Anda di halaman 1dari 14

A.

  Puisi
Puisi adalah salah satu genre sastra yang berisi ungkapan perasaan penyair, mengandung rima
dan irama, serta diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat dan tepat.
 
Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari bahasa yang digunakan serta wujud puisi tersebut. Bahasanya
mengandung rima, irama, dan kiasan. Wujud puisi dapat dilihat dari bentuknya yang berlarik
membentuk bait, letak tertata, dan tidak mementingkan ejaan. Mengenal puisi dapat juga
membedakan wujudnya dengan membandingkan dari prosa.
 
Berdasarkan waktu kemunculannya puisi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu puisi
lama, puisi baru, dan puisi modern. Berdasarkan cara pengungkapannya, dikenal adanya puisi
kontemporer dan puisi konvensional.
 
B.  Pengertian Pendekatan Puisi
Menurut KBBI (2004) pendekatan adalah cara atau aktivitas yang bertujuan untuk mencapai
pengertian tentang masalah yang diteliti. Pendekatan merupakan langkah pertama untuk
mewujudkan tujuan tersebut.
 
Pendekatan merupakan seperangkat asumsi dan prinsip yang berhubungan dengan sifat-sifat
puisi. Pendekatan dalam mengapresiasi puisi terdiri dari pendekatan terhadap teks puisi serta
pendekatan dalam membaca puisi.
 
Karya sastra termasuk puisi merupakan sarana komunikasi antara sastrawan dan pembacanya.
Apa yang tertulis dalam puisi adalah apa yang ingin diungkapkan oleh penyair kepada
pembacanya. Pendekatan merupakan salah satu hal yang diperlukan dalam apresiasi puisi.
Pendekatan kajian puisi secara garis besar dapat dilihat dari sudut pandang sastrawan, karya
sastra, semesta dan pembaca.
 
C.  Macam-Macam Pendekatan Puisi
Macam-macam pendekatan dalam mengapresiasi puisi diantaranya adalah sebagai berikut:
 Pendekatan Biografis
Pendekatan biografis adalah pendekatan tertua dalam apresiasi puisi. (Wellek dan Warren,
1962) Pendekatan biografis menekankan pada proses kreativitas karya sastra, dilihat dari
sejarah penciptaannya. Penciptaan puisi tidak bisa dipisahkan dari karakteristik penyair dan
lingkungan sosial kemasyarakatan pada masa penulisan puisi tersebut. Dalam pendekatan ini
biasanya disertakan biografi penyair.
 
Dalam kaitannya dengan aktivitas kreatif dibedakan 3 macam penyair yaitu:
1)    Penyair yang menulis puisi berdasarkan pengalaman langsung
2)   Penyair yang menulis berdasarkan penyusunan kembali unsur-unsur penceritaan
3)   Penyair yang menulis puisi berdasarkan imajinasi
Contoh apresiasi puisi dengan pendekatan biografis adalah analisis puisi “Persetujuan
Dengan Bung Karno” karya Chairil Anwar yang ditulis pada tahun 1948.
Persetujuan Dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu,
dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
dari mulai tgl.17 Agustus 1945
aku melangkah ke depan  berada rapat disisimu
aku sekarang api, aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak &
 berlabuh
                                                    1984
 
Dilihat secara biografis puisi tersebut diciptakan oleh Chairil Anwar ketika karya-karyanya
digeser oleh kubu komunis atau sastra Lekra yang berusaha menggulingkan pandangan
estetik puisi yang dipelopori Chairil Anwar pada periode ’45. Chairil Anwar yang ketika itu
berusia 25 tahun dimana jiwa patriotismenya sedang menggebu-gebu mendukung Presiden
Soekarno yang berusaha  mengatasi polemik politik antara PKI dan pemerintah. Para seniman
termasuk Chairil Anwar yang mencintai akan sarat kebebasan dalam menumpahkan segala
ekspresinya tertulis dalam setiap puisi ciptaannya.
 
Chairil Anwar lahir di Medan pada tahun 1922 dan hijrah menetap di Jakarta. Chairil Anwar
merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri
Riau , berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha,
berasal dari Situjuh ,Limapuluh Kota.
 
 Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis adalah pendekatan yang menganalisis dari sisi penyair dalam
masyarakat (hubungan manusia dengan manusia) baik secara langsung maupun tidak
langsung (Keluarga, masyarakat). Pendekatan sosiologis menyoroti tentang berbagai aspek
sosial dari karya sastra tersebut.
PENGUNGSI
Oleh : Nasjah
 
Jalan, jalan. .! Berapa puluh hari sudah
kau jalan Nak Sri? Hujan panas silih berganti!
Jalan yang panjang buruk berbatu ini masih panjang
dari desa ke desa, di sawah dan bukit tinggi
 
“Bu. . . Bu! Kaki Sri sakit, bengkak. Ah, sakit!
”Air mata memercik mata yang bening bersih
,Ibu senyum getir, bapa kuat mendukung…
“Diam Sri, diam! Kita pergi menuju Bung Karno.
 
.Kota telah hancur, tapak kaki ganas kejam
sudah menghentak-hentak di sana. Orang-orang lemah
dan lembu-lembu sewaan jadi raja alat penindas
;kemerdekaan dan keadilan remuk diinjak-injak!
 
Orang-orang yang tak tahan diludah-ludah hina
menyingkir membawa pakaian lekat di badan
tinggal rumah, halaman dan segala yang dicintai.
Kaki hancur bengkak, ditongkat terbata-bata
,perih sengsara ikut melekat sepanjang jalan
:“Diam Sri,diam! Kita pergi menuju Bung Karno….!
 
”Sepanjang siang malam terlunta-lunta
Di terik bakaran panas, kuyup direndam hujan
,iringan kafilah ini mengalir terus, sebagai 
jemaah menuju Tanah Suci, melepas jeritan
 jiwa yang diperkosa, dan isak-isak sedu sedan,mendongak
 rindu hawa yang merdeka dan adil!
 
 
Aspek sosial dari puisi tersebut dapat ditangkap dari makna keseluruhan yaitu adanya
kesenjangan sosial dan stratifikasi kelas sosial kaum lemah dan kaum penguasa. Kaum lemah
tertindas di negerinya sendiri bersusah payah mencari keadilan kepada sang pemimpin. Hal
ini tampak pada bait 1 dan 2 dengan penggunaan kata” Jalan yang panjang buruk berbatu ini
masih panjang” dan
“Kita pergi menuju Bung Karno.”
 
 Pendekatan Psikologis
Pendekatan psikologis menekankan pada karya sastra sebagai salah satu gejala kejiwaan.
Karya sastra dianggap sebagai hasil aktivitas penyair yang sering dikaitkan dengan gejala-
gejala kejiwaan seperti obsesi, kontemplasi, kompensasi, sublimasi dan neurosis. Pelopor
analisis dengan pendekatan psikologis adalah Sigmund Freud (1856-1939).
Berikut ini contoh analisis psikologis dari puisi “Doa” karya Chairil Anwar.
Doa
   Kepada pemeluk teguh
 
Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
 
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
 
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
 
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
 
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
 
Dalam puisi di atas, terkandung nilai-nilai religi si penyair. Melalui puisi doa Chairil Anwar
menyampaiakan kondisi mentalnya yang merasa sebagai manusia yang penuh dosa dengan
lirik “Tuhanku, Aku hilang bentuk, Remuk”.
 
Bahwa penyair selaku manusia biasa banyak melakukan kesalahan, sehingga ia menyadari
bahwa hanya kepada Tuhanlah tempat ia kembali, hanya Tuhanlah yang menjadi tempat
mengadu dan meminta pertolongan dalam keadaan susah dan senang.
 
 Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis terhadap karya sastra dikemukakan pada tahun 1977 dalam kongres
“Folklore and Literary Antropology” di Calcutta. Pendekatan antropologi adalah pendekatan
yang menekankan pada aspek antropologi (asal-usul, adat dan kepercayaan) dari sebuah
karya sastra.
Contoh pendekatan antropologis dalam puisi adalah sebagai berikut:
 
Tuhan Telah Menegurmu
 
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
lewat perut anak-anak yang kelaparan
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
lewat semayup suara adzan
Tuhan telah menegurmu dengan cukup menahan kesabaran
lewat gempa bumi yang berguncang
deru angin yang meraung kencang
hujan banjir yang melintang pukang
 
adakah kau dengar?
 
                                  (Apip Mustopa)
 
Pada puisi di atas, penyair menciptakannya dari sistem religi atau keagamaan. Puisi tersebut
berdasarkan kenyataan dari sisi keagamaan bahwa Tuhan telah memberikan peringatan
kepada manusia melalui berbagai bencana alam dan bencana sosilal kemasyarakatan. Seperti
yang banyak disebutkan dalam kitab-kitab suci keagamaan, bahwa Tuhan memberikan
peringatan kepada manusia yang lupa akan Tuhannya, dan teguran itu datang secara bertahap
mulai dari sekedar peringatan sampai azab yang menimpa umat manusia.
 
Dari lirik puisi di atas terdapat kata-kata “Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan” dan
“Tuhan Telah menegurmu dengan cukup menahan kesabaran”, yang berarti manusia masih
diberi kesempatan untuk bertaubat dan mematuhi perintah Tuhannya melaui ibadah “lewat
semayup suara adzan”.
 
Dalam puisi tersebut juga disampaikan secara naratif bahwa teguran dari Tuhan dapat berupa
anak-anak yang kelaparan, banjir, angin kencang dan gempa bumi.
 
 Pendekatan Historis
Pendekatan historis menelusuri arti dan makna bahasa sebagaimana yang ditulis penyair
dalam puisinya, bagaimana hubungan puisi tersebut dengan puisi lain dan relevansinya
sebagai dokumen sosial (Junus,1986). Dengan demikian puisi dianggap mewakili zamannya
(refleksi).
 
Contoh pendekatan historis dalam puisi adalah sebagai berikut:
 
12 MEI 1998
Mengenang Elang Mulya, Hery Hertanto,
Hendriawan Lesmana dan Hafidhin Royan
 
Empat syuhada berangkat pada suatu malam, gerimis air mata
          tertahan di hari keesokan, telinga kami lekapkan ke tanah kuburan dan simaklah itu
sedu sedan,
Mereka anak muda pengembara tiada sendiri, mengukir reformasi karena jemu deformasi,
dengarkan saban hari langkah sahabat-sahabatmu beribu menderu-deru
Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu.
          Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom abad dua puluh satu
Tapi malaikat telah mencatat indeks prestasi kalian tertinggi di Trisakti bahkan diseluruh
negeri, karena kalian berani mengukir alfabet pertama dari gelombang ini dengan darah arteri
sendiri.
…………………………………………………
…………………………………………………
                                                              Taufiq Ismail
 
Puisi di atas merupakan cerminan dari Tragedi Trisakti pada masa itu, yang dapat direkam
dan disajikan dengan baik oleh Taufiq Ismail. Penyair muda Taufiq Ismail sering melakukan
protes-protes sosial terhadap pemeritah pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Salah
satu bentuk protes dan rasa solidaritas terhadap tewasnya mahasiswa Trisakti dalam
demonstrasi pada saat itu adalah pada puisi 12 MEI 1989 di atas. Selain itu ada juga puisi
BENTENG dan TIRANI berupa protes terhadap kepemimpinan otoriter penguasa saat itu.
 
 
 Pendekatan Mitopoik
Pendekatan mitopoik merupakan pendekatan yang menekankan imaji (myth = khayal/imaji)
sederhana dalam menyusun sebuah puisi. Bahkan dalam pengertian modern mitos adalah
struktur cerita dari puisi itu sendiri. Karya sastra jelas bukan mitos, tetapi sebagai bentuk
estetis karya sastra adalah manifestasi mitos itu sendiri. Menurut Plato, plot identik dengan
mitos (Nyoman Khuta R, 2004: 67).
 
Contoh pendekatan mitopoik pada puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” karya Chairil Anwar.
 
Senja di Pelabuhan Kecil
              Buat Sri Ayati
 
 
Ini kota tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.
 
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini, tanah, air tidur, hilang ombak.
 
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
                       
                                           Chairil Anwar, 1946
 
Pada puisi di atas tampak bahwa si penyair menceritakan kesedihannya karena memendam
cinta. Puisi ini ditulis Chairil Anwar ketika ia menjadi penyiar radio Jepang dan jatuh cinta
pada Sri Ayati, tetapi ia tak hendak mengungkapkannya. Melalui puisi ini Chairil Anwar
menggambarkan perasaan cintanya kepada Sri yang terselubung kabut kesedihan karena cinta
itu tak hendak ia ungkapkan. Hal ini tampak pada lirik “Ini kota tidak ada yang mencari
cinta” dan “Kapal perahu tiada berlaut”.
 
Plot atau alur penceritaan puisi tersebut digambarkan dengan senja di sebuah pelabuhan kecil
dimana suasana pelabuhan tersebut seakan-akan sangat suram dan menyedihkan. Sedangkan
dari segi makna pelabuhan kecil yang dimaksud oleh penyair bukanlah pelabuhan yang
dilihat olehnya, tetapi bahwa pelabuhan adalah dirinya yang tak punya tempat untuk
menambatkan cinta. Mitos dalam arti keyakinan atau kepercayaan dalam puisi tersebut adalah
cinta tak harus dimiliki, sebagaimana yang berlaku sejak karya-karya sastra terdahulu seperti
Romeo-Juliet karya Shakespeares.
 
 Pendekatan  Ekspresif
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang menekankan pada ekspresi perasaan atau
temperamen, pikiran dan diri penulis. Pendekatan ini merupakan salah satu pendekatan yang
dikemukakan oleh Abrams. Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada penyair. Dalam hal ini
puisi yang diciptakan dianggap sebagai gambaran pribadi penulis. (Wahyudi, 2002: 181)
 
Informasi tentang penulis/penyair memiliki peranan yanng sangat penting dalam kegiatan
kajian atau apresiasi puisi. Ini  dikarenakan puisi pada hakikatnya adalah tuangan
pengalaman penulis. (Teeuw, 1984)
 
Pendekatan ekspresif tersebut mengenai batin atau perasaan seseorang yang kemudian di
ekspresikan dan dituangkan kedalam bentuk karya dan tulisan hingga membentuk sebuah
karya sastra yang bernilai rasa tersendiri, dan menurut isi kandungan yang ingin disampaikan
oleh pengarang (berupa karya seni).
 
Pendekatan ekspresif dalam puisi “Doa” karya Chairil Anwar berikut ini:
Doa
   Kepada pemeluk teguh
 
Tuhanku
Dalam termenung
Aku masih menyebut nama-Mu
 
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Caya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi
 
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
 
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing
 
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
 
 
Dari puisi di atas, di dapatkan gambaran bahwa si penyair adalah orang yang religius, ingat
kepada Tuhannya walaupun keadaannya susah. Hal ini tampak pada lirik “Dalam termangu
aku masih menyebut namaMu” dan “Walau susah sungguh, mengingat Kau penuh seluruh”
 
 Ia juga menyadari bahwa dirinjya banyak melakukan dosa, dan ternyata hanya Tuhanlah
tempat ia kembali dan memohon pertolongan. Hal ini dapat dilihat pada lirik:
Tuhanku
Di Pintu-Mu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
 
Si “aku” dalam puisi tersebut menggambarkan bahwa penyair adalah orang yang menyadari
bahwa ia sebagai manusia banyak melakukan kesalahan, tetapi ia masih bisa bertobat karena
Tuhan Maha Pemaaf.
 
1. Pendekatan Mimesis
Pendekatan mimesis adalah pendekatan yang menekankan antara hubungan puisi dengan
alam semesta (Wahyudi, 2002: 180). Menurut Plato, dasar pertimbangan pendekatan mimesis
adalah puisi tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya, melainkan hanya sebagai
peniruan, dan puisi berusaha membangun dunianya sendiri (Nyoman Kutha R, 2004: 71).
 
Menurut Abrams (1981) pendekatan mimesis memandang karya sastra sebagai imitasi dari
realitas.
 
Contoh pendekatan mimesis adalah pada puisi Senja di Pelabuhan Kecil karya Chairil Anwar.
 
Senja di Pelabuhan Kecil
              Buat Sri Ayati
 
 
Ini kota tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.
 
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini, tanah, air tidur, hilang ombak.
 
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.
                       
                                           Chairil Anwar, 1946
 
Untuk menganalisis puisi tersebut diperlukan 4 langkah untuk dapat menangkap gambaran
mimesis, yaitu:
1)    Memahami kata-kata / ungkapan dalam puisi
Kata-kata yang digunakan pada puisi tersebut bernada muram, seperti kata senja, gerimis,
gudang, rumah tua, laut kelam  dan hilang ombak. Selain dari pemilihan katanya, kemuraman
si penyair tampak pada penggunaan gaya bahasa yaitu dari pantai keempat sedu penghabisan
bisa terdekap, yang memberikan gambaran yang jelas mengenai kedukaan penyair yang
sangat dalam.
2)   Memparafrasekan puisi
Parafrase dilakukan untuk dapat memahami dan menangkap makna puisi secara lebih jelas.
Puisi tersebut dapat diparafrasekan sebagai berikut:
Ini kota tidak ada seorang pun yang mencari cinta, baik di antara gudang, maupun rumah tua,
serta cerita pada tiang dan temali. Bahkan kapal dan perahu tiada berlaut ketika menghembus
diri dalam mempercaya serta mau berpaut.
Gerimis yang turun seakan mempercepat suasana kelam. Ada juga terdengar  kelepak elang
yang semakin menyinggung muram, bagaikan desir hari lari berenang untuk menemu bujuk
pangkal akanan. Semuanya seakan tidak bergerak dan kini, tanah, air seperti tidur, karena
hilang dihempas ombak.
Dan kini semuanya tiada lagi. Aku masih dan selalu saja sendiri. Berjalan sendiri menyisir
sepanjang semenanjung, dan aku masih merasa pengap dan penuh harap sekali tiba di ujung
dan sekalian aku mengucapkan selamat jalan dari pantai keempat, sedu sedan tangisanku
yang penghabisan untukmu bisa terdekap.
3)   Mengungkapkan makna
Makna yang dapat diungkapkan dari puisi Senja di Pelabuhan Kecil adalah kisah cinta si
penyair terhadap Sri yang tidak bisa diungkapkan. Hati si penyair tidak lagi merasakan ceria,
harapan dan rasa senang seperti perahu yang tidak mempunyai laut. Penyair kehilangan
kepercayaan terhadap cinta. Melalui puisi tersebut penyair mengungkapkan kegagalan
cintanya yang membuat hatinya muram dan berduka. Hal tersebut seolah-olah membuat
penyair kehilangan segala-galanya. Cinta yang sungguh-sungguh dapat menyebabkan
seseorang  menghayati arti kegagalan secara total.
4)   Kaitan puisi dengan semesta atau kenyataan
Puisi tersebut memiliki hubungan yang mendalam dengan kenyataan hidup penyair, karena
puisi itu diciptakan dengan pengalaman pribadi penulis yang disajikan secara kreatif dengan
menggunakan bahasa.
 
 Pendekatan Pragmatis
Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama pada peran pembaca. Pendekatan
pragmatik adalah pendekatan yang memandang puisi sebagai sesuatu yang dibangun untuk
mencapai efek-efek tertentu pada audience (pembaca atau pendengar), baik berupa efek
kesenangan estetik ataupun ajaran/pendidikan maupun efek-efek yang lain. Pendekatan ini
cenderung menilai puisi berdasarkan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan tersebut.
Selain itu, pendekatan ini menekankan strategi estetik untuk menarik dan mempengaruhi
tanggaan-tanggapan pembacanya kepada masalah yang dikemukakan dalam puisi. Dua
pembaca yang sama akan menerima pesan yang berbeda walaupun mereka dihadapkan pada
puisi yang sama (Damono, 1983).
 
Pendekatan pragmatis dignnakan dalam puisi “Sebuah Lok Hitam” karya Hartono
Andangdjaja sebagai berikut:
Sebuah Lok Hitam
              buat Sang Pemimpin
 
Sebuah lok hitam
Terlepas dari gerbong
Sendiri melancar dalam kelam
Ia menderam ia melolong
 
Ada lok hitam melancar sendirian
Kami yang melihatnya bertanya keheranan:
ke manakah lok berjalan
adakah setasiun penghabisan
 
Jauh di depan tak ada sinyal kelihatan
jauh di depan hanya malam terhampar di jalan
                                                    
                                                     Buku Puisi (1972)
 
Puisi ini menggambarkan rasa kecewa si penyair yang menilai sang pemimpin (sajak ini
ditujukan pada pemimpin pada saat itu)  yang dianggapnya telah lepas dari rakyat yang
dipimpinnya, dan penyair tidak melihat adanya secercah cahaya harapan di depan sang
pemimpin. Sang pemimpin seperti lok kereta api yang lepas dari rangkaian gerbongnya dan
meluncur sendirir dalam kelam.
Sebuah lok hitam
Terlepas dari gerbong
Sendiri melancar dalam kelam
Ia menderam ia melolong
 
Pada puisi di atas, jika diberikan kepada beberapa pembaca maka akan memperoleh
pengertian yang berbeda. Lok hitam yang muncul pada pikiran pembaca akan berbeda
dengan lok hitam yang ada di pikiran penyair. Ketika membaca puisi tersebut, memahami
maknanya melalui pendekatan pragmatis diharapkan pembaca mendapatkan manfaat dari
pesan yang disampaikan oleh penyair dalam puisinya.
 
  Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif adalah pendekatan  yang menekankan pada karya sastra (Abrams, 1981).
Dengan demikian pendekatan ini hanya memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur
intrinsik puisi. Langkah yang dilakuakan dalam pendekatan objektif adalah mencari unsur-
unsur intrinsik puisi yang mampu menimbulkan nilai estetis.
 
Pendekatan objektif dapat digunakan pada puisi “PENERIMAAN” karya Chairil Anwar
sebagai berikut:
 
     PENERIMAAN
Kalau kau mau
Kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
 
Aku masih tetap sendiri
 
Kutahu kau
bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari terbagi
 
Jangan tunduk!
Tentang aku dengan berani
 
Kalau kau mau
kuterima kembali
untukku sendiri tapi
 
Sedang dengan cermin
aku enggan berbagi
 
Maret, 1943
 
Dengan menggunakan pendekatan objektif maka dapat dianalisis unsur-unsur intrinsik
sebagai berikut:
1)    Tema
Tema yang diangkat penyair dalam puisi di atas adalah cinta. Si “Aku” dalam puisi
Penerimaan digambarkan tetap memiliki rasa cinta kepada wanita yang pernah
meninggalkannya demi pria lain, meskipun demikian “Aku” mau menerimanya kembali
karena ada rasa cinta. Hal ini tampak pada kata-kata:
              Kalau kau mau
Kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
 
Dan pada kata “Aku masih tetap sendiri” menggambarkan si Aku masih berharap pada si
wanita.
 
2)   Perasaan
Puisi di atas menggambarkan luapan perasaan si penyair yang masih memiliki cinta pada
seorang wanita.      Perasaan cinta itu tampak pada kata-kata “Kuterima kau kembali”,
“Dengan sepenuh hati”.
 
Penyair adalah orang yang mencintai dengan tulus, mau menerima bagaimanapun keadaan
wanita yang dicintainya itu, walapun wanita itu pernah menjadi milik orang lain. Hal tersebut
tampak pada lirik “Kutahu kau bukan yang dulu lagi, bak kembang sari terbagi”. Tapi penyair
juga menginginkan kesungguhan sang wanita, bahwa setelah menjadi miliknya sang wanita
harus setia dan tidak berbagi hati, seperti tampak pada lirik “untukku sendiri tapi” dan
“Sedang dengan cermin aku enggan berbagi”.
 
3)   Nada pada puisi di atas adalah lugas dan bercerita. Penyair bercerita pada pembaca
bahwa ia bersedia menerima kembali wanita yng dicintainya dengan sepenuh hati, menerima
segala kekurangannya.
 
Suasana yang timbul setelah membaca puisi “Penerimaan” adalah romantisme. Suasana
romantisme cinta yang diusung puisi “Penerimaan” memunculkan rasa haru bahwa dengan
cinta manusia memiliki kesempatan kedua untuk hidup bahagia, semua manusia berhak
dicintai bagaimanapun kondisinya.
 
4)   Amanat
Amanat dari puisi di atas adalah bila kita mencintai seseorang maka kita harus menerima
bagaimanapun kondisi orang tersebut, kekurangan dan kelebihannya, memaafkan
kesalahannya.
 
Sedangkan bagi orang yang kembali diterima oleh kekasihnya, maka ia harus setia, tidak
berbagi cinta pada orang lain.
 
 Pendekatan Parafrasis
Pendekatan parafrasis adalah pendekatan yang dilakukan dengan  mengungkapkan kembali
gagasan yang disampaikan penyair dalam bentuk baru yaitu menyisipkan kata atau kelompok
kata dengan tujuan memperjelas makna puisi tersebut. Pendekatan ini bertujuan menguraikan
kata yang padat dan menkonkretkan yang bermakna kias.
 
Contoh pendekatan parafrasis pada puisi “Prajurit Jaga Malam” karya Chairil Anwar berikut:
1)    Bentuk puisi
PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang- bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu……
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !
 
1948
Siasat,
Th III, No. 96
 
2)   Bentuk parafrase
PRAJURIT JAGA MALAM
Waktu terus berjalan. Aku tidak pernah tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda  yang bergerak lincah dan yang tua-tua keras, bermata tajam.Mimpinya
untuk meraih kemerdekaan seperti sinar bintang- bintangnya yang memberi kepastian.
 
Mereka seperti ada di sisiku selama menjaga daerah yang  seolah-olah mati ini.Aku suka
pada mereka yang memiliki sikap berani  menjalani hidup.Aku suka pada mereka yang berani
masuk dan menemu menjadi penjaga malam.
Malam yang seolah-olah  berwangi mimpi, juga terlucut debu…… dan  waktu terus  berjalan.
Aku tidak pernah tahu apa nasib waktu !
 
 Pendekatan Didaktis
Pendekatan didaktis adalah pendekatan yang berupaya menemukan nilai-nilai pendidikan
yang tertuang dalam puisi. Agar dapat menemukan gagasan tersebut, pembaca dituntut
memiliki kemampuan intelektual dan kepekaan.
 
Contoh pendekatan didaktis pada puisi  “Selagi Bisa” karya Wahyudi S berikut ini:
                                   SELAGI BISA
menangislah
selagi bisa
sebab saudara kita di Aceh
sudah kehabisan air mata
 
makan minumlah selagi bisa
sebab saudara kita di Aceh
sejenak lupa akan  haus dan laparnya
 oleh sekadar mencari anak
 oleh sekadar mencari suami
 oleh sekadar mencari istri
atau ibu bapak
itu pun kalau bisa
 
pandangilah setiap jengkal wajah sanak saudara kita
selagi bisa
sebab saudara kita di Aceh
hanya melihat mayat sanak saudaranya,
itu pun selagi bisa
 
 
Dari puisi di atas, nilai pendidikan yang dapat diambil adalah:
1)    Kita harus bersyukur dengan segala kesehatan dan kenyamanan hidup yang diberikan
Tuhan, karena ada banyak orang lain yang diberi ujian dan musibah dengan bencana alam,
kelaparan, ketakutan dan kehilangan.
2)   Kita harus berempati ikut merasakan duka yang dirasakan oleh saudara kita yang tertimpa
musibah, khususnya di Aceh, dan kita bisa melakukan banyak hal untuk membantu mereka
dengan berbagai cara.
3)   Kita harus bersyukur memiliki keluarga yang lengkap, orang-orang yang disayangi,
karena banyak di sekitar kita yang kehilangan ibu, ayah, suami, istri, anak dan sanak saudara.
 
 Penekatan Emotif
Pendekatan emotif adalah pendekatan berupaya mengajak emosi atau perasaan pembaca,
berkaitan dengan keindahan penyajian bentuk atau isi gagasan. Yang ingin diketahui
pembaca adalah bagaimana penyair menampilkan keindahan tersebut.
 
Contoh pendekatan emotif pada puisi “Sepisaupi” karya Sutardji Calzoum Bachri berikut ini:
 
 s e p i s a u p i
 
s e p i s a u                l u k a
s e p i s a u      d u r i
s e p i k u l                d o s a
s e p u k a u     s e p i
s e p i s a u                d u k a
s e r i s a u      d i r i
s e p i s a u                s e p i
sepisau
nyanyi
 
sepisaupa
sepisaupi
sepisapanya
s e p i k a u  s e p i
sepisaupa
sepisaupi
s e p i k u l   s i r i
keranjang
duri
 
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa
sepisaupi
sepisaupa
sepisaupi
sampai
pisauNya
kedalam
nyanyi
 
Nilai keindahan/estetis pada puisi tersebut ditampilkan dengan permainan kata yang
memakai  vokal /i/, /u/, dan /a/ sehingga menimbulkan rasa gembira, riang, ringan dan tinggi.
Dengan konsonan /s/ dan /p/ menimbulkan suasana yang kacau dan tidak teratur pada puisi
tersebut. Perwujudan nilai keindahan juga muncul dari pengulangan-pengulangan
kata sepisaupa  dan sepisaupi. Selain itu pemunculan nilai keindahan juga dilakukan dengan
pengulangan afiks se- dan adanya penekanan pada sepisaupa dan sepisaupi.
 
 Pendekatan Linguistik
Pendekatan linguistik adalah pendekatan yang menekankan pada penggunaan bahasa dan tata
bahasa pada sebuah puisi.
 
Contoh pendekatan lenguistik adalah pada puisi berikut ini:
 
KAKEKKAKEK & BOCAHBOCAH
              /Sutardji Calzoum Bachri
 
kakekkakek
              tidur di pantai
dan bocahbocah main
              neylinap di ketiak mereka
              masuk di kelengkang mereka
                        menguak mimpi mereka
                        dalam pasir
                                  dan tertawa terkekehkekeh
dan kakekkakek
              bangun
                        menemukan diri
                                  tertawa
                               terkekehkekeh
angin datang
              menyibak pasir
              dan kakekkakek
                        menemukan
                                tulangbelulang sendiri
                                           di dalam pasir
                                           lalu menangis
                                  dan tidur kembali
                                dan bocahbocah tertawa
                                                     terkekehkekehkehkehkeh
 
 
Puisi di atas memiliki susunan kata yang bebas, tidak selalu mengikuti kaidah kebahasaan.
Tata wajah puisi pun tidak terikat pada model  konvensional. Tampak dengan jelas dengan
penyusunan kata dan tata wajah seperti di atas, akan sangat berbeda apabila disusun secara
biasa. Misalnya kakekkakek akan memberikan rasa yang berbeda bila disusun menjadi kakek-
kakek. Penyusunan puisi tersebut mampu memberi kesan baru pada rasa dan visual pembaca.
 
 Sumber:
Departemen Pendidikan  Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

Khuta Ratna, Nyoman. 2004. Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar
Khuta Ratna, Nyoman. 2008. Stilistika; Kajian Puitika Bahasa Sastra dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Rosidi, Ajib. 2009. Puisi Indonesia Modern. Jakarta Pusat : Pustaka Jaya.
Siswanto, Wahyudi. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo.
Waluyo, Herman J.  1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai