Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN

A.) Komponen Saliva

Pada hasil pengamatan mikroskopik ditemukanya beberapa subjek dalam saliva seperti ; sel
epitel, leukosit, bakteri dan butiran lemak dimana hal – hal tersebut merupakan komponen normal
dari ekosistem mulut. Meskipun begitu, keseimbangan homeostasis tetap harus dijaga, berlebihnya
salah satu dari komonen tersebut pun tetap dapat memicu masalah Kesehatan.

Pada dasarnya kelompok microbiome, bakteri telah memulai invasi koloni mereka bahkan
saat kelahiran. Terdapat lebih dari jutaan bakteri dalam mulut maupun saliva, tetapi tidak semua
darinkelompok bakteri tersebut berdampak negative atau mengganggu Kesehatan. Bakteri masuk
kedalam mulut dan menyertai saliva biasanya melalui makanan dan minuman yang kita konsumsi
bahkan segelas air putih yang kita minum juga mengandung bakteri. Namun, juga kita ketahui bahwa
bakteri bakteri ini berperan dalam membantu proses pencernaan makanan manusia.

Oleh karena itu, selain terdapatnya bakteri , saliva juga banyak mengandung sel darah putih
atau leukosit yang secara terus menerus di kirimkan ke bagian oral. Sel darah putih ini tepatnya
neutrophil dimana mereka berfungsi untuk menekan ataupun mengontrol jumlah dari bakteri
ataupun zzat asing lainya yang ada dimulut. Persaingan antar leukosit dan bakteri ini terus dijaga
seimbang agar tak menyebabkan masalah Kesehatan. Namun, kadangkalanya jika sistem imun
menurun karena sebab tertentu entah itu malnutrisi, salah makan atau lainya memberikan celah
untuk kelompok bakteri berkembang lebih banyak. Selain itu, juga diketahui saat tidur saliva sebagai
pembawa leukosit akan lebih sedikit di sekresi saat sedang tidur sehingga menyebabkan peningkatan
pertumbuhan bakteri yang ditandai pertumbuhan plak pada gigi yang ditemukan pada pagi hari. Jika
bakteri berevolusi menghasilkan resistensi kekebalan terhadap sistem imun, tubuh akan
meresponya dengan memperbanyak sekresi neutrophil ke bagian mulut dimana hal ini ironisnya
membahayakan. Selain dengan fagositosis, neutrophil juga dapat membunuh pathogen dengan
mengeluarkan toxin berupa gas ROS (Reactive Oxygen Species) yang merupakan bentukan dari O2
yang sangat reaktif dan bisa mengoksidasi agen lainya. layaknya gas radikal, ROS sangat beracun bagi
jarigan tubuh. Juga perlu diketahui, bahwa keruskan jaringan oleh ROS bersifat irreversible atau tak
bisa diperbaiki oleh sel karena ROS langsung menyerang materi genetik. ROS diketahui berperan
sebagai molekul pensinyalan dimana ia berikatan dengan reseptor dan akan memicu reaksi berupa
apoptosis (kematian sel terprogram) ataupun nekreosis (kematian sel paksa). Meskipun apoptosis
merupakan respon umu yang juga dilakukan sel tubuh namun jika terjadi sebelum waktunya juga
berbahaya dimana jumlah sel yang bereplikasi tak mengimbanginya.

Pada saliva juga ditemukanya sel epitel. Sel ini awalnya merupakan bagian dari sel mulut
yang mensekresikan mucus dan saliva, lalu saat sel ini hendak mengeluarkan hasil sekresi ia akan
pecah dan rusak sehingga bercampur dengan cairan saliva.

Terakhir juga ditemukanya lemak yang merupakan komponen umum dari saliva. Lemak ini
merupakan hasil dari enzim lipase lingual yang ada dimulut dimana enzim ini merombak lemak
menjadi asam lemak pada makanan.
B.) Pencernaan Karbohidrat di Mulut

Pada tahap penyalinan saliva ke gelas piala di alirkan melalui batang pengaduk dengan
tujuan untuk menghindari adanya gelembung udara yang terperangkap dari larutan saliva yagng
dihawatirkan dapat mengontaminasi kandungan saliva dan menyebabkan bias ketidakakuratan
tertentu saat analisis. Lalu saliva di reaksikan dengan pasta amilum. Pasta amilum ini digunakan
sebagai bahan objek yang akan dirombak oleh enzim pada saliva layaknya proses pada mulut. Pada
percobaan ini juga digunakanya banyak tabung reaksi (8 buah) dan celah lobang plat tetes untuk
menganalisis tiap – tiap hasil reaksi percobaan setelah interval waktu tertentu. Dengan begitu, kita
dapat mengetahui lamanya waktu efektif untuk enzim saliva bisa bekerja optimal dalam merombak
pasta amilum.
Tabung reaksi akan digunakan untuk mengalisis kandungan glukosa yang merupakan
hasil yang diharapkan dari perombakan enzim amilase pada saliva oleh karena itu pada masing –
masing tabung reaksinya diisi oleh beberapa tetes larutan benedict sebagai indicator glukosanya.
Penting diperhatikan bahwa kadar banyaknya larutan benedict pada tiap tabung sama banyak. Dari
warna biru yang mengindikasikan absenya kandungan glukosa, jika larutan semakin bewarna merah
bata maka mengindikasikan kandungan glukosa yang semakin pekat.
Di samping itu juga digunakanya plat tetes. Plat tetes akan digunakan untuk
menganalisis kandungan karbohidrat dari pasta amilum dan saliva dengan harapan bahwa
kandungan karbohidrat semakin lama akan semakin hilang karena sudah dirombak oleh enzim
amilase menjadi glukosa. Pada plat tetes digunakan indikator yang berbeda, yaitu iodin yang juga
ditetesi ke dalam delapan buah celah dari plat tetes. Juga perlu diperhatikan bahwa indikator iodin
yang diberikan pada masing – masing celah plat tetes harus sama banyak untuk menghindari bias
informasi. Jika didapatinya warna biru kehitaman maka kandungan karbohidratnya banyak dan
semakin beningnya warna larutan mengindikasikan karbohidrat semakin sedikit.

C.) Pencernaan Protein di Lambung

Pada tahap awal dilakukanya pemotongan/penghalusan putih telur hingga menyerupai


kunyahan gigi, hal ini diharapkan dengan ukuran partikel yang sama dengan hasil pengunyahan,
dapat membuat enzim yang bekerja akan seefektif dengan yang di mulut. Selanjutnya, larutan
pepsin digunakan untuk merendam putih telur untuk merombak protein pada telur menjadi pepton.
Namun, pepton sendiri tak cukup untuk memulai reaksi. Oleh karena itu, ditambahkan pula asam
kuat HCl yang merupakan produk penting lambung hingga pH 1,5 – 2. Hal ini dilakukan karena enzim
pepsinogen hanya akan aktif jika lingkunganya mendukung dimana ia harus berada dalam suasana
asam ber-pH 1,5 – 2 untuk menjadi pepsin (bentuk aktifnya). Lalu jika semua sudah dilakukan maka
rendaman putih telur akan didiamkan beberapa hari agar bereaksi sempurna. Selain itu, rendaman
juga harus diaduk sesekali dimana hal serupa juga terjadi dilambung. Pada lambung proses demikian
merupakan pencernaan mekanik berupa pengadukan makanan (gaya peristalsis) terus – menerus
oleh otot lambung hingga terbentuknya Kim.
Lalu setelah masa inkubasi selesai. Dilakukanya uji biuret hal ini dilakukan untuk
membuktikan apakah reaksi perombakan oleh enzim pepsin yang diharapkan berhasil atau tidak.
Biuret itu sendiri merupakan gabungan dari potassium hidroksida dan tembaga (III) sulfat
membentuk senyawa kompleks. Pada dasarnya, grup tembaga pada Senyawa ini akan bereaksi
dengan senyawa apapun yang memiliki dua atau lebih peptide protein membentuk senyawa
kompleks yang meghasilkan warna ungu gelap. Semakin gelap warna ungu hasil reaksi biuret dengan
sampel mengindikasikan bahwa kandungan protein semakin banyak sebaliknya jika warna bening
maka protein tidak terkandung dalam larutan.

Anda mungkin juga menyukai