Anda di halaman 1dari 3

Nama : Tasa Norhaliza

Kelas : Non Reg 1C


NPM : 2108010467

Jawaban UAS Hukum Adat:


1. Sebutkan (3) macam sistem perkawinan adat .jelaskan.
Jawab:
1) Sistem Endogami
Dalam sistem ini orang hanya diperbolehkan kawin dengan seseorang dari suku
keluarganya sendiri. Sistem perkawinan ini jarang terjadi di Indonesia. Menurut Van
Vollenhoven hanya ada satu daerah saja secara praktis mengenal sistem endogami ini,
yaitu daerah Toraja. Tapi sekarang di daerah ini pun sistem akan lenyap dengan
sendirinya kalau hubungan darah itu dengan daerah lainnya akan menjadi lebih
mudah, erat dan meluas. Sebab sistem tersebut di daerah ini hanya terdapat secara
praktis saja, lagi pula endogami sebetulnya tidak sesuai dengan sifat susunan
kekeluargaan yang ada di daerah itu, yaitu Parental.
2) Sistem Exogami Dalam sistem ini, orang diharuskan menikah dengan suku lain.
Menikah dengan suku sendiri merupakan larangan. Namun demikian, seiring
berjalannya waktu, dan berputarnya zaman lambat laun mengalami proses perlunakan
sedemikian rupa, sehingga larangan perkawinan itu diperlakukan hanya pada
lingkungan kekeluargaan yang sangat kecil saja. Sistem ini dapat di jumpai daerah
Gayo, Alas, Tapanuli, Minangkabau, Sumatera Selatan, Buru, dan Seram.
3) Sistem Eleutherogami Sistem Eleutherogami berbeda dengan kedua sistem diatas,
yang memiliki larangan-larangan dan keharusan- keharusan. Eleutherogami tidak
mengenal larangan- larangan dan keharusankeharusan tersebut. Larangan- larangan
yang terdapat dalam sistem ini adalah larangan yang terdapat dalam sistem ini adalah
larangan yang berhubungan dengan ikatan kekeluargaan yang menyangkut nasab
(keturunan) seperti kawin dengan ibu, nenek, anak kandung, cucu, juga dengan
saudara kandung, saudara bapak atau ibu. Atau larangan kawin dengan musyahrah
(per-iparan) seperti kawin dengan ibu tiri, mertua, anak tiri. Dalam sistem ini dapat di
jumpai hampir di seluruh masyarakat Indonesia.
2. Apa perbedaan delik adat dan delik dalam KUHP.jelaskan.
Jawab:
1) Dalam Hukum Pidana Nasional atau KUHP yang dapat di pidana hanya pribadi yang
bersangkutan SEMENTARA dalam Hukum Adat Delik yang dapat dipidana
termasuk juga adalah Desa, Kerabat atau Famili-nya.
2) Dalam KUHP seseorang dapat di pidana bila ada unsur kesalahan SEMENTARA
dalam Hukum Adat Delik unsur kesalahan tidak menjadi syarat mutlak.
3) Dalam KUHP dibedakan “Membantu perbuatan delik”, “Membujuk” dan “Ikut
berbuat.” SEMENTARA Dalam Hukum Adat semua orang yang ikut serta
membantu dalik harus ikut bertanggung jawab.
4) Dalam KUHP dikenal “Percobaan sebagai tindak pidana.” SEMENTARA Dalam
Hukum Adat tidak dikenal “Percobaan”.
5) Dalam KUHP dikenal Asas Pelanggaran Hukum ditetapkan terlebih dahulu,
SEMENTARA dalam Hukum Adat bisa saja perbuatan terjadi sebelum ada
peraturannya.

3. Apakah yang dimaksud:


a. Patrilineal ...berikan contoh
b. Matrilineal,...berikan contoh
c. Bilateral….berikan contoh
Jawab:
a. Sistem patrilineal yaitu suatu sistem kekerabatan yang menganut garis keturunan
dari Bapak, dimana kedudukan pria lebih tinggi dari pada wanita dalam hal
pewarisan. Dengan kata lain, anak menghubungkan diri dengan ayah (kerabat ayah-
garis keturunan laki-laki secara unilateral). Contoh: masyarakat Bali, Batak.
b. Sistem matrilineal yaitu suatu sistem kekerabatan yang menganut garis keturunan
Ibu, dimana kedudukan wanita lebih tinggi dari pada pria. Dengan kata lain, anak
menghubungkan diri dengan ibu (kerabat ibu-garis keturunan perempuansecara
unilateral). Contoh: masyarakat Minangkabau.
c. Sistem bilateral yaitu suatu sistem kekerabatan yang menganut dua garis keturunan
baik dari Ayah maupun Ibu dimana mempunyai kedudukan yang sama. Dengan kata
lain, anak menghubungkan diri dengan kedua orangtuanya (kerabat ayah-ibu secara
bilateral). Contoh: masyarakat Jawa dan Kalimantan.
4. Apakah yang dimaksud dengan hak ulayat, dan bagaimana UU No.5 tahun 1960
mengatur tentang hak Ulayat, dan diatur dalam pasal berapa?
Jawab:
Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat
hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan wilayah lingkungan hidup
para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah dalam
wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari
hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara
masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
UU No.5 tahun 1960 mengatur tentang hak Ulayat terdapat dalam pasal 2 dan pasal 3.
Pasal 2 UUPA menegaskan bahwa kewenangan masyarakat hukum adat atas tanah-tanah
yang berada di wilayahnya masing-masing (yang dikenal dengan nama hak ulayat, hak
pertuanan atau beschikkingsrecht) semata-mata merupakan mandat atau pelimpahan
kewenangan dari negara. Telah terjadi perubahan bahwa kedudukan hak ulayat bukan
lagi merupakan wewenang absolut (mutlak) dari masyarakat karena kewenangannya itu
ditentukan atau dimandatkan oleh negara.
Kedudukan hak ulayat lebih tegas dinyatakan dalam pasal 3 UUPA yang menyebutkan,
bahwa:
…pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum
adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang lebih tinggi.
Pasal 3 UUPA menegaskan bahwa peranan hukum adat dalam bidang pertanahan telah
direduksi sedemikian rupa sehingga hak ulayat yang pada awalnya bersifat mutlak
diubah menjadi bergantung kepada kepentingan nasional dan negara (pemerintah) serta
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai