Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KELOMPOK I

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN GANGGUAN


ASFIKSIA NEONATUS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

Adelia Dwi Cahyani (1907001)

1. Chindi Diana Rasa (1907009)

2. Elina (1907016)

3. Fetty Zunita Suryaningrum (1907025

4. Khaeruliana Dewi Anjelita (1907035)

5. Nia Hesti Ghosa (1907042)

6. Risma budi rahayu ( 1907049 )

7. Salim Nuryadin (1907051)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) atau infant mortality rate (IMR) adalah jumlah
kematian bayi di bawah usia satu tahun pada setiap 1000 kelahiran hidup. Angka
kematian bayi di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup.
Artinya terdapat 32 bayi yang meninggal dalam setiap 1000 kelahiran hidup.
Pencapaian AKB pada tahun 2012 tidak sesuai dengan target renstra Kemenkes yaitu
24 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2014 (SDKI, 2012).
Data asfiksia menurut WHO setiap tahunnya ada 120 juta bayi yang lahir di
dunia. Secara global terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0 sampai
dengan 7 hari (perinatal), dan terdapat 4 juta bayi (33%) yang lahir mati dalam usia 0
sampai dengan 28 hari (neonatal). Dari 120 juta bayi yang dilahirkan, terdapat 3,6 juta
bayi (3%) yang mengalami asfiksia, dan hampir 1 juta bayi asfiksia (27,78%) yang
meninggal (Marwiyah, 2016)
Sebanyak 47% dari seluruh kematian bayi di Indonesia terjadi pada masa
neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 5 menit terdapat satu neonatal yang
meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah BBLR (29%), asfiksia
(27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital
(Marwiyah, 2016).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan masalah beberapa kasus adalah
bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada bayi asfiksia neonatorum dengan
masalah keperawatan gangguan pertukaran gas.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan makalah
asfiksia neonatrum
2. Tujuan Khusus
 Mahasiswa mampu membuat pengkjian pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum
 Mahasiswa mampu menegakan diagnosa pada klien dengan masalah asfiksia
neonatrum
3. Manfaat Studi Kasus
 Bagi penulis meningkatakan pengetahuan dan pengalaman dalam
penyusunan karya tulis ilmiah khususnya studi kasus pada bayi risiko
tinggi dengan asfiksia neonatorum.
 Bagi Institusi Bahan masukan dan tambahan bagi pengembangan ilmu
keperawatan tentang asuhan keperawatan pada bayi risiko tinggi dengan
asfiksia neonatorum.
 Bagi Rumah Sakit Memberikan masukan yang diperlukan dalam
pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya praktek
keperawatan pada bayi risiko tinggi dengan asfiksia neonatorum.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Teori

1.1 Pengertian Asfiksia

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis
(Marwyah, 2016)

Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernapasan secara


spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi
mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (asfiksia primer) atau mungkin dapat bernapas
tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder).
(Fauziah dan Sudarti, 2014)
Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnea dan sampai ke asidosis.(Fauziah dan Sudarti , 2014)
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan
dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia
1.2 Penyebab Asfiksia

Penyebab secara umum dikarenakan adanya gangguan pertukaran gas atau


pengangkutan O₂ dari ibu ke janin, pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir. Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi (Marwyah 2016)

1. Faktor ibu Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor plasenta Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa,
plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin dan neonatus Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gamelli, IUGR, kelainan
kongenital daan lain-lain.
4. Faktor persalinan Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain
B. Patofisiologi
Bila janin kekuranagn O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat,
akhirnya ireguler menghilang. Janin akan mengadalkan pernafasan intrauterine dan
bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelectasis. Bila janin lahir alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan
pernafasan dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlalu lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah
sampai bayi memasuki apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (Pa02) terus menurun. Bayi sekarang tidak
bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi juga resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai dengan segera.
C. Pathway
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada bayi baru lahir dengan asfiksia menurut (Sukarni & Sudarti
(2012). antara lain :
 Tidak bernafas atau napas megap-megap atau pernapasan cepat, pernapasan
cuping hidung.
 Pernapasan tidak teratur atau adanya retraksi dinding dada
 Tangisan lemah atau merintih.
 Warna kulit pucat atau biru.
 Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai
 Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikardia) kurang dari 100 kali per
menit.

Sedangkan, tanda dan gejala bayi baru lahir dengan asfiksia (Sudarti dan Fauziah
2012) antara lain :

 Pernapasan cuping hidung


 Pernapasan cepat
 Nadi cepat
 Sianosis
 Nilai APGAR kurang dari 6

1.3 Klasifikasi Asfiksia


Klasifikasi asfiksia menurut (Sukarni & Sudarti (2013) adalah :

1. Virgorous baby (Asfiksia ringan) Apgar skor 7-9, dalam hal ini bayi
dianggap sehat, tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Mild- moderate asphyksia (asfiksia sedang) APGAR score 4-6
3. Severe asphyksia (asfiksia berat) APGAR score 0-3
 Table Apgar

Skore

Tanda Gejala 0 1 2

A : Apperance/Color Biru/Pucat Tubuh Kemerahan, Selera Tubuh


( Warna Kulit ) Ekstremitas Biru Kemerahan
P : Pulse/Heart rate Tidak Ada > 100/Menit > 100/Menit
( Frekuensi Jantung )
G : Grimance Tidak Ada Gerakan Sedikit Gerakan Kuat/
( Reflek ) Melawan,
A : Activity Lumpuh Ekstermitas fleksi Gerakan Aktif
( Tonus Otot)
R : Respiration Tidak Ada Lambat, Tak Teratur Menangis Kuat
( Usaha Nafas )
Sumber : (Sukarni dan Sudarti, 2013)

1.4 Komplikasi Asfiksia


Dampak yang akan terjadi jika bayi baru lahir dengan asfiksia tidak di
tangani dengan cepat maka akan terjadi hal-hal sebagai berikut antara lain:
perdarahan otak, anuragia, dan onoksia, hyperbilirubinemia, kejang sampai
koma. Komplikasi tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan
bahkan kematian pada bayi (Surasmi, 2013)

1.5 Pemeriksaan Diagnostik


Beberapa pemeriksaan diagnostik adanya asfiksia pada bayi (Sudarti dan
Fauziah, 2013 ) yaitu :
1. Pemeriksaan analisa gas darah
2. Pemeriksaan elektrolit darah
3. Berat badan bayi
4. Penilaiaan APGAR Score
5. Pemeriksaan EGC dan CT-Scan
1.6 Penatalaksanaan Asfiksiam
Penatalaksanaan asfiksia (Surasmi, 2013) adalah :
 Membersihkan jalan napas dengan pengisapan lendir dan kasa steril.
 Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan dengan antiseptic
 Apabila bayi tidak menangis lakukan sebagai berikut :
a. Rangsangan taktil dengan cara menepuk-nepuk kaki, mengelus-
elus dada, perut dan punggung
b. Bila dengan rangsangan taktil belum menangis lakukan resusitasi
mouth to mouth
c. Pertahankan suhu tubuh agar tidak perburuk keadaan asfiksia
dengan cara : membungkus bayi dengan kain hangat, badan bayi
harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air
dingin gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh
bayi, kepala bayi ditutup dengan baik atau kenakan topi
 Apabila nilai APGAR pada menit ke lima sudah baik (7-10) lakukan
perawatan selanjutnya : bersihkan badan bayi, perawatan tali pusat,
pemberian ASI sedini mungkin dan adekuat, melaksanakan
antromentri dan pengkajian kesehatan, memasang pakaian bayi dan
mengenakan tanda pengenal bayi.

1.7 Pelaksanaan Resusitasi

Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya bisa
dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan langkah
awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan
secara tepat dan cepat (tidak terlambat)

1. Membuka jalan nafas


 Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
 Metode : Meletakkan bayi pada posisi yang benar: letakkan bayi secara
terlentang atau miring dengan leher agak eksetensi/ tengadah. Perhatikan leher
bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena
keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulug dibawah bahu sehingga terangkat 2-
3 cm diatas matras. Apabila cairan/lendir terdapat banyak dalam mulut,
sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak
berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
2. Membersihkan jalan nafas Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium hisap
cairan dari mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya
menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET). Urutan kedua metode membuka jalan
nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi
yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan
mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan
menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan
menghisap mulut, farings dan hidung
3. Mencegah kehilangan suhu tubuh
 Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
 Metode : meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)
dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C. Tubuh
dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat,
keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh
melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang
dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan. Untuk bayi sangat kecil
(berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat dingin
dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
4. Pemberian tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
 Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
 Metode : Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar. Agar VTP efektif
kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai,
kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kail/menit. Tekanan ventilasi yang
dibutuhkan sebagai berikut : Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40
cm H2O, setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O, bayi dengan
kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance
membutuhkan 20-40 cm H2O, tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila
digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.
5. Observasi gerak dada bayi Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti
bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti
menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas
panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan
terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotorax.
6. Observasi gerak perut bayi Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi
yang efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
7. Penilaian suara nafas bilatera Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop.
Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar
8. Observasi pengembangan dada bayi Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan
dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin
disebabkan oleh salah satu sebab berikut : perlekatan sungkup kurang sempurna, arus
udara terhambat dan tidak cukup tekanan
BAB III
ASKEP TEORI

A. ASKEP TEORI

1. Pengkajian
Merupakan data dasar klien yang komprehensif mencakup Riwayat kesehatan,
pemeriksaan, pemeriksaan fisik hasil pereriksaan diagnostic dan laboratorium
serta informasi dari tim kesehatan serta keluarga klien, yang meliputi :
1. Biodata
Terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa,
jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi
karena berkaitan dengan diagnose Asfiksia Neonatus.
2. Keluhan Utama
Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak napas.
3. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Apa yang dirasakan pasien sampai dirawat di rumah sakit atau perjalanan
penyakit.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan
Bagaimana proses persalinan, apakah spontan, premature, atem, letak bayi
belakang kaki atau sungsang
5. Kebutuhan Dasar
a. Pola Nutrisi
Pada neonates dengan asfiksia membatasi intake oral, karena organ tubuh
terutama lambung belum sempurna.
b. Pola Eliminasi
Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama
pencernaan belum sempurna.
c. Kebersihan Diri
Perawatan dan keluarga pasien harus menjaga kebersihan pasien, terutama
saat BAB dan BAK, saat BAB dan BAK harus diganti popoknya.
d. Pola Tidur
Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada umumnya pasien dengan asfiksia dalam keadaan lemah, sesak napas,
pergerakan tremor, reflek tendon hyperaktif dan ini terjadi pada stadium
pertama.
b. Tanda-tanda vital
Pada umumnya terjadi peningkatan respirasi.
c. Kulit
Pada kulit biasanya terdapat sianosis.
d. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih
cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak.
e. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
f. Hidung
Yang paling sering didapatkan adalah adanya pernapasan cuping hidung
g. Dada
Pada dada biasanya ditentukan pernapasan yang ireguler dan frekuensi
pernapasan yang cepat.
h. Neurology atau reflek
Reflek Morrow : Kaget bila dikejutkan (tangan menggenggam)

2. Analisa Data
Berdasarkan pengkajian dan pemeriksaan fisik maka dapat dilakukan analisa
data sebagai berikut :
 Ds : -, Do : Bunyi nafas : Napas tampak sesak, Resiko bersihan jalan napas
tidak efektif
 Ds : -, Do :

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim
pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
4. Intervensi
Intervensi keperawatan merupkan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
peningkatan, pencegahan dan pemulihan Kesehatan klien individu, keluarga dan
komunitas. Standar intervensi ini mencakup intervensi keperawatan secara
komfrehensif yang meliputi intervensi pada berbagai level praktik (generalis dan
spesialis), berbagai kategori (fisiologi dan psikososial), berbagai upaya kesehatan
( kuratif, preventif, promotif), berbagai jenis klien ( individu, keluarga,
komunitas), jenis intervensi (mandiri dan kolaborasi ) (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018)luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat
diobservasi dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau pesepsi pasien keluarga
atau komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan. Hasil akhir
intervensi keperawatan yang terdiri dari indicator-indikator atau kriteria hasil
pemulihan masalah. (Tim pokja SLKI DPP PPNI, 2018)
5. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ke empat dalam proses keperawatan
dengan berbagai Tindakan keperawatan yang telah direncanakan (Hidayat
Alimul)
6. Evaluasi
Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan
pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan pasien
terhadap intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau biasa juga dikenal
dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah
intervensi keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau evaluasi hasil,
yaitu evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain
bagaimana penilaian terhadap perkembangan kemajuan kearah tujuan atau hasil
akhir yang diinginkan.
Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S) data
objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan (P)
berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses.
Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi
dan mengatasi masalah pasien (Dinarti et al., 2013). Evaluasi yang diharapkan
sesuai dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan
tujuan dan kriteria hasil.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pembahasan Askep Kasus

FORMAT ASKEP LAPORAN KASUS


ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. S

DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN NEONATUS ASFIKSIA

DI RUANG MAWAR

RS SEHAT SEJAHTERA BANDUNG

1. IDENTITAS PASIEN
a. Identitas Pasien
Nama : An.S

Tanggal Lahir Umur : 11 Januari 2020/ 1 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa / Indonesia

Alamat : Jl. Merak raya, No.78, Rt/04, Rw/05

Tanggal masuk RS : 10 Januari 2020

No. RM : 1612170

Diagnosa Medis : Neonatus Asfiksia

b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. U

Umur : 27Thn

Jenis Kelamin : Pria

Pekerjaan : Wirausaha

Alamat : Jl. Merak raya, No.78, Rt/04, Rw/05

Hubungan dengan pasien : Ayah

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan utama :
 Seorang Ibu perempuan prepartum masuk rumah sakit diantar oleh suaminya
pada tanggal 10 Januari 2020, sebelum melahirkan ibu tersebut pernah
melakukan pemeriksaan kehamilan dan anamnese didapatkan hasil bahwa ibu
memiliki riwayat anemia pada trimester ke 3. Setelah diberikan tindakan
pengobatan pemberian tablet zat besi namun ibu tersebut kurang menunjukan
perbaikan akan kondisi keadaanya. Kemudian pada tanggal 11 Januari 2020
tepat pukul 20.00 WIB ibu tersebut melahirkan seorang bayi laki-laki dengan
kondisi bradipneu : 25x/menit, denyut jantung menurun : 90x/menit, tekanan
darah : 70/ mmhg, sianosis dan gerakan ekstremitas dan reflexs sedikit
b. Riwayat penyakit sekarang:
 Bayi baru lahir bradipneu, denyut jantung dan tekanan darah bayi
menurun, sianosis, gerakan ekstremitas fleksi sedikit, dan gerakan
reflexs sedikit segera setelah bayi tersebut dilahirkan
c. Riwayat penyakit dahulu :
 A. Prenatal care :
- Pemeriksaan khamilan : 3 Kali
- Keluhan selama hamil : Sering pusing, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, dan malaise
- Kenaikan BB selama hmil : 5 Kg

B. Natal

- Tempat melahirkan : Rumah sakit umum provinsi

- Jenis persalinan : Normal

- Penolong persalinan : Bidan

- Kesulitan lahir normal : Ibu kesulitan mengedan karena ibu cepat lelah

C. Post natal

- Kondisi bayi : BB lahir 2.400 gram, PB : 40 Cm

- Bayi mengalami nafas lambat, denyut jantung bayi menurun

- Bayi tidak mengalami kemerahan dan nampak pucat

- Gerakan reflex sedikit dan tonus otot bayi menurun

d. Riwayat tumbuh kembang :


 - Berat badan lahir : 2400 gr
- Tinggi badan : 40 cm
- Lingkar kepala : 30 cm
- Lingkar dada : 28 cm
- Lingkar lengan atas : 12 cm
- Lingkar perut : 50 cm

e. Reaksi Hospital :
 Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Orang tua mengatakan merasa cemas dan khawatir mengenai keadaan
bayinya
- Orang tua selalu menanyakan apakah selalu menanyakan apakah sakit
bayinya dapat disembuhkan
- Orang tua berharap agar anaknya cepta sembuh

f. Genogram :

c c

c c

: Perempuan

: Laki-laki
c
: Yang terkena penyakit

3. POLA FUNGSIONAL
a. Kebutuhan oksigenasi
 Bayi ibu Ny.R diberikan terapi kanul
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Sistem pernapasan
- Hidung : Simetris kiri-kana

- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada tumor

- Dada

* Bentuk dada : Tidak simetris

* Gerakan dada : Dada dan abdomen tidak bergerak secara bersamaan

* Ekspansi dada berkurang

* Suara napas melemah

b. Sistem cardiovaskuler
- Capillary refilling time : >2 detik

- Denyut jantung : 110x/menit

- Tekanan darah menurun : 70/40mmHg

c. System Syaraf
- bayi mengalami penurunan kesadaran

d. System muskulo skeletas


- Terjadi penurunan tonus otot bayi

- Gerakan ekstermitas fleksi pada bayi sedikit

- bayi nampak lemas

e. System Integumen
- bayi mengalami sianosis pada kulit dan kuku

- CRT : > 3 detik

- Bayi nampak pucat

f. System Endikrim
- Kelenjar thyroid : Tidak tampak pembesaran kelenjaran tiroid

g. System perkemihan
- Tidak ada edema

- Tidak ada bendungan kandung kemih


h. System Reproduksi
- Penis : bersih

- Tidak ada kelainan pada area genetalia

A. ANALISA DATA
NO HARI/TGL SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM

1 Senin 10 Januari 2020 DS : - -Pralisis pusat Bersihan jalan napas


pernapasan tidak afektis
DO :
- Asfiksia ( D.0001)
- Bayi tampak sesak
- Paru-Paru terisi
cairan

- Bersihan jalan
napas tidak efektif
2 Senin, 10 Januari 2020 DS : - - Janin kekurangan Pola napas tidak
O2 dan kadar CO2 efektif
DO :
meningkat
( D.0005 )
- Bayi Mengalami bradipsnea :
- Nafas cepat
25x/menit
-Apneu
- Suara napas melemah
- DJJ dan TD
- Ekspansi dada berkurang
menurun

- Pola napas tidak


efektif
Senin,10 Januari 2020 Ds : Penurunan kekuatan Gangguan mobilitas
otot fisik
3 Do :
( D.0054 )
- Gerakan ekstermitas fleksi pada bayi
sedikit

B. DIAGNOSAKEPERAWATAN ( PRIORITAS )
1. Bersihan jalan napas tidak efektif ( D0001 )

2. Pla napas tidak efektif ( D.0005 )

3.Gangguan mobilitas fisik ( D.0054 )

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO HARI/TGL INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
Selasa, 11 Januari Brsihan jalan nafas tidak Manajemen jalan napas - Utuk mengeluarkan
2020 efektif ( D0001 ) sekret yang tertaham
1. ( I.01011 )
- Agar bayi bisa
- Monitor pola napas
bernapas secara leluasa
- Lakukan penghisapan
- Agar bayi tidak merasa
lendiri
sesak napas
- Berikan oksigen jika
perlu
- Utuk mengeluarkan
Manajemen jalan napas
Selasa, 11 Januari Pola napas tidak efektif sekret yang tertaham
2.
( I.01011 )
2020 ( D.0005 ) - Agar bayi bisa
- Monitor pola napas bernapas secara leluasa

- Lakukan penghisapan - Agar bayi tidak merasa


lendiri sesak napas

- Berikan oksigen jika


perlu

Selasa, 11 Januari Gangguan mobilitas fisik Dukungan mobilisasi


2020 - Untuk memantau
( D.0054 ) ( I.05173 ) denyut jantung dan

- Monitor frekuensi tekanan darah bayi

jantung dan tekanan darah sebelum melakukan

sebelum memulai mobilisasi

mobilisasi

- Monitor kondisi umum - Untuk memantau


sebelum melakukan kondisi umum bayi
mobilisasi

-Libatkan keluarga untuk


- Agar keluarga mampu
membantu pasien dalam
melakukan Latihan
melakukan pergerakan
mandi pada bayi

1.3.1.1.1.1.1.1.1
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

RESPON/
HARI/TGL/JAM NO DX IMPLEMENTASI TTD
HASIL

Rabu, 12 Januari 00213 - Memonitor pola napas - Ds : Ibu pasien


2020 ( 08.00 ) mengatakan Sesak nafas
berkurang

- Do : Bayi tampak lebih


nyaman dari pada
sebelumnya

09.00 - Ds : -
- Melakukan Penghisapan Lendir
- Do : Pasien tampak lebih
nyaman ketika bernapas

10.00 - Ds : -
- Memberikan oksigenasi jika perlu
- Do : Tidak erpasang
selang ventilator dinagian
hidung pasien

Rabu, 12 Januari
- Ds : Ibu pasien
- Memonitor pola napas
2020 ( 08.00 ) mengatakan Sesak nafas
berkurang

- Do : Bayi tampak lebih


nyaman dari pada
sebelumnya

09.00 - Ds : -
- Melakukan penghisapan lendiri
- Do : Pasien tampak lebih
nyaman ketika bernapas

- Ds : -

- Do : Tidak terpasang
10.00
- Memrikan oksigen jika perlu selang ventilator dinagian
hidung pasien

Rabu, 12 Januari - Memonitor frekuensi jantung dan tekanan - Ds : -


2020 ( 08.00 ) darah sebelum memulai mobilisasi
- Do: frekuensi jantung dan
ekanan darah pasien
tampak lebih normal

09.00 - Memonitor kondisi umum sebelum


melakukan mobilisasi - Ds : -

- Do : Pasien tampak lebih


sehat dari sebelumnya

- Ds : Keluarga pasien
mengatakan menjadi lebih
-Melibatkan keluarga untuk membantu tau kare sering dilibatkan
10.00
pasien dalam melakukan pergerakan dalam melakukan
pergerakan

- Do : Pasien terlihat lebih


aktiv dari sebelumnya

E. EVALUASI KEPERAWATAN
HARI / TGL / NO Dx EVALUASI TTD
JAM
Senin, 10 1. S:-
January 2020
O : Pasien tampak berna fas lebih segar

A : Masalah teratasi

P : Melanjutkan intervensi
Selasa 11 2. S:-
januari 2020
O : Pasien tampak bernafas lebih nyaman
A : Masalah teratasi

P : Melanjutkan intervensi
3 S:-

Rabu, 13 O :Pasien lebih aktiv dari sebelunya


Januari 2020
A : Masalah teratasi

P : Melanjutkan intervensi

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut yaitu
perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan
kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam
bulan pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan
kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas
sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus
dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan
rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu
mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk
hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan
terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami masalah
asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua

DAFTAR PUSTAKA
A. Aziz Alimul Hidayat, Pengantar Ilmu Keperawatan 1, Jakarta, 2009, Salemba Medika
Anik Maryunani, Asuhan Bayi Baru Lahir Normal, Jakarta, 2008, Trans Info Media Jakarta
Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti. Am. Keb, MKM, Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita,
Jakarta, 2007, Trans Info Media Jakarta
Doenges E Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta, 1993. Penerbit Buku Kedokteran
ECG
Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009. Penerbit Buku
Kedokteran ECG

Anda mungkin juga menyukai