Diajukan Untuk Memenuhi Tugas akhir mata kuliah sistem pemerintahan daerah
JANUAR ROBIANSYAH
201011500093
PPKN REGULER A 2020
Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas mini riset
ini. Dan juga tidak lupa saya berterima kasih kepada dosen mata kuliah sistem
pemerintahan daerah. Saya sangat berharap tugas mini riset ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang
penulis harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
sarana yang membangun.
Semoga tugas sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya mini riset yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun
bagi orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan
JANUAR ROBIANSYAH
NIM 201011500093
SENGKETA APA SAJA YANG BIASANYA MUNCUL ANTARA DAERAH SATU
DENGAN DAERAH LAINNYA? DAN BAGAIMANA PENYELESAIANNYA?
PENDAHULUAN
Otonomi Daerah adalah perwujudan dari pemancaran kekuasaan oleh pusat kepada
daerah. Dimana seringkali muncul persoalan-persoalan sosial di daerah tak terkecuali
persoalan batas antar daerah, cara penentuan batas wilayah haruslah memenuhi aspek
yuridis dan teknis di lapangan, ketika ini tidak dapat dipenuhi maka akan timbul
sengketa. Penyelesaian berjenjang oleh Menteri Dalam Negeri dan Gubernur adalah
bentuk penyelesaian secara politik pemerintahan dan bersifat final. Penyelesaian
berjenjang oleh Menteri Dalam Negeri dan Gubernur adalah wujud perbuatan hukum
publik atas nama negara. Peran Menteri Dalam Negeri dan Gubernur menunjukkan
perilaku aktif negara sebagaimana ditegaskan dalam prinsip negara modern, yang
merupakan bentuk penyelesaian batas wilayah antar daerah sebagai bagian dari
penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
Regulasi pemekaran wilayah kemudian secara khusus diatur dalam UU No. 32 Tahun
2004 Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus. Selanjutnya UU
tersebut telah diperbaharui dengan UU No. 23 Tahun 2014 BAB VI Bagian Kedua
terkait pembentukan daerah diatur dalam Pasal 32 ayat (1) yaitu pembentukan suatu
daerah dapat berupa pemekaran daerah dan penggabungan daerah. Menurut UU No. 23
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemekaran daerah terdiri dari pemecahan
Daerah Provinsi atau Daerah Kabupaten untuk menjadi dua atau lebih Daerah baru,
sedangkan penggabungan bagian Daerah dari Daerah yang bersanding dalam 1 (satu)
Daerah provinsi menjadi satu daerah atau lebih.
SENGKETA APA SAJA YANG BIASANYA MUNCUL ANTARA DAERAH SATU
DENGAN DAERAH LAINNYA
Kekaburan batas daerah mungkin juga dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih
luas lagi dari sekedar potensi konflik antar daerah karena potensi strategis dan ekonomis
suatu bagian wilayah, seperti dampak pada kehidupan sosial dan penyelenggaraan
administrasi pemerintahan bahkan mungkin juga menimbulkan dampak politis
khususnya di daerah-daerah perbatasan. Oleh karena itu dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan, penegasan batas daerah menjadi penting untuk dilaksanakan.
1. Dalam hal menentukan titik-titik batas fisik dengan mengacu pada pembentukan
undang-undang pembentukan daerah sering menimbulkan masalah karena masing-
masing pihak tidak dengan mudah sepakat begitu saja mengenai titik-titik batas fisik
yang ditentukan.
2 .Persoalan penentuan luas dan batas wilayah/daerah serta keberatan dari daerah induk
untuk menyerahkan beberapa wilayah yang ada kepada daerah baru merupakan
persoalan yang berpotensi memicu konflik antar daerah.
Penyelesaian sengketa batas daerah dapat ditempuh melalui dua mekanisme, yakni:
penyelesaian sengketa batas daerah secara non hukum dan penyelesaian sengketa
melalui upaya hukum. .Secara non hukum disebut juga penyelesaian sengketa melalui
administrasi kepemerintahan, dalam hal ini dimediasi oleh Kementerian Dalam Negeri
dan Gubernur.
Sementara penyelesaian sengketa dengan upaya hukum ditempuh melalui gugatan yang
diajukan oleh para pihak yang merasa dirugikan akibat terbitnya suatu keputusan atau
peraturan ke Peradilan Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung atau Mahkamah
Konstitusi.
1. Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Antar Daerah Melalui Peradilan Tata Usaha
Negara Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai kewenangan menyelesaikan
sengketasengketa tata usaha negara, yang memenuhi unsur-unsur yang diisyaratkan.
Sengketa tata usaha negara baru lahir jikalau seseorang atau badan hukum perdata
merasa dirugikan, sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan. Sebagaimana
diketahui bahwa, badan/pejabat tata usaha negara dalam fungsi menyelenggarakan
kepentingan umum tidak terlepas daripada tindakan mengeluarkan keputusan, sehingga
tidak menutup kemungkinan pula keputusan tadi menimbulkan kerugian. Pasal 1 angka
1 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara14 merumuskan: keputusan tata usaha
negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha
negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berlaku yang bersifat
konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata.
2. Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Antar Daerah Melalui Mahkamah Agung
Mahkamah Agung dapat dianalogikan sebagai puncak perjuangan keadilan bagi setiap
warga negara. Hakekat fungsinya berbeda dengan Mahkamah Konstitusi yang tidak
berhubungan dengan tuntutan keadilan bagi warga negara. Hal ini dianggap penting
dalam rangka perwujudan kekuasaan kehakiman yang menjamin tegaknya negara
hukum yang didukung oleh sistem kekuasaan kehakiman yang independen dan
impartial.10 Bahwa menurut ketentual pasal 24A ayat (1) UUDNRI tahun 1945,
menyatakan: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang- undang”. Dan berdasarkan
ketentuan pasal 24 ayat (2) UUDNRI tahun 1945, berbunyi: “Kekuasaan Kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”.
KESIMPULAN
Penegasan batasan wilayah dalam pembuatan daerah sangatlah urgen dalam penerapan
otonomi daerah. Sebab tujuan bawah dari pembuatan Daerah Otonom Baru merupakan
mendekatkan pelayanan kepada warga serta tingkatkan kesejahteraan warga dengan
batas- batas daerah yang jelas. Namun implementasinya mayoritas pemekaran wilayah
dimotivasi oleh kepentingan politis dan ekonomis. Kepentingan politik tersebut terpaut
dengan pengisian jabatanjabatan baru dan jabatan- jabatan lain di pemerintah wilayah
otonom baru nantinya. Sedangkan sisi ekonomis terkait dengan potensi sumber daya
alam yang terdapat di wilayah otonom baru tersebut, dan harapan hendak memperoleh
alokasi dana oleh pemerintah pusat dalam penerapan otonomi wilayah.
Penyelesaian sengketa batas wilayah selain harus diatur secara tegas dalam peraturan
perundang-udanangan, harus melibatkan partisipasi masyarkat dan masyarakat hukum
adat. Apabila timbul sengketa batas wilayah hanya dapat diselesaikan oleh Pemerintah
(Menteri Dalam negeri) dan tidak perlu diajukan ke MA,MK, maupun PTUN .
seharusnya dalam mengingat pentingnya batas wilayah suatu daerah sebagai simbol
kewenangan atas daerah tersebut, maka perlu dibentuk aturan hukum yang mengatur
mekanisme penyelesaian sengketa batas wilayah secara tegas agar penyelesaian
sengketa batas wilayah tersebut memiliki kepastian hukum dan dapat diterima oleh
seluruh pihak yang bersengketa. Kedua, Diharapkan adanya peran pemerintah secara
maksimal terlibat dalam penyelesaian sengketa batas wilayah sebelum sengketa tersebut
diselesaikan melalui hukum (pengadilan) sehingga akan dimungkinkan menemukan titik
temu diantara para pihak yang bersengketa.
REFERENSI
Josep Riwu Kalo, Mekanisme Pengontrolan Dalam Hubungan Pemerintah Pusat dan
Daerah, Bima Aksara, Jakarta. 1996.
Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta,
2009.