Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISIS

Disusun Untuk Memenuhi tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Pembimbing : Endrian MJW S.Kep.,Ners.M.Kep.

Disusun Oleh:
Resa Kurnia Nugraha
NIM. 2106277057

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah berbahaya dari dalam tubuh ketika ginjal tidak
mampu melaksanakan proses tersebut (Mulyani and Ladesvita 2021).
Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan 2-3
kali seminggu dengan lama waktu 4-5 jam, yang bertujuan untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme protein dan mengoreksi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit (Pradita and Safitri 2020).
Ada dua jenis utama dialisis, yaitu :
1. Hemodialisis, cuci darah yang menggunakan ginjal buatan. Dimana
darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin
diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan titik akses
ke pembuluh darah. Terdapat 3 jenis titik akses : Arteriovenous Fistula,
Arteriovenous graft, Kateter.
2. Dialisis peritoneal, cuci darah yang dibantu dengan membran peritoneal
di perut untuk menyaring darah.
B. Etiologi
Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien
dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis
(Antoro, Erwin, and Sabtiani 2021). Dialisis dilakukan bagi pasien yang
menderita gagal ginjal kronik stadium akhir/stadium lima. Gagal ginjal kronik
adalah kondisi ketika ginjal mengalami kegagalan fungsi untuk menyaring /
membersihkan darah.
C. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat penyakit dan
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau GFR yaitu :
1. Stadium 1 memiliki nilai LFG > 90 ml/menit/1,73m²
2. Stadium 2 memiliki nilai LFG 60 – 89 ml/menit/1,73m²
3. Stadium 3 memiliki nilai LFG 30 – 59 ml/menit/1,73m²
4. Stadium 4 memiliki nilai LFG 15 – 29 ml/menit/1,73m²
5. Stadium 5 memiliki nilai LFG < 15 ml/menit/1,73m²
Menghitung laju GFR (Glomerulus Filtration Rate), rata-rata kecepatan
volume cairan yang filtrasi di glomerulus ginjal.
GFR laki-laki : (140 – umur) x kg BB / (72 x serum kreatinin)
GFR perempuan : (140 – umur) x kg BB / (72 x serum kreatinin) x 0,85
D. Tanda dan Gejala
Pasien-pasien dinyatakan memerlukan dialisis apabila terdapat indikasi :
- Pasien yang mengalami GGA dan GGK yang sudah tidak bisa diatasi
dengan terapi konservatif (obat-obatan dan diet)
- Nilai LFG < 15 ml/menit/1,73m²
- Ureum lebih dari 200 mg%
- Kadar Kreatinin serum > 10 mg/dl
- Muncul gejala uremia, seperti gatal-gatal, mual, muntah, kehilangan
nafsu makan, dan kelelahan.
- Hiperkalemia/ tingginya kadar kalium dalam darah : lebih dari 7 mg/l
- Tingginya kadar asam dalam darah (Asidosis)
- Terjadinya pembengkakan pada bagian-bagian tubuh akibat ginjal tidak
dapat membuang kelebihan cairan.
E. Tujuan
1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-
sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang
seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi
ginjal
4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang
lain.
F. Proses Haemodialisa
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di
dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan
kembali ke dalam tubuh. Rata–rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8
liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada
di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses
agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian
kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV)
fistula/ AV Shunt, AV graft dan central venous catheter. AV fistula/ AV
Shunt adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung
lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. AV Shunt adalah sebuah tindakan
pembedahan kecil di lengan yang menghubungkan langsung antara pembuluh
darah vena dan pembuluh darah arteri. Sebelum melakukan proses
hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda-tanda vital pasien untuk
memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. Selain itu
pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam
tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah
menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blod line
(selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan
keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh.
Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.
Selama posedur, pencucian darah menggunakan mesin maka digunakan obat
pengencer darah (Heparin), agar tidak terjadi penggumpalan darah pada
selang dan alat cuci darah.
Pada proses hemodialisa, darah sebenarnya tidak mengalir melalui
mesin HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD
sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD
untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan
informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin
HD juga mengatur cairan dialisa yang masuk ke dialyzer, dimana cairan
tersebut membantu mengumpulkan racun-racun dari darah. Pompa yang ada
dalam mesin HD berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer
dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
G. Pemantauan Hemodialisis
- Berat badan aktual/ kering : BB tanpa kelebihan cairan yang terbentuk
setelah tindakan HD. IDWG (peningkatan BB diantara dua tindakan HD)
semakin tinggi IDWG, maka semakin banyak cairan yang menumpuk di
dalam tubuh.
Nilai normal IDWG : kurang dari 3%
BB sebelum HD saat ini−BB setelah HD sebelumnya
Rumus IDWG : x
BB sebelum HD saat ini
100 %
- TTV diperiksa
- Spesimen darah diambil untuk mengetahui kadar elektrolit serum dan zat
sisa tubuh
- Cek Hemoglobin sebelum dan sesudah dialisis.
Kadar Hb rendah menunjukan pasien anemia. Pada pasien gagal ginjal
kronis biasanya mengalami kadar Hb rendah. Karena adanya kegagalan
fungsi ginjal dalam memproduksi hormon eritropoetin (hormon pemicu
pembentukan sel darah merah). Selain itu karena efek samping
hemodialisa adalah anemia, sehingga jika pasien dalam keadaan anemia
menjalani prosedur hemodialisa, maka anemia akan semakin berat dan
berisiko terhadap sistem sirkulasi, oksigenasi, serta berisiko terhadap
keselamatan pasien.
H. Komplikasi
Komplikasi Hemodialisa
1. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya
hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot
seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan
volume yang tinggi (Abdurrakhman 2021).
2. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati
otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan.
3. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat
diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang
cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik
diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan
perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom
ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa
pertama dengan azotemia berat.
5. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu
dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama
hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
7. Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai
dengan sakit kepala.
8. Pembekuan darah
Pembekuan darah disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
kuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
I. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi :
PRE HEMODIALISA
a. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolik, Hb < 7 gr/dl,
pneumonitis dan perikarditis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan
pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan HD 4-5 jam
Kriteria hasil : nafas 16-24 x/menit, edema paru hilang.
Intervensi Rasional
1. Observasi penyebab nafas Untuk menentukan tindakan
tidak efektif yang harus segera dilakukan
2. Observasi respirasi dan nadi Menentukan tindakan
3. Pertahankan posisi nyaman Meningkatkan ekspansi paru.
misalnya posisi semi fowler
4. Ajarkan cara nafas yang Hemat energi sehingga nafas
efektif tidak semakin berat
5. Berikan oksigen Menghilangkan distress
respirasi dan sianosis
6. Kolaborasikan pemeriksaan Untuk mengetahui elektrolit
laboratorium (elektrolit) sebagai indicator keadaan status
cairan
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran
urine, retensi cairan dan natrium.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
keseimbangan volume cairan tercapai setelah dilakukan HD 4-5 jam
Kriteria Hasil :
- BB post HD sesuai dry weight
- Edema hilang
- Retensi 16-28 x/menit
- Kadar natrium darah 132-145 mEq/l
Intervensi Rasional
1. Observasi status cairan, timbang pengkajian merupakan dasar
berat badan pre dan post HD, berkelanjutan untuk
keseimbangan masukan dan memantau perubahan dan
haluaran, turgor kulit dan adanya mengevaluasi intervensi
edema, tekanan darah, denyut
dan irama nadi.
2. Batasi masukan cairan dan pembatasan cairan akan
garam menentukan dry weight,
haluaran urine dan respons
terhadap terapi
3. Jelaskan pada pasien dan pemahaman meningkatkan
keluarga tentang pembatasan kerja sama pasien dan
cairan keluarga dalam pembatasan
cairan
4. Timbang berat badan untuk memantau status cairan
dan nutrisi
5. Kolaborasikan dialisis untuk mengurangi
penumpukan cairan dalam
tubuh
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia,
mual & muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa oral
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan
keseimbangan nutrisi tercapai setelah dilakukan HD yang adekuat, diet
protein terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Tidak terjadi penambahan atau penurunan BB yang cepat
- Turgor kulit normal tanpa udema
- Kadar albumin plasma 3,5-5,0 gr/dl
- Konsumsi diet nilai protein tinggi
Intervensi Rasional
1. Observasi status nutrisi : Sebagai dasar untuk
- Perubahan BB memantau perubahan dan
- Pengukuran antropometri intervensi yang sesuai
- Nilai lab (elektrolit, BUN,
kreatinin, kadar albumin,
protein
2. Kolaborasi menentukan tindakan Tindakan HD yang adekuat
HD 4-5 jam 2-3 minggu dapat menurunkan kejadian
mual, muntah dan
anoreksia, sehingga nafsu
makan meningkat
3. Kolaborasi pemberian infus Pemberian albumin lewat
albumin 1 jam terakhir HD infus IV akan
meningkatkan albumin
4. Tingkatkan masukan protein protein lengkap akan
yang mengandung nilai biologis meningkatkan
tinggi : telur, produk susu, keseimbangan nitrogen
daging.
5. Jelaskan rasional pembatasan Meningkatkan pemahaman
diet dan hubunganya dengan pasien tentang hubungan
penyakit ginjal dan peningkatan antara diet, urea, kadar
urea dan kadar kreatinin. kreatinin dengan penyakit
renal.
6. Kaji bukti adanya masukan masukan protein yang tidak
protein yang tidak adekuat adekuat dapat
seperti pembentukan edema, menyebabkan penurunan
penyembuhan yang lambat, albumin dan protein lain,
penurunan kadar albumin. pembentukan edema dan
perlambatan penyembuhan.

INTRA HEMODIALISA
a. Resiko cedera b.d akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap
penusukan dan pemeliharaan akses vaskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak
mengalami cedera
Kriteria Hasil :
- Kulit pada sekitar AV Shunt utuh / tidak rusak
- Pasien tidak mengalami komplikasi HD
Intervensi Rasional
1. Observasi kepatenan AV AV Shunt yang sudah tidak
Shunt sebelum HD baik bila dipaksakan bisa
terjadi rupture vaskuler
2. Observasi warna kulit, Kerusakan jaringan dapat
keutuhan kulit, sensasi didahului tanda kelemahan
sekitar shunt pada kulit, lecet, bengkak,
sensasi menurun
3. Monitor TD setelah HD Posisi baring lama setelah HD
dapat menyebabkan orthostatik
hipotensi
4. Lakukan heparinisasi pada Shunt dapat mengalami
shunt pasca HD sumbatan dan dapat
dihilangkan dengan heparin
5. Cegah terjadinya infeksi Infeksi dapat mempermudah
pada area shunt kerusakan jaringan
b. Resiko perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan klien tidak
terjadi perdarahan
Kriteria Hasil :
- TD 120/80 mmHg, Nadi 80-100 x/menit, regulasi, pulsasi kuat
- Tidak ada tanda perdarahan lebih lanjut, trombosit meningkat

Intervensi Rasional
1. Monitor Tanda-tanda Penurunan trombosit merupakan
penurunan trombosit yang tanda adanya kebocoran
disertai tanda klinis pembuluh darah yang pada
tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda
klinis, seperti epistaksis, ptekie
2. Anjurkan pasien untuk banyak Aktifitas pasien yang tidak
istirahat terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan
3. Berikan penjelasan kepada Keterlibatan pasien dan
klien dan keluarga untuk keluarga dapat membantu untuk
melaporkan jika ada tanda penanganan dini bila terjadi
perdarahan, seperti : perdarahan
hematemesis, melena,
epistaksis
4. Antisipasi adanya perdarahan : Mencegah terjadinya perdarahan
pelihara kebersihan mulut, lebih lanjut
berikan tekanan 5-10 menit
setiap selesai ambil darah
5. Kolaborasi, monitor trombosit Dengan trombosit yang dipantau
setiap hari setiap hari, dapat diketahui
tingkat kebocoran pembuluh
darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami pasien.
POST HEMODIALISA
a. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialisis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dan HD diharapkan klien
mampu berpartisifasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.

Kriteria Hasil :
- berfartisifasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih
- Berpartisifasi dalam meningkatkan aktivitas dan latihan
Intervensi Rasional
1. Observasi faktor yang Menyediakan informasi
menimbulkan kelelahan : tentang indikasi tingkat
anemia, ketidakseimbangan keletihan
cairan dan elektrolit, retensi
produk sampah depresi
2. Tingkatkan kemandirian Meningkatkan aktifitas
dalam aktifitas perawatan diri ringan / sedang dan
yang dapat ditoleransi, bantu memperbaiki harga diri
jika keletihan terjadi
3. Anjurkan aktivitas alternatif Mendorong latihan dan
sambil istirahat aktifitas yang dapat
ditoleransi dan istirahat
yang adekuat
4. Anjurkan untuk istirahat Istirahat yang adekuat
setelah dialisis diajurkan setelah dialisis,
karena adanya perubahan
keseimbangan cairan dan
elektrolit yang cepat pada
proses dialisis sangat
melelahkan

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrakhman, Nur. 2021. “Pengaruh Flexibility Exercise Terhadap Kekuatan


Otot Pada Pasien Hemodialisis.” Jurnal Kesehatan 12(1):42–51.
Antoro, Budi, Tubagus Erwin, and Yuni Sabtiani. 2021. “Deep Breathing
Berpengaruh Terhadap Tingkat Kelelahan Pada Pasien Hemodialisis.”
Jurnal Keperawatan 13(2):499–506.
Mulyani, Lilis and Fiora Ladesvita. 2021. “Hubungan Laju Filtrasi Glomerulus
Dengan Kadar Hemoglobin Dan Kalsium Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Yang Menjalani Hemodialisis.” Indonesian Journal of Health Development
3(2):272–84.
Pradita, Nurul and Kiki Hardiansyah Safitri. 2020. “Literature Review :
Efektivitas Terapi Non Farmakologi Terhadap Penurunan Tekanan Darah
Pada Pasien End Stage Renal Disease Yang Menjalani Hemodialisis.” Jurnal
Keperawatan Wiyata 1(1):1–13.

Anda mungkin juga menyukai