AKAD MURABAHAH
DOSEN :
WIRA RAMASHAR,SE.,M.Ak
DISUSUN OLEH:
SHANDY RAMADHAN (190301050)
RAHMAD FAYYADH WISESA (190301195)
YUDI WINALDI (190301074)
DAFTAR ISI ...................................................................................................................
PENDAHULUAN ..............................................................................................
PEMBAHASAN ................................................................................................
A. Pengertian Murabahah .............................................................................................
B. Rukun dan Syarat Akad Murabahah ........................................................................
1.Rukun Jual Beli Murabahah.
2. Syarat Jual Beli
4. C. Jenis-Jenis Murabahah ............................................................................................
D. PSAK 102 Tentang Akuntansi Murabahah ...........................................................
E. Aplikasi Murabahah pada Bank Syariah Indonesia ..........................................
F. Penggunaan Akad Murabahah pada Pembiayaan Murabahah di Syariah ..............
PENUTUP ........................................................................................................
A. Kesimpulan ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang universal. Islam agama yang mengatur segala aspek keh
idupan manusia, secara garis besar Islam mengatur dua bagian pokok, yaitu ibadah da
n muamalah. Ibadah adalah hubungan secara vertikal, yang mengatur manusia dalam
berhubungan kepada Allah S.W.T. sebagai Tuhannya. Sedangkan muamalah ialah hu
bungan secara horizontal, yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut hubungan antara
manusia dengan manusia yang meliputi aspek ekonomi, politik, yang menyangkut asp
ek ekonomi seperti jual-beli, simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan lain s
ebagainya. Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia berka
itan denan berbagai macam kebutuhan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan,
serta kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sudah seharusnya manusi
a bekerja dengan mengolah segala yang telah disediakan di alam semesta ini, dan dari
hasil kebutuhan tersebut kebutuhan manusia dapat terpenuhi, baik kebutuhan primer, s
ekunder dan tertier. Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-
Qur’an dan Al-Hadits membantu manusia untuk menyelenggarakan praktik ekon
omi yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran dan pencatatan transaksi dan
pengungkapan hak-hak dan kewajiban-kewajiban secara adil (Wiroso, 2011). Sehingg
a akuntansi sesungguhnya adalah alat pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta dan
sesama makhluk, yang digunakan oleh manusia untuk mencapai kodratnya sebagai kh
alifah. Salah satu pembiayaan yang berlandaskan syariah adalah pembiayaan murabah
ah. Pembiayaan Murabahah merupakan salah satu produk pembiayaan di perbankan s
yariah yang paling mendominasi dan banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Dal
am pembiayaan murabahah diperlukan adanya perlakuan akuntansi, perlakuan akunta
nsi merupakan sistem akuntansi untuk melihat bagaiman proses pencatatan terhadap p
roduk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak yang terkait menjadi siste
m akuntansi yang dipakai lembaga keuangan syariah.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Murabahah
Murabahah merupakan salah satu konsep islam dalam melakukan perjanjian jual
beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuan
ganislam untuk membiayaimodal kerja, dan pembiayaan perdagangan para nasabahny
a. Murabahah adalah istilah dalam fikih islam yang berarti suatu bentuk jual beli terte
ntu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan bia
ya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntu
ngan (margin) yang diinginkan. Menurut dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (Fatw
a, 2006) yang dimaksud dengan Murabahah adalah menjual suatu barang dengan men
egaskan harga belinya kepada pembeli dan pembelimembayarnya dengan harga yang l
ebih sebagai laba. Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam : 1.
Murabahah tanpa pesanan artinya ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan
barang dan 2.Murabahah berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan melaku
kan transaksi jual beli apabila ada yang pesan
‘Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “
Tiga hal yang didalmnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, nuqaradh
ah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual
(HR Ibnu Majah)Beberapa firman dan dalil yang mendukung adanya akad mur
abahah tersebut adalah :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian) itu”
(Q.S. Al-Maidah : 1)
“Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu makan harta sesamamu dengan jal
an bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantaramu”
(Q.S. An-Nissa : 29)
Dari Abu Hurairah R.A. bahwa Nabi SAW pernah bersabda:
“Barang siapa meminjam dengan tekad mengembalikan, maka Allah akan
membantu melunasinya. Dan barang siapa meminjam dengan niat tidak
mengembalikannya, maka Allah akan membuatnya bangkrut”
B. Rukun dan Syarat Akad Murabahah
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi (necessary condition)
, misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa adanya penjual dan pembeli, maka jual bel
i tidak akan ada. Para ekonom-ekonom Islam dan ahli-ahli Fiqh, menganggap Muraba
hah sebagai bagian dalam jual beli. Maka, secara umum kaidah yang digunakan adala
h jual beli. Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab qabul), orang-orang yang berakad
(penjual dan pembeli) dan ma’kud alaih(obyek akad)( Hendi Suhendi. 2002: 70 )
2. Syarat Jual Beli
Selain karena faktor yang telah ada seperti akad menjadi sah atau lengkap adalah ada
nya syarat. Syarat yaitu sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukunnya.
Contohnya: adalah pelaku transaksi haruslah orang yang cakap hukum (mukalaf) men
urut mazhab Hanafi, bila rukun sudah terpenuhi tapi syarat tidak terpenuhi maka ruku
n menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi fasid (rusak) (Adi Warm
aan Azram Karim.2003 : 47). Adapun syarat-syarat jualbeli sebagai berikut (Sulaiman
Rusdid. 1954: 243), antara lain sebagai berikut:
.Penjual dan Pembeli
Berakal.
Dengan kehendak sendiri
Paparan tentang jual beli murabahah di atas merupakan konsep dan praktik murab
ahah yang banyak dituangkan dalam berbagai literatur klasik (kitab fikih turats), dima
na komoditas/barang yang menjadi obyek murabahah tersedia dan dimiliki penjual pa
da waktu negosiasi atau akad jual beli berlangsung. Kemudian ia menjual barang terse
butkepada pembeli dengan menjelaskan harga pembelian dan keuntungan yang akan d
iperoleh. Karena itu, dapat dikatakan praktik tersebut adalah transaksi jual beli biasa,
kelebihannya terletak pada pengetahuan pembeli tentang harga pembelian awal sehing
ga menuntut kejujuran penjual dalam menjelaskan harga awal yang sebenarnya.
Dalam praktik di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) termasuk bank syariah, bent
uk murabahah dalam fikih klasik tersebut mengalami beberapa modifikasi. Murabaha
h yang dipraktikkan pada LKS dikenal dengan murabahah li al-amir bi al-Syira
yaitu transaksi jual beli di mana seorang nasabah datang kepada pihak bank untuk me
mbelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan ia berjanji akan membeli ko
moditas/barang tersebut secara murabahah, yakni sesuai harga pokok pembelian ditam
bah dengan tingkat keuntungan yang disepakati kedua pihak, dan nasabah akan melak
ukan pembayaran secara installment (cicilan berkala) sesuai dengan kemampuan finan
sial yang dimiliki (Sami Hasan Hamûd. 1992 : 431). Mengenai kedudukan hukum pra
ktik murâbahah li al-umir bi al-Syira’ ulama kontemporer berbeda pendapat. Ada yan
g memperbolehkan dan ada juga yang melarang atau mengharamkan. Di antara ulam
yang mengakui keabsahan/kebolehan murâbahah li al-amir bi al-Syira adalah Sami Ha
mud, Yusuf Qardhawi, Ali Ahmad Salus, Shadiq Muhammad Amin, Ibrahim Fadhil,
dan lainnya. Adapun argumentasi mereka adalah sebagai berikut (Ah Azharuddin Lat
hif . 2014).
Pertama, hukum asal dalam muamalah adalah diperbolehkan dan mubah kecuali t
erdapat nash shahih dan sharih yang melarang dan mengharamkannya. Berbeda denga
n ibadah Mahdhah hukum asalnya adalah haram kecuali ada nash yang memerintahka
n untuk melakukannya. Oleh karena itu dalam muamalah tidak perlu mempertanyakan
yang mengakui keabsahan dan kehalalan, yang perlu diperhatikan adalah dalil yang
melarang dan mengharamkannya. Sepanjang tidak terdapat dalil yang melarangnya,
kedua. Keumuman nash Al-Qur’an dan hadis yang menunjukan kehalalan
segala bentuk jual beli, kecuali terdapat dalil khusus yang melarangnya. Yusuf Qarda
wi mengatakan, dalam surat al-Baqarah; 275 Allah menghalalkan segala bentuk jual
eli secara umum, baik jual beli muqâydhah (barter), sharf (jual beli mata uang/valas), j
ual beli salam ataupun jual beli mutlak serta bentuk jual beli lainnya. Semua jenis jual
beli ini halal, karena ia masuk dalam kategori jual beli yang dihalalkan Allah, dan tida
k ada jual beli yang haram kecuali terdapat nash dari Allah dan Rasulnya yang mengh
aramkannya.
Ketiga, terdapat nash ulama fikih yang mengakui keabsahan akad ini, di antarany
a pernyataan Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm: “dan ketika seseorang memperlihatk
ansebuah barang tertentu kepada orang lain, dan berkata: “belikanlah aku barang ini, d
aengkau akan aku beri margin sekian”, kemudian orang tersebut mau untuk membelik
annya, beli tersebut diperbolehkan”. Namun demikian, orang yang meminta
untuk dibelikan tersebut memiliki hak khiyar, jika barang tersebut sesuai dengan
kritrianya, maka bisa dilanjutkan dengan akad jual beli dan akadnya sah, sebaliknya, j
ika tidak sesuai, maka ia berhak untuk membatalkannya”.
Berdasarkan pernyataan ini, dapat disimpulkan bahwa Imam Syafi’i
memperbolehkan transaksi Murâbahah li al-Âmir bi al-Syirâ, dengan syarat pembeli a
tau nasabah memiliki hak khiyar, yakni hak untuk meneruskan atau membatalkan
akad. Selain itu, penjual juga memiliki hak khiyar, dengan demikian tidak terdapat jan
ji yang mengikat kedua belah pihak.
Keempat, transaksi muamalah dibangun atas asas maslahat. Hukum Islam tidak melar
ang bentuk transaksi kecuali terdapat unsur kezaliman di dalamnya, seperti riba, peni
mbunan (ihtikâr ), penipuan dan lainnya, atau diindikasikan transaksi tersebut dapat
menimbulkan perselisihan atau permusuhan di antara manusia, seperti adanya gharar
atau bersifat spekulasi. Permasalahan pokok dalam muamalah adalah unsur kemaslaha
tan. Jika terdapat maslahah, maka sangat dimungkinkan transaksi tersebut diperbolehk
an. Seperti halnya diperbolehkannya akad istishna, padahal ia merupakan jual beli/bai
‘ al-ma’dûm (obyek tidak ada saat akad), karena adanya kebutuhan dan maslahah yan
g akan didapatkan, tidak menimbulkan perselisihan dan sudah menjadi kebiasaan mas
yarakat.
Kelima, pendapat yang memperbolehkan bentuk murabahah ini dimaksudkan untuk m
emudahkan persoalan hidup manusia. Syariah Islam datang untuk mempermudah urus
an manusia dan meringankan beban yang ditanggungnya. Banyak firman Allah yang
menyatakan hal ini, di antaranya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu”
(An-Nisa ayat 28), dan Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghenda
ki kesukaran bagimu (al-Baqarah ayat 185). Kehidupan manusia di zaman sekarang le
bih kompleks, jadi mereka membutuhkan kemudahan-kemudahan.
Akan tetapi maksud dari kemudahan di sini adalah menjaga kemaslahatan dan hajat hi
dup orang banyak sebagaimana ingin diwujudkan oleh syarat.
Adapun ulama kontemporer yang melarang dan mengharamkan praktik murabahah li
al-amir bi al-Syira’ antara lain: Muhammad Sulaiman al-Asyqar, Bakr bin Abdullah
Abu Zaid, Rafîq al-Mishrî dan lainnya. Berikut:
Pertama, transaksi murabahah di LKS/bank syariah sebenarnya bukan dimaksudkan u
ntuk melakukan jual beli tapi hanya sekedar hîlah atau trik untuk menghalalkan riba.
Mereka mengatakan bahwa maksud dan tujuan sebenarnya transaksi murabahah adala
h untuk mendapatkan uang tunai, sebab kedatangan nasabah ke LKS/bank syariah seb
enarnya adalah untuk mendapatkan uang tunai. Sementara itu, pihak LKS/bank syaria
h tidak membeli barang melainkan hendak menjualnya kepada nasabah dengan cara ci
cilan, sehingga dapat dimaknai bahwa LKS/bank syariah sebenarnya tidak sungguh-
sungguh membeli barang tersebut.
Kedua, tidak ada satu orang pun dari ulama terdahulu (salaf ) yang membolehkan mur
abahah, bahkan ada yang menyatakan keharaman murabahah.
Ketiga, transaksi murabahah termasuk jual beli ‘ înah yang diharamkan. Jual beli ‘îna
h adalah pinjaman ribawi yang direkayasa dengan praktik
jual beli.
Keempat , Transaksi murabahah termasuk bay‘atâni fi bay‘ah. Rasulullah
SAW telah melarang bentuk jual beli bay‘ atâni fi bay‘ ah dalam sebuah hadis yang di
riwayatkan oleh Imam Ahmad, Nasa’i dan Tirmidzi. Untuk mengetahui apakah transa
ksi murabahah termasuk bay‘atâni fi bay‘ah, maka perlu mengetahui maksud dari mo
del akad tersebut . Menurut Imam Syafi’i bay‘atâni fi bay‘ah maksudnya adalah: Seor
ang penjual berkata: Saya menjual barang ini kepada kamu Rp. 100.000,- secara temp
o dan Rp.50.000,- secara kontan, terserah mau pilih yang mana, dan kontrak jual beli
berlangsung tanpa adanya satu pilihan pasti dan jual beli mengikat salah satu pihak.
Kelima, Bank syariah dalam melakukan transaksi murabahah, menjual
barang yang tidak atau belum dimilikinya (bai’ al-ma’dûm ) , dimana
pihak bank syariah dan nasabah berjanji untuk melakukan transaksi murabahah. Untu
k mewujudkan kesepakatan tersebut,mereka membuat transaksi janji; pihak bank berj
anji untuk menjual barang, dan pihak nasabah berjanji untuk membeli barang. Keharu
san nasabah untuk membeli karena perjanjian berubah menjadi transaksi yang
sebenarnya, padahal barangnya belum ada. Bentuk ini bertentangan dengan kaidah um
um syariat yang melarang jual beli pada barang yang tidak dimiliki.
Atas dasar perbedaan ulama di atas, Muhammad Taqi Usmani mengakui bahwa pada
mulanya murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan melainkan hanya alat untu
k menghindari “bunga bank” dan juga bukan merupakan instrumen ideal untuk menge
mbangkan tujuan riil ekonomi Islam. Instrumen murabahah hanya digunakan sebagai
langkah transisi yang diambil dalam proses islamisasi ekonomi. Sedangkan untuk me
nghindari praktik murabahah yang akan terjebak pada praktik hilah, bai’‘înah, bay‘atâ
ni fi bay‘ah, dan bai’ al-maudûm maka para ulama kontemporer mensyaratkan dalam
praktik jual beli murabahah dilembaga keuangan syariah sebagai berikut:
1). Jual beli murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan bunga, tetapi merupak
an jual beli komoditas dengan harga tangguh termasuk margin keuntungan di atas bia
ya perolehan yang disetujui bersama. Dalam kaitan ini, bila harga tangguh lebih tinggi
dari harga tunai maka sebelum para pihak berpisah, pilihan harga
tersebut harus telah disepakati agar terhindar dari bay‘atâni fi bay‘ah,
2).Pemberi pembiayaan dalam hal ini bank atau lembaga keuangan syariah lainnya, ha
rus telah membeli komoditas/barang dan menyimpan dalam kekuasaannya, atau mem
beli melalui orang ketiga sebagai agennya sebelum
dijual kepada nasabahnya. Bila tidak demikian maka akan terjadi bai’ al
-ma’dûm (menjual belikan sesuatu yang belum ada/dimiliki). Namun demikian, bila p
embelian langsung ke pihak supplier tidak praktis, diperbolehkan bagi pemberi pembi
ayaan untuk memanfaatkan nasabah sebagai agen/wakil dengan menggunakan akad w
akalah untuk membeli komoditas yang diperlukan atas nama pemberi pembiayaan. Da
lam kasus seperti ini, selama barang tersebut belum dibelikan oleh nasabah sebagai ag
en maka tidak boleh dilakukan akad jual beli komoditas/barang antara nasabah dan pi
hak pemberi pembiayaan. Bahkan bila nasabah sudah membelikan komoditasnya pun,
resiko atas rusak atau hilangnya barang masih ada pada pihak pemberi pembiayaan hi
ngga dilakukan akad jual beli antara kedua belah pihak. 3). Pembelian komoditas tida
k boleh dari nasabah sendiri (komoditas milik nasabah) dengan perjanjian buy back
(pembelian kembali) karena model perjanjian seperti ini masuk kategori bai ‘
inah yang diharamkan oleh sebagian besar ulama. Sejalan dengan syarat-syarat di atas
maka praktik murâbahah li al-âmir bi al-Syirâ’ di lembaga Keuangan Syariah (LKS) d
itempuh dengan prosedur sebagai berikut:
LKS selanjutnya bisa menunjuk nasabah sebagai agennya untuk membeli kom
oditas yang diperlukan nasabah atas nama LKS, dan perjanjian keagenan deng
an akad wakalah ditandatangani oleh kedua belah pihak;
Nasabah membelikan komoditas atas nama LKS dan mengambil alih penguasa
an barang sebagai agen LKS, pada tahap ini resiko komoditas masih ada pada
LKS
Nasabah menginformasikan kepada LKS bahwa ia telah membeli komoditas/at
au barang atas nama LKS, dan pada saat yang sama menyampaikan penawaran
untuk membeli barang tersebut dari LKS
LKS menerima penawaran tersebut dan proses jual beli berlangsung dengan pe
mbayaran secara cicilan/tangguh sesuai kesepakatan. Jika proses jual beli telah
berlangsung maka kepemilikan dan resiko komoditas/barang telah beralih ke t
angan nasabah. Langkah-langkah di atas diperlukan apabila LKS menjadikan
nasabah sebagai agennya, tetapi jika LKS membeli komoditas/barang langsug
ke supplier maka perjanjian keagenan seperti di atas tidak diperlukan. Dalam h
al ini, setelah LKS membelikan barang langsung ke pihak supplier maka prose
s jual beli antara LKS dan nasabah bisa dilaksanakan ((Ah Azharuddin Lathif .
2014)..
C. Jenis-Jenis Murabahah
Murabahah pada prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan, hal ini bersifat dan b
erlaku umum pada jual beli barang-barang yang memenuhi syarat jual beli murabahah
Dalam prakteknya pembiayaan murabahahyang diterapkan Bank Bukopin Syariah ter
bagi kepada 3 jenis, sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
1).Murabahah Modal Kerja (MMK)
yang diperuntukkan untuk pembelian barang-barang yang akan digunakan sebaga
i modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperluknoleh perusahaan u
ntuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahahuntuk modal kerja membutuhkan keha
ti-hatian, terutama bila obyek yang akan diperjualbelikan terdiri daribanyak jenis, sehi
ngga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama dalam menentukan harga pok
ok masing-masing barang.
2).Murabahah Investasi (MI)
adalah pembiayaan jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembeli
an barang modal yang diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan, atau pembuatan proye
k baru.
3).MurabahahKonsumsi (MK)
adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk pembiayaan pe
milikan rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai p
embelian barang
D.PSAK 102 Tentang Akuntansi Murabahah
Pengukuran, pengakuan, penyajian dan pengungkapan transaksi murabahah yang
sebelumnya diatur dalam PSAK 59 direvisi menjadi PSAK tersendiri yaitu PSAK 102
tentang Akuntansi Murabahah. Dalam PSAK 59 tentang Akuntansi Perbanksn Syaria
h hanya mengatur pengukuran dan pengakuan transaksi murabahah yang dilaksanakan
oleh Bank Syariah. Sedangkan PSAK 102 tentang akuntansi Murabahah membahas te
ntang pengakuan dan pengkuruan transaksi murabahah yang dilakukan oleh penjual d
an pembeli. Pada umumya bank syariah dalam melaksanakan transaksi murabahah ha
nyabertindak sebagai penjual, oleh karena itu akuntansi bank syariah dalam transaksi
murabahah hanya dibahas ”akuntansi penjual” saja.
Bank sebagai Penjual (Akuntansi Untuk Penjual)
Berikut ini adalah isi dari PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah dan angka-
angka awal tersebut menunjukkan paragraf dalam PSAK 102 : Pada saat perolehan, as
et murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan. Pengukuran aset mu
rabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut:
jika murabahah pesanan mengikat: dinilai sebesar biaya perolehan; dan jika terja
di penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahk
an ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nil
ai aset:
jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat:
dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, man
a yang lebih rendah danpengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi s
ebelum akad murabahah
kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad y
an disepakati maka bagian yang menjadi hak pembeli tambahan keuntungan mura
bahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang menjadi bagian
hak
penunjukpendapatan operasi lain jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak di
perjanjikan dalam akad.
Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon pembelian akan terelimi
nasi pada saat:
dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan setelah dikurangi
dengan biaya pengembalian; atau dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembel
i sudah tidak dapat dijangkau oleh penjual.
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aset m
urabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan
, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piut
ang dikurangi penyisihan kerugian piutang. Keuntungan murabahah diakui:
pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara t
angguh yang tidak melebihi satu tahun; atau selama periode akad sesuai dengan ti
ngkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi t
angguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan, dan dipilih ya
ng paling sesuai dengan karakteristik risiko dan upaya transaksi murabahah-nya:
Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk mu
rabahah tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban
pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil.
Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari pi
utang murabahah. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana
risikopiutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan men
agih piutang tersebut relatif besar juga.
Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini te
rapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih da
n beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktek, met
ode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak terjadi
bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.
Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 23 (b) (ii), dilakukan secara proporsional atas
jumlah piutang yang jatuh tempo dalam setiap periode dengan mengalikan persentase
keuntungan terhadap jumlah piutang yang jatuh tempo pada periode yang bersangkuta
n. Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya pero
lehan aset murabahah. Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional
untuk suatu transaksi murabahah dengan biaya perolehan aset (pokok) Rp800,00 dan
keuntungan Rp200,00; serta pembayaran dilakukan secara angsuran selama 3 tahun; d
imana jumlah angsuran, pokok dan keuntungan yang diakui setiap tahun adalah sbg b
erikut:
E.Aplikasi Murabahah pada Bank Syariah Indonesia
Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada bank syariah di dasarkan pada Ke
putusan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan P
eraturan Bank Indonesia (PBI). Menurut keputusan fatwa DSN Nomor 04/DSN-
MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada perbankan syariah adalah sebagai berikut (D
ewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia. 2006 : 24-25). 1)
Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. Barang yang di
perjual-belikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.Bank membiayai sebagian atau s
eluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.Bank membeli ba
rang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah da
n bebas riba.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan asal kata dan beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa akad
murabahah adalah suatu bentuk jual-beli dimana penjual memberi tahu keada pembeli
tentang harga pokok (modal) barang dan pembeli membelinya berdasarkan harga pok
ok tersebut kemudian memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan
kesepakatan. Jenis-jenis akad murabahah ada 2 yaitu, murabahah dengan pesanan dan
murabahah tanpa pesanan. Murabahah dengan pesanan adalah penjual tidak melakuka
n pembelian barang sebelum adanya akan murabahah. Sementara murabahah tanpa pe
saan, adalah penjual memiliki persediaan barang dagangan/murabahah. Dasar hukum
akad murabahah tentunya terdiri dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Kaidah syariah da
n Fatwa DSN-MUI. Perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102 revisi dari P
SAK 59 adalah bagaimana proses pencatatan terhadap produk pembiayaan yang mem
akai sistem jual beli dari pihak-pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipa
kai di lembaga syariah. Terdiri dari akuntansi untuk penjual dan pembeli mulai dari pe
rolehan sampai pada pengungkapan. Bentuk khusus kontrak keuangan yang sedang di
kembangkan untuk menggantikan sistem bunga dan transaksi keuangan adalah mekan
isme bagi hasil merupakan core product bagi bisnis syariah sebab bisnis syariah secar
a eklisit melarang penerapan tingkat bunga pada semua transaksi keuangannya bentuk
bisnis yang berdasarkan syariah dapat dikembangkan dengan mengacu pada konsep s
yariah yaitu murabahah. Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan kami sam
paikan. Kami yakin dalam penulisan maupun penyampaiannya masih terdapat kesalah
an serta kekurangan, untuk itu kami mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan saran y
ang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan kami selanjutny
a. Dan semoga makalah ini bermanfa’at bagi pembaca semua
DAFTAR PUSTAKA
Bank Islam, analisis fiqh dan keuangan
, Jakarta: IIIT Indonesia, 2003. Departemen Agama RI,
Alquran dan Terjemahnya
. Surabaya : Al-Hidayah, 2002. http://pasca.unisba.ac.id/akad-murabahah-dan-
implementasinya-pada-syariah-dihubungkan-dengan-kebolehan-praktek-murabahah-
menurut-para-ulama/ Hendi Suhendi, M. Si,
Fiqh Muamalah
,Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002. Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah Ind
onesia
, Jakarta: Salemba Empat, 2011. Sami Hasan Hamud, Ta
thwîr al-
A’mâl al -Mashrafiyah Bimâ Yattafiq al-Syarî ’ ah al-Islâmiyah
, Aman: Mathba’ah al
-Syarq, 1992. Harahap, Sofyan Syafri, Wiroso, Muhammad Yusuf, Akuntansi Perban
kan Syariah, E –Book, Cet – 4, Jakarta: LPFE Usakti, 2010