500.000,- maka tarip BOP sebagai berikut :

Rp 10.000.000,-
T arip BOP = = 80 % dari biaya tenaga kerja langsung
Rp 12.500.000,-

Maka jika dibulan Febuari PT. HARAPAN AHIMSA memiliki biaya tenaga kerja
langsung sebesar Rp 1.000.000,- , maka BOP yang dibebankan kepada produk dibulan
tersebut adalah :
80 % x Rp 1.000.000,- = Rp 800.000,-
Kebaikan dasar biaya tenaga kerja langsung adalah (Supriyono, ):
(1) Mudah dipakai dan praktis.
(2) Sesuai untuk digunakan pada perusahaan yang biaya overhead pabrik
mempunyai hubungan (korelasi) yang erat dengan biaya btenaga kerja
langsung, misalnya biaya gaji staf dan mandor.
(3) Sesuai untuk perusahaan yang membayar upah langsung dengan tarip yang
sama untuk pekerjaan yang sama, meskipun dikerjakan oleh karyawan yang
berbeda.

Kelemahan dasar biaya tenaga kerja langsung adalah :

(1) Apabila biaya overhead pabrik tidak mempunyai hubungan yang erat dengan
biaya tenaga kerja langsung, misalnya elemen biaya overhead pabrik yang
besar adalah reparasi dan pemeliharaan mesin tidak berhubungan erat dengan
biaya tenaga kerja langsung.
(2) Tidak dapat digunakan dengan adil apabila tarip tenaga kerja selalu berubah
dari waktu ke waktu.
(3) Produk tertentu yang menggunakan karyawan yang relatif ahli umumnya
dibayar dengan tarip upah relatif tinggi menimbulkan biaya tenaga kerja
langsung jumlahnya besar, sehingga dibebani biaya overhead pabrik yang
tinggi pula, padahal tenaga kerja ahli dapat menyelesaikan pengolahan
produk dalam waktu yang relatif cepat atau menggunakan fasilitas pabrik
relatif pendek.
Sebaliknya produk yang dikerjakan keryawan yang kurang ahli dibebani
biaya overhead pabrik yang rendah padahal menggunakan fasilitas pabrik
lebih lama.
Jadi dasar ini tidak adil apabila tarip upah langsung bervariasi terhadap
keahlian tenaga kerja.
c. Dasar Jam kerja langsung
Dasar jam kerja langsung bermanfaat untuk menghilangkan kelemahan yang
disebabkan tarip upah yang berfluktuasi dari waktu ke waktu dan perbedaan tarip upah
karena tingkat keahlian karyawan.
Rumus perhitungan tarip atas dasar jam kerja langsung adalah :

ABOP
T arip BOP =
AJKL
Keterangan :
ABOP = Anggaran biaya overhead pabrik
AJKL = Anggaran jam kerja langsung.

Jika PT. HARAPAN AHIMSA selama tahun 2010 memiliki anggaran jam kerja
langsung sebanyak 200.000 JKL, maka tarip BOP sebagai berikut :
Rp 10.000.000,-
T arip BOP = = Rp 50,- / JKL
200.000 JKL

Jika dalam bulan Januari 2010 berhasil digunakan 17.000 JKL, maka biaya overhead
pabrik yang dibebankan kepada produk sebesar
= Kapasitas Sesungguhnya x Tarip BOP
= 17.000 x Rp 50,-
= Rp. 850.000,-
e. Dasar Jam Mesin

Tarip biaya overhead pabrik yang didasarkan pada jam mesin dihitung dengan
rumus sebagai berikut :

ABOP
T arip BOP =
AJKL
Keterangan :
ABOP = Anggaran biaya overhead pabrik
AJKL = Anggaran jam kerja langsung.

Jika PT. HARAPAN AHIMSA selama tahun 2010 memiliki anggaran jam kerja
langsung sebanyak 250.000 JML, maka tarip BOP sebagai berikut :
Rp 10.000.000,-
T arip BOP = = Rp 40,- / JML
250.000 JKL

Jika dalam bulan Januari 2010 berhasil digunakan 21.000 JML, maka biaya overhead
pabrik yang dibebankan kepada produk sebesar
= Kapasitas Sesungguhnya x Tarip BOP
= 21.000 JML x Rp 40,-
= Rp. 840.000,-

Kebaikan dasar jam mesin adalah :


Pembebanan BOP dengan dasar jam mesin tepat digunakan pada perushaan yang
BOPnya mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan mesin, misalnya biaya
reparasi dan pemeliharaan mesin atau biaya bahan bakar dan listrik untuk mesin.

Kelemahan dasar jam mesin adalah :


(1) Tidak dapat membebankan biaya dengan adil apabila sebagian besar elemen
biaya overhead pabrik tidak berhubungan erat dengan penggunaan mesin.
(2) Dasar ini sering tidak praktis dipakai, karena memerlukan tambahan biaya
untuk memperoleh data jam mesin.
(3) Dasar ini terbatas pada departemen yang menggnakan mesin.

2. Tingkat aktivitas atau kegiatan yang dipakai

Dalam menentukan tarip BOP, tingkat kapasitas akan menentukan keadilan dan
ketelitian pembebanan biaya. Penentuan kapasitas yang tepat juga dapat digunakan
sebagai alat pengendalian biaya dan memotivasi karyawan untuk bekerja dengan
produktivitas yang lebih tinggi.
Jenis-jenis kapasitas yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :
a. Kapasitas teoritis (Theoretical capacity)
b. Kapasitas praktis (Practical capacity)
c. Kapasitas normal (Normal capacity)
d. Kapasitas sesungguhnya yang diharapkan (Expected actual capacity).

a. Kapasitas Teoritis
Kapasitas teoritis (kapasitas ideal/kapasitas 100%) yaitu kapasitas departemen produksi
dengan kecepatan penuh tanpa berhenti selama periode tertentu. Manfaat kapasitas
teoritis adalah untuk dasar penentuan kapasitas praktis dan kapasitas normal.

b. Kapasitas Praktis
Kapasitas praktis merupakan kapasitas produksi dalam jangka panjang yang sudah
memperhatkan hambatan internal perusahaan. Hambatan internal tersebut dapat berupa
misalnya karena hilangnya waktu untuk reparasi, waktu tunggu, buruknya mutu bahan
baku, keterlambatan datangnya bahan dan suplies, hari-hari libur karyawan,
ketidakhadiran karyawan, perubahan model dari produk, dll.

c. Kapasitas Normal
Kapasitas normal merupakan kapasitas produksi jangka panjang yang s memperhatikan
hambatan internal dan eksternal perusahaan. Hambatan yang berasal dari faktor
eksternal perusahaan dapat berupa penurunan tingkat penjualan dalan jangka panjang
disebabkan karena faktor musiman, siklus dan trend.

d. Kapasitas Sesungguhnya yang Diharapkan

Kapasitas sesungguhnya yang diharapkan merupakan pendekatan jangka pendek.


Cara penentuan besarnya kapasitas yaitu didasarkan kepada taksiran jumlah produksi
sesungguhnya yang diharapkan terjadi untuk periode (tahun) yang akan datang.
Besarnya produksi yang diharapkan berdasarkan kepada ramalan penjualan untuk
periode yang akan datang disesuaikan dengan budget persediaan produk.

3. Konsep penentuan harga pokok yang digunakan

Metode harga pokok yang digunakan perusahaan menentukan apakah elemen


biaya overhead pabrik tetap diikut sertakan atau tidak di dalam perhitungan tarip biaya
overhead pabrik
a. Harga pokok penuh atau diserap (Full Costing/Absorption Costing)
b. Harga pokok variabel (Variable Costing/Direct Costing/Marginal Costing)

Elemen-elemen harga pokok:

Elemen Harga Pokok Full Costing Variable Costing


Biaya Bahan Baku X X
Biaya Tenaga Kerja Langsung X X
Biaya Overhead Pabrik :
- BOP Variabel X X
- BOP Terap X --
Jumlah Harga Pokok XX XX
a. Harga pokok penuh atau diserap (Full Costing/Absorption Costing)

Pada metode harga pokok Full Costing semua elemen biaya harga pokok, baik
elemen biaya tetap maupun elemen biaya variabel diperhitungkan ke dalam harga pokok
produk. Sehingga tarip biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus :

ABOPV + ABOPT
T arip BOP =
AK
Keterangan :
ABOPV = Budget biaya overhead pabrik variabel.
ABOPT = Budget biaya overhead pabrik tetap.
AK = Budget kapasitas.

b. Harga pokok variabel (Variable Costing/Direct Costing/Marginal Costing)

Pada metode ini yang merupakan bagian dari harga pokok variabel hanya elemen
variabel. Sehingga tarip biaya overhead pabrik dihitung dengan rumus :
ABOPV
T arip BOP =
AK
Keterangan :
ABOPV = Budget biaya overhead pabrik variabel.
AK = Budget kapasitas.

4. Penggunaan Satu Tarip atau Beberapa Tarip di Dalam Pabrik.

Di dalam penentuan tarip biaya overhead pabrik suatu perusahaan dapat


mengggunakan salah satu dari kedua perhitungan tarip sebagai berikut :

a. Satu tarip untuk seluruh pabrik atau single rate, general rate, blanket rate atau
plant wide rate.
b. Beberapa tarip di dalam suatu pabrik atau disebut departemenisasi tarip biaya
overhead pabrik.

5.4. Langkah-langkah Penentuan dan Penggunaan Satu Tarip untuk seluruh Pabrik.

Langkah-langkah penentuan dan penggunaan satu tarip biaya overhead pabrik


untuk seluruh pabrik adalah :

1. Penentuan besarnya tarip biaya overhead pabrik.


2. Pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk atau pesanan.
3. Pengumpulan biaya overhead pabrik yang sesungguhnya.
4. Perhitungan, analisa, dan perlakuan selisih biaya overhead pabrik.

1. Penentuan Besarnya Tarip Biaya Overhead Pabrik.

Dalam penentuan tarip biaya overhead pabrik meliputi langkah-langkah sebagai


berikut :

a. Penentuan budget (anggaran) biaya overhead pabrik.


Pada awal periode disusun budget untuk setiap elemen biaya overhead pabrik
yang digolongkan ke dalam biaya tetap dan variabel.

b. Penentuan dasar pembebanan dan tingkat kapasitas.


Setelah budget biaya overhead ditentukan, langkah selanjutnya adalah
memilih dasar pembebanan biaya dan tingkatan kapasitas. Pada umumnya
dasar yang dipakai untuk menentukan tingkatan kapasitas adalah kapasitas
normal sedangkan beberapa dasar pembebanan yang dapat dipakai dapat
dipilih salah satu dari beberapa dasar yang telah diuraikan dimuka.

c. Perhitungan tarip biaya overhead pabrik.


Tarip biaya overhead dihitung dari budget biaya overhead pabrik dibagi
dengan dasar pembebanan pada tingkat kapasitas yang dipakai. Untuk
mengendalikan biaya overhead pabrik tarip dihitung baik tarip total, maupun
tarip tetap dan tarip variabel. Untuk mengendalikan setiap elemen biaya maka
tarip biaya overhead pabrik dalam diperinci untuk setiap elemen biaya.

PT. SELA MARTA


Anggaran dan Perhitungan Tarip BOP
Kapasitas Normal 5.000 Jam Kerja Langsung (JKL)
Tahun 2009

Elemen BOP Biaya Biaya Total Tarip Tarip Tarip


Variabel Tetap BOP BOP BOP BOP
Variabel Tetap Total
1 2 3 4 =2+3 5=2: KN 6=3:KN 7=4:KN
Bahan penolong 30.000 30.000 6 6
Tng Krj Tdk Lgs 50.000 20.000 70.000 10 4 14
Bahan bakar 10.000 10.000 2 2
Listrik 30.000 10.000 40.000 6 2 8
Asuransi 10.000 10.000 2 2
Reparasi &Pemel. 20.000 10.000 30.000 4 2 6
Penyust aktv tetp 30.000 30.000 6 6
BOP lain-lain 10.000 10.000 2 2
JUMLAH 150.000 80.000 230.000 30 16 46

2. Pembebanan Biaya Overhead Pabrik kepada Produk atau Pesanan.

Produk atau pesanan yang diolah dibebani biaya overhead pabrik sebesar
kapasitas pembebanan yang diserap oleh produk atau pesanan dikendalikan dengan tarip
biaya overhead pabrik yang ditentukan di muka, secara matenatis dapat dinyatakan
dalam rumus,

BOP B = KS x T

Di mana, BOP B = Biaya overhead pabrik dibebankan


KS = Kapasitas sesungguhnya
T = Tarip biaya overhead pabrik (total)
Jika selama tahun 2009 PT.SELAMARA telah menggunakan 4.900 JKL, maka BOP
akan dibebankan kepada produk sebesar :
4.900 JKL x Rp 46,- = Rp 225.400,-

Jurnal pembebanan BOP akan terlihat sebagai berikut :

Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp 225.400,-


Biaya Overhead Pabrik Dibebankan Rp 225.400,-
(Mencatat pembebanan BOP)

3. Pengumpulan Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya

Untuk tujuan pengendalian biaya dan pengukuran kinerja , Biaya Overhead


Pabrik Sesungguhnya yang terjadi dalam periode penggunaan tarip akan dicatat di dalam
rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya dengan mendebit rekening tersebut dan
mengkredit rekening yang menimbulkan biaya.

(1) Biaya Bahan Penolong


Prosedur pemakain bahan penolong akan dicatat berdasarkan Bon Permintaan
Bahan Penolong dijurnal :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx


Persediaan Bahan Penolong Rp. xx

(2) Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung


Berdasarkan Daftar Gaji dan Perintah Jurnal dibuat jurnal :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx


Biaya Gaji dan Upah Rp. xx

Beban atas gaji dan upah ditanggung perusahaan dangan dokumen Daftar
Sumbangan Gaji dan Upah dijurnal :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx


Hutang Pajak Pendapatan Rp. xx
Hutang Dana Pensiun xx
Hutang Asuransi Tenaga Kerja xx
Hutang Asuransi Hari Tua xx

(3) Biaya Penyusunan dan Amortisasi Aktiva Tetap Pabrik


Pada akhir periode dibuat dokumen Perintah Jurnal untuk mencatat biaya
penyusutan dan amortisasi aktiva tetap pabrik, dan dibuat jurnal sebagai berikut :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx


Akumulasi Penyusutan Mesin Rp. xx
Akumulasi Penyusutan Bangunan xx
Akumulasi Penyusutan Peralatan xx
Amortisasi Hak Paten xx

(4) Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Aktiva Tetap Pabrik


Biaya reparasi dan pemeliharaan dapat timbul dari reparasi dan pemeliharaan yang
dilakukan sendiri oleh karyawan perusahaan. Jurnal untuk pemakaian suku
cadang sebagai berikut :

Saat dibeli :
Persediaan Suku Cadang Rp. xx
Hutang Dagang atau Kas Rp. xx

Saat dipakai :
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx
Persediaan Suku Cadang Rp. xx

Biaya reparasi dapat pula timbul dari penggunaan jasa reparasi dan
pemeliharaan dari pihak luar perusahaan, dari dokumen Bukti Kas Keluar
untuk yang sudah dibayar atau dokumen Faktur Pembelian Jasa dan Perintah
Jurnal untuk yang belum dibayar dibuat jurnal :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx


Kas Rp. xx
Hutang Biaya xx

(5) Biaya Listrik dan Air untuk Pabrik


Dokumen Bukti Kas Keluar tentang penggunaan Listrik (PLN) dan air (PDAM),
yang belum dibayar akan dibuat jurnal sebagai berikut :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx


Kas Rp. xx
Hutang Biaya xx

(6) Biaya Asuransi Pabrik


Biaya ini terjadi karena berakhirnya (expired) sebagian persekot asuransi, pada
saat persekot asuransi dibayar digunakan dokumen Bukti Kas Keluar, pada saat
perhitungan biaya digunakan dokumen Perintah Jurnal. Jurnal dari persekot
asuransi dan biaya asuransi sebagai berikut :
Terjadinya pembayaran persekot asuransi :
Persekot Asuransi Rp. xx
Kas Rp. xx

Persekot asuransi menjadi biaya :


Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx
Persekot Asuransi Rp. xx

(7) Biaya Overhead Lain-lain


Elemen BOP yang tidak termasuk golongan biaya diatas dimasukkan di dalam
biaya overhead pabrik lain-lain, rekening yang dikredit tergantung dari penyebab
timbulnya biaya tersebut. Misalnya sebagian biaya overhead lain-lain sudah dibayar dan
sebagian nasih terhutang dibuat jurnal :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp. xx


Kas Rp. xx
Hutang Biaya xx

Selama tahun 2009, PT. SELAMARTA telah mencatat BOP sesungguhnya yang terjadi
sebagai berikut :
PT. SELAMARTA
BOP Sesungguhnya
Tahun 2009
Elemen Biaya Overhead Pabrik Jumlah
Bahan Penolong 25.000
Tenaga Kerja Tidak Langsung 73.000
Bahan Bakar 15.000
Listrik 40.000
Asuransi 10.000
Reparasi dan Pemeliharaan 32.000
Penyusutan Aktiva Tetap 30.000
BOP lain-lain 14.000
Jumlah 239.000

BOP Sesungguhnya yang terjadi pada PT. SELAMARTA akan dicatat sebagai berikut :

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp 239.000,-


Persediaan Bahan Penolong Rp 25.000,-
Gaji dan Upah Rp 73.000,-
Kas Rp 69.000,-
Asuransi dibayar dimuka Rp 10.000,-
Persediaan suku cadang Rp 32.000,-
Akumulasi Penyusutan Aktiva Tetap Rp 30.000,-
(Mencatat BOP Sesungguhnya, Kas dibayarkan untuk akun bahan bakar, listrik
dan BOP lain-lain)

4. Perhitungan, Analisa dan Perlakuan Selisih Biaya Overhead Pabrik.

Setelah pada akhir periode diketahui besarnya biaya overhead pabrik


sesungguhnya dan jumlah biaya overhead pabrik yang dibebankan, langkah selanjutnya
yaitu :
a. Perhitungan Selisih Biaya Overhead Pabrik

Di dalam menghitung selisih biaya overhead pabrik, dibandingkan antara biaya


overhead pabrik sesungguhnya dengan biaya overhead pabrik dibebankan, apabila biaya
sesungguhnya lebih besar dibanding biaya dibebankan disebut selisih biaya overhead
pabrik dibebankan lebih kecil atau disebut underapplied factory overhead yang sifatnya
tidak menguntungkan (unfavorable) atau rugi, sebaliknya apabila biaya sesungguhnya
lebih kecil dibanding biaya dibebankan disebut selisih biaya ovrhead pabrik dibebankan
lebih besar atau disebut overapplied factory overhead yang sifatnya menguntungkan
(favorable) atau laba.
PT. SELAMARTA
Kalkulasi Selisih BOP
BOP Sesungguhnya = Rp 239.000
BOP dibebankan : 4.900 JKL x Rp 46,- = Rp 225.400,-
Selisih BOP (Un favorable/merugikan) = Rp 13.600,-
=========
Jurnal pada saat perhitungan selisih BOP :
BOP Dibebankan Rp 225.400,-
BOP Sesungguhnya Rp 225.400,-
(Menutup BOP dibebankan ke rekening BOP sesungguhnya)

Selisih BOP Rp 13.600,-


BOP Sesungguhnya Rp 13.600,-
(Mencatat selisih BOP merugikan/unfavorable)

b. Analisa Selisih Biaya Overhead Pabrik

Setiap biaya overhead pabrik yang timbul pada akhir periode akan dianalisa
penyebab selisihnya ke dalam dua macam selisih yaitu :
(1) Selisih Anggaran
(2) Selisih Kapasitas.

(1) Selisih Anggaran


Selisih anggaran sering disebut dengan istilah selisih budget atau selisih
spending (spending variance) atau selisih yang dibelanjakan.
Selisih anggaran disebabkan oleh perbedaan antara biaya overhead pabrik sesungguhnya
dibandingkan dengan budget (fleksibel budget) biaya overhead pabrik pada kapasitas
sesungguhnya.
Selisih anggaran dapat pula dihitung dari perbedaan biaya overhead pabrik variabel
sesungguhnya dibandingkan dengan budget biaya overhead pabrik variabel pada
kapasitas sesungguhnya.

Selisih Anggaran :
BOP Sesungguhnya Rp 239.000,-
Budget BOP pada kapasitas sesungguhnya :
- BOP Tetap = 5.000 JKL x Rp 16,- = Rp 80.000,-
- BOP Variabel = 4.900 JKL x Rp 30,- = Rp 147.000,- Rp 227.000,-
--------------------
Selisih Anggaran (Unfavorable/merugikan) Rp 12.000,-
===========
(2) Selisih Kapasitas

Selisih kapasitas sering disebut dengan capacity variance atau idle capacity
variance atau selisih kapasitas menganggur. Istilah selisih kapasitas menganggur dipakai
karena umumnya sebagian kapasitas yang ada tidak dapat digunakan secara penuh
meskipun pada suatu periode mungkin terjadi kapasitas terlampaui (over capacity), oleh
karena itu lebih tepat disebut selisih kapasitas.

Selisih Kapasitas :
Fleksible Budet pada kapasitas sesungguhnya = Rp 227.000,-
BOP dibebankan : 4.900 JKL x Rp 46,- = Rp 225.400,-
Selisih Kapasitas (Unfavorable/merugikan) = Rp 1.600,-
============
c. Perlakuan Selisih Biaya Overhead Pabrik.

Perlakuan selisih biaya overhead pabrik penting dilakukan karena akan


menyangkut masalah pengukuran besarnya laba rugi perusahaan dan penentuan besarnya
harga pokok persediaan. Perlakuan selisih biaya overhead pabrik pada akhir periode
akuntansi tergantung kepada penyebab timbulnya selisih, sebagai berikut (Supriyono) :

(1) Selisih biaya overhead pabrik ditimbulkan karena ketidaktepatan penentuan


tarip biaya overhead pabrik, maka selisih biaya overhead pabrik akan
dialokasikan kembali ke dalam elemen persediaan produk dalam proses,
persediaan produk selesai, dan harga pokok penjualan atas dasar biaya
overhead pabrik yang telah dibebankan kepada produk tersebut.

(2) Selisih biaya overhead pabrik ditimbulkan karena faktor efisiensi, selisih
biaya overhead pabrik akan diperlakukan langsung ke dalam elemen rugi
laba.
Jurnal :
Laba Rugi Rp 13.600,-
Selisih BOP Rp 13.600,-
(mencatat perlakuan selisih BOP , merugikan/unfavorable)

B. DEPARTEMENISASI BIAYA OVERHEAD PABRIK

Pada perusahaan manufaktur yang memiliki skala usaha yang besar, operasi
perusahaan dijalankan dengan menggunakan lebih banyak pusat biaya (cost center) atau
lebih banyak menggunakan departemen produksi. Dalam rangka kelancaran proses
produksi, departemen produksi juga memerlukan bantuan departemen jasa, semisal jasa
listrik, material handling (penanganan bahan), tenaga uap, kantin, poliklinik dll. Maka
dalam bab ini akan dibahas bagaimana pembebanan Biaya Overhead pada setiap
departemen produksi dengan terlebih dahulu memperoleh alokasi jasa dari Departemen
Jasa (Departemen Pembantu).
Departemenisasi biaya overhead pabrik adalah pembagian operasi produksi ke
dalam bagian-bagian yang disebut departemen atau pusat biaya (cost center) dimana
biaya overhead pabrik akan dibebankan.

B.1. Alokasi Budget BOP Departemen Jasa ke Departemen Produksi dan


Penentuan Tarip BOP pada Departemen Produksi.

Dalam mengalokasikan biaya departemen pembantu tertentu ke departemen


produksi dan ke departemen pembantu lainnya dihadapi dua masalah sebagai berikut :

(1). Memilih dasar alokasi biaya departemen pembantu yang adil dan teliti.
Syarat dasar alokasi :
1. Dapat menggambarkan jasa yang dihasilkan oleh departemen jasa
2. Dasar alokasi harus praktis.

No. Departemen Jasa Dasar Alokasi


1. Pembangkit listrik Kilowatt Hours (Kwh)
2. Pembangkit uap Ton Tenaga Uap
3. Umum Pabrik Jumlah Karyawan
4. Air Conditioning Luas lantai
5. Material Handling Pemakaian bahan/ biaya bahan
6. Reparasi dan Pemeliharaan aktiva tetap Jam reparasi&pemel, suku cadang
7. Kantin Jumlah Karyawan
8. Air M3 pemakaian
9. Poliklinik Jumlah karyawan
(2). Memilih Metode Alokasi Biaya Departemen Jasa.

Metode alokasi BOP dari departemen jasa ke departemen produksi yang lazim
digunakan adalah :
1. Metode Alokasi Langsung (Direct Allocation Method).
2. Metode Tidak Langsung (Indirect allocation method) :
a. Metode alokasi bertahap tidak bertimbal balik (Step Allocation Method, Non
Reciprocal).
b. Metode Alokasi Aljabar (Algebraic Allocation Method).

Berikut akan diberikan contoh kasus alokasi BOP dengan penyelesaian ketiga metode
tersebut.

PT. BULL FROG merupakan perusahaan pengolahan logam yang memiliki 3


(tiga) Departemen Produksi (Dept. Cor, Dept. Perakitan dan Dept. Finishing) serta
2 (dua) Departemen Jasa (Dept. Listrik dan Dept. Kantin).
Data yang berhubungan dengan Biaya Overhead Pabrik (BOP) perusahaan tersebut
adalah sbb :
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Departemen Budget Budget BOP Kapasitas Kapasitas
BOP Var. BOP Tetap Actual Actual Normal
Rp Rp Rp
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Cor 200.000 50.000 300.000 11.000 JML 10.000 JM
Perakitan 150.000 40.000 207.000 20.000 JML 20.000 JM
Finishing 200.000 100.000 300.000 24.000 JKL 25.000 JM
Listrik 20.000 5.000 - - -
Kantin 30.000 8.000 - - -
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Dasar Alokasi BOP Departemen Jasa adalah :
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Departemen Dasar Alokasi Departemen Pemberi
Penerima Dept. Listrik Dept. Kantin
(pemakaian KWh) (jumlah karyawan)
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Dept. Cor 3.956 49
Dept. Perakitan 1.472 105
Dept. Finishing 3.036 147
Dept. Listrik -- 49
Dept. Kantin 736 --

Diminta :
Analisalah Selisih BOP yang terjadi pada masing-masing Departemen Produksi,
apabila digunakan :
1. Metode Alokasi Langsung (Direct Allocation Method).
2. Metode alokasi bertahap tidak bertimbal balik (Step Allocation Method, Non
Reciprocal). Aturan alokasi departemen jasa : Departemen Listrik sebagai
Departemen yang memberi jasa kepada Departemen Kantin.
3. Metode Alokasi Aljabar (Algebraic Allocation Method).

1. Metode Alokasi Langsung (Direct Allocation Method).

Dalam metode alokasi langsung biaya overhead pabrik departemen pembantu


tertentu langsung dialokasikan ke dalam departemen produksi tanpa melalui departemen
pembantu lainnya, meskipun departemen pembantu lainnya tersebut menikmati jasa dari
departemen pembantu yang biayanya dialokasikan.
PT. BULL FROG
TABEL ALOKASI DAN TARIP BUDGET BOP
TAHUN 2010
METODE ALOKASI LANGSUNG

Keterangan Jumlah Dep. Dep Dep Dep. Dep.


Cor Rakit Finishing Listrik Kantin
Budget BOP sblm alokasi 803.000 250.000 190.000 300.000 25.000 38.000
Alokasi dari :
Departemen Kantin 6.186 13.256 18.558 (38.000)
Departemen Listrik 11.685 4.348 8.967 (25.000)
Jumlah Alokasi 17.871 17.604 27.525
Budget BOP setlah alokasi 803.000 267.871 207.604 327.525 0 0

Budget BOP Tetap 50.000 40.000 100.000


Budget BOP Variabel 217.871 167.604 227.525
Kapasitas Normal 10.000 20.000 25.000
Tarip BOP 26,79 10,38 13,10
Tarip BOP Tetap 5 2 4
Tarip BOP Variabel 21,79 8,38 9,10

Keterangan :
Alokasi BOP dari Departemen Kantin ke :
- Departemen Cor : 49/301 x Rp 38.000,- = Rp 6.186,-
- Departemen Perakitan : 105/301 x Rp 38.000,- = Rp 13.256,-
- Departemen Finishing : 147/301 x Rp 38.000,- = Rp 18.558,-
Jumlah = Rp 38.000,-
Alokasi Bop dari Departemen Listrik ke :
- Departemen Cor : 3.956/8.464 x Rp 25.000,- = Rp 11.685,-
- Departemen Perakitan : 1.472/8.464 x Rp 25.000,- = Rp 4.348,-
- Departemen Finishing : 3.036/8.464 x Rp 25.000,- = Rp 8.967,-
Jumlah = Rp 25.000,-
Kebaikan metode ini adalah :
1. Sederhana dan mudah dilaksanakan
2. Tepat dipakai pada perusahaan di mana jasa departemen pembantu hanya
dinikmati oleh departemen produksi saja.
3. Dalam hal pengendalian biaya dan akuntansi pertanggungjawaban, departemen
pembantu hanya bertanggung jawab atas biaya yang terjadi dan dapat
dikendalikan di departemennya saja.

Kelemahan metode ini adalah :


1. Tidak dapat menggambarkan aliran biaya sesuai dengan jasa yang dinikmati
oleh setiap departemen.
2. BOP yang dialokasikan terlalu rendah karena tidak memperhitungkan alokasi
jasa antar departemen jasa.

2. Metode Alokasi Bertahap Tidak Bertimbal Balik (Step Allocation Method,


Non Reciprocal).

Metode ini sering disebut metode alokasi tidak langsung yang tidak bertimbal
balik (indirect allocation method, non reciprocal), atau metode alokasi bertahap yang
urutan alokasinya diatur.
Dalam metode alokasi bertahap tidak bertimbal balik digunakan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
1. Biaya overhead pabrik departemen pembantu di samping dialokasikan kepada
departemen produksi, juga dialokasikan pula kepada departemen pembantu lain.
2. Harus ditentukan urutan atau tahapan alokasi biaya departemen pembantu.
Urutan alokasi antar departemen jasa bisa berdasarkan :
a. Tingkat kepentingannya departemen jasa
Semakin penting jasa departemen pembantu tertentu yang dibutuhkan oleh
departemen pembantu yang lain maka departemen tersebut dialokasikan pada
urutan yang pertama
b. Jumlah relatif dari rupiah yang dialokasikan
Semakin besar jumlah relatif biaya yang akan dialokasikan diantara
departemen jasa, maka departemen jasa tersebut akan dialokasikan terlebih
dahulu.
c. Dalam metode ini dipakai anggapan bahwa suatu departemen pembantu
yang biayanya sudah habis dialokasikan tidak lagi memperoleh alokasi biaya
dari departemen pembantu lainnya, meskipun departemen pembantu tersebut
juga menikmati jasa dari departemen pembantu lain yang biayanya
dialokasikan. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar dapat dihindari adanya
lingkaran matematika yang tidak berujung pangkal (vicious mathematical
circle).(Supriyono)
d. Pada pembuatan tabel alokasi, jika departemen produksi diletakkan disisi
kiri tabel, maka departemen pembantu yang dialokasikan pertama diletakkan
pada kolom yang paling kanan demikian seterusnya urutan kedua di kirinya.

PT. BULL FROG


TABEL ALOKASI DAN TARIP BUDGET BOP
TAHUN 2010
METODE BERTAHAP TIDAK TIMBAL BALIK

Keterangan Jumlah Dep. Dep Dep Dep. Dep.


Cor Rakit Finishing Kantin Listrik
Budget BOP sblm alokasi 803.000 250.000 190.000 300.000 38.000 25.000
Alokasi dari :
Departemen Listrik 10.750 4.000 8.250 2.000 (25.000)
Departemen Kantin 6.512 13.953 19.535 (40.000)
Jumlah Alokasi 17.262 17.953 27.785
Budget BOP setlah alokasi 803.000 267.262 207.953 327.785 0 0

Budget BOP Tetap 50.000 40.000 100.000


Budget BOP Variabel 217.262 167.953 227.785
Kapasitas Normal 10.000 20.000 25.000
Tarip BOP 26.726 10,4 13,11
Tarip BOP Tetap 5 2 4
Tarip BOP Variabel 21.726 8,4 9,11

Keterangan :
Alokasi Bop dari Departemen Listrik ke :
- Departemen Cor : 3.956/9.200 x Rp 25.000,- = Rp 10.750,-
- Departemen Perakitan : 1.472/9.200 x Rp 25.000,- = Rp 4.000,-
- Departemen Finishing : 3.036/9.200 x Rp 25.000,- = Rp 8.250,-
- Departemen Kantin : 736/9.200 x Rp 25.000,- = Rp 2.000,-
Jumlah = Rp 25.000,-

Alokasi BOP dari Departemen Kantin ke :


- Departemen Cor : 49/301 x (Rp 38.000,- + Rp 2.000,-) = Rp 6.512,-
- Departemen Perakitan : 105/301 x (Rp 38.000,- + Rp 2.000,-) = Rp 13.953,-
- Departemen Finishing : 147/301 x (Rp 38.000,- + Rp 2.000,-) = Rp 19.535,-
Jumlah = Rp 40.000,-

Kebaikan metode alokasi terhadap tidak bertimbal balik adalah :

1. Metode ini lebih teliti dalam memperhitungkan jasa antar departemen


pembantu, dibanding metode alokasi langsung.
2. Metode ini sifatnya tidak bertimbal balik sehingga mudah dihitung dan
digunakan.

Sedangkan kelemahan metode alokasi bertahap yang tidak bertimbal balik adalah :

1. Sulitnya menentukan urutan tingkat kepentingan suatu departemen bagi


perusahaan.
2. Metode alokasi bertahap tidak memperhitungkan secara penuh (secara timbal
balik) saling alokasi jasa antar departemen pembantu .

3. Metode Alokasi Aljabar (Algebraic Allocation Method).

Metode ini disebut metode Aljabar, karena dalam metode ini digunakan fungsi
SUBSTITUSI pada saat perhitungan alokasi biaya dari departemen jasa ke departemen
jasa lainnya. Departemen jasa baru dapat mengalokasikan jasanya ke departemen
produksi jika alokasi biaya antar departemen jasa telah selesai diperhitungkan. Sehingga
BOP yang dialokasikan ke departemen produksi adalah BOP dari departemen jasa yang
secara resiprok telah memberi dan menerima jasa antar departemen jasa.

Untuk alokasi dan tarip BOP pada PT. BULL FROG diselesaikan dengan Metode
Aljabar dengan tahapan sebagai berikut :

Departemen Pemberi Alokasi


Departemen Penerima Alokasi Dep. Listrik % Dep. Kantin %
Departemen Cor 3.956 43 49 14
Departemen Perakitan 1.472 16 105 30
Departemen Finishing 3.036 33 147 42
Departemen Listrik - - 49 14
Departemen Kantin 736 8 - -
9.200 100 350 100

Persamaan :
Listrik = L = Rp 25.000,- + 14 % K
Kantin = K = Rp 38.000,- + 8 % K
Substitusi :
L = Rp 25.000,- + 14 % K
L = Rp 25.000,- + 14 % K (Rp 38.000,- + 8 % K)
L = Rp 25.000,- + Rp 5.320,- + 0,0112 L
L – 0,0112 L = Rp 30.320,-
0,9888 L = Rp 30.320,-
L = Rp 30.663,-
K = Rp 38.000,- + 8% L
K = Rp 38.000,- + 8% ( Rp 30.663,- )
K = Rp 40.453,-

Alokasi Bop dari Departemen Listrik ke :


- Departemen Cor : 43 % x Rp 30.663,- = Rp 13.185,-
- Departemen Perakitan : 16 % x Rp 30.663, = Rp 4.906,-
- Departemen Finishing : 33 % x Rp 30.663,- = Rp 10.119,-
- Departemen Kantin : 8 % x Rp 30.663,- = Rp 2.453,-
Jumlah = Rp 30.663,-

Alokasi BOP dari Departemen Kantin ke :


- Departemen Cor : 14 % x Rp 40.453,- = Rp 5.663,-
- Departemen Perakitan : 30 % x Rp 40.453,- = Rp 12.136,-
- Departemen Finishing : 42 % x Rp 40.453,- = Rp 16.991,-
- Departemen Listrik : 14 % x Rp 40.453,- = Rp 5.663,-
Jumlah = Rp 40.453,-

PT. BULL FROG


TABEL ALOKASI DAN TARIP BUDGET BOP
TAHUN 2010
METODE ALJABAR

Keterangan Jumlah Dep. Dep Dep Dep. Dep.


Cor Rakit Finishing Kantin Listrik
Budget BOP sblm alokasi 803.000 250.000 190.000 300.000 38.000 25.000
Alokasi dari :
Departemen Listrik 13.185 4.906 10.119 2.453 (30.663)
Departemen Kantin 5.663 12.136 16.991 (40.453) 5.663
Jumlah Alokasi 18.848 17.042 27.110
Budget BOP setlah alokasi 803.000 268.848 207.042 327.110 0 0

Budget BOP Tetap 50.000 40.000 100.000


Budget BOP Variabel 218.848 167.042 227.110
Kapasitas Normal 10.000 20.000 25.000
Tarip BOP 26,88 10,35 13,08
Tarip BOP Tetap 5 2 4
Tarip BOP Variabel 21,88 8,35 9,08

3.1.Pencatatan alokasi BOP dari departemen jasa ke departemen produksi


Alokasi BOP dari departemen jasa ke departemen produksi dicatat sebesar
jumlah alokasi yang diberikan masing-masing departemen jasa ke departemen produksi.
Jika digunakan metode aljabar, maka alokasi yang diberikan harus sebesar jumlah BOP
setelah menerima jasa dari departemen jasa yang lain. Jurnal alokasi tersebut adalah :

Biaya Overhead Pabrik Departemen Cor Rp 268.848,-


Biaya Overhead Pabrik Departemen Cetak Rp 207.042,-
Biaya Overhead Pabrik Departemen Finishing Rp 327.110,-
Biaya Overhead Pabrik Departemen Listrik Rp 30.663,-
Biaya Overhead Pabrik Departemen Kantin Rp 40.453,-
( Mencatat alokasi BOP dari departemen jasa ke departemen produksi)

Kebaikan metode Aljabar


1. Telah mencerminkan alokasi jasa antar departemen jasa secara penuh atau timbal
balik.
2. Lebih teliti dan adil dibandingkan metode alokasi langsung maupun metode
alokasi bertahap tidak bertimbal balik.
Kelemahan metode Aljabar
Belum memperhatikan penggunaan jasa yang digunakan sendiri oleh departemen
jasa yang bersangkutan.
B. 2. Pembebanan Biaya Overhead Pabrik terhadap Produk atau Pesanan pada
Departemen Produksi .

Penerapan tarip BOP pada setiap departemen produksi, menjadikan produk akan
debebani biaya sebesar tarip BOP pada masing-masing departemen dan sebesar
pemakaian sesungguhnya dari kapasitas yang dikonsumsi oleh departemen yang
bersangkutaan.
Dengan menggunakan metode Aljabar, maka BOP akan dibebankan kepada
produk dengan cara sebagai berikut :
TABEL : PEMBEBANAN BOP
Keterangan Departemen Departemen Departemen
Cor Rakit Finishing
Tarip BOP 26,88 10,35 13,08
Tarip BOP Tetap 5 2 4
Tarip BOP Variabel 21,88 8,35 9,08
Kapasitas Actual 11.000 JML 20.000 JML 24.000 JKL
Pembebanan BOP Rp 295.680 Rp 207.000 Rp 313.920

Jurnal pembebanan BOP tiap departemen produksi :

Barang Dalam Proses Biaya Overhead Pabrik-


Departemen Cor Rp 295.680,-
Barang Barang Dalam Proses Biaya Overhead Pabrik-
Departemen Cetak Rp 207.000,-
Dalam Proses Biaya Overhead Pabrik-
Departemen Finishing Rp 313.920,-

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan


Departemen Cor Rp. 295.680,-
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan
Departemen Cetak 207.000,-
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan
Departemen Finishing 313.920,-
(Mencatat jurnal pembebanan BOP pada tiap departemen produksi ke produk)

B. 3. Pengumpulan Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya

Pengumpulan biaya overhead pabrik actual (sesungguhnya) ditempuh melalui


tahap-tahap yang hampir sama dengan penyusunan budget biaya overhead pabrik. Pada
kasus PT. BULL FROG, maka BOP Actual (susungguhnya) dicatat sebagai berikut :

BOP Sesungguhnya Departemen Cor Rp 300.000,-


BOP Sesungguhnya Departemen Cetak Rp 207.000,-
BOP Sesungguhnya Departemen Finishing Rp 300.000,-
Berbagai rekening di kredit Rp 807.000,-
( Mencatat berbagai pengeluaran yang sesungguhnya terjadi )

B. 4. Perhitungan, Analisis dan Perlakuan Selisih Biaya Overhead Pabrik

Dari alokasi biaya overhead pabrik sesungguhnya diketahui besarnya elemen biaya
overhead pabrik sesungguhnya untuk setiap departemen produksi. Untuk menghitung
dan menganalisa selisih, maka biaya sesungguhnya tersebut dibandingkan dengan biaya
overhead pabrik yang dibebankan kepada setiap departemen produksi.

Langkah dalam menghitung dan menganalisa selisih sebagai berikut :

a. Menghitung selisih biaya overhead pabrik


Selisih biaya overhead pabrik pada PT. Utami tersebut di atas dapat dihitung
sebagai berikut (lihat tabel 6.15).

PT. BULL FROG


Perhitungan Selisih Biaya Overhead Pabrik
Tahun 2009

Keterangan Dept. Cor Dept. Cetak Dept. Finishing Jumlah


BOP Actual Rp 300.000,- Rp 207.000,- Rp 300.000,- Rp 807.000,-
BOP dibebankan Rp 295.680,- Rp 207.000,- Rp 313.920,- Rp 816.600,-
Selisih BOP Rp 4.320,- (UF) 0 Rp 13.920,- (F) Rp 9.600,- (F)

Jurnal untuk menutup biaya overhead pabrik dibebankan dan untuk menghitung
selisih biaya overhead pabrik setiap departemen produksi adalah sebagai berikut :

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan – Dept. Cor Rp. 295.680,-


Biaya Overhead Pabrik Dibebankan – Dept. Cetak 207.000,-
Biaya Overhead Pabrik Dibebankan – Dept. Cetak 313.920,-
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
Dept. Cor Rp 295.680,-
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
Dept. Cetak 207.000,-
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
Dept. Finishing 313.920,-

(Menutup rekening biaya overhead pabrik dibebankan ke rekening biaya overhead


pabrik sesungguhnya)
Selisih Biaya Overhead Pabrik – Dept. Cor Rp 4.320,-
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya –
Dept. Finishing 13.920,-
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya –
Dept. Cor Rp 4.320,-
Selisih Biaya Overhead Pabrik –
Dept. Finishing 13.920,-
(Mencatat selisih biaya overhead pabrik setiap departemen.)

b. Analisis selisih biaya overhead pabrik

Selisih biaya overhead pabrik yang timbul, dianalisa ke dalam selisih anggaran
dan selisih kapasitas untuk setiap departemen produksi. Analisa selisih biaya overhead
pabrik untuk PT. Utami dapat dilihat pada tabel 6.16.
Tabel
PT. BULL FROG
ANALISIS SELISIH BOP

Keterangan Departemen Cor Departemen Finishing Jumlah


Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp 300.000,- Rp 300.000,- Rp 600.000,-
Anggaran Fleksibel pada Kapasitas Sesungguhnya :
- BOP Tetap = 10.000 JML x Rp 5,- = Rp 50.000,-
- BOP Variabel = 11.000 JML x Rp 21,88 = 240.680,- 290.680,-
- BOP Tetap = 25.000 JKL x Rp 4,- = Rp 100.000,-
- BOP Variabel = 24.000 JKL x Rp 9,08 = 217.920,- Rp 317.920,- Rp 608.600
Selisih Anggaran Rp 9.320,- (UF) Rp 17.920,- (F) Rp 8.600,- (F)

Anggaran Fleksibel pada Kapasitas Sesungguhnya Rp 290.680,- Rp 317.920,- Rp 608.600


BOP Dibebankan Rp 295.680,- Rp 313.920,- Rp 609.600,-
Selisih Kapasitas Rp 5.000,- (F) Rp 4.000,- (UF) Rp 1.000,- (F)
SELISIH BOP Rp 4.320,- (UF) Rp 13.920,- (F) Rp 9.600,- (F)
c. Perlakuan selisih biaya overhead pabrik

Pada PT. BULL FROG selisih BOP di tutup ke akun Laba Rugi, sehingga jurnal
penutupannya seperti terlihat sebagai berikut :

Selisih biaya Overhead Pabrik – Departemen –


Finishing Rp 13.920,-
Selisih Biaya Overhead Pabrik -
Departemen Cor Rp. 4.320,-
Laba Rugi Rp 9.600,-
(Menutup rekening selisih biaya overead pabrik ke dalam rekening Laba Rugi)

Anda mungkin juga menyukai