Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN


(PEMBUATAN SILASE)

Disusun Oleh:
Kelompok II

Muh Rusman
Sri Novianti
Zaenal Irfa
Oriansyah
Imam Mustafa
Fathul Rahman Azis
Kurniawaty Asmil
Mirza Varadina

JURUSAN ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN
MAKASSAR
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ketersediaan pakan hijauan yang cukup dengan nutrisi yang baik dan
 berkesinambungan sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok,
 pertumbuhan dan produksi ternak ruminansia merupakan faktor yang sangat
 penting dalam keberhasilan pengembangan ternak ruminansia. Hijauan
merupakan pakan utama ternak ruminansia tersedia secara melimpah pada musim
hujan namun demikian akan menurun produksinya pada musim kemarau.
Pemenuhan kebutuhan hijauan merupakan hal yang selalu menjadi masalah
terutama di wilayah Nusa Tenggara Barat, hal ini disebabkan karena lahan
 peternakan yang sudah mulai sempit serta faktor iklim dimana produksi
hijauannya pada musim hujan tinggi dan melimpah namun akan terjadi penurunan
 produksi pada musim kemarau sehingga keadaan ini menyulitkan peternak untuk
memenuhi kebutuhan ternak mereka.
Melihat kondisi dan masalah di atas maka perlu dilakukan sebuah terobosan
yaitu dengan cara teknologi konservasi (pengawetan). Teknologi ini bertujuan
untuk mengawetkan kelebihan hijauan pada musim hujan sehingga kebutuhan
ternak ruminansia dapat terpenuhi pada musim kemarau.
Salah satu konservasi yang sudah dikenal yaitu teknologi silase dimana
teknologi ini bertujuan untuk mengawetkan hijauan serta mencegah kehilangan
nutrisi hijauan melalui proses fermentasi mikroba secara anaerob. Pengawetan ini
memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan teknologi konservasi yang lain.
kelebihan silase diantaranya yaitu hijauan tidak mudah rusak oleh hujan pada
waktu dipanen, tidak banyak daun yang terbuang, silase umumnya lebih mudah
dicerna dibandingkan hay dan karoten dalam hijauan lebih terjaga dengan dibuat
silase dibanding hay.
Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan silase ?
 Bagaimana cara membuat silase ?
Tujuan
 Untuk mengetahui apa yng dimaksud dengan silase.
 Untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan silase.
A. Tinjauan Pustaka Silase
Silase adalah hijauan pakan yang diawetkan dalam suatu tempat yang
kedap udara. Hijauan tersebut masih dalam keadaan segar dan dapat diberikan
kepada ternak tanpa mengganggu proses pencernaan dan mempunyai nilai
gizi yang cukup tinggi (Sosroamidjojo dan Soeradji, 1978).
Ensilase dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu,
Tempat yang kedap udara untuk menyimpan atau mengawetkan hijauan
 pakan disebut silo (Laconi, 1997). Menurut Soelistyono (1976), silo dapat
dibuat dari baja, beton, plastik atau bahani lainnya. Semakin rapat diding silo,
semakin baik silase yang dihasilkan.
Bahan untuk pembuatan silase bisa berupa hijauan atau bagian-bagian
lain dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti rumput, legume,
 biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan lain-lain. Kadar air
 bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75% . Kadar air tinggi
menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan
terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah juga meningkatkan suhu silo dan
meningkatkan resiko kebakaran (Heinritz, 2011).
Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah
 pakan menjadi meningkat kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan
disukai ternak karena rasanya relatif manis. Silase merupakan proses
mempertahankan kesegaran bahan pakan dengan kandungan bahan kering 30
 –   35% dan proses ensilase ini biasanya dalam silo atau dalam lobang tanah,
atau wadah lain yang prinsifnya harus pada kondisi anaerob (hampa udara),
agar mikroba anaerob dapat melakukan reaksi fermentasi. Keberhasilan
 pembuatan silase berarti memaksimalkan kandungan nutrien yang dapat
diawetkan. Selain bahan kering, kandunganm gula bahan juga merupakan
faktor penting bagi perkembangan bakteri pembentuk asam laktat selama
 proses fermentasi (Khan et al ., 2004).
Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses
fermentasi hijauan dengan kandungan uap air yang tinggi. Pembuatan silase
tidak tergantung kepada musim jika dibandingkan dengan pembuatan hay
yang tergantung pada musim (Sapienza dan Bolsen, 1993).
Tempaeratur yang baik untuk silase berkisar 27 0C hingga 35 0C. pada
temperature tersebut, kualitas silase yang dihasilkan sangat baik. Kualitas
tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yaitu: mempunyai tekstur segar,
 berwarna kehijau-hijauan, tidak berbau busuk, disukai ternak, tidak berjamur,
tidak menggumpal.
Ciri-ciri silase yang baik.
 Rasa dan wanginya asam
 Warna pakan ternak masih hijau
 Teskstur rumput masih jelas
 Tidak berjamur, tidak berlendir, dan mengumpal

B. Prinsip dasar fermentasi silase


1. Respirasi
Sebelum sel-sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan
oksigen, maka mereka melakukan respirasi untuk membentuk energi yang di
 butuhkan dalam aktivitas normalnya. Respirasi ini merupakan konversi
karbohidrat menjadi energi.
Respirasi ini di bermanfaat untuk menghabiskan oksigen yang
terkandung, beberapa saat setelah bahan di masukan dalam silo. Namun
respirasi ini mengkonsumsi karbohidrat dan menimbulkan panas, sehingga
waktunya harus sangat di batasi, seperti reaksi dibawah ini :
C2H12O6 + 6O2 →→ 6CO2 + 6H2O + panas.
Respirasi yang berkelamaan di dalam bahan baku silase, dapat
mengurangi kadar karbohidrat, yang pada ahirnya bisa menggagalkan proses
fermentasi. Pengurangan kadar oksigen yang berada di dalam bahan baku
silase, saat berada pada ruang yang kedap udara yg disebut dengan Silo,
adalah cara terbaik meminimumkan masa respirasi ini.
2. Fermentasi
Setelah kadar oksigen habis , maka proses fermentasi di mulai.
Fermentasi adalah menurunkan kadar pH di dalam bahan baku silase sampai
dengan kadar pH dimana tidak ada lagi organisme yang dapat hidup dan
 berfungsi di dalam silo. Penurunan kadar pH ini dilakukan oleh lactic acid  (
asam laktat ) yang di hasilkan oleh bakteri Lactobacillus. Lactobasillus itu
sendiri sudah berada didalam bahan baku silase, dan dia akan tumbuh dan
 berkembang dengan cepat sampai bahan baku terfermentasi. Bakteri ini akan
mengkonsumsi karbohidrat untuk kebutuhan energinya dan mengeluarkan
asam laktat. Bakteri ini akan terus memproduksi asam laktat dan menurunkan
kadar pH di dalam bahan baku silase sampai pada tahap kadar pH yang
rendah, dimana tidak lagi memungkinkan bakteri ini beraktivitas, sehingga
silo berada pada keadaan stagnant, atau tidak ada lagi perubahan yang terjadi,
dan bahan baku silase berada pada keadaan yang tetap. Keadaan inilah yang
di sebut keadaan terfermentasi, dimana bahan baku berada dalam keadaan
tetap , yang disebut dengan menjadi awet. Pada keadaan ini maka silase dapat
di simpan bertahun-tahun selama tidak ada oksigen yang menyentuhnya.
C. Tujuan Membuat Silase Untuk Pakan Ternak 
1. Sebagai cadangan dan persediaan pakan ternak pada saaat musim ta npa
 penghujan (kemarau) yang panjang.
2. Untuk meyimpan dan menampung pakan hijauan yang berlebih pada sa at
musim hujan, sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu pada saat musim
kemarau.
3. Memanfaatkan pakan hijauan pada saat kondisi dengan nilai nutrisi terbaik
seperti protein yang tinggi.
4. Mendayagunakan sumber pakan dari sisa limbah pertanian ataupun hasil
agroindustri pertanian dan perkebunan seperti bekatul, dedak, bungkil
sawit, ampasa tahu,tumpi jagung, janggel jagung.
D. Bahan yang digunakan Membuat Silase
I. Rumput gajah
Rumput gajah merupakan keluarga rumput-rumputan (graminae) yang
telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah biak
(ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara. Rumput ini biasanya dipanen
dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu diberikan langsung (cut and
carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi atau dapat juga
dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan
dengan cara silase dan hay. Di Indonesia, rumput gajah merupakan
tanaman hijauan utama pakan ternak. Rumput gajah secara umum
merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi
dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang tanaman ini dapat mencapai
2-4 meter (bahkan mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat
mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Rumput gajah
tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Rumput
gajah mempunyai produksi bahan kering 40 ton/ ha/ thn, dengan
kandungannya yaitu protein kasar 13,5%, lemak 3,4%, NDF 64,28%, abu
15,8 %, Ca 0,13%, dan fosfor 0,37%. Rumput gajah pada umur 43 hari
sampai dengan 56 hari mengandung air 82,5 (%), protein 9,3 (%), lemak
2,1 (%), serat kasar 32,9 (%), BETN 42,8 (%), Abu 15,2 (%), Ca 0,52 (%),
dan fosfor 0,31 (%).
Rumput gajah merupakan salah satu dari banyak rumput tropis yang
digunakan sebagai silase. Faktor-faktor yang mendukung sehingga rumput
gajah banyak dikomsumsi oleh ternak ruminansia dan mempunyai palatabilitas
yang cukup tinggi dan mudah dikembangkan dengan waktu pemotongan
 berulang yang tidak terlalu lama, yaitu 4-5 minggu pada musim hujan dan 6-7
minggu pada musim kemarau.
II. Rumput Raja
Rumput raja adalah jenis rumput baru yang belum banyak dikenal, yang
merupakan hasil persilangan antara pennisetum purpereum (rumput gajah)
dengan pennisetum tydoides, rumput ini mudah ditanam, dapat tumbuh
dari dataran rendah hingga dataran tinggi, menyukai tanah subur dan curah
hujan yang merata sepanjang tahun. Produksi rumput ini jauh lebih tinggi
dibandingkan rumput lainnya.
Kandungan nutrien rumput Raja adalah BK 21,21%, TDN 53,89 PK
9,20%, Ca 0,37%, P 0,39%, sedangkan limbah media tanam jamur
merang: BK 92,73%, TDN 46,212%, PK 11,74%, Ca 10,9%, P 0,235%.
III. Stater (molases)
Molases merupakan hasil samping pada industri pengolahan gula dengan
wujud bentuk cair. Molases merupakan sumber energi yang esensial
dengan kandungan gula didalamnya. Oleh karena itu, molasses telah
 banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan ternak dengan
kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik. Molasses memiliki
kandungan protein kasar 3,1%; serat kasar 0,6 %; BETN 83,5 %; lemak
kasar 0,9 %; dan abu 11,9 %. Kadar air dalam cairan molasses yaitu 15  – 
25 % dan cairan tersebut berwarna hitam serta berupa sirup manis. Dalam
 pembuatan silase molases digunakan sebagai stater (aditif).
Telah dilakukan pengujian pada pengaruh penambahan additive yang
 berbeda terhadap kualitas fisik dan derajat keasaman silase rumput raja.
Additive yang digunkana adalah molases, dedak jagung, gula merah dan
gula pasir dan ada pula yang tidak di tambhakan aditive.
Penambahan jenis additif seperti dedak jagung, dedak padi, gula merah,
molasses dan gula pasir menghasilkan warna coklat muda dan coklat tua.
Penambahan additif ini bertujuan untuk mempercepat proses anaerob
sehingga bakteri penghahasil asam laktat memanfaatkan karbohidrat
mudah larut ini untuk menurunkan pH silase sehingga menjadikan warna
silase rumput Raja menjadi warna coklat muda dan coklat tua. Silase
rumput Raja ( Pennisetum purphureophoides) tanpa penambahan additif
menghasilkan warna agak kehitaman. Silase berubah warna menjadi
kehitaman hal ini disebabkan karena pada saat silase dimasukkan kedalam
silo, jaringan tanaman masih hidup dan melakukan respirasi secara aktif
dan menghasilkan air, CO2 dan panas. Menyatakan bahwa respirasi terjadi
 pada awal pembuatan silase yang akan menghasilkan CO2, air dan panas,
 jika proses ini terjadi terlalu lama maka temperatur di dalam silo akan
tinggi sehingga akan merusak warna hijauan.
Penambahan additif dedak jagung, gula merah dan molasses tidak
menghasilkan jamur namun pada gula pasir menghasilkan sedikit jamur.
McDonald (1981) menyatakan bahwa salah satu tujuan penambahan
akselerator dalam proses ensilase adalah untuk menghambat pertumbuhan
 jamur tertentu. Jika dibandingkan dengan silase rumput Raja ( Pennisetum
 purphureophoides)  tanpa additif menghasilkan jamur yang cukup hal ini
disebabkankan karena proses anaerobik terjadi secara lambat untuk
menghasilkan bakteri penghasil asam laktat serta kandungan nutrisi dari
 bahan additif tersebut.
Penambahan molases memberikan bau asam dan lebih baik dibandingkan
dengan jenis additif yang lain (dedak jagung, gula merah dan gula pasir)
hal ini disebabkan karena molasses mengandung karbohidrat (sukrosa)
yang merupakan golongan disakarida. Mikroba akan menghasilkan asam
laktat yang menyebabkan pH rendah dan bau asam yang dihasilkan berasal
dari bakteri asam laktat tersebut. Sementara pada silase tanpa penambahan
additif menghasilkan bau yang busuk karena bakteri asam laktat kurang
mendapatkan karbohidrat mudah larut untuk memproduksi asam laktat
sehingga bakteri yang dihasilkan yaitu bakteri Clostridium. Bakteri ini
akan memecah asam amino menjadi ammonia, asam organic, asam amine
dan CO2. Bakteri Clostridium akan tumbuh subur pada pH 5.
E. Tahahapan Pembuatan Silase
Proses fermentasi silase memakan waktu sedikitnya 21 hari untuk mencapai
hasil yang optimal dan terbagi atas 6 tahapan sebagai berikut (Schroeder,
2004).
1. Fase Pertama
Respirasi aerobik baik hijauan maupun bakteri aerob yang menempel
 pada hijauan berlangsung pada fase ini. Proses respirasi yang terjadi pada
fase ini menghasilkan air dan panas. Keadaan ini tidak dikehendaki
karena bakteri aerob menggunakan karbohidrat terlarut sehingga akan
terjadi persaingan dengan BAL, karena BAL akan bertanggung jawab
untuk proses fermentasi anaerob selanjutnya. Peristiwa penting yang
terjadi adalah proteolisis atau pemecahan protein hijauan yang mencapai
sekitar 50% protein hijauan menjadi asam-asam amino, amoniak dan
amina. Aktivitas enzim yang bekerja pada proses proteolisis ini akan
menurun dan berhenti seiring dengan suasana yang mulai asam. Fase ini
sedapat mungkin harus dilalui secepatnya.
2. Fase Kedua
Fase ini dimulai ketika semua oksigen sudah habis dipakai oleh bakteri
aerob. Bakteri asam asetat mulai tumbuh menggunakan karbohidrat
terlarut dan menghasilkan asam asetat yang berguna menekan kapang
dan kamir pada awal fermentasi. Bakteri asam asetat akan bertahan
sampai pH sekitar 5 dan setelah itu mulai menurun jumlahnya. Hal ini
merupakan pertanda berakhirnya fase kedua yang biasanya berlangsung
antara 1-3 hari.
3. Fase ke-tiga
Kehidupan bakteri asam asetat pada fase ini tidak sesuai lagi dengan
keadaan yang asam dan anaerob, maka jumlahnya mulai menurun dan
digantikan BAL yang mulai tumbuh dan menghasilkan asam laktat.
4. Fase ke-empat
Seiring dengan pertumbuhan BAL yang meningkat, maka produksi asam
laktat meningkat pula pada fase ini. Asam laktat sangat diharapkan pada

Anda mungkin juga menyukai