Anda di halaman 1dari 32

SARI PUSTAKA

Kontroversi dalam Penjepitan Tali Pusat pada Proses


Persalinan

Oleh :
Jeffy Winarta Wahjudi

Pembimbing :
dr. I Nyoman Hariyasa Sanjaya, Sp.OG (K), MARS

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
DENPASAR
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
SAMPUL DALAM ………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... iv
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Sejarah Pengjepitan dan Pemotongan Tali Pusat……………… 4
2.2 Patofisiologi Penjepitan Tali Pusat …………………………… 5
2.3 Epidemiologi ............................................................................. 7
2.4 Manajemen Aktif Kala Tiga …………………………………… 8
2.5 Penjepitan Tali Pusat ……........................................................... 9
2.5.1 Penjepitan tali pusat segera ……………………………… 9
2.5.2 Penjepitan tali pusat tertunda …………………………….. 10
2.5.3 Tali pusat tidak dijepit (non severance/lotus birth)…….. .. 12
2.5.4 Perbandingan penjepitan tali pusat segera dan tertunda …. 16
2.6 Pemotongan Dan Perawatan Tali Pusat ...................................... 18
2.6.1 Pemotongan tali pusat ……………………………………. 18
2.6.2 Perawatan tali pusat ……………………………………… 20
BAB III RINGKASAN ................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 25

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. DEFINISI OPERASIONAL PENJEPITAN TALI PUSAT


SEGERA DAN TERTUNDA ……………………………………... 10
Tabel 2. PERBEDAAN DARAH LENGKAP DAN STATUS BESI PADA
BAYI 2 HARI DAN 4 BULAN ………………………………….. 16
Tabel 3. IVH DAN SEPSIS PADA PENELITAN BAYI ………………….. 18

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. SIRKULASI FETUS…………………………………………… 6


Gambar 2. LOTUS BIRTH ………………………………………………… 14
Gambar 3. PENJEPIT DAN PEMOTONGAN TALI PUSAT…………….. 19
Gambar 4. PENJEPIT TALI PUSAT………………………………………. 20
Gambar 5. PERLENGKAPAN PERAWATAN PLASENTA LOTUS BIRTH 22

iv
DAFTAR SINGKATAN

APGAR : Activity, Pulse, Grimace, Appearance, Respiration


IVH : Intra Ventricular Haemorrhage
NEC : Necrotizing Enterocolitis
NICU : Neonatal Intensive Care Unit
RCOG : Royal College Obstetrician and Gynecologist
WHO : World Health Organization

v
BAB I
PENDAHULUAN

Penjepitan dan pemotongan tali pusat bayi baru lahir merupakan


intervensi yang perlu dilakukan, namun waktu optimal untuk melakukan
penjepitan tali pusat ini masih kontroversial. Belum ada panduan resmi dalam
praktik, namun kebanyakan praktisi melakukan pemotongan tali pusat segera
setelah lahir.
Pada penelitian yang dilakukan Ceriani Cernades et al pada tahun 2006
dinyatakan bahwa pemotongan tali pusat dalam rentang waktu 15 detik, lebih dari
1 menit, dan lebih dari 3 menit tidak memiliki perbedaan bermakna dalam 6 jam
pertama tetapi didapatkan peningkatan angka hematocrit lebih dari 65% pada
pemotongan lebih dari 3 menit dan setelah 24-48 jam kelahiran bayi prevalensi
anemia meningkat tajam pada pemotongan tali pusat dalam rentang 15 detik
dibandingkan dengan grup lainnya.1
Pada penelitian Mercer et al, penundaan penjepitan tali pusat selama 45
detik pada bayi preterm secara signifikan menurunkan kejadian perdarahan
intraventrikuler dan sepsis awitan lambat. Penelitian terbaru menyatakan bahwa
penjepitan tali pusat segera (5 – 10 detik) menimbulkan penurunan volume 20 –
40 ml darah perkilogram berat badan yang setara dengan 30 – 35 mg zat besi.
Sedangkan, Penundaan penjepitan tali pusat 30 – 45 detik akan meningkatkan
volume darah 2 – 16 mL/kg BB setelah persalinan caesar dan 10 – 28 ml/kgBB
setelah persalinan pervaginam.2,3 Berdasarkan dari referensi di atas maka dapat
dihitung potensi kehilangan volume darah pada penjepitan tali pusat segera yaitu
sebesar 68 ml/kgBB (40 ml/kgBB + 28 ml/kgBB). Sedangkan, perkiraan volume
darah total janin dan plasenta 105-110 ml/kg BB. Contoh, bila berat bayi lahir 3
kg maka kurang lebih volume darah yang hilang atau yang tidak didapatkan oleh
bayi lahir yaitu 204 ml dan volume darah total janin dan plasenta yaitu 330
sehingga bayi baru lahir ini akan kehilangan darah 61%.
Meta-analisis terbaru menyimpulkan penjepitan tali pusat tertunda (30
detik atau lebih) berhubungan dengan volume darah dan penyimpanan zat besi

1
2

lebih besar untuk neonatus, penurunan kejadian anemia, transfusi sel darah merah
yang lebih sedikit, serta penurunan efek perdarahan intraventrikular yang tidak
diinginkan. Komplikasi lain yang dikhawatirkan seperti skor APGAR yang
rendah, polisitemia, ikterus, dan gangguan pernapasan, tidak secara bermakna
terjadi pada penundaan penjepitan tali pusat. 2-7
Selain itu, penjepitan tali pusat segera dicurigai sebagai penyebab utama
anemia pada bayi baru lahir. Hal ini menyebabkan beberapa peneliti
merekomendasikan penundaan penjepitan tali pusat sebagai intervensi yang
murah dan sederhana untuk mengurangi kejadian anemia pada 6 bulan pertama
kehidupan.2,3,4 Penundaan penjepitan tali pusat ini mampu memperbaiki perfusi
jaringan dan mengurangi kecenderungan hipotensi. Adanya tekanan darah yang
lebih tinggi, peredaran oksigen dan nutrisi akan lebih lancar, jaringan yang
nekrosis akan berkurang, sehingga kebutuhan penggunaan oksigen tambahan pada
bayi juga menurun. Penjepitan tali pusat segera memicu penurunan kecepatan
aliran darah di vena cava superior sehingga menyebabkan terjadinya
intraventricular haemorrhage (IVH).2,3 Efek langsung dari penjepitan tali pusat
segera adalah untuk mengurangi respirasi plasenta dan transfusi yang
menyebabkan asfiksia hingga paru baru berfungsi dan kehilangan 30-50% dari
volume total. Kombinasi hipoksia dan hipovolemi / iskemia menyebabkan
kerusakan otak hipoksia-iskemia. Bayi yang mendapatkan tranfusi plasenta secara
penuh memiliki besi yang cukup untuk mencegah anemia selama 1 tahun pertama,
tetapi kehilangan darah pada neonatus dikarenakan penjepitan tali pusat segera
menjadi bukti terjadinya anemia. Pada masa sekolah, anemia dihubungkan dengan
semua tipe dari kelainan autis dan derajat anemia berhubungan dengan derajat
kelainan mental. Akan tetapi, perbaikan anemia tidak memperbaiki kelainan
mental.8
World Health Organization (WHO) sendiri kini mengeluarkan pedoman
terkait penjepitan dan pemotongan tali pusat bayi baru lahir. Penundaan
penjepitan tali pusat lebih dari 1 menit direkomendasikan untuk meningkatkan
kesehatan dan nutrisi bayi. Namun masih banyak penulis yang melakukan
penelitian terkait hal ini baik pada bayi preterm maupun aterm.8-10
3

Kontroversi mengenai batas waktu penjepitan dan pemotongan tali pusat


masih beragam. Ada yang menyatakan setelah 1 menit, 3-4 menit, atau setelah
pulsasi berhenti. Namun, ada pula pasien yang memutuskan tidak ingin menjepit
dan memotong tali pusat kemudian membiarkan putus secara alami (non-
severance/lotus birth).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Penjepitan dan Pemotongan Tali Pusat


Tali pusat telah lama membuat dokter terpesona. Hippocrates dan Galen
mengungkapkan peranannya dalam nutrisi fetus. Trotula memberikan petunjuk
spesifik untuk memotong tali pusat: tali pusat seharusnya diikat, sembari
mengucapkan mantra ketika memotong, dan dibungkus dengan benda yang seperti
tali yang dijuntai atau diikat. Akan tetapi, tidak disebutkan kapan waktu yang
tepat untuk dilakukan.11
Pemotongan tali pusat penting dilakukan untuk memisahkan neonatus dari
plasenta. Inch menjelaskan kebiasaan pada budaya primitif yaitu tali pusat tidak
dipotong hingga plasenta lahir, meskipun hingga berjam-jam. Kemudian tidak
tahu sejak kapan kebiasaan ini berubah. Pertama kali diketahui pemotongan tali
pusat sebelum plasenta lahir sejak abad 17. Hal ini diperkirakan menjadi
penyebab terjadinya perubahan dalam manajemen kala tiga dan kemudian menjadi
kebiasaan untuk melahirkan di tempat tidur, oleh karena hal tersebut terjadilah
penurunan insidensi kelahiran plasenta secara spontan. Dan memunculkan
prosedur intervensi melahirkan plasenta secara manual sebelum uterus tertutup. 11
Pada tahun 1968, Botha menjelaskan pengikatan tali pusat atau penjepitan
dimulai sejak tahun 1668. Pengikatan pada neonatus atau penjepitan awal
mulanya untuk mencegah hilangnya darah dari bayi sebelum penutupan pembuluh
darah secara fisiologis. Ada dua alasan lain mengapa dilakukan penjepitan tali
pusat pada bagian plasenta yaitu:
1. Untuk mengidentifikasi tanda pelepasan plasenta ketika tali pusat
memanjang. Hal ini menandakan terjadi pelepasan plasenta
2. Menghindarkan tempat tidur ternodai oleh darah plasenta ketika tali pusat
dipotong. Botha menjelaskan bahwa alasan dilakukan tindakan ini tidak
cukup untuk memberikan alasan penjepitan. 11
Akan tetapi, para praktisi menjadi rutin melakukan penjepitan. Pada tahun
1773, Charles White menuliskan bahwa metode tersering untuk pengikatan dan

4
5

pemotongan dengan tali setelah bayi lahir. Pada tahun 1801, Erasmus Darwin
menyatakan bahwa penjepitan dan pemotongan terlalu cepat merugikan dan
sebaiknya ditunggu hingga bayi bernafas dan denyutan pada tali pusat
menghilang. Teori Darwin diverifikasi oleh Budin pada tahun 1875 bahwa
volume darah yang tersisa di plasenta setelah penjepitan awal (sekitar 92 cm 3). 11
Penjepitan tali pusat berkembang menjadi popular. Pada tahun 1899,
Magennis menjelaskan midwifery surgical clamp sebagai ganti dari pengikatan
tradisional, instrument ini diberitakan dapat mengurangi penyebaran infeksi.
Magennis menyarankan kepada praktisioner untuk menjepit tali pusat ketika
pulsasi telah berkurang. Alat penjepit menjadi alat yang umum pada manajemen
kala tiga. Pada tahun 1940, penjepitan tali pusat segera dipercaya dapat mencegah
keluarnya antibodi di darah.11

2.2 Patofisiologi Penjepitan Tali Pusat


Selama kehidupan fetus, darah dengan oksigenasi sedikit dialirkan ke
plasenta melewati kedua arteri umbilikalis, sirkulasi melewati plasenta, dan darah
dengan oksigenasi tinggi dialirkan ke bayi melewati vena umbilikalis. Vena
bercabang menuju duktus venosus dan sinus porta. Cabang duktus venosus masuk
ke dalam vena cava inferior kemudian menuju ke atrium dekstra dan sebagian
besar darah ini akan mengalir secara fisiologi ke atrium sinistra melalui foramen
ovale yang terletak diantara atrium dekstra dan atrium sinistra. Dari atrium sinistra
selanjutnya darah ini mengalir ke ventrikel kiri yang kemudian dipompakan ke
aorta. Hanya sebagian kecil darah dari atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan
bersama-sama dengan darah yang berasal dari vena kava superior. Karena terdapat
tekanan dari paru-paru yang belum berkembang, sebagian besar darah dari
ventrikel kanan ini, yang seharusnya mengalir melalui arteri pulmonalis ke paru-
paru, akan mengalir melalui duktus Botalli ke aorta. Sebagian kecil akan menuju
ke paru-paru, dan selanjutnya ke atrium sinistra melalui vena pulmonalis. Darah
dari aorta akan mengalir ke seluruh tubuh untuk memberi nutrisi dan oksigenasi
pada sel-sel tubuh. Darah dari sel-sel tubuh yang miskin oksigen serta penuh
dengan sisa-sisa pembakaran dan sebaginya akan dialirkan ke plaseta melalui 2
6

arteri umbilikalis. Seterusnya diteruskan ke peredaran darah di kotiledon dan


jonjot-jonjot kemudian kembali melalui vena umbilikalis ke janin.12
Pada penjepitan tali pusat segera membuat aliran darah berhenti ke arah
bayi dari vena umbilikalis, secara mendadak mengurangi preload ke arah jantung
kurang lebih 40%. Pada waktu yang bersamaan, oklusi dari arteri umbilikalis
secara mendadak meningkatkan afterload jantung dengan meningkatkan resistensi
vaskular perifer. Hal ini membuat penurunan dari cardiac output.2

Penjepitan tali pusat segera:

Mengurangi preload yang ke


jantung dengan menghambat
40% venous return dari plasenta
lewat vena umbilikalis

Meningkatkan afterload
secara mendadak oleh
terhambatnya arteri umbilikalis
yang menyebabkan peningkatan
resistensi vascular perifer

= penurunan cardiac output

Gambar 1. Sirkulasi fetus1


Setelah persalinan, ventilasi dari paru-paru mengurangi resistensi vaskuler
paru-paru dimana terjadi peningkatan aliran darah ke paru-paru. Membiarkan hal
ini terjadi sebelum dilakukan penjepitan memiliki efek dua kali lipat. Jumlah
darah pada plasenta mengalir ke sirkulasi paru yang baru dengan peningkatan
aliran darah paru. Peningkatan pada aliran darah paru ini kemudian dapat
menggantikan kekurangan darah pada preload jantung. Jika ventilasi atau
bernafas terjadi sebelum penjepitan tali pusat, bayi dapat terhidar dari kehilangan
aliran balik vena dan kemudian mengurangi output dari ventrikel kiri yang
disebabkan oleh penjepitan tali pusat. Hal ini menyebabkan sedikitnya
perpindahan output dari ventrikel kiri dan tekanan arteri yang dihubungkan
dengan risiko peningkatan dari perdarahan intraventrikuler yang terjadi pada
penjepitan tali pusat segera. Pada penelitian yang dilakukan Farrar et al, volume
7

darah hingga 204 ml dapat terperangkap di sirkulasi plasenta jika tali pusat dijepit
segera. Hal ini sesuai dengan 30% - 40% dari volume total. Oleh karena itu,
sangat mengejutkan bahwa bayi sehat dapat mentoleransi kejadian ini. Bila
penjepitan dilakukan setelah sirkulasi paru sudah baik maka tidak ada perubahan
denyut jantung, cardiac output, atau sirkulasi otak. Pada penjepitan tali pusat
segera terjadi bradikardi dan kemudian pada waktu yang bersamaan terjadi
peningkatan arteri carotid tiba-tiba. Hal ini menyebabkan hipotensi dan penurunan
cardiac output dan sirkulasi serebri. Ketidakstabilan kardiovaskular ini
merupakan penjelasan dari terjadinya perdarahan intraventrikuler pada bayi
preterm. 2

2.3 Epidemiologi
Angka kematian ibu hamil di Amerika Serikat adalah sekitar 7-10 wanita
per 100.000 kelahiran hidup. Statistik nasional Amerika Serikat menunjukkan
bahwa sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan paska melahirkan.
Di negara berkembang, beberapa negara memiliki angka kematian ibu lebih dari
1000 wanita per 100.000 kelahiran hidup. Organisasi Kesehatan Dunia/World
Health Organization (WHO) secara statistik menunjukkan bahwa 25% kematian
ibu disebabkan oleh perdarahan paska persalinan, sebanyak lebih dari 100.000
kematian ibu per tahun. Di Indonesia, angka kematian ibu hamil sebesar 28%.
Menurut data tahun 2015 di Bali didapatkan angka kematian ibu hamil karena
perdarahan sebanyak 5 dari 27 kasus yang setara dengan 18,5 % dan didapatkan
sebesar 16% di kota Denpasar. Perdarahan paska persalinan dibagi menjadi 4T
(tone, tissue, trauma, dan thrombin). Penyebab tersering perdarahan paska
persalinan menurut WHO adalah atonia uterus dan sebagian besar tidak
ditemukan faktor risiko yang menyebabkan perdarahan paska persalinan.14
Perdarahan paska persalinan dapat diminimalkan atau dicegah dengan
intervensi manajemen aktif kala tiga. Intervensi yang dilakukan dengan pemberian
uterotonika secara rutin setelah bayi lahir dan sebelum plasenta lahir, penjepitan
tali pusat segera, dan penegangan tali pusat terkontrol. 11 Namun, penjepitan tali
pusat segera diduga sebagai penyebab terjadinya anemia defisiensi besi pada
8

neonatus. Lebih dari 50 % bayi di negara berkembang diperkirakan mengalami


anemia pada tahun pertama kehidupannya. Anemia defisiensi besi merupakan
anemia yang sering terjadi pada bayi dengan kejadian tertinggi pada umur 6
sampai 24 bulan.11 Pada negara berkembang, kejadian anemia sekitar 35% -75%
dengan rata-rata 56% dan didapatkan sebesar 88% di India.15
Derajat beratnya defisiensi besi yang dapat menyebabkan keterlambatan
perkembangan masih kontroversial. Lozoff dikutip dari Sari Pediatri
memperlihatkan hanya anak dengan anemia defisiensi besi yang menderita
keterlambatan perkembangan, sedangkan Oski melaporkan keterlambatan
perkembangan pada anak dengan defisiensi besi non-anemis. Besi sangat
dibutuhkan untuk metabolisme susunan saraf pusat karena peranannya dalam
sintesis neurotransmiter, pembentukan mielin dan pertumbuhan otak. Sistem
neurotransmiter susunan saraf pusat sangat sensitif terhadap perubahan status besi.
Bila kandungan besi total dalam otak berkurang 15% di bawah normal, dapat
mengakibatkan gangguan sistim neurotransmiter tersebut. Defisiensi besi selama
periode kritis perkembangan otak diduga menyebabkan kerusakan yang
ireversibel sehingga mengakibatkan terjadinya keterlambatan perkembangan. 16

2.4 Manajemen Aktif Kala Tiga


Manajemen aktif kala tiga adalah suatu usaha mengupayakan kontraksi
uterus yang adekuat, mempersingkat waktu kala tiga, mengurangi jumlah
kehilangan darah, menurunkan angka kejadian retensio plasenta. Penjepitan
segera dari tali pusat telah direkomendasikan sebagai bagian dari manajemen aktif
kala tiga. Cara penatalaksanaan kala persalinan plasenta dapat menyebabkan
terjadinya variasi jumlah perdarahan yang dialami ibu. Kebijakan penatalaksanaan
manajemen aktif kala tiga yaitu pemberian rutin agen uterotonik, penegangan tali
pusat terkendali, serta masase fundus uteri. Manajemen aktif kala tiga telah
dianggap sebagai cara menurunkan perdarahan paska persalinan pada ibu.
Manajemen ini telah didukung oleh WHO sebagai upaya menurunkan angka
perdarahan paska persalinan pada ibu, terutama saat terdapat kesulitan akses
darah.4,15
9

Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi


uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu keluarnya plasenta.
Manajemen aktif kala tiga mempunyai keuntungan: mengurangi kejadian
perdarahan paska persalinan, mengurangi lamanya kala tiga, dan mengurangi
penggunaan tranfusi darah.4,5

2.5 Penjepitan tali pusat


Tidak ada konsensus yang jelas mengenai definisi penjepitan segera
maupun ditunda, baik pada kelahiran aterm maupun preterm. Menurut beberapa
pustaka, definisi penjepitan segera adalah penjepitan tali pusat yang dilakukan
dalam waktu kurang dari 60 detik setelah bayi lahir. Sedangkan, definisi
penundaan penjepitan tali pusat adalah penjepitan tali pusat yang dilakukan lebih
dari 1 menit setelah kelahiran bayi sampai dengan lahirnya plasenta. 8,9,18,19
Penjepitan tali pusat segera dilakukan pada bayi yang membutuhkan
resusitasi sehingga tidak diperlukan penundaan perawatan. Strategi perawatan dini
dan stabilisasi pada neonatal di samping tempat tidur, saat ini terus berkembang
serta di evaluasi. Hal tersebut dapat memberikan manfaat pada orang tua untuk
berbagi saat-saat pertama bersama bayi mereka dan dapat dilakukan perawatan
neonatal dengan tali pusat yang masih utuh. 8,9,18,19

2.5.1 Penjepitan Tali Pusat Segera


Penjepitan tali pusat segera diperkenalkan secara luas sejak tahun 1960-an,
sebagai bagian dari manajemen aktif kala III persalinan. Tindakan ini bertujuan
untuk menurunkan perdarahan paska persalinan.14,17 Tindakan lain dalam
manajemen aktif kala III adalah injeksi oksitosin intramuskular segera setelah
bayi lahir, penegangan tali pusat terkendali dan masase fundus uterus setelah
plasenta lahir. Waktu yang tepat untuk penjepitan tali pusat tidak pernah
disebutkan dalam konsensus secara pasti. Pengertian pemotongan segera tali pusat
mengacu kepada waktu dari bayi lahir sampai dengan terpotongnya tali pusat
adalah 1 menit. 14
10

2.5.2 Penjepitan Tali Pusat Tertunda


Diantara penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil yang bervariasi
dari definisi penundaan penjepitan tali pusat. Mcdonnel tahun 1997 menyebutkan
waktu penundaan adalah 31 detik, menurut Rabe tahun 2000 adalah selama 45
detik, dan menurut Hoffmeyr tahun 1993 adalah selama 60 detik sampai dengan
120 detik. Sampai saat ini waktu yang tepat untuk menunda penjepitan tali pusat
masih diperdebatkan oleh beberapa ahli.4

Tabel 1. Definisi operasional penjepitan tali pusat segera dan tertunda4


Peneliti Penjepitan Segera Penjepitan Ditunda
Saigal, dkk. 1972. Segera setelah lahir, 1 menit setelah lahir
dalam waktu 5 detik
Nelson, dkk. 1980. Dalam 60 detik pertama Setelah pulsasi berhenti
setelah lahir (rata-rata 45
detik)
Oxford Midwives Segera setelah lahir Setelah pulsasi berhenti
Research Group. 1991. atau 3 menit setelah
lahir.
Geethanath, dkk. 1997. Segera setelah lahir Setelah plasenta lepas
melalui jalan lahir
Gupta dan Ramji. 2002. Segera setelah lahir Setelah plasenta lepas
melalui jalan lahir
Emhamed, dkk. 2004. Dalam 10 detik setelah Setelah pulsasi berhenti
lahir
Cheparo, dkk. 2006. 10 detik setelah bayi 2 menit setelah bayi
dilahirkan dilahirkan
Cernadas. 2006 Dalam 10 detik setelah 1 menit setelah lahir
lahir
WHO. 2012. Kurang dari 1 menit 1 – 3 menit setelah lahir
setelah lahir
11

World Health Organization pada tahun 2012 mengeluarkan pedoman


untuk penjepitan tali pusat. Penundaan penjepitan tali pusat lebih dari 1 menit
direkomendasikan untuk meningkatkan kesehatan dan nutrisi bayi. Pada bayi
aterm maupun preterm yang tidak membutuhkan ventilasi tekanan positif, tali
pusat sebaiknya tidak dijepit dalam waktu kurang dari 1 menit setelah lahir.
Ketika bayi aterm atau preterm membutuhkan ventilasi bertekanan positif, tali
pusat perlu dijepit dan dipotong supaya bayi segera dapat dilakukan ventilasi
tekanan positif. Penundaan penjepitan tali pusat yang biasanya dilakukan 1 – 3
menit setelah lahir, direkomendasikan untuk semua kelahiran. Hal ini dilakukan
sebagai perawatan esensial dini pada neonatal. Penjepitan segera yaitu kurang dari
1 menit setelah kelahiran bayi tidak direkomendasikan kecuali neonatus asfiksia
sehingga perlu segera dipindahkan untuk resusitasi. 8-10
Berdasarkan guideline WHO 2012, rekomendasi waktu yang optimal
untuk penjepitan tali pusat terbukti mencegah perdarahan paska persalinan baik
persalinan pervaginam maupun seksio sesaria. Penundaan penjepitan tali pusat
sebaiknya dilakukan sebelum pemberian perawatan neonatal. Pada perkembangan
penelitian lanjutan didapatkan hasil yaitu penundaan penjepitan tali pusat akan
sangat bermanfaat khususnya pada bayi preterm.8
Manfaat penundaan tali pusat adalah mampu meningkatkan hematokrit,
tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen hiperbilirubinemia,
tidak meningkatkan kejadian perdarahan paska persalinan pada ibu, serta
mengurangi kejadian IVH dan Necrotizing Enterocolitis (NEC).2,3,4
Penundaan penjepitan tali pusat baik pada bayi preterm maupun bayi
aterm memiliki keuntungan yang sama dari faktor hematologi. Pada bayi aterm
terjadi peningkatan level hematokrit pada usia 2 bulan dan juga terjadi
peningkatan level ferritin. Pada bayi preterm terjadi peningkatan level hematokrit
dan hemoglobin. Selain itu, kebutuhan transfusi darah menurun pada usia 4
sampai 6 minggu awal kehidupannya.14,18
Manfaat untuk bayi dari penundaan penjepitan tali pusat adalah nilai
hemoglobin yang lebih tinggi, tambahan cadangan besi tubuh, dan berkurangnya
kejadian anemia pada perkembangan selanjutnya. Kadar sel darah merah yang
12

lebih tinggi menjadikan aliran ke organ vital dan adaptasi kardiopulmoner lebih
baik, sehingga meningkatkan durasi dari menyusui saat–saat awal. Beberapa
penelitian telah mempelajari efek dari waktu penjepitan tali pusat untuk keadaan
hematologi terutama kadar besi pada bayi. Kesimpulan dari penelitian tersebut
adalah penundaan penjepitan tali pusat minimal selama 2 menit sangat berguna
bagi bayi cukup bulan di minggu pertama dan kehidupan selanjutnya yaitu saat
berumur 2 sampai 6 bulan.6,14
Meskipun tindakan menunda penjepitan tali pusat dihubungkan dengan
peningkatan viskositas darah dan polisitemia, tidak ditemukan bukti yang
mengarah ke suatu keadaan yang membahayakan. Seperti adanya gejala ikterus
yang membutuhkan perawatan neonates intensive care unit (NICU) untuk
fototerapi. Dari sebuah penelitian metanalisa lain juga didapatkan efek
menguntungkan penundaan penjepitan tali pusat yaitu penurunan risiko anemia
sebesar 47 % dan penurunan risiko defisiensi besi sebesar 33 % pada bayi umur 2
sampai dengan 3 bulan.14,17
Pada jurnal Transfusion dipublikasikan 105 bayi baru lahir dengan umur
kehamilan 30 sampai 36 minggu dilakukan tindakan penundaan penjepitan tali
pusat. Hasil yang didapatkan adalah terdapat peningkatan sel darah merah serta
nilai hematokrit yang diukur setiap minggu, namun hal ini tidak meningkatan
kejadian ikterus dan polisitemia jika dibandingkan dengan tindakan penjepitan tali
pusat segera setelah bayi lahir. Penelitian Aladangday memiliki hasil yaitu
volume darah rata-rata pada bayi dengan penjepitan tali pusat tertunda yaitu 30
detik setelah bayi lahir meningkat secara signifikan dibandingkan kelompok
dengan penjepitan tali pusat segera. Hal ini terjadi pada persalinan pervaginam
ataupun seksio sesaria. Kemudian jika dibandingkan antara dua metode ini
terhadap penilaian APGAR dan perawatan NICU tidak ada perbedaan signifikan
antara kedua kelompok 6,9,14

2.5.3 Tali Pusat Tidak Dijepit (non severance/lotus birth)


Metode tali pusat tidak dijepit merupakan metode dimana plasenta tetap
terhubung pada bayi sampai tali pusat mengering dan lepas secara alami dari
13

umbilikus. Dalam dunia barat hal ini dikenal sebagai lotus birth. Lotus birth ini
berasal dari nama ibu hamil yaitu Clair Lotus Day.
Lotus birth merupakan bagian dari penjepitan tali pusat tertunda. Pada
metode tali pusat tidak dipotong, tali pusat tetap dibiarkan meskipun pulsasi sudah
berhenti, kemudian ditunggu sampai terjadi nekrosis lalu terlepas dengan
sendirinya dalam kurun waktu 3 – 10 hari. Tidak ada bukti medis tentang manfaat
yang didapatkan pada metode lotus birth. Penjelasan mengenai risiko potensial
tentang metode lotus birth harus diberikan kepada ibu, terutama risiko infeksi dan
kesehatan bayi. UK Royal College of Obstetricians and Gynecologist (RCOG)
pada tahun 2012 menyarankan dilakukannya persalinan normal kemudian
menyerahkan semua keputusan pada ibu, untuk menentukan metode yang tepat
pada tali pusat bayi.20
Jika tali pusat dibiarkan untuk jangka waktu tertentu setelah melahirkan,
berisiko timbulnya infeksi pada tali pusat, yang akibatnya bisa menyebar ke bayi.
Tali pusat sangat rentan terhadap infeksi karena mengandung darah. Dalam waktu
singkat setelah lahir bayi, saat tali pusat berhenti berdenyut, plasenta tidak
memiliki sirkulasi sehingga jaringan akan mati. Jika seorang ibu memilih untuk
melakukan lotus birth, RCOG sangat menganjurkan dilakukannya pemantauan
secara hati-hati pada bayi terhadap tanda-tanda infeksi.20
UK Royal College of Obstetricians and Gynecologist pada tahun 2013
mengingatkan risiko potensial untuk praktik tidak memotong tali pusat. Tidak
diketahui secara pasti apakah meningkatkan risiko pada waktu paska persalinan
atau komplikasi pada neonatus. Infeksi dapat menyebar ke bayi karena pada paska
kelahiran, plasenta tidak memiliki sirkulasi dan mudah terkena infeksi 20
Di Australia, plasenta masih merupakan hal penting dan sangat berarti
untuk proses persalinan karena memiliki komponen spiritual. Komponen spiritual
dari plasenta ini diimplikasikan melalui beberapa cara yaitu menanam plasenta
dan melarung plasenta di laut seperti yang banyak dilakukan di Indonesia,
membakar plasenta, mengkonsumsi plasenta, dan memilih prosedur tidak
memotong tali pusat.20 Prosedur ini memiliki tujuan untuk mengurangi trauma
pada tali pusat. Menurut keyakinan beberapa orang, pilihan terbaik untuk plasenta
14

dan bayi adalah saling berdampingan dan masih terhubung dengan tali pusat
selama mungkin.21 Pada prosedur ini tali pusat dibiarkan tanpa dipotong dan
plasenta dibungkus oleh sesuatu bahan yang memungkinkan adanya akses udara
seperti katun. Kemudian plasenta diletakkan dekat dengan bayi sampai tali pusat
mengering kemudian putus sendiri. Sebagian besar partisipan akhirnya membakar
plasenta setelah terlepas dari bayi, namun beberapa dari mereka menyimpannya.
Alasan paling utama dari para ibu yang memilih prosedur ini adalah unsur
spiritual yang terkoneksi dari bayi dan plasenta. Di Australia, para ibu yang
melakukan metode ini adalah mereka yang memilih melakukan persalinan di
rumah. Beberapa ibu memberikan garam ketika membungkus plasenta. 21,23

Gambar 2. Lotus Birth22


Di Bali terdapat sistem dimana plasenta merupakan saudara dari bayi yang
disebut “Kanda Pat Rare”. Kande Pat Rare adalah empat saudara: Kanda =
saudara, Pat = empat, dan Rare = bayi, yaitu kekuatan-kekuatan Hyang Widhi
yang selalu menyertai roh (Atman) manusia sejak embrio sampai meninggal dunia
mencapai nirwana. Bentuk-bentuk kanda pat yang dapat dilihat dan diraba secara
nyata adalah plasenta, vernik kaseosa, darah, dan air ketuban. Plasenta merupakan
perwujudan dari Hyang Siwa, vernik kaseosa merupakan perwujudan dari Hyang
15

Sadasiwa, darah merupakan perwujudan dari Hyang Parmasiwa, dan air ketuban
merupakan perwujudan dari Hyang Suniasiwa. Setelah mereka dikuburkan
(segera setelah bayi lahir) maka perubahan selanjutnya adalah abstrak (tidak
berwujud) namun dapat dirasakan oleh manusia yang kekuatan batinnya
terpelihara. 24
Plasenta selama kehidupan janin (intrauterin) menjadi penopang
kehidupan janin dan juga menjadi saudara yang menemani. Secara psikologis
dapat dibayangkan apabila seorang bayi yang terbiasa tidur ditemani oleh
bonekanya kemudian bonekanya hilang maka bayi tersebut akan mengalami
kecemasan. Analogi ini dapat kita gunakan pada hubungan antara bayi baru lahir
dengan plasentanya. Mengapa kita tidak menunggu dengan sabar dan mengijinkan
bayi serta saudaranya (plasenta) berpisah sesuai keinginan mereka dan
mengijinkan bayi ditemani oleh saudaranya (plasenta) pada malam-malam
pertama kehidupan di luar rahim.25
Australia merumuskan manajemen kala tiga persalinan pada kasus tanpa
memotong tali pusat. Sebelumnya, asuhan antenatal untuk ibu hamil yang akan
menjalani persalinan tanpa pemotongan tali pusat perlu adanya diskusi terkait
dengan risiko dan manfaatnya kemudian dilakukan penandatanganan informed
consent. Namun, dari artikel panduan klinis bidan Australia, risiko atau manfaat
manajemen ini masih belum diketahui mengingat masih tidak adanya bukti
empiris penelitian terkait dengan lotus birth. Pada manajemen kala tiga yang
dirumuskan oleh Departemen Kesehatan Australia terkait tindakan tidak
dilakukannya pemotongan tali pusat, maka diperlukan beberapa langkah sebagai
berikut:26
1. Kala tiga persalinan terjadi secara fisiologis. Jika ada faktor risiko yang
terjadi selama persalinan yang mengindikasikan manajemen aktif kala
tiga, seorang ibu perlu disarankan agar dilakukan pemotongan tali pusat.
2. Setelah dipastikan aman tali pusat diperbolehkan untuk tidak dipotong.
3. Jaga bayi untuk kontak langsung dengan ibu, kulit ke kulit, sampai terjadi
pemisahan secara alamiah dan pelepasan plasenta.
16

4. Ketika membran dan plasenta keluar, keluarga ibu dapat memproses


pilihan metode untuk penyimpanan plasenta sesuai dengan ritual (kantong
plasenta, garam, minyak esensial, dan sebagainya).
5. Umbilikus perlu dicek, jaga agar tetap bersih dan kering, jika ada tanda
serta gejala infeksi perlu dilaporkan kepada bidan.
6. Orangtua perlu menandatangani informed consent.
Dari panduan bidan tersebut, jika terjadi perdarahan aktif selama kala tiga
persalinan dan sebelum keluarnya plasenta, dapat dilakukan diskusi dengan ibu
untuk tidak melanjutkan persalinan lotus birth. Ibu harus beralih ke manajemen
kala tiga sesuai dengan apa yang telah disetujui pada informed consent.26

2.5.4 Perbandingan Penjepitan Tali Pusat Segera dan Tertunda


Beberapa penelitian sudah membahas mengenai sejumlah efek yang dapat
terjadi pada ibu. Penjepitan segera dapat mengurangi durasi persalinan kala tiga
dan tidak ada bukti signifikan mengenai efek yang ditimbulkan terhadap insiden
perdarahan paska persalinan.2,4
Beberapa penelitian menyatakan penjepitan tali pusat segera setelah bayi
lahir yaitu 5 sampai 10 detik atau dalam 30 detik pertama memiliki efek
penurunan volume darah 20 sampai 40 ml / kg BB bayi, yang setara dengan
jumlah besi sebesar 30 sampai 35 mg. Hal ini menunjukkan jika penjepitan tali
pusat segera setelah bayi lahir meningkatkan risiko hipovolemia dan kehilangan
kadar besi.

Tabel 2. Perbedaan darah lengkap dan status besi pada bayi 2 hari dan 4
bulan17
2 hari 4 bulan
Penjepitan tali pusat Penjepitan tali pusat
segera Tertunda P value Segera Tertunda P value
Darah lengkap
Hemoglobin 175 189 <0,001 113 113 0,98
(g/L)
17

Packed cell 80 83 <0.001 33 33 0,28


volume
Mean cell 98,3 98,4 0,82 78,0 79,0 0,004
volume (fl)
Mean cell 354 356 0,008 344 346 0,002
hemoglobin
concentration
(g/L)
Retikulosit 32,5 32,7 0,54 28,9 29,6 0,005
hemoglobin
(pg/L)
Reticulocyte 171 168 0,54 37 40 0,04
count (x109/L)
Status besi
Iron (umol/L) 9,9 9,9 0,88 9,3 10,2 0,007
Transferrin 1,76 1,76 0,99 2,41 2,28 <0,001
(g/L)
Transferrin 5,35 5,44 0,61 3,97 3,73 0,003
receptors (mg/L)
Transferrin 23 23 0,65 16 18 <0,001
saturation (%)
Geometric mean 300 312 0,45 81 117 <0,001
(range) ferritin
(ug/L)
LogTfR/Fer 1,41 1,40 0,74 1,85 1,66 <0,001
Total body iron 11,7 11,8 0,74 8,1 9,6 <0,001
(mg/kg)

Penjepitan tali pusat segera adalah faktor utama penyebab anemia pada
bayi di usia 6 bulan pertama kehidupannya. Hal ini membuat para peneliti
merekomendasikan menunda penjepitan tali pusat sebagai suatu intervensi
fisiologis yang mudah dan murah. Dalam suatu penelitian, penundaan penjepitan
tali pusat menyebabkan peningkatan kadar ferritin dan mengurangi prevalensi
18

terjadinya defisiensi besi pada bayi di usia 4 bulan. Penundaan penjepitan tali
pusat juga mengurangi prevalensi anemia neonatal pada usia 2 hari, tanpa
meningkatkan gejala penyakit pernafasan atau kebutuhan manajemen
fototerapi. 14,17
Tabel 3. IVH dan sepsis pada penelitian bayi7
Tali Pusat Tali Pusat P
Segera Tertunda
IVH 13 5 0,03
Grade I 4 3
Grade II 8 2
Grade IV 1 0
Sepsis 8 2 0,03
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa penundaan penjepitan tali
pusat, juga bermanfaat pada kesehatan bayi di daerah yang banyak terjadi
kekurangan zat besi, sehingga harus menjadi perawatan standar untuk kehamilan
tanpa komplikasi.12,16 Penundaan penjepitan tali pusat tidak meningkatkan angka
kejadian perdarahan paska persalinan pada ibu, namun dapat mengurangi kejadian
perdarahan IVH, NEC, dan sepsis.21,24 Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengetahui efek kesehatan jangka panjang dari penundaan penjepitan dan
penjepitan segera tali pusat.8,9

2.6 Cara Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat


2.6.1 Pemotongan Tali Pusat
Sebuah instrumen pemotong yang steril seperti pisau silet atau gunting
yang baru, biasanya dianjurkan untuk memotong tali pusat. Penggunaan
instrumen pemotong yang tumpul menyebabkan spasme pembuluh darah dan
menurunkan perdarahan, selain itu mungkin juga dapat mengakibatkan
peningkatan insiden infeksi karena trauma pada jaringan. Tali pusat harus selalu
dijepit dengan kuat sebelum pemotongan. Letakkan 2 penjepit pada tali pusat
dengan jarak 5 cm untuk masing-masing penjepit dan jarak 3 – 4 cm dari dinding
19

perut bayi. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya penarikan kulit
perut dan terjepitnya usus bayi, walaupun komplikasi tersebut jarang terjadi.27,28
Rekomendasi panjang dari tunggul (sisa tali pusat) setelah pemotongan
biasanya 2 - 3 cm. Tunggul yang terlalu panjang dapat meningkatkan risiko
infeksi karena lebih sulit menjaga untuk tetap bersih dan kering. 27,28

Gambar 3. Penjepit dan Pemotongan Tali Pusat28


Belum didapatkan penelitian tentang meninggalkan sisa tali pusat yang
panjang. Namun, banyak budaya memiliki kebiasaan meninggalkan tali pusat
panjang dengan alasan keyakinan dan praktik tradisional. Dalam kasus tersebut,
sangat penting menjaga kebersihan dan keringnya tali pusat, serta tidak
membiarkannya kontak langsung dengan urine dan feses. Semua hal tersebut
harus dijelaskan kepada keluarga untuk menghindari risiko infeksi. 27,28
Tali pusat harus selalu diikat atau dijepit di sisi bayi sebelum
pemotongan. Tanpa tindakan tersebut dapat menyebabkan perdarahan yang
berlebihan. Rekomendasi umum adalah pengikatan di sisi plasenta walaupun hal
tersebut tidak terlalu penting. Banyak jenis penjepit yang digunakan untuk
menjepit tali pusat dan hubungannya terhadap pencegahan perdarahan dari
tunggul. Belum terdapat penelitian yang menyelidiki jenis mana yang terbaik.
20

Penjepit tali pusat yang berasal dari bahan berjenis plastik efektif menutup semua
pembuluh darah di tali pusat, sehingga mudah digunakan. 27,28
Metode membakar tali pusat dilakukan setelah plasenta lahir dan bayi
telah meminum ASI. Pembakaran tali pusat mencegah infeksi dan tidak
memerlukan penjepit tali pusat yang tidak nyaman. Berdasarkan ilmu
pengetahuan asia tradisional, pembakaran tali pusat memindahkan qi (kekuatan
kehidupan) di plasenta ke bayi. Kerugian metode ini adalah waktu yang
diperlukan untuk membakar hingga terpotong yaitu 10-15 menit. 22

Gambar 4. Penjepit Tali Pusat25


2.6.2 Perawatan Tali Pusat
Setiap tahunnya diperkirakan empat juta anak meninggal selama periode
neonatal terutama di negara berkembang dengan infeksi sebagai penyebab
utamanya. Dilaporkan 460.000 meninggal karena infeksi berat dengan infeksi tali
pusat (omfalitis) sebagai salah satu predisposisi penting. Angka infeksi tali pusat
di negara berkembang bervariasi dari dua per 1000 hingga 54 per 1000 kelahiran
hidup dengan case fatality rate 0-15%. Di negara maju, insiden kejadian infeksi
tali pusat terus terjadi meskipun di tempat perawatan aseptik khusus neonatal.
Negara dengan jumlah kunjungan postnatal yang tinggi, masalah yang sering
muncul adalah infeksi pada tali pusat. Hal tersebut mempengaruhi tatalaksana
pada postnatal, yaitu pemberian tambahan obat antimikroba, sehingga dapat
meningkatkan biaya perawatan dan menunda kesembuhan. 27,28,29
21

Ketika tali pusat berhenti berdenyut, pembuluh darah umbilikal


berkonstriksi namun belum berobliterasi. Pada saat itu, tali pusat diikat erat atau
dijepit untuk menjaga pembuluh darah tetap teroklusi sehingga mencegah
perdarahan. Untuk memisahkan bayi baru lahir dari plasenta, tali pusatnya harus
dipotong. Instrumen steril perlu digunakan untuk memotong tali pusat sehingga
menghindari infeksi. 27,28
Ketika tali pusat dipotong, sisa tali pusat tiba-tiba kehilangan suplai darah.
Sisa tali pusat yang biasa disebut dengan tunggul dalam waktu singkat mulai
mengering, berubah hitam dan kaku (gangren kering). Pengeringan dan
pemisahan tunggul difasilitasi oleh paparan udara. Sisa tali pusat (tunggul) dapat
menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, terutama jika tunggul
disimpan ditempat lembab dan bersentuhan langsung dengan bahan yang tidak
steril. Sisa tali pusat (tunggul) merupakan sarana umum untuk masuknya infeksi
sistemik pada bayi yang baru lahir. Sisa tali pusat (tunggul) harus tetap bersih dan
kering karena itu sangat penting sebagai metode pencegahan infeksi. 27,28
Pemisahan sisa tali pusat (tunggul) disebabkan oleh peradangan pada batas
antara tali pusat dan kulit perut. Proses ini dimediasi oleh infiltrasi leukosit dan
hasil metabolisme tali pusat. Sisa tali pusat (tunggul) biasanya terlepas antara 5
sampai 15 hari setelah kelahiran. 27
Mekanisme terjadinya obliterasi tali pusat di dinding abdomen fetus pada
lotus birth terjadi sebagai berikut:1. Penjepitan oleh dinding abdomen ketika bayi
bernafas atau menangis, 2. Penguapan air di jeli Warton, 3.Proses difusi dari
ujung tali pusat menuju plasenta. Selanjutnya, plasenta dan tali pusat pada proses
lotus birth dirawat dengan cara sebagai berikut25:
1. Saat pertama kali menerima plasenta, bersihkan dari sisa-sisa darah
dengan menggunakan air bersih
2. Letakkan plasenta di kain bersih kemudian dikeringkan
3. Plasenta terdiri dari dua sisi, bukalah plasenta pada sisi yang menyerupai
daging, kemudian taburi dengan garam, bunga-bunga wangi atau bisa juga
dengan menggunakan aroma terapi
4. Letakkan plasenta yang telah dibungkus dalam kantong lotus birth
22

5. Bila kain pembungkus basah, gantilah dengan yang baru. Jagalah plasenta
tetap kering. Tambahkan garam apabila garam dalam plasenta telah habis

Gambar 5. Perlengkapan perawatan plasenta lotus birth. A. underpad, B.


garam, C. Tas pembawa25
Pada hari pertama tali pusat akan layu, kemudian akan mulai mengering
dan kaku. Kemudian keringkan kembali tali pusat setelah memandikan bayi. Bila
ibu merasa tidak nyaman melihat tali pusat, tali pusat dapat dibungkus dengan
kasa gulung. Dengan cara melilitkannya ke tali pusat bayi. Pada umumnya tali
pusat akan lepas pada hari empat sampai tujuh. Setelah tali pusat lepas, bersihkan
pusar bayi dengan menggunakan cotton bud.25
Ketika ibu menyusui selama tali pusat belum terlepas dari dinding perut
bayi maka ibu menggendong bayi dan plasenta yang telah disimpan di kantong
plasenta. Peristiwa ini asosiasinya seperti sebuah “power bank” yang terhubung
dengan telepon genggam dimana bayi masih mendapat energi psikospiritual dari
plasenta yang belum terlepas. Konsep ini diyakini memberikan kekuatan yang
harmonis antara ibu, bayi, dan plasenta seperti dalam prinsip kanda pat rare yang
diyakini di masyarakat Hindu di Bali. 25
BAB III
RINGKASAN

Penjepitan tali pusat sekarang terdiri dari tiga cara yaitu penjepitan tali pusat
segera, penjepitan tali pusat tertunda, dan tali pusat tidak dijepit. Ketiga cara ini
pun belum diketahui kapan waktu yang optimal untuk melakukan penjepitan tali
pusat.
Sesuai guideline WHO 2012 dan beberapa penelitian tentang manajemen
tali pusat, didapatkan hasil penundaan penjepitan tali pusat lebih dari 1 menit,
memberikan banyak manfaat daripada penjepitan tali pusat segera. Manfaat untuk
bayi dari penundaan penjepitan tali pusat adalah nilai hemoglobin yang lebih
tinggi, tambahan cadangan besi tubuh, dan berkurangnya kejadian anemia pada
perkembangan selanjutnya. Kadar sel darah merah yang lebih tinggi menjadikan
aliran ke organ vital dan adaptasi kardiopulmoner lebih baik, sehingga
meningkatkan durasi dari menyusui saat–saat awal. Penundaan penjepitan tali
pusat merupakan metode terbaik dalam manajemen kala III terutama pada bayi
preterm yang lahir secara pervaginam maupun seksio saesarea, dengan syarat
utamanya adalah bayi tidak memerlukan ventilasi tekanan positif. Penundaan
penjepitan tali pusat tidak meningkatkan kejadian perdarahan paska persalinan
pada ibu. Metode ini dapat mengurangi kejadian perdarahan intraventrikuler
(IVH) dan Necrotizing Enterocolitis (NEC) terutama pada bayi preterm.
Beberapa penelitian menyebutkan beberapa kerugian dari melakukan
penundaan penjepitan tali pusat adalah peningkatan risiko terjadinya
hiperbilirubinemia, polisitemia, dan perdarahan pada ibu, namun hal ini tidak
signifikan dibuktikan.
Metode membiarkan tali pusat tidak dipotong masih sangat sedikit dibahas
dalam penelitian internasional. Namun, jika ibu memang menghendakinya,
sebaiknya bayi dipantau dengan ketat terutama untuk tanda infeksi. Membiarkan
tali pusat tidak dipotong, pada hakekatnya sama dengan penundaan penjepitan tali
pusat namun dengan risiko infeksi pada bayi yang lebih tinggi.

23
24

Kontroversi terhadap waktu penjepitan, menjepit atau tidak menjepit


merupakan lahan penelitian lebih lanjut untuk kemanfaatan pelayanan dan
keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Andersson, O.. 2013. Effect of Delayed versus Early Cord Clamping on


Healthy Term Infants. Digital Comprehensive Summaries of Uppsala
Dissertations from the Faculty of Medicine 893
2. Kaempf J. W., et al. 2008. Delayed Umbilical Cord Clamping in
Premature Neonates. J Obstetrics and Gynecology 120 (2). 325-330.
3. Chiruvolu A, et al. 2015. Effect Of Delayed Cord Clamping On Very
Preterm Infants. American Journal of Obstetric and Gynecology: 674 – 9.
4. Lubis Muara. 2008. “Dampak Penundaan Penjepitan Tali Pusat terhadap
Peningkatan Hemoglobin dan Hematokrit Bayi pada Persalinan Normal”
(tesis). Medan: RSUP H. Adam Malik – RSUD dr Pirngadi. Medan.
5. Elimian A, et al. 2014. Immediate Compared With Delayed Cord
Clamping in the Preterm Neonate. J Obstetrics and Gynecology 124 (6).
1075-1079.
6. Alan S, Arsan S, Okulu E, Akin IM, Kilic A, Taskin S, et al. 2014. Effect
of Umbilical Cord Milking on the Need for Packed Red Blood Cell
Transfusions and Early Neonatal Hemodynamic Adaptation in Preterm
Infants Born < 1500 g: A Prospective, Randomized, Controlled Trial. J
Pediatr Hemato Oncol 36(8). 494-498.
7. Hosono S, Mugishima H, Kitamura T, et al. 2008. Effect of hemoglobin
on transfusion and neonatal adaptation in extremely low-birth weight
infants. Pediatric Int. 2008;50:306-311.
8. WHO. 2012. Guidline for optimal timing of cord clamping for the
prevention of iron deficiency anaemia in infants. Geneva, World Health
Organization
9. WHO. 2014. Guideline: Delayed umbilical cord clamping for improved
maternal and infant health and nutrition outcomes. Geneva, World Health
Organization. Cited [8 September 2016] from:
http://www.who.int/nutrition/publications/guidelines/cord_clamping/en

25
26

10. WHO. 2012. Guidelines on basic newborn resuscitation. Geneva, World


Health Organization
11. Downey, C. L., Bewley, S.. 2012. Historical perspective on umbilical cord
clamping and neonatal transition. J R Soc Med 2012: 105: 325-329
12. Cunningham, et al. 2014. Embryogenesis and Fetal Morphological
Development dalam Williams Obstetrics 24 th edition. Mc-Grawhill
Education
13. WHO. Active Management of The Third Stage of Labour. Geneva; World
Health Organization. 2015. Cited [8 September 2016] from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/119831/1/WHO_RHR_14.18_eng.
pdf
14. Artha Ida, Kemara Ketut, Megadhana I. 2013. Penundaan Penjepitan Tali
Pusat sebagai Strategi yang Efektif untuk Menurunkan Insiden Anemia
Defisiensi Besi pada Bayi Baru Lahir. [8 September 2016] URL:
Ojs.unud.ac.id
15. Jaleel, R., dan Khan, Ayesha. 2008. Severe Anemia and Adverse
Pregnancy Outcome. Journal of Surgery Pakistan (International) 13 (4)
October – December 2008
16. Masloman N., Gunawan S.. 2006. Hubungan antara Anemia dengan
Perkembangan Neurologi Anak Usia 12-24 bulan. Sari Pediatri, Vol.7,
No.4, Maret 2006: 178-182
17. Anderson O, Westas HL, Andersson D. 2011. Effect of Delayed versus
early umbilical cord clamping on neonatal outcomes and iron status at 4
months: a randomised controlled trial. BMJ
18. Reynolds GJ, Rabe H, Rosselo Diaz. 2007. Early versus delayed umbilical
cord clamping in preterm infants. The Cochrane Collaboration
19. Duley L, Batey N. 2013. Optimal timing of umbilical cord clamping for
term and preterm babies. Early Human Development 89. 2013. 905 – 908.
20. RCOG. 2013. RCOG statement on umbilical non-severance or lotus birth.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. London; [8 September
27

2016]. URL: https://www.rcog.org.uk/en/news/rcog-statement-on-


umbilical-non-severance-or-lotus-birth
21. Burns E. 2014. More Than Clinical Waste? Placenta Rituals Among
Australian Home-Brithing Women. J Perinat Educ. 2014. 23(1):41-49.
22. Lim, R.. 2015. Placenta: The Forgotten Chakra. 1st World Library
23. Buckley. Lotus birth: A ritual for our times. 2002. Cited [1 September
2016] from:
http://www.birthingalternatives.com/Resources/Birth/Lotus%20Birth.pdf [
PubMed]
24. Pinatih, A.S. Pendekatan Sistem Kanda Pat. Cited [11 Januari 2017] from:
https://agungswastika.wordpress.com/budaya/pendekatan-sistem-kanda-
pat/
25. Sanjaya, I. N. H. 2016. Natural Birth. Kasih Medika Pregnancy School
26. King Edward Memorial Hospital. 2015. Intrapartum Care Management of
a Lotus Birth. Government of Western Australia Department of Health
27. Division of Reproductive Health (Technical Support) Family and
Reproductive Health. 1998. Care of The Umbilical Cord: A Review of The
Evidence. Geneva; World Health Organization
28. Tjukurpa Minymaku. 2014. Labour and birth. From Women’s Bussiness
Manual. 2014 (5).
29. Yefri, R., Mayetti, dan Machmud, R.. 2010. Kolonisasi Kuman dan
Kejadian Omfalitis pada Tiga Regimen Perawatan Tali Pusat pada Bayi
Baru Lahir. Sari Pediatri 2010:11 (5): 341-7

Anda mungkin juga menyukai