Anda di halaman 1dari 3

Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial yang artinya bahwa

negara sebagai penjelmaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Sifat kodrat
individu dan mahluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan dalam hidup
bersama. Manusia itu pada dasarnya adalah adil dan beradab, yang artinya manusia harus adil
terhadap dirinya sendiri, adil terhadap Tuhannya, adil terhadap orang lain dan masyarakat
serta adil terhadap lingkungan alamnya.

Dalam hidup bersama baik di dalam masyarakat, bangsa dan negara harus terwujud suatu
keadilan yang meliputi tiga hal yaitu keadilan distributif yaitu negara terhadap warganya,
keadilan legal yaitu warga negara terhadap negaranya untuk menaati perundang-undangan
dan keadilan komutatif yaitu hubungan keadilan antar warga satu dengan warga lainnya.

Sebagai suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila
sebagai suatu negara kebangsaan bertujuan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh
tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan warganya (tujuan
khusus). Adapun tujuan dalam pergaulan antar bangsa di masyarakat internasional bertujuan
"ikut menciptakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial". Dalam hal in maka Indonesia sebagai negara kebangsaan adalah berkeadilan
sosial dalam mensejahterakan warganya, demikian pula dalam pergaulan masyarakat
internasional berprinsip dasar pada kemerdekaan serta keadilan dalam hidup masyarakat.

Realisasi dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam negara kebangsaan
mengharuskan negara untuk menciptkan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam
pengertian inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus merupakan suatu
negara yang berdasarkan hukum. Sehingga sebagai suatu negara hukum harus terpenuhi tiga
syarat pokok yaitu 1. pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia, 2. peradilan
yang bebas dan 3. legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.

Konsekuensinya sebagai suatu negara hukum yang berkeadilan sosial maka negara Indonesia
harus mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 45 pasal
27 ayat 1 dan 2, pasal 28, pasal 29 ayat 2 dan pasal 31 ayat 1. Dalam realiasi keadilan sosial
maka negara wajib melakukan pembangunan yang merata di seluruh wilayah NKRI agar
terwujud pemerataan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan.
Dalam realisasinya Pembangunan Nasional adalah merupakan suatu upaya untuk mencapai
tujuan negara, sehingga Pembangunan Nasional harus senantiasa meletakkan asas keadilan
sebagai dasar operasional serta dalam penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam
pemerintahan negara. Dalam realisasinya pemerintah mengembangkan Otonomi Daerah yang
diatur dalam Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang Tersebut dijelaskan
bahwa Pemerintah Pusat memberikan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengatur dan
menjalankan roda pemerintahan daerah masing-masing, dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah Pasal 2 ayat (3). Pada Bab III
Pembagian urusan pemerintahan, Pasal 10 ayat (1) Pemerintah daerah menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
Undang-Undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah (Pusat). Ayat (2) dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana
dimaksudkan pada ayat (1), pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan megurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan. Ayat (3) urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana
dimaksud ayat (1) meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan
fiskal nasional, dan agama.
Memahami Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004, meskipun dalam Undang-
Undang Dasar Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan,
yang berbentuk Republik, namun dalam Undang-Undang Otonomi Daerah No 32 Tahun
2004 tersebut rohnya kurang relevan dengan negara Kesatuan. Dalam Undang-Undang
Otonomi Daerah tersebut, sama sekali tidak terdapat suatu ketentuan bagaimana daerah-
daerah negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut merupakan suatu ke- 'Bhineka Tunggal
Ika'-an, bagaimana daerah-daerah yang berbeda-beda yang memiliki ciri khas masing-masing
itu merupakan suatu kesatuan dalam suatu negara, dan bagaimana Negara Kesatuan Republik
Indonesia itu satu negara untuk semua daerah. Bahkan yang sangat tidak sesuai dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia ayat (3), bahwa 'Pemerintah Daerah menjalankan
otonomi yang seluas-luasnya, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,
pelayanan umum, dan daya saing daerah. Bagaimana suatu kesatuan negara, bagian-bagian
yang membentuk negara justru diatur dalam suatu peraturan untuk meningkatkan daya saing,
sehingga dalam sistem otonomi yang ada dewasa ini hanya mengatur 'ke-Bhinekaan', namun
tidak mengatur dan mengembangkan ke arah 'ke-Tunggal Ikaan'. Jadi nampak jelas bahwa
meskipun secara verbal negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, namun dalam praktek
otonomi daerah, tidak konsisten dengan makna bentuk negara Republik, yang berasal dari
kata 'res' 'publica' yang artinya suatu pola kenegaraan yang mengutamakan kepentingan
umum (Wahyono, 1990: 102).
Berasarkan asas keadilan sebagaimana terkandung dalam sila ke lima Pancasila, seharusnya
tidak meninggalkan hakikat negara persatuan 'Bhinneka Tunggal Ika', karena praktek
otonomi daerah yang tidak mendasarkan pada prinsip negara persatuan dewasa ini
menimbulkan disparitas di bidang ekonomi, sosial, politik bahkan kebudayaan. Prinsipnya
berdasarkan sila kelima Pancasila, prinsip demokrasi melalui otonomi daerah harus tetap
diarahkan pada tujuan pokok negara yaitu kesejahteraan seluruh rakyat dan tetap meletakkan
pada prinsip persatuan.

Anda mungkin juga menyukai