Oleh :
Jeffy Winarta Wahjudi
Pembimbing :
dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya, Sp.OG (K), MARS
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR SINGKATAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
lebih besar untuk neonatus, penurunan kejadian anemia, transfusi sel darah merah
yang lebih sedikit, serta penurunan efek perdarahan intraventrikular yang tidak
diinginkan. Komplikasi lain yang dikhawatirkan seperti skor APGAR yang
rendah, polisitemia, ikterus, dan gangguan pernapasan, tidak secara bermakna
terjadi pada penundaan penjepitan tali pusat. 2-7
Selain itu, penjepitan tali pusat segera dicurigai sebagai penyebab utama
anemia pada bayi baru lahir. Hal ini menyebabkan beberapa peneliti
merekomendasikan penundaan penjepitan tali pusat sebagai intervensi yang
murah dan sederhana untuk mengurangi kejadian anemia pada 6 bulan pertama
kehidupan.2,3,4 Penundaan penjepitan tali pusat ini mampu memperbaiki perfusi
jaringan dan mengurangi kecenderungan hipotensi. Adanya tekanan darah yang
lebih tinggi, peredaran oksigen dan nutrisi akan lebih lancar, jaringan yang
nekrosis akan berkurang, sehingga kebutuhan penggunaan oksigen tambahan pada
bayi juga menurun. Penjepitan tali pusat segera memicu penurunan kecepatan
aliran darah di vena cava superior sehingga menyebabkan terjadinya
intraventricular haemorrhage (IVH).2,3 Efek langsung dari penjepitan tali pusat
segera adalah untuk mengurangi respirasi plasenta dan transfusi yang
menyebabkan asfiksia hingga paru baru berfungsi dan kehilangan 30-50% dari
volume total. Kombinasi hipoksia dan hipovolemi / iskemia menyebabkan
kerusakan otak hipoksia-iskemia. Bayi yang mendapatkan tranfusi plasenta secara
penuh memiliki besi yang cukup untuk mencegah anemia selama 1 tahun pertama,
tetapi kehilangan darah pada neonatus dikarenakan penjepitan tali pusat segera
menjadi bukti terjadinya anemia. Pada masa sekolah, anemia dihubungkan dengan
semua tipe dari kelainan autis dan derajat anemia berhubungan dengan derajat
kelainan mental. Akan tetapi, perbaikan anemia tidak memperbaiki kelainan
mental.8
World Health Organization (WHO) sendiri kini mengeluarkan pedoman
terkait penjepitan dan pemotongan tali pusat bayi baru lahir. Penundaan
penjepitan tali pusat lebih dari 1 menit direkomendasikan untuk meningkatkan
kesehatan dan nutrisi bayi. Namun masih banyak penulis yang melakukan
penelitian terkait hal ini baik pada bayi preterm maupun aterm.8-10
3
4
5
pemotongan dengan tali setelah bayi lahir. Pada tahun 1801, Erasmus Darwin
menyatakan bahwa penjepitan dan pemotongan terlalu cepat merugikan dan
sebaiknya ditunggu hingga bayi bernafas dan denyutan pada tali pusat
menghilang. Teori Darwin diverifikasi oleh Budin pada tahun 1875 bahwa
volume darah yang tersisa di plasenta setelah penjepitan awal (sekitar 92 cm 3). 11
Penjepitan tali pusat berkembang menjadi popular. Pada tahun 1899,
Magennis menjelaskan midwifery surgical clamp sebagai ganti dari pengikatan
tradisional, instrument ini diberitakan dapat mengurangi penyebaran infeksi.
Magennis menyarankan kepada praktisioner untuk menjepit tali pusat ketika
pulsasi telah berkurang. Alat penjepit menjadi alat yang umum pada manajemen
kala tiga. Pada tahun 1940, penjepitan tali pusat segera dipercaya dapat mencegah
keluarnya antibodi di darah.11
Meningkatkan afterload
secara mendadak oleh
terhambatnya arteri umbilikalis
yang menyebabkan peningkatan
resistensi vascular perifer
darah hingga 204 ml dapat terperangkap di sirkulasi plasenta jika tali pusat dijepit
segera. Hal ini sesuai dengan 30% - 40% dari volume total. Oleh karena itu,
sangat mengejutkan bahwa bayi sehat dapat mentoleransi kejadian ini. Bila
penjepitan dilakukan setelah sirkulasi paru sudah baik maka tidak ada perubahan
denyut jantung, cardiac output, atau sirkulasi otak. Pada penjepitan tali pusat
segera terjadi bradikardi dan kemudian pada waktu yang bersamaan terjadi
peningkatan arteri carotid tiba-tiba. Hal ini menyebabkan hipotensi dan penurunan
cardiac output dan sirkulasi serebri. Ketidakstabilan kardiovaskular ini
merupakan penjelasan dari terjadinya perdarahan intraventrikuler pada bayi
preterm. 2
2.3 Epidemiologi
Angka kematian ibu hamil di Amerika Serikat adalah sekitar 7-10 wanita
per 100.000 kelahiran hidup. Statistik nasional Amerika Serikat menunjukkan
bahwa sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan paska melahirkan.
Di negara berkembang, beberapa negara memiliki angka kematian ibu lebih dari
1000 wanita per 100.000 kelahiran hidup. Organisasi Kesehatan Dunia/World
Health Organization (WHO) secara statistik menunjukkan bahwa 25% kematian
ibu disebabkan oleh perdarahan paska persalinan, sebanyak lebih dari 100.000
kematian ibu per tahun. Di Indonesia, angka kematian ibu hamil sebesar 28%.
Menurut data tahun 2015 di Bali didapatkan angka kematian ibu hamil karena
perdarahan sebanyak 5 dari 27 kasus yang setara dengan 18,5 % dan didapatkan
sebesar 16% di kota Denpasar. Perdarahan paska persalinan dibagi menjadi 4T
(tone, tissue, trauma, dan thrombin). Penyebab tersering perdarahan paska
persalinan menurut WHO adalah atonia uterus dan sebagian besar tidak
ditemukan faktor risiko yang menyebabkan perdarahan paska persalinan.14
Perdarahan paska persalinan dapat diminimalkan atau dicegah dengan
intervensi manajemen aktif kala tiga. Intervensi yang dilakukan dengan pemberian
uterotonika secara rutin setelah bayi lahir dan sebelum plasenta lahir, penjepitan
tali pusat segera, dan penegangan tali pusat terkontrol. 11 Namun, penjepitan tali
pusat segera diduga sebagai penyebab terjadinya anemia defisiensi besi pada
8
lebih tinggi menjadikan aliran ke organ vital dan adaptasi kardiopulmoner lebih
baik, sehingga meningkatkan durasi dari menyusui saat–saat awal. Beberapa
penelitian telah mempelajari efek dari waktu penjepitan tali pusat untuk keadaan
hematologi terutama kadar besi pada bayi. Kesimpulan dari penelitian tersebut
adalah penundaan penjepitan tali pusat minimal selama 2 menit sangat berguna
bagi bayi cukup bulan di minggu pertama dan kehidupan selanjutnya yaitu saat
berumur 2 sampai 6 bulan.6,14
Meskipun tindakan menunda penjepitan tali pusat dihubungkan dengan
peningkatan viskositas darah dan polisitemia, tidak ditemukan bukti yang
mengarah ke suatu keadaan yang membahayakan. Seperti adanya gejala ikterus
yang membutuhkan perawatan neonates intensive care unit (NICU) untuk
fototerapi. Dari sebuah penelitian metanalisa lain juga didapatkan efek
menguntungkan penundaan penjepitan tali pusat yaitu penurunan risiko anemia
sebesar 47 % dan penurunan risiko defisiensi besi sebesar 33 % pada bayi umur 2
sampai dengan 3 bulan.14,17
Pada jurnal Transfusion dipublikasikan 105 bayi baru lahir dengan umur
kehamilan 30 sampai 36 minggu dilakukan tindakan penundaan penjepitan tali
pusat. Hasil yang didapatkan adalah terdapat peningkatan sel darah merah serta
nilai hematokrit yang diukur setiap minggu, namun hal ini tidak meningkatan
kejadian ikterus dan polisitemia jika dibandingkan dengan tindakan penjepitan tali
pusat segera setelah bayi lahir. Penelitian Aladangday memiliki hasil yaitu
volume darah rata-rata pada bayi dengan penjepitan tali pusat tertunda yaitu 30
detik setelah bayi lahir meningkat secara signifikan dibandingkan kelompok
dengan penjepitan tali pusat segera. Hal ini terjadi pada persalinan pervaginam
ataupun seksio sesaria. Kemudian jika dibandingkan antara dua metode ini
terhadap penilaian APGAR dan perawatan NICU tidak ada perbedaan signifikan
antara kedua kelompok 6,9,14
umbilikus. Dalam dunia barat hal ini dikenal sebagai lotus birth. Lotus birth ini
berasal dari nama ibu hamil yaitu Clair Lotus Day.
Lotus birth merupakan bagian dari penjepitan tali pusat tertunda. Pada
metode tali pusat tidak dipotong, tali pusat tetap dibiarkan meskipun pulsasi sudah
berhenti, kemudian ditunggu sampai terjadi nekrosis lalu terlepas dengan
sendirinya dalam kurun waktu 3 – 10 hari. Tidak ada bukti medis tentang manfaat
yang didapatkan pada metode lotus birth. Penjelasan mengenai risiko potensial
tentang metode lotus birth harus diberikan kepada ibu, terutama risiko infeksi dan
kesehatan bayi. UK Royal College of Obstetricians and Gynecologist (RCOG)
pada tahun 2012 menyarankan dilakukannya persalinan normal kemudian
menyerahkan semua keputusan pada ibu, untuk menentukan metode yang tepat
pada tali pusat bayi.20
Jika tali pusat dibiarkan untuk jangka waktu tertentu setelah melahirkan,
berisiko timbulnya infeksi pada tali pusat, yang akibatnya bisa menyebar ke bayi.
Tali pusat sangat rentan terhadap infeksi karena mengandung darah. Dalam waktu
singkat setelah lahir bayi, saat tali pusat berhenti berdenyut, plasenta tidak
memiliki sirkulasi sehingga jaringan akan mati. Jika seorang ibu memilih untuk
melakukan lotus birth, RCOG sangat menganjurkan dilakukannya pemantauan
secara hati-hati pada bayi terhadap tanda-tanda infeksi.20
UK Royal College of Obstetricians and Gynecologist pada tahun 2013
mengingatkan risiko potensial untuk praktik tidak memotong tali pusat. Tidak
diketahui secara pasti apakah meningkatkan risiko pada waktu paska persalinan
atau komplikasi pada neonatus. Infeksi dapat menyebar ke bayi karena pada paska
kelahiran, plasenta tidak memiliki sirkulasi dan mudah terkena infeksi 20
Di Australia, plasenta masih merupakan hal penting dan sangat berarti
untuk proses persalinan karena memiliki komponen spiritual. Komponen spiritual
dari plasenta ini diimplikasikan melalui beberapa cara yaitu menanam plasenta
dan melarung plasenta di laut seperti yang banyak dilakukan di Indonesia,
membakar plasenta, mengkonsumsi plasenta, dan memilih prosedur tidak
memotong tali pusat.20 Prosedur ini memiliki tujuan untuk mengurangi trauma
pada tali pusat. Menurut keyakinan beberapa orang, pilihan terbaik untuk plasenta
14
dan bayi adalah saling berdampingan dan masih terhubung dengan tali pusat
selama mungkin.21 Pada prosedur ini tali pusat dibiarkan tanpa dipotong dan
plasenta dibungkus oleh sesuatu bahan yang memungkinkan adanya akses udara
seperti katun. Kemudian plasenta diletakkan dekat dengan bayi sampai tali pusat
mengering kemudian putus sendiri. Sebagian besar partisipan akhirnya membakar
plasenta setelah terlepas dari bayi, namun beberapa dari mereka menyimpannya.
Alasan paling utama dari para ibu yang memilih prosedur ini adalah unsur
spiritual yang terkoneksi dari bayi dan plasenta. Di Australia, para ibu yang
melakukan metode ini adalah mereka yang memilih melakukan persalinan di
rumah. Beberapa ibu memberikan garam ketika membungkus plasenta. 21,23
Sadasiwa, darah merupakan perwujudan dari Hyang Parmasiwa, dan air ketuban
merupakan perwujudan dari Hyang Suniasiwa. Setelah mereka dikuburkan
(segera setelah bayi lahir) maka perubahan selanjutnya adalah abstrak (tidak
berwujud) namun dapat dirasakan oleh manusia yang kekuatan batinnya
terpelihara. 24
Plasenta selama kehidupan janin (intrauterin) menjadi penopang
kehidupan janin dan juga menjadi saudara yang menemani. Secara psikologis
dapat dibayangkan apabila seorang bayi yang terbiasa tidur ditemani oleh
bonekanya kemudian bonekanya hilang maka bayi tersebut akan mengalami
kecemasan. Analogi ini dapat kita gunakan pada hubungan antara bayi baru lahir
dengan plasentanya. Mengapa kita tidak menunggu dengan sabar dan mengijinkan
bayi serta saudaranya (plasenta) berpisah sesuai keinginan mereka dan
mengijinkan bayi ditemani oleh saudaranya (plasenta) pada malam-malam
pertama kehidupan di luar rahim.25
Australia merumuskan manajemen kala tiga persalinan pada kasus tanpa
memotong tali pusat. Sebelumnya, asuhan antenatal untuk ibu hamil yang akan
menjalani persalinan tanpa pemotongan tali pusat perlu adanya diskusi terkait
dengan risiko dan manfaatnya kemudian dilakukan penandatanganan informed
consent. Namun, dari artikel panduan klinis bidan Australia, risiko atau manfaat
manajemen ini masih belum diketahui mengingat masih tidak adanya bukti
empiris penelitian terkait dengan lotus birth. Pada manajemen kala tiga yang
dirumuskan oleh Departemen Kesehatan Australia terkait tindakan tidak
dilakukannya pemotongan tali pusat, maka diperlukan beberapa langkah sebagai
berikut:26
1. Kala tiga persalinan terjadi secara fisiologis. Jika ada faktor risiko yang
terjadi selama persalinan yang mengindikasikan manajemen aktif kala
tiga, seorang ibu perlu disarankan agar dilakukan pemotongan tali pusat.
2. Setelah dipastikan aman tali pusat diperbolehkan untuk tidak dipotong.
3. Jaga bayi untuk kontak langsung dengan ibu, kulit ke kulit, sampai terjadi
pemisahan secara alamiah dan pelepasan plasenta.
16
Tabel 2. Perbedaan darah lengkap dan status besi pada bayi 2 hari dan 4
bulan17
2 hari 4 bulan
Penjepitan tali pusat Penjepitan tali pusat
segera Tertunda P value Segera Tertunda P value
Darah lengkap
Hemoglobin 175 189 <0,001 113 113 0,98
(g/L)
17
Penjepitan tali pusat segera adalah faktor utama penyebab anemia pada
bayi di usia 6 bulan pertama kehidupannya. Hal ini membuat para peneliti
merekomendasikan menunda penjepitan tali pusat sebagai suatu intervensi
fisiologis yang mudah dan murah. Dalam suatu penelitian, penundaan penjepitan
tali pusat menyebabkan peningkatan kadar ferritin dan mengurangi prevalensi
18
terjadinya defisiensi besi pada bayi di usia 4 bulan. Penundaan penjepitan tali
pusat juga mengurangi prevalensi anemia neonatal pada usia 2 hari, tanpa
meningkatkan gejala penyakit pernafasan atau kebutuhan manajemen
fototerapi. 14,17
Tabel 3. IVH dan sepsis pada penelitian bayi7
Tali Pusat Tali Pusat P
Segera Tertunda
IVH 13 5 0,03
Grade I 4 3
Grade II 8 2
Grade IV 1 0
Sepsis 8 2 0,03
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa penundaan penjepitan tali
pusat, juga bermanfaat pada kesehatan bayi di daerah yang banyak terjadi
kekurangan zat besi, sehingga harus menjadi perawatan standar untuk kehamilan
tanpa komplikasi.12,16 Penundaan penjepitan tali pusat tidak meningkatkan angka
kejadian perdarahan paska persalinan pada ibu, namun dapat mengurangi kejadian
perdarahan IVH, NEC, dan sepsis.21,24 Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui efek kesehatan jangka panjang dari penundaan penjepitan dan
penjepitan segera tali pusat.8,9
perut bayi. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya penarikan kulit
perut dan terjepitnya usus bayi, walaupun komplikasi tersebut jarang terjadi.27,28
Rekomendasi panjang dari tunggul (sisa tali pusat) setelah pemotongan
biasanya 2 - 3 cm. Tunggul yang terlalu panjang dapat meningkatkan risiko
infeksi karena lebih sulit menjaga untuk tetap bersih dan kering. 27,28
Penjepit tali pusat yang berasal dari bahan berjenis plastik efektif menutup semua
pembuluh darah di tali pusat, sehingga mudah digunakan. 27,28
Metode membakar tali pusat dilakukan setelah plasenta lahir dan bayi
telah meminum ASI. Pembakaran tali pusat mencegah infeksi dan tidak
memerlukan penjepit tali pusat yang tidak nyaman. Berdasarkan ilmu
pengetahuan asia tradisional, pembakaran tali pusat memindahkan qi (kekuatan
kehidupan) di plasenta ke bayi. Kerugian metode ini adalah waktu yang
diperlukan untuk membakar hingga terpotong yaitu 10-15 menit. 22
5. Bila kain pembungkus basah, gantilah dengan yang baru. Jagalah plasenta
tetap kering. Tambahkan garam apabila garam dalam plasenta telah habis
Penjepitan tali pusat sekarang terdiri dari tiga cara yaitu penjepitan tali pusat
segera, penjepitan tali pusat tertunda, dan tali pusat tidak dijepit. Ketiga cara ini
pun belum diketahui kapan waktu yang optimal untuk melakukan penjepitan tali
pusat.
Sesuai guideline WHO 2012 dan beberapa penelitian tentang manajemen
tali pusat, didapatkan hasil penundaan penjepitan tali pusat lebih dari 1 menit,
memberikan banyak manfaat daripada penjepitan tali pusat segera. Manfaat untuk
bayi dari penundaan penjepitan tali pusat adalah nilai hemoglobin yang lebih
tinggi, tambahan cadangan besi tubuh, dan berkurangnya kejadian anemia pada
perkembangan selanjutnya. Kadar sel darah merah yang lebih tinggi menjadikan
aliran ke organ vital dan adaptasi kardiopulmoner lebih baik, sehingga
meningkatkan durasi dari menyusui saat–saat awal. Penundaan penjepitan tali
pusat merupakan metode terbaik dalam manajemen kala III terutama pada bayi
preterm yang lahir secara pervaginam maupun seksio saesarea, dengan syarat
utamanya adalah bayi tidak memerlukan ventilasi tekanan positif. Penundaan
penjepitan tali pusat tidak meningkatkan kejadian perdarahan paska persalinan
pada ibu. Metode ini dapat mengurangi kejadian perdarahan intraventrikuler
(IVH) dan Necrotizing Enterocolitis (NEC) terutama pada bayi preterm.
Beberapa penelitian menyebutkan beberapa kerugian dari melakukan
penundaan penjepitan tali pusat adalah peningkatan risiko terjadinya
hiperbilirubinemia, polisitemia, dan perdarahan pada ibu, namun hal ini tidak
signifikan dibuktikan.
Metode membiarkan tali pusat tidak dipotong masih sangat sedikit dibahas
dalam penelitian internasional. Namun, jika ibu memang menghendakinya,
sebaiknya bayi dipantau dengan ketat terutama untuk tanda infeksi. Membiarkan
tali pusat tidak dipotong, pada hakekatnya sama dengan penundaan penjepitan tali
pusat namun dengan risiko infeksi pada bayi yang lebih tinggi.
23
24
25
26