Anda di halaman 1dari 5

Motivasi sangat penting untuk mendorong seseorang berprilaku dalam mencapai sesuatu

yang diinginkan. Motivasi dapat mendorong motif-motif dalam diri seseorang untuk berbuat
dengan penuh semangat. Motivasi merupakan suatu 5 proses psikologis yang mencerminkan
interaksi, sikap, kebutuhan, keputusan yang terjadi pada diri seseorang dan timbul akibat
adanya faktor dari dalam dirinya (Intrinsik) dan dari luar (Ekstrinsik) dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan (Robins, 1999: 164).

Motivasi yang intrinsik berarti bahwa suatu perbuatan memang diinginkan pada seseorang
senang melakukannya. Orang tersebut senang melakukan perbuatan itu sendiri. Sebaliknya
motivasi ekstrinsik berarti bahwa suatu perbuatan dilakukan atas dasar dorongan atau
paksaan dari luar, motivasi ekstrinsik dapat berubah menjadi motivasi yang intrinsik. Bila
motivasi sudah menjadi intrinsik maka orang telah menjadi begitu bermotivasi sehingga
tiada rintangan yang akan menghambatnya melakukan perbuatan tersebut. Bila dikaitkan
dengan seseorang siswa yang mempunyai motivasi intrinsik yang besar, maka ia akan selalu
konsisten terhadap tugasnya dan tekun dalam mengikuti proses belajar mengajar,
khususnya pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan. Selain itu siswa yang memiliki
motivasi intrinsik yang tinggi akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi, disiplin. Seseorang
akan terdorong untuk berbuat dengan segala upaya dikarenakan oleh adanya rangsangan-
rangsangan yang begitu menggiurkan seperti hadiah-hadiah yang disediakan, harapan-
harapan terhadap pujian dan sebagai nilai penghargaan.

Menurut pendapat Thomas L.Good dan Jere B.Brophy seperti yang dikutip oleh Prayitno
(1989:2), yang menyatakan bahwa “motivasi merupakan suatu energi penggerak, pengarah
dan memperkuat tingkah laku. Sejalan dengan pendapat tersebut, Witherington (1986:37)
menegaskan pula bahwa: “Motivasi merupakan tenaga yang mendorong seseorang berbuat
sesuatu”. Nolker dan Schoenfeldt (1989:3), menyatakan: “Motivasi merupakan struktur dari
berbagai motif-motif atau faktor penggerak yang menyebabkan timbulnya perilaku tertentu
pada diri seseorang”. Sarwono (1983:57) mengartikan bahwa motivasi sebagai:
“Keseluruhan proses perbuatan atau tingkah laku manusia, termasuk situasi yang
mendorong, dorongan yang timbl dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh
situasi dan tujuan atau ahir dari perbuatan tersebut”. Selanjutnya Whitaker seperti yang
dikutip oleh Soemanto (1990:193) memberikan pengertian motivasi sebagai: “Kondisi-
kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberikan dorongan kepada mahkluk untuk
bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut”. Kemudian
Winkel (1984:7) menyatakan bahwa motivasi merupakan: “Daya penggerak dari dalam dan
didalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai tujuan yang
telah menjadi aktif”. Dengan memperhatikan beberapa pendapat yang berkenaan dengan
dorongan dan rangsangan yang terjadi didalam diri individu yang diwujudkan kepada tingkah
laku untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Dengan terwujudnya motivasi kedalam
bentuk tingkah laku, maka dapat diketahui dan diramalkan apa yang menjadi tujuan
individu. Ditinjau dari tipe dan penyebab terjadinya motivasi belajar, Woodworth dan
Marquis seperti yang dikutip Yunus (1987:79), Winkel (1984:28) dapat dikenal atas dua tipe
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Dalam penjelasan selanjutnya akan diuraikan
kedua tipe motivasi tersebut disertai dengan indikatorindikatir yang terkait.

Menurut pandangan Mc. Clellend (1961) yang mengemukakan Achievement Theory dalam
Widodo (2014:190) yang menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan
manusia, yaitu : 1). Need of achievement yakni Kebutuhan berprestasi yaitu dorongan untuk
menggungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat dan sukses.2).
Need of affiliattion yakni Kebutuhan afiliasi atau hubungan sosial (hampir sama dengan
social need dari Maslow).3). Need of power yakni Kebutuhan kekuasaan atau dorongan
untuk mengatur.
Dafus

Depdiknas (1993). GBPP Mata Pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan Kurikulum1994.
Jakarta, Depdiknas. Depdiknas RI. Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2003 tentang
System Pendidikan Nasional. Jakarta, Depdiknas. Depdiknas. (2006). Kurikulum Pendidikan
Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Jakarta, Depdiknas. M. Ngalim, Purwanto. (1990). Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya. Nasution. (1988). Statistik dalam Pendidikan
Prosedur dan Teknik Analisis Data. Karya Ilmiah. Padang: FIP Padang (tidak diterbitkan).
Prayitno. Elida. (1989). Motivasi Belajar. Jakarta: P2LTK. Sarwono. (1983). Kepemimpinan
dan Motivasi. Jakarta: Gholia Indonesia. Soemanto, (1990). Strategi Pembelajaran dalam
Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press. Sugiyono. (2006). Metode Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D. Bandung, Alfabeta. Suryabrata, Sumadi. (1984). Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Rajawali. Winkel, W.S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia.

Emosi dan emosional

Emosi sangat mendukung dalam kehidupan, apakah itu emosi positif atau emosi negatif.
Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena seseorang yang cakap secara emosi
akan mampu mengetahui dan menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, kecakapan
mengelola emosi akan mempunyai andil yang lebih besar dalam kesuksesan seseorang lebih dari
mengandalkan kecerdasan interlektual. Hubungan personal membutuhkan pengelolaan emosi
yang baik, pengelolaan emosi disini menyangkut bagaimana individu mampu memahami
perasaan orang lain dan mampu mengatur diri sendiri sehingga bisa menempatkan diri dalam
posisi yang tepat dan bersikap baik terhadap diri sendiri dan orang lain.

Menghadapi semua situasi yang menekan dan meminimalisasi dampak negatifnya secara
psikologis, individu membutuhkan kemampuan untuk mengelola emosi secara efektif. Hal ini
didasarkan bahwa stres dan stresor tidak bisa hindari. Hal yang bisa lakukan untuk
meminimalisasi dampak dari stres adalah dengan mengelola emosi secara konstruktif dan efektif.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengelola emosi dengan relaksasi, tujuannya adalah
untuk menurunkan tingkat ketegangan psikis dan fisiologi akibat stresor yang menekan dan
menggantikannya dengan keadaan santai dan tenang.

Shapiro (dalam Safaria dan Saputra 2009) menegaskan bahwa individu yang memiliki
kemampuan mengendalikan emosi, maka akan lebih cakap menangani ketegangan emosi, karena
kemampuan pengendalian emosi ini akan mendukung individu menghadapi dan memecahkan
konflik interpersonal dan kehidupan secara efektif. Individu dalam keadaan stabil emosinya akan
cenderung berada dalam kondisi bahagia, dan lebih percaya diri dalam menghadapi kehidupan
yang menekan.

Istilah emosi menurut Daniel Goleman (1995), seorang pakar kecerdasan emosional, yang diambil dari
Oxford English Dictionary memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan,
nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa emosi
merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan
serangkaian kecendrungan untuk bertindak.

Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu keadaan yang
terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari
perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, parasaan (feelings) adalah
pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam
keadaan jasmaniah.

Menurut Crow & Crow (1958), emosi adalah “an emotion, is an affective experience that accompanies
generalized inner adjustment and mental and physiological stirredup states in the individual, and that
shows it self in his evert behaviour”. Jadi, emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh
perubahan-perubahan fisik.

Menurut Hurlock (1990), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu:

a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang emosinya matang mampu
mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi
fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.

b. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarakat

c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha menilai situasi secara kritis
sebelum meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.

Kematangan emosi Wolman ( dalam Puspitasari, 2002) dapat didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai
oleh perkembangan emosi dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa dari pada
bertingkahlaku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu diharapkan dapat melihat segala
sesuatunya secara obyektif, mampu membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar
fakta dari pada perasaan.

Menurut Kartono (1988) kematangan emosi sebagai kedewasaan dari segi emosional dalam artian individu
tidak lagi terombang ambing oleh motif kekanak- kanakan. Chaplin (2001) menambahkan emosional
maturity adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi dan
karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas.

Menurut Smith (1995) mendefinisikan kematangan emosi menghubungkan dengan karakteristik orang
yang berkepribadian matang. Orang yang demikian mampu mengekspresikan rasa cinta dan takutnya
secara cepat dan spontan. Sedangkan pribadi yang tidak matang memiliki kebiasaan menghambat
perasaan- perasaannya. Sehingga dapat dikatakan pribadi yang matang dapat mengarahkan energi emosi
ke aktivitas-aktivitas yang sifatnya kreatif dan produktif.

Menurut pandangan Skinner (1977) esensi kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang berarti
bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam balas dendam
dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, tidak mudah berubah pendirian. Kematangan
emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar untuk mengembangkan cinta secara sempurna dan
luas dimana hal itu menjadikan reaksi pilihan individu sehingga secara otomatis dapat mengubah emosi-
emosi yang ada dalam diri manusia (Hwarmstrong, 2005).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu respons terhadap suatu perangsang yang
menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung kemungkinan
untuk meletus.
Mengenali jenis – jenis emosi
Kita seringkali mendengar kata – kata emosi namun terkadang kita sulit mengartikan arti kata tersebut.
Bentuk emosi yang muncul kerap di rasakan atas sikap yang ditampilkan atas dasar suasana perasaan saat
itu. Alangkah baiknya sebelum kita mengenal beberapa contoh emosi yang sering kita rasakan menurut
Daniel goleman dalam bukunya yang berjudul kecerdasan emosional, emosi terbagi menjadi :
– Amarah,

seperti mengamuk,

bengis, benci, jengkel, kesal hati rasa. terganggu,


seperti rasa pahit tersinggung merasa hebat dsb.
– Kesedihan, seperti pedih, sedih, asa, kalau, depresi berat.
– Rasa takut , seperti cemas, takut, gugup, khawatir, waspada, tidak
senang,tidak tenang, was was, fobia, dan panik.
– Kenikmatan, sepertibahagia, gembira, riangan , puas, terhibur, bangga, takjub,
senang sekali, dsb.
– Cinta, seperti penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kasih.
– Terkejut, takjub terpana dsb.
– Jengkel hina, jijik, mual, benci, tidak suka, mau muntah dsb,
– Malu, rasa salah, malu hati, kesal hati hina, aib, hancur lebur.

Uraian diatas hanyalah sebagian dari garis besar emosi itu sendiri. Ada begitu banyak emosi yang
seringkali kita rasakan, hal ini muncul dikarenakan emosi yang kita rasakan begitu bervariasi dengan
campuran emosi satu dengan yang lain, emosi yang begitu cepat berubah dsb.

Adapun terdapat 5 (lima) Indikator yang akan digunakan mengukur kecerdasan Emosional
menurut Daniel Goleman yakni : 1). Mengenali emosi diri Mengenali emosi diri sendiri
merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.
Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, yakni kesadaran seseorang
akan emosinya sendiri. Kesadaran diri membuat kita lebih waspada terhadap suasana hati
maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah
larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin
penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan
emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. 2). Mengelola emosi Mengelola emosi
merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar dapat terungkap dengan
tepat, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang
merisaukan tetap terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi
berlebihan, yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan
kita . Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan
kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta
kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. 3). Memotivasi diri
sendiri Meraih Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang
berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap

kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang
positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri. 4). Mengenali emosi orang
lain Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman
kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan kemampuan
empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap
sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang
lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan
orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain. 5). Membina hubungan
Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar sesama. Keterampilan dalam
berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan.
Terkadang manusia sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga
memahami keinginan serta kemauan orang lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosi (menurut Daniel Goleman) 1). Faktor internal. Faktor internal adalah apa
yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini
memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik
dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat
dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup
didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi. 2). Faktor eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung.
Faktor ekstemal meliputi: (1) stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan
emosi tanpa distorsi dan (2) lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang
sangat sulit dipisahkan.

Anda mungkin juga menyukai