INDONESIA
Oleh Masnur Muslich
Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang
memberhentikan memberlakukan
Dari diagram itu juga terlihat bahwa bentuk dasar konstruksi memberhentikan
adalah berhenti, sedangkan ben-tuk dasar konstruksi memberlakukan adalah
berlaku, dan bukan henti dan laku. Bentuk henti dan laku adalah bentuk asal
dari konstruksi itu. Dengan demikian, walaupun terdapat dua prefiks, konstruksi
itu tetap dibenarkan selain bentuk menghentikan dan melakukan. Begitu juga
konstruksi diberhentikan, diberlakukan, dimengerti, diberangkatkan, dan
sebagainya.
Bagaimana dengan konstruksi keberhasilan dan keterbelakangan? Proses
pembentukan konstruksi ini sama dengan proses pembentukan konstruksi
memberhentikan, yaitu secara bertahap. Demikian, bentuk dasarnya adalah
berhasil dan terbelakang, bukan hasil dan belakang.
Konstruksi dikesanakan dan dikekirikan merupakan bentuk baru sebagai hasil
analogi bentuk dikemukakan dan dikesampingkan. Konstruksi ini berbentuk
dasar frase, yaitu ke sana, ke kiri, ke samping, dan ke muka. Konstruksi ini
dibenarkan sebab bentuk dasar tidak selalu monomorfemis, tetapi dapat juga
polimorfemis, bisa dua morfem, tiga morfem, empat morfem. Begitu juga
bentuk dasar suatu konstruksi dapat berbentuk morfem terikat, morfem bebas,
baik kata maupun frase. (Sebagai pengecekan, silakan diteliti kata-kata yang
telah mengalami proses morfologis!)
Konstruksi turinisasi dan lelenisasi juga merupakan bentuk baru sebagai akibat
perlakuan afiks asing dalam proses morfologis bahasa Indonesia. Kita tahu
bahwa afiks {-(n)isasi} berasal dari bahasa Inggris -(n)ization. Bentuk afiks ini,
apabila menempel pada bentuk dasar bahasa yang bersangkutan, misalnya
modernisasi ("modernization"), standardisasi (standardization"), mekanisasi
("mechanization"), berarti 'hal yang berhubungan dengan bentuk dasarnya' yang
berfungsi pembendaan secara abstrak. Setelah terserap ke dalam bahasa
Indonesia, afiks {-(n)isasi} dicoba digabungkan dengan bentuk dasar bahasa
Indonesia untuk arti dan fungsi yang sama, misalnya dengan bentuk dasar turi,
lele, pompa, sehingga timbullah konstruksi turinisasi, lelenisasi, pompanisasi.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan apabila timbul konstruksi baru selain
ketiga konstruksi di atas. (Apakah Anda menemukannya?)
Konstruksi lain yang tergolong bentukan baru adalah konstruksi manusiawi dan
surgawi. Konstruksi itu mengalami proses morfologis dengan jalan
menambahkan morfem afiks {-wi} pada bentuk dasar manusia dan surga. Kita
tahu bahwa morfem afiks {-wi} atau {-i }apabila bentuk dasarnya berakhir
dengan konsonan) berasal dari bahasa Arab, sedangkan bentuk manusia (Mly)
dan surga bukan dari bahasa Arab. Konstruksi yang bentuk dasarnya berasal dari
bahasa Arab ialah duniawi, ukhrawi, insani, dan alami, yang masing-masing
diadaptasikan dari "duniyawiyyun" "ukhrawiyyun", "insaniy-yun"'dan "alamiyyun".
Ternyata, akhiran -wi (-i) yang berasal dari bahasa Arab itu, setelah terserap ke
dalam bahasa Indonesia, diperlakukan sebagai afiks bahasa Indonesia. Oleh
karena itu, afiks -wi (-i) sekarang mampu bergandeng dengan bentuk dasar
selain dari bahasa aslinya (bahasa Arab) sebagaimana contoh di atas. Sehu-
bungan dengan itu, yang perlu diperhatikan adalah perbedaan pemakaian afiks
-wi dan -i. Afiks -wi dipakai pada bentuk dasar yang berakhir dengan vokal,
sedangkan afiks -i dipakai pada bentuk dasar yang berakhir dengan konsonan.
Oleh sebab itu, konstruksi *gerejani dianggap sebagai konstruksi yang salah
sebab afiks *-ni tidak ada. Konstruksi itu diduga sebagai hasil analogi yang salah
terhadap bentuk badani, insani. Bentuk itu dikiranya bersufiks *-ni, padahal
sebenarnya bersufiks -i. Dengan demikian, yang benar adalah gerejawi sebab
bentuk dasarnya, gereja, berakhir dengan vokal.
memprogramkan memrogramkan
pemrograman pemrograman
memproklamasikan memroklamasikan
pemproklamasian pemroklamasian
mentraktir menraktir
pentraktiran penraktiran
mentransfer menransfer
pentransferan penransferan
mensponsori menyponsori, menyeponsori
pensponsoran penyponsoran, penyeponsoran
menstandarkan menytandarkan, menyetandarkan
penstandaran penytandaran, penyetandaran
mengklasifikasikan menglasifikasikan
pengklasifikasian penglasifikasian
mengkritik mengritik
pengkritikan pengritikan
Oleh sebab itu, kita sebaiknya memilih deretan I, yaitu tidak meluluhkan bunyi
awal bentuk serapan yang berkluster.
(1) bentuk serapan yang sudah lama menjadi keluarga bahasa Indonesia
sehingga sudah tidak terasa lagi keasingannya, dan
(2)bentuk serapan yang masih baru sehingga masih terasa keasingannya.
Kesalahan yang sering dijumpai dalam bahasa lisan maupun tulis. Pada
umumnya kesalahan dalam bidang frasa dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain adalah :
1. Pengaruh bahasa daerah
Contoh:
a. Kesalahan
Kadang-kadang mereka tertawa ngakak kalau ada yang lucu menurut mereka.
Pembetulan
Kadang-kadang mereka tertawa terbahak kalau ada yang lucu menurut mereka.
b. Kesalahan
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, mbak-mbak itu
memesan minuman ringan atau rokok.
Pembetulan
Sebelum membawa tamu lelaki masuk ke wisma, losmen, atau karaoke, para wanita itu
memesan minuman ringan atau rokok.
alam morfologi, ada beberapa problema yang dihadapi, seperti halnya dibawah ini :
1.2 Identifikasi
1. Jelaskan pengertian dari masing – masing problematika yang telah tersebutkan diatas ?
2. Jelaskan contoh – contoh yang telah ada tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
Adanya unsur bahasa asing yang terserap ke dalam bahasa Indonesia juga membuat problema
tersendiri.
Kita tahu bahwa kata data dan datum, fakta dan faktum, alumni dan alumnus berasal dari bahasa
Latin, yang masing - masing pasangan kata itu berarti 'jamak' dan 'tunggal'. Ternyata, dari pasangan
itu yang terserap ke dalam bahasa Indonesia hanyalah bentuk jamaknya, yaitu data, fakta, dan
alumni, sedangkan bentuk tunggalnya, yaitu datum, faktum, dan alumnus, tidak terserap ke dalam
bahasa Indonesia.
Dalam unsur asing yang terserap ke dalam bahasa Indonesia dianggap sebagai satu kesatuan
bentuk dan dengan sendirinya berarti tunggal. Akibatnya, walaupun yang diserap bentuk jamaknya, ia
langsung dianggap sebagai satu kesatuan bentuk dan berarti tunggal. Oleh karena itu, bentuk data,
fakta, dan alumni dianggap sebagai bentuk tunggal. Dengan demikian, konstruksi data - data, fakta -
fakta, dan para alumni, banyak data, dan banyak fakta dianggap benar, sedangkan konstruksi datum
- datum, faktum - faktum, dan para alumnus dianggap salah. Sehubungan dengan itu, konstruksi para
hadirin, hadirin sekalian, para ulama, para arwah (pahlawan) dianggap benar walaupun dalam
bahasa asingnya (bahasa Arab) bentuk hadirin, ulama, arwah berarti 'jamak'.
Sebagai istilah bahasa, analogi adalah bentukan bahasa dengan menurut contoh yang sudah ada.
Gejala analogi ini sangat penting dalam pemakaian bahasa sebab pada dasarnya pemakaian bahasa
dalam penyusunan kalimat, frase, dan kata beranalogi pada contoh yang telah ada atau yang telah
diketahuinya.
Contoh :
Adanya bentuk pemersatu 'yang mempersatukan', kita dapat membentuk konstruksi pemerhati ('yang
memperhatikan'); dan, dengan adanya pasangan bentuk penyuruh dan pesuruh (yang masing -
masing berarti 'orang yang menyuruh' dan 'orang yang disuruh'), kita dapat membentuk pasangan
konstruksi penatar dan pentatar, pendaftar dan pedaftar.
Kluster atau konsonan rangkap mengundang problema tersendiri dalam pembentukan kata bahasa
Indonesia. Hal ini disebabkan bahwa kata bahasa Indonesia asli tidak mengenal kluster. Kata yang
berkluster (yang dipakai dalam bahasa Indonesia) itu berasal dari unsur serapan, misalnya program,
proklamasi, prakarsa, traktir, transfer, transkripsi, sponsor, standar, skala, klasifikasi, kritik, kronologi.
Contoh :
a) bentuk serapan di atas berbeda sifatnya dengan bentuk dasar bahasa Indonesia asli, yaitu
konsonan rangkap dan tidak (walaupun keduanya berawal dengan k, p, t, s);
b) apabila diluluhkan, kemungkinan besar akan menyulitkan penelusuran kembali bentuk aslinya;
Masalah ini ada kesamaan dengan masalah sebelumnya, yaitu berkenaan dengan perlakuan unsur
asing. Hanya saja, yang menjadi tekanan di sini adalah proses morfologisnya.
1. Bentuk serapan yang sudah lama menjadi keluarga bahasa Indonesia sehingga sudah tidak
terasa lagi keasingannya.
2. Bentuk serapan yang masih baru sehingga masih terasa keasingannya.
Bentuk serapan kelompok pertama dapat diperlakukan secara penuh mengikuti sistem bahasa
Indonesia, termasuk proses morfologisnya, sedangkan kelompok kedua belum dapat di-perlakukan
secara penuh mengikuti sistem bahasa Indonesia. Berdasarkan rambu rambu ini, kiranya kita dapat
menyikapi apakah bentuk terjemah sudah lama terserap ke dalam bahasa Indonesia atau belum.
Kalau sudah lama, berarti bentuk serapan itu patut diperlakukan secara penuh mengikuti sistem
bahasa Indonesia. Dengan demikian, apabila bentuk terjemah digabung dengan {meN kan} akan
menjadi menerjemahkan sebab, berdasarkan sistem bahasa Indonesia, fon [p] yang mengawali
bentuk dasar akan luluh apabila bergabung dengan afiks {meN (kan/i)} dan {peN (an)}.
Contoh :
Ø Mengkalkulasikan kata dasar kalkulasi di afiksasikan dengan prefiks Men- dan sufiks -kan.
Kita tahu bahwa suatu bentuk dikatakan bentuk majemuk apabila unsur - unsurnya pekat dan padu.
Sebaliknya, apabila unsur - unsurnya longgar tidak lagi dikatakan sebagai bentuk majemuk, tetapi
frase. Dengan demikian, pendapat pertamalah yang tepat, yaitu pendapat yang memperlakukan
unsur - unsur bentuk majemuk sebagai satu kesatuan.
Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan
morfem. Proses morfonemik dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi
morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks
(Kridalaksana, 2007).
Proses morfofonemik tersebut ialah proses perubahan fonem, proses penghilangan fonem, dan
proses penambahan fonem.
Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawalan /p/, /b/, /f/, /v/.
Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi fonem /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya
berawal dengan fonem /t/, /d/, dan /s/. Fonem /s/ di sini hanya khusus bagi beberapa bentuk dasar
yang berasal dari bahasa asing yang masih mempertahankan keasingannya.
Fonem /N/ pada morfem meN- dan peN- berubah menjadi /ny/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawal dengan /s/, /sy/, /c/, dan /j/.
Fonem /N/ pada meN- dan peN- berubah menjadi /n/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya
berawal dengan fonem /k/, /g/, /x/, /h/, dan fonem vokal.
meN-+nikah menikah
Bergabungnya morfem {meN-} dengan bentuk dasarnya, dapat terjadi penghilangan fonem. Apabila
bertemu dengan bentuk dasar yang berawal dengan fonem /l/, /r/, /m/, /n/, dan /w/, terjadi
penghilangan fonem /N/ pada morfem {meN-} tersebut.
meN-i+nikah menikahi
Bergabungnya morfem afiks {meN-i} dan {meN-kan} apabila bertemu dengan bentuk dasar yang
berawal dengan fonem /l/, /r/, /m/, /n/, dan /w/, juga terjadi penghilangan fonem /N/ pada morfem
{meN-i} dan {meN-kan} tersebut.
Proses penambahan fonem antara lain terjadi sebagai akibat pertemuan morfem {meN-} dengan
bentuk dasarnya yang terdiri dari satu suku. Fonem tambahannya ialah /ə/. Sehingga {meN-} berubah
menjadi {menge-}.
Proses penambahan fonem /ə/ terjadi juga sebagai akibat pertemuan morfem {peN-} dengan bentuk
dasarnya yang terdiri dari satu suku sehingga morfem {peN-} berubah menjadi {penge-}.
Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar, baik secara utuh
maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soedjito,1995:109)
Contoh :
Mondar – mandir merupakan kata ulang semu yang sebenarnya bukanlah bentuk dari proses
pengulangan, karena bentuk itu sendiri sudah merupakan bentuk dasarnya.
Mobil merupakan kata dasar, mobil – mobil merupakan pengulangan dari mobil, lalu mobil – mobilan
merupakan pengulangan yang diikuti oleh sufiks –an. Ini merupakan kata ulang berimbuhan.
Gerak – gerik Di samping bolak-balik terdapat kata kebalikan, sebaliknya, dibalik, dan membalik. Dari
perbandingan itu, dapat disimpulkan bahwa kata bolak-balik terbentuk dari bentuk dasar balik yang
diulang seluruhnya dengan perubahan bunyi dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/. Ini
merupakan kata ulang berubah bunyi.
Abreviasi merupakan proses penanggalan satu atau beberapa bagian kata atau kombinasi kata
sehingga jadilah bentuk baru. Kata lain abreviasi ialah pemendekan.
Dalam abreviasi banyak macamnya yaitu, singkatan, penggalan, akronim, kontraksi, dan lambang
huruf.
Contoh :
FIK (Fakultas Ilmu Keperawatan), contoh ini merupakan bagian dari contoh singkatan, dalam bahasa
Indonesia singkatan tetap dipergunakan untuk memberikan kekhasan pada sesuatu hal atau benda.
Namun, terkadang singkatan yang digunakan kurang tepat dan kurang dapat dipahami oleh orang
banyak, dan hanya dipahami oleh sebagian orang saja.
Prof. (Profesor), merupakan contoh dari bagian penggalan, proses pemendekan yang dihilangkan
salah satu bagian dari kata.
g ( gram ), merupakan contoh dari bagian lambang huruf, proses pemendekan yang menghasilkan
satu huruf atau lebih yang menggambarkan konsep dasar kuantitas, satuan atau unsur.
Pada pemendekan / abreviasi banyak digunakan dalam penulisan – penulisan bahasa Indonesia,
karena memang banyak memberikan kemudahan dalam penulisan dalam kalimat atau apapun
bentuknya.
Daftar rujukan:
Muslich, Masnur. 2010. Tata bentuk Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Ada beberapa pengertian reduplikasi menurut berbagai pakar kebahasaan, yaitu:
1. Pengulangan adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk
dasar, baik secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.
(Soedjito,1995:109)
2. Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik
seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Ramlan,1985:57)
3. Proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan
mengulang bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun
tidak, baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Muslich,1990:48)
4. Proses reduplikasi yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik selurunya maupun
sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan disebut kata ulang,
satuan yang diulang merupakan bentuk dasar. (Solichi,1996:9)
5. Pengulangan ialah proses perulangan bentuk dasar baik seluruhnya maupun
sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Soepeno,1982:20)
Jadi, ada pula yang berpendapat bahwa, reduplikasi ialah proses pembentukan kata,
dengan cara mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan maupun sebagian, baik baik
disertai perubahan bunyi atau tidak. Proses reduplikasi ini menghasilkan kata ulang, dan kata
ulang ini mempunyai ciri-ciri tersendiri yang bisa disebut kata ulang. Ciri reduplikasi, masih dibagi
menjadi dua, yaitu ciri khusus reduplikasi dan ciri umum reduplikasi sebagai proses pembentuk
kata.
Ciri khusus reduplikasi.
1. Selalu memiliki bentuk dasar dan bentuk dasar kata ulang selalu ada dalam pemakaian
bahasa. Maksud ”dalam pemakaian bahasa” adalah dapat dipakai dalam konteks kalimat dan
ada dalam kenyataan berbahasa.
Contoh:
2. Ada hubungan semantis atau hubungan makna antara kata ulang dengan bentuk dasar.
Arti bentuk dasar kata ulang selalu berhubungan dengan arti kata ulangnya. Ciri ini
sebenarnya untuk menjawab persoalan bentuk kata yang secara fonemis berulang,
tetapi bukan merupakan hasil proses pengulangan.
Contoh:
Bentuk alun bukan merupakan bentuk dasar dari kata alun-alun.
Bentuk undang bukan merupakan bentuk dasar dari kata undang-
undang.
3. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah golongan kata atau kelas kata. Apabila
suatu kata ulang berkelas kata benda, bentuk dasarnya pun berkelas kata benda. Begitu
juga, apabila kata ulang itu berkelas kata kerja, bentuk dasarnya juga berkelas kata
kerja. Lebih jelasnya, jenis kata kata ulang, sama dengan bentuk dasarnya.
Contoh:
Dari beberapa ciri tersebut, dapat di klasifikasikan beberapa jenis kata ulang. Ada dua
jenis kata ulang, yaitu kata ulang murni dan kata ulang semu, sebagaimana berikut:
Kata ulang murni, adalah kata ulang yang masih dapat dipisah menjadi bentuk yang lebih
kecil dan mempunyai bentuk dasar. berdasarkan bentuk proses pengulangannya,ada tiga
macam kata ulang murni, yaitu:
1. Kata ulang utuh, adalah kata ulang yang diulang secara utuh.
Contoh: gedung + { R } = gedung-gedung.
2. Kata ulang sebagian, adalah kata ulang yang pada proses pengulangannya hanya
sebagian dari bentuk dasar saja yang diulang.
Contoh: berjalan + { R } = berjalan-jalan
3. Kata ulang berimbuhan, adalah kata ulang yang mendapatkan imbuhan atau kata ulang
yang telah diberi afiks. Baik itu prefiks, infiks maupun sufiks.
Contoh: mobil + { R } = mobil-mobil + an = mobil-mobilan.
4. Kata ulang berubah bunyi, adalah kata ulang yangberubah bunyi dari bentuk dasarnya
setelah terjadinya proses pengulangan.
Contoh: sayur + { R } = sayur-mayur
Kata ulang semu, sebenarnya bukan kata ulang tetapi menyerupai kata ulang karena
bentuk dasarnya sudah seperti itu.
Contoh: mondar-mandir, compang-camping, onde-onde.
II. PEMBAHASAN
berjalan-jalan berjalan
tumbuh-tumbuhan tumbuhan
tulis-menulis menulis
Kata ulang berimbuhan yang dimaksud adalah kata ulang yang mendapatkan afiks
setelah proses pengulangan.
Contoh:
mobil → mobil-mobil → mobil-mobilan
gunung → gunung-gunung → gungung-gunungan
orang → orang-orang → orang-orangan
anak → anak-anak → anak-anakan
kereta → kereta-kereta → kereta-keretaan
Namun, Menurut Ramlan, proses tersebut dinilai tidak mungkin jika dilihat dari faktor
makna. Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi kereta-kereta menyatakan makna ’banyak’,
sedangkan pada kereta-keretaan tidak terdapat makna ’banyak’. Yang ada makna ’sesuatu yang
menyerupai bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu-satunya kemungkinan ialah kata kereta-
keretaan terbentuk dari bentuk dasar kereta yang diulang dan mendapat afiks -an.
mobil → mobil-mobilan
gunung → gungung-gunungan
orang → orang-orangan
anak → anak-anakan
kereta → kereta-keretaan
Demikian juga kata-kata kehitam-hitaman, keputih-putihan, kemerah-merahan, sejelek-
jeleknya, setinggi-tingginya, sedalam-dalamnya, dan sebagainya, juga terbentuk dengan cara
yang sama sebagaimana cara di atas, yaitu dengan pengulangan dan pembubuhan afiks pada
bentuk dasarnya:
hitam → kehitam-hitaman
putih → keputih-putihan
merah → kemerah-merahan
jelek → sejelek-jeleknya
tinggi → setinggi-tingginya
dalam → sedalam-dalamnya
Di samping perubahan bunyi vokal seperti contoh di atas, terdapat pula perubahan bunyi
konsonan, seperti:
lauk → lauk-pauk
ramah → ramah tamah
sayur → sayur-mayur
tali → tali-mali
Ramlan memberikan contoh-contoh seperti kata-kata di atas tentang bentuk kata ulang
berubah bunyi. Sedangkan kata-kata seperti, simpang-siur, sunyi-senyap, beras petas, tidak
termasuk ke dalam golongan kata ulang berubah bunyi. Menurut Ramlan, kata-kata itu tidak
dimasukan ke dalam golongan kata ulang berubah bunyi karena, siur bukanlah perubahan
dari simpang, senyap bukan perubahan dari sunyi, dan petas bukan pula perubahan
dari beras. Bentuk-bentuk seperti ini tidak termasuk dalam kata ulang berubah bunyi, tetapi
bentuk-bentuk seperti itu adalah bagian dari kata majemuk yang salah satu morfemnya berupa
morfem unik.
Jadi, pada kata ulang berubah bunyi ini, perubahan bunyinya tidak terlalu banyak dan
bunyinya berhubungan dengan bunyi pada bentuk dasarnya.
III.PENUTUP
Pemakaian bahasa mengalami banyak perubahan dari setiap massa. Hal itu tidak luput
dari semakin berkembangnya teknologi yang diikuti pula oleh perkembangan-perkembangan di
bidang lain, bahasa salah satunya.
Banyak jenis, macam, dan versi tentang pemakaian bahasa yang benar dan tepat.
Tetapi, dari semua itu akan muncul tata cara berbahasa yang baru, memberikan revisi bagi
pemakaian bahasa yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembnagan zaman. Oleh
karena itu, perlu diadakannya sebuah konferensi atau persetujuan untuk menentukan standard-
standard dan tata cara berbahasa dengan baik dan benar.
Demi menghindari adanya kesalahan atau kerancuan dalam berbahasa, disarankan bagi
pengguna bahasa untuk menggunakan tata cara yang umum dan banyak digunakan oleh
masyarakat. Namun, para pengguna bahasa juga harus mengoreksi lagi, apa tata cara tersebut
sesuai dengan stadard dan tata cara yang telah disepakati dalam konferensi. Pemakaian bahasa
yang umum belum tentu benar, justru karena pemakaiannya yang telah menyeluruh itu
kesalahannya jadi tidak tampak.
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana, S. Takdir. 1980. Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Muslich, Masnur. 1990. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Malang: YA
3 Malang.
Rustamaji. 2005. Panduan Belajar SMA Kelas 3. Jakarta: Primagama.
Sepeno.1982. Inti Bahasa Indonesia. Solo: Depdikbud.
Solichi, Mansur. 1996. Hand-Out Morfologi. Malang: IKIP Malang.
Soedjito. 1995. Morfologi Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang.