Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Banyak sekali penyebab penyakit di sekitar kita, di antaranya adalah virus dan bakteri
yang mampu mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Bakteri dapat menyerang semua bagian
bagian tubuh termasuk pada rongga mulut. Setiap harinya, rongga mulut setiap harinya
dibasahi oleh 1000 hingga 1500 ml air liur yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Jika aliran atau
produksi air liur ini berkurang, bakteri bisa menyerang dan bisa menimbulkan infeksi. Salah
satu infeksi yang dapat terjadi pada kelenjar liur adalah sialadenitis.
Angka kejadian penyakit sialadenitis bakteri akut yang masuk dan dirawat di rumah
sakit adalah 0,01% sampai 0,02% dari pasien dirawat di rumah sakit serta 0,02% menjadi
0,04% dari pasien pascaoperasi mengalami kondisi ini. Sebagian besar pasien adalah orang-
orang dewasa, namun kondisi ini juga dapat terjadi neonatus, bayi prematur, dan anak-anak.
Sialadenitis kronis berulang terjadi 10 kali lebih sering terjadi pada orang dewasa
dibandingkan pada anak-anak, dengan rentang usia 50 sampai 60 tahun pada orang dewasa
dan 4 bulan sampai 15 tahun pada anak-anak hal ini dikarenakan adanya proses aging dan
perkembangan imunitas pada anak (Eugene, 2007).
Sialadenitis terjadi karena penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan
atau trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu paling
sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada kelenjar liur mayor, gangguan sekresi akan
menyebabkan stasis (penghentian atau penurunan aliran) dengan inspissations (pengentalan
atau penumpukan) yang seringkali menimbulkan infeksi atau peradangan. Kelenjar liur mayor
yang mengalami gangguan aliran air liur akan mudah mengalami serangan organisme melalui
duktus atau pengumpulan organisme yang terbawa aliran darah.
Umumnya, sialadenitis akan sembuh dengan sendirinya. Peran perawat dalam
memberikan pendidikan kesehatan tentang kebersihan mulut sangat berguna bagi pasien. Jika
infeksi tidak membaik dengan pemberian obat, mungkin diperlukan tindakan pembedahan.
Oleh karena bila terjadi permasalahan atau gangguan pada kelenjar saliva akan menganggu
fungsi fisiologis dari kelenjar saliva dan akan mempengaruhi keadaan fisik dan psikis dari
penderita, sehingga seorang perawat perlu memahami keadaan yang mungkin dialami oleh
pasien sialadenitis sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

1
1.2 Tujuan
1. Umum
Setelah proses pembelajaran mahasiswa/i mampu mendefenisikan, menjelaskan dan
mampu memberikan asuhanan keperawatan yang tepat kepada pasien yang mengalami
sialadenitis.
2. Khusus
Setelah proses pembelajaran diharapkan mahasiswa/i mampu :
1. Menyebutkan pengertian dari penyakit sialadenitis
2. Menyebutkan penyebab serta tanda dan gejala yang ada pada pasien yang mengalami
sialadenitis
3. Menjelaskan pastofisiologis dari penyakit sialadenitis
4. Menyebutkan jenis pemeriksaan penunjang dan pengobatan yang diberikan kepada
pasien yang mengalami sialadenitis .
5. Menguraikan asuhan keperawatan mulai dari proses pengkajian, analisa data,
penetapan diagnose keperawatan, perencanaan dan implementasi keperawatan yang
diberikan kepada pasien dengan sialadenitis dengan tepat.
1.3 Manfaat
Memberikan informasi tentang sialadenitis agar perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan kepada klien secara tepat dan optimal.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi


2.1.1. Anatomi Kelenjar Liur

Donald C. Rizzo, 2010


Kelenjar liur dibagi menjadi kelenjar liur mayor dan minor. Kelenjar liur mayor ialah
kelenjar parotis, kelenjar submandibula, dan sublingual. Kelenjar liur minor terletak tersebar
di rongga mulut dan tenggorokan. Kelenjar saliva mayor berkembang pada minggu ke-6
sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari jaringan ektoderm. Kelenjar saliva minor
berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm nasofaring dan membentuk sistem
tubuloasiner sederhana (Kontis, 2001).

(Elaine, 2012)

3
2.1.1.1. Kelenjar Liur Mayor
1. Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan sepasang kelenjar liur terbesar. Letaknya didekat liang
telinga dan ramus asendens mandibula. Nervus fasialis setelah keluar dari foramen
stilomastoid masuk ke dalam kelenjar parotis dan bercabang disana. Salurannya yaitu duktus
Stenon, menembus m. Bucinator dan bermuara ke dalam rongga mulut kanan dan kiri
berhadapan dengan remolare kedua rahang atas. Kelenjar parotis kaya akan saluran getah
bening dengan banyak sekali kelenjar getah bening intraglanduer. Serabut saraf parasimpatis
berjalan bersama n. Glosofaring sampai ke foramen jugularis dan kemudian terus bersama
dengan n. Petrosus superfisial minor menuju ke ganglion optikum. Serabut saraf tadi
mencapai kelenjar bersama dengan n. Aurikulotemporal. Di sini, saraf ini mempengaruhi
produksi air-liur.
2. Kelenjar Mandibula
Kelenjar submandibula terletak di sebelah medial tepi bawah rahang, di atas m.
Digastrikus dan menempati segitiga yang dibentuk oleh venter posterior dan anterior m.
Digastrici. Bagian tengah berhubungan dengan m. Styloglossus dan m. Hyoglossus. M.
Mylohyoideus yang membatasi rongga sublingual dan submandibular, merupakan batas
superior kelenjar submandibularis. Duktusnya keluar dari perluasan kelenjar submandibularis
yang melintasi batas posterior dari m. Mylohyoideus dan memasuki rongga atau ruang
subingual. Salurannya, yaitu duktus Whartoni sepanjang kurang lebih 6 cm, berjalan di bawah
selaput lendir dasar mulut bersama dengan n. Lingualis dan bermuara di dasar mulut
disamping frenulum lidah dalam karunkula. Persyarafannya berasal dari serabut saraf
parasimpatis yang melalui korda timpani dan kemudian mengikuti n. Lingualis mencapai
kelenjar.
3. Kelenjar sublingual
Kelenjar sublingual terletak sedikit ke depan dan tepat di sebelah kelenjar
submandibula. Keduanya mempunyai satu saluran (duktus) bersama. Kelenjar sublingual
menempati rongga sublingual bagian anterior dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut.
Aliran dari sublingualis memasuki rongga mulut melalui sejumlah muara yang terdapat
sepanjang plica sublingualis, yaitu suatu lingir mukosa anteroposterior di dasar mulut yang
menunjukkan alur dari ductus submandibularis, atau melalui duktus utama (yaitu ductus
Bartholin) yang berhubungan dengan ductus submandibularis.

4
2.1.1.2. Kelenjar Liur Minor
Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar antara 600 sampai 1000
kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi cairan serosa, mukoid, ataupun keduanya.
Masing-masing kelenjar memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga mulut. Kelenjar ini
tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta lingual. Kelenjar ini juga bisa didapatkan
pada kutub superior tonsil palatina (kelenjar Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah.
Suplai darah berasal dari arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar getah
bening mengikuti saluran limfatik di daerah rongga mulut.
2.1.2. Fisiologi Kelenjar Air Liur
Jumlah total produksi air liur setiap hari ialah 600 ml. Sebanyak 70% diproduksi oleh
kelenjar submandibula dan 25% oleh kelenjar parotis, yang mengeluarkan air liur pada waktu
makan. Air liur mempunyai peranan penting yaitu memungkinkan makanan dikunyah oleh
gigi dan dibentuk ke dalam bolus, mengubah karbohidrat menjadi maltosa dengan bantuan
enzim ptialin, dan melembabkan lidah dan bagian dalam mulut sehingga memungkinkan
lidah bergerak saat berbicara.
Berikut fisiologi kelenjar air liur menurut Mosier (2009) :
2.1.2.1. Produksi Saliva
Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari proksimal oleh asinus dan
kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh duktus. Kelenjar saliva memiliki unit sekresi
yang terdiri dari asinus, tubulus sekretori, dan duktus kolektivus. Sel-sel asini dan duktus
proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang berperan untuk memproduksi sekret. Sel
asini menghasilkan saliva yang akan dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus
interlobulus, kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus.
Bau
Peningkatan sekresi saliva melalui Rasa
efek yang terjadi pada : Suara
Sekresi sel acinar dan Penglihatan
Peningkatan tekanan
Vasodilatasi Di mulut
Pusat saraf
otak

Kelenjar Ganglion
Parotis otic Parasimpatik
Nukleus
kelenjar
saliva di
Kelenjar Ganglion medula
submandibular submandibular
(Raff, 2011)
2.1.2.2.

5
2.1.2.3. Inervasi autonom dan sekresi saliva
1. Sistem saraf parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada kelenjar saliva sehingga
menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar parotis mendapat persarafan parasimpatis dari
nervus glosofaringeus (n.IX). Kelenjar submandibula dan sublingualis mendapatkan
persarafan parasimpatis dari korda timpani (cabang n. VII).
2. Sistem saraf simpatis
Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar saliva berasal dari ganglion
servikalis superior dan berjalan bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva.
Serabut saraf simpatis berjalan bersama dengan arteri karotis eksterna yang memberikan
suplai darah pada kelenjar parotis, dan bersama arteri lingualis yang memberikan suplai darah
ke kelenjar submandibula, serta bersama dengan arteri fasialis yang memperdarahi kelenjar
sublingualis. Saraf ini menstimulasi kelenjar saliva untuk menghasilkan sekret kental yang
kaya akan kandungan organik dan anorganik.
2.2. Definisi Sialadenitis

Sialadenitis adalah infeksi kelenjar liur yang dapat bersifat akut, subakut, atau kronis
yang dapat disebabkan bakteri atau virus. Biasanya sistem duktus mengalami kerusakan,
sehingga serangan tunggal sialadenitis submandibularis jarang terjadi (Schlossberg,
2008).Bisa juga disebabkan oleh trauma (Mitchell, 2009).
a. Mukokel merupakan lesi kelenjar saliva yang paling sering ditemukan. Lesi ini terjadi
karena penyumbatan atau ruptur duktus salivarius dengan kebocoran saliva ke dalam
stroma di sekitarnya. Mukokel yang paling sering ditemukan pada bibir sebelah bawah
tersebut secara khas terjadi karena trauma. Ukuran lesi ini berfluktuasi dan terutama
berkaitan dengan makanan. Eksisi yang total dapat menyebabkan rekurensi (Mitchell,
2009).
b. Sialoadenitis nonspesifik (bakterial) umumnya terjadi sesudah obstruksi duktus
salivarius oleh batu (sialolitiasis), dengan pertumbuhan S. Aureus atau Streptococus
viridans yang berlebihan sehingga terjadi pembesaran kelenjar saliva serta nyeri dan
sekret purulen (Mitchell, 2009).

6
2.3. Etiologi Sialadenitis

Menurut Witt (2011), beberapa etiologi yang dapat menyebabkan sialadenitis


adalah :
1. Dehidrasi, dan malnutrisi serta sejumlah terapi obat (misalnya: diuretik, antihistamin,
antidepresan, dan antihipertensi) dapat mengakibatkan penurunan fungsi dari kelenjar
liur sehingga dapat menurunkan produksi saliva. Keadaan ini bisa menyebabkan
penyebaran kolonisasi bakteri dari parenkim kelenjar liur melalui sistem ductal
(saluran) ke kelenjar liur.
2. Obstruksi mekanik karena sialolithiasis atau abnormalitas duktus kelenjar liur dapat
mengurangi produksi saliva. Keadaan ini dapat menyebabkan seseorang menderita
sialadenitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri aerobik khas yang sering
menginfeksi pada sialadenitis adalah Staphylococcus aureus dan Haemophilus
influenzae. Basil Gram-negatif termasuk Prevotella berpigmen, Porphyromonas, dan
Fusobacterium juga dapat menjadi penyebab pada sialadenitis.
3. Penyakit auto imun (Sjogren syndrome) disebut juga dengan penyakit Mikulicz dan
Sindrom Sicca, merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sel imun dan
menghancurkan kelenjar eksokrin yang memproduksi air mata dan ludah (saliva).
Sjogren Syndrome berhubungan dengan meningkatnya kadar IL-1RA, sebuah
interleukin 1 antagonis pada cairan sumsum tulang belakang. Hal ini terkesan bahwa
penyakit dimulai dengan meningkatnya aktivitas sistem interleukin1, diikuti dengan
auto regulator IL-1RA untuk mengurangi secara signifikan dari interleukin 1 ke
reseptor. Hal ini menunjukkan bahwa interleukin 1 penyebab pada kelelahan pada
penderita Sjogren Syndrome. Meningkatnya IL-1RA telah diamati pada CSF dan
berhubungan dengan meningkatnya kelelahan, berpengaruh pada cytokine yang
berimbas pada gangguan tingkah laku. Pasien dengan Sjogren sindrom sekunder juga
selalu menimbulkan gejala dan tanda-tanda pada penyakit reumatik primer, seperti
SLE, RA atau sclerosis sistemik (http://emedicine.medscape.com/article/332125-
overview).
4. Prosedur tindakan pembedahan pada pasien merupakan salah satu faktor predisposisi
yang paling umum yang dapat menyebabkan sialadenitis akut di rumah sakit. Anestesi
umum dapat mengakibatkan pertumbuhan yang berlebihan dari flora mulut.

7
5. Kuttner’s tumor adalah gangguan yang mempengaruhi fibro inflammatory kelenjar
liur. Tanda yang muncul seperti tumor jinak dan terutama mempengaruhi kelenjar
submandibular (http://www.Hxbenefit.com/sialadenitis. html).
6. Virus seperti HIV, Mumps, coxsackievirus, parainfluenza types I dan II, influenza A,
juga herpes juga dapat menjadi penyebab terjadinya sialadenitis. Angka kejadiannya
relatif lebih rendah daripada penyebab sialadenitis karena bakteri
(http://rarediseases.info).

2.4. Klasifikasi Sialadenitis


a. Sialadenitis akut
Sialadenitis akut akan terlihat secara klinik sebagai pembengkakan atau pembesaran
glandula dan salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta sering
juga diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari keadaan sumbatan biasanya lebih
mudah ditentukan dengan berdasar pada keluhan subjektif dan gambaran klinis. Penderita
yang terkena sialadenitis akut seringkali dalam kondisi menderita dengan pembengkakan
yang besar dari glandula yang terkena. Regio yang terkena sangat nyeri bila dipalpasi dan
sedikit terasa lebih hangat dibandingkan daerah dekatnya yang tidak terkena.
Pemeriksaan muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terliahat ada
aliran saliva, biasanya keruh dan purulen.
Pasien biasanya demam dan hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang
merupakan tanda proses infeksi akut. Pemijatan glandula atau duktus (untuk
mengeluarkan secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bisa ditolerir oleh pasien. Probing
(pelebaran duktus) juga merupakan kotraindikasi karena kemungkinan terjadinya
inokulasi yang lebih dalam atau masuknya organism lain, yang merupakan tindakan yang
harus dihindarkan. Sialografi yaitu pemeriksan glandula secara radiografis mensuplai
medium kontras yang mengandung iodine, juga sebaiknya ditunda. Bila terdapat bahan
purulen, dilakukan kultur aerob dan anaerob (Gordon,1996).

b. Sialadenitis kronis
Infeksi atau sumbatan kronis membutuhkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh,
yang meliputi probing, pemijatan glandula dan pemeriksaan radiografi. Palpasi pada
glandula saliva mayor yang mengalami keradangan kronis dan tidak nyeri merupakan 
indikasi dan seringkali menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang
fibrosis noduler. Sialadenitis kronis seringkali timbul apabila infeksi akut telah

8
menyebabkan kerusakan atau pembentukan  jaringan parut atau pembentukan jaringan
parut atau perubahan fibrotic pada glandula.
Tampaknya glandula yang terkena tersebut rentan atau peka terhadap proses infeksi
lanjutan. Seperti pada sialadenotis akut, perawatan yang dipilih adalah kultur saliva dari
glandula yang terlibat dan pemberian antibiotic yang sesuai. Probing atau pelebaran
duktus akan sangat membantu jika sialolit ini menyebabkan penyempitan duktus
sehingga menghalangi aliran bebas dari saliva. Bila kasus infeksi kronis ini berulang-
ulang terjadi, maka diperlukan sialografi dan pemerasan untuk mengevaluasi fungsi
glandula. Jika terlihat adanya kerusakan glandula yang cukup besar, perlu dilakukan
ekstirpasi glandula. Pengambilan submandibularis tidak membawa tingkat kesulitan
bedah dan kemungkinan timbulnya rasa sakit sebagaimana  pengambilan glandula
parotidea. Karena kedekatannya dengan n. facialis dan kemungkinan cedera selama
pembedahan, maka glandula parotidea yang mengalami gangguan biasanya
dipertahankan lebih lama daripaa jika kerusakan mengenai glandula submandibula
(Gordon, 1996).

c. Sialadenetis supuratif
Sialadenitis supuratif akut lebih jarang terjadi pada glandula submandibularis, dan
jika ada, seringkali disebabkan oleh sumbatan duktus dari batu saliva atau oleh benturan
langsung pada duktus. Dilakukan pemeriksaan kultur dari sekresi purulen dan terapi
antibiotic. Jika batu terletak pada bagian distal duktus (intraoral), batu harus dikeluarkan.
Jika sialolit terletak pada duktus proksimal. Kadang-kadang glandula harus dipotong
untuk mengontrol infeksi akut (Gordon, 1996).

2.5 Manifestasi Klinis Sialadenitis 


Beberapa gejala umum dari sialadenitis meliputi :
1. Nyeri pada wajah
2. Rasa sakit yang berasal dari seluruh sudut rahang
Gejala-gejala dari kondisi ini dapat bervariasi tergantung pada intensitas infeksi.
Kebanyakan orang menderita rasa sakit saat membuka mulut. Gejala tambahan yang mungkin
muncul adalah :
1. Demam
2. Kemerahan pada leher atas dan sisi samping wajah
3. Kesulitan membuka mulut

9
4. Penurunan rasa saat makan
5. Mulut kering
6. Wajah bengkak
2.6. Patofisiologi Sialadenitis
Tahap awal sialadenitis ditandai dengan akumulasi bakteri/virus, neutrofil, dan cairan
inspissated dalam lumen struktur duktal. Kerusakan epitel duktal menimbulkan sialodochitis
(peradangan periductal), akumulasi neutrofil dalam stroma kelenjar, dan selanjutnya nekrosis
asinus dan pembentukan mikro abses. Tahap kronis dimulai saat terjadi episode berulang dan
ditandai oleh kerusakan lebih lanjut asinus liur dan pembentukan folikel getah bening
periductal. (Abrons Student Health Center di University of North Carolina Wilmington.
2007)
Pada sialadenitis sklerosis kronis, terjadi berbagai tingkat peradangan (dimulai dengan
limfositik sialadenitis menyebar menjadi sirosis kelenjar liur yang mengenai sel asinus) yang
dapat disebabkan oleh obstruksi dari saluran-saluran air liur oleh microliths, yang
menyebabkan infeksi, atau dari reaksi kekebalan melalui pembentukan folikel getah bening
sekunder. Pada sialadenitis autoimun, respon terhadap antigen yang tak diketahui pada
parenkim kelenjar liur menyebabkan terjadinya aktivasi sel limfosit T dan limfosit B yang
dapat menginfiltrasi interstitium, yang kemudian menyebabkan kerusakan asinus dan
pembentukan pulau epimyoepithelial. Hal ini meningkatkan kemungkinan pengembangan B-
sel limfoma.

10
2.7. Penatalaksanaan Sialadenitis
Menurut Yoskovitch (2009) dalam Muttaqin (2011), penatalaksanaan umum untuk
sialadenitis meliputi :
1. Istirahat ditempat tidur selama masa panas dan pembengkakan kelenjar saliva
2. Pada kasus sialadenitis akut, harus melakukan hidrasi yang memadai sehingga
ketidakseimbangan elektrolit dapat diperbaiki
3. Diberikan kompres hangat serta dapat diberikan antipiretik dan analgesik
4. Menjaga kebersihan mulut dan gigi secara menyeluruh dengan menyikat gigi dan
flossing setidaknya dua kali per hari dapat membantu proses penyembuhan sialadenitis
5. Menganjurkan pasien untuk berhenti merokok untuk membantu mencegah penyebaran
infeksi
6. Membilas mulut dengan air garam hangat (1/2 sendok teh garam dalam satu cangkir
air) dapat membantu menenangkan dan menjaga mulut tetap lembab
7. Minum banyak air putih dan menggunakan sari lemon bebas gula untuk meningkatkan
aliran air liur dan mengurangi pembengkakan.
8. Bila faktor penyebab tidak dapat dihilangkan, diusahakan untuk memperbesar aliran
dengan cara mengunyah permen karet.
9. Pemberian antibiotic klindamisin (900 mg secara/IV atau 300 mg/Oral) selama 7-10
hari
10. Terapi pembedahan. Dengan melakukan insisi dan hidrasi serta massage (kalkuli,
tumor, sclerosing sialadenitis atau abses). Batu pada duktus dapat dikeluarkan dengan
membuat insisi ke duktus dari mukosa mulut. Batu yang terletak lebih di dalam,
memerlukan insisi linear eksternal.
11. Pada semua keadaan, lubang masuk duktus harus diperlebar dengan beberapa probe
lakrimal.
12. Pada keadaan yang lebih parah, gejala yang ada dapat dikontrol dengan pengikatan
duktus. Pengikatan duktus hanya dilakukan bila ada hiposekresi yang hebat, misalnya

11
bila ada sindrom Sicca atau kerusakan kelenjar sudah sangat besar atau bila kecepatan
sekresi tinggi, dapat dilakukan.

2.8.  Pemeriksaan Diagnostik Sialadenitis


Tes Hasil
Kultur dan kepekaan dari eksudat Ditemukan adanya pertumbuhan
bakteri/virus pada kultur yang diperiksa
CBC Peningkatan Jumlah WBC
Radiografi wajah Mengindentifikasi Sialotiasis
USG kelenjar yang terkena dampak Menunjukan adanya rongga abses atau
adanya cairan
Kanula Lashley yang dipasang pada Kecepatan aliran liur yang lebih dari
tiap duktus atau liur ditampung normal (normal: 1 ml per menit) dan pada
setelah pasien mengunyah permen sebagian besar keadaan tersebut biasanya
karet atau setelah dilakukan bersifat bilateral.
penyuntikan pilokarpin secara
intravena.
Test Lain yang dapat Dilakukan
CT-Scan Akan menunjukkan adanya sialadenitis,
pembesaran kelenjar liurdi sialadenitis
atau sclerosing kronis
Sialography Akan menunjukkan adanya batu, striktur
duktus, atau hilangnya integritas
parenkim
Skintigrafi menggunakan radio Mungkin menunjukkan adanya
isotop natrium perteknetat Tc-99m hiposekresi kelenjar liur atau non
functional
SSA/anti-Ro, SSB/anti-La Positif (patognomonik sindrom Sjogren)
ANA normal atau meningkat

RF normal atau meningkat

FNA sitologi kelenjar yang terkena ada perubahan neoplastik jika ada
dampak sclerosing sialadenitis kronis
Biopsi Kelenjar Saliva Menunjukan keparahan infiltrate
parenkim dari kelenjar liur dengan
hilangnya struktur Acinar dan ketahanan
dari saluran liur disebabkan karena

12
etiologi autoimun, dan sialadenitis
nekrosis kelenjar tanpa metaplasia
skuamosa

2.9. Komplikasi
1. Abses
Infeksi bakteri yang timbul akibat adanya blokade air liur membuat kelenjar air ludah
membengkak dan menimbulkan benjolan yang kemudian jika dibiarkan akan
mengeluarkan nanah yang berbau busuk. Tubuh pun akan merasakan nyeri yang snagat
hebat disertai demam. Jika tidak ada penanganan akan terbentuk abses.
2.Kerusakan/pembusukan gigi
Saluran air liur yang terblokir selanjutnya akan timbul infeksi bakteri. Hal ini juga
dapat menyerang gigi yang merupakan bagian dalam rongga mulut. Sehingga dapat
menyebabkan pembusukan gigi pada mulut.
2.10. Prognosis
Sebagian besar Infeksi kelenjar ludah dapat hilang dengan sendirinya atau disembuhkan
dengan pengobatan. Komplikasi tidak umum, tetapi mereka dapat terjadi tanpa diketahui.
Berikut ini beberapa prognosis Sialadenitis :
1. Pada pasien pascaoperasi, pasien sering mengakui bahwa pasien sudah menggunakan
antibiotik intravena yang tepat. Pasien-pasien ini memiliki prognosis yang sama.
2. Pasien dengan sialadenitis kronis sering memiliki program kambuh dan timbul.
Prognosis tergantung pada etiologinya.
3. Prognosis sialadenitis akut sangat baik. Kebanyakan kasus mudah diobati dengan
manajemen medis konservatif, dan penerimaan adalah pengecualian, bukan aturan.
Gejala akut menyelesaikan dalam waktu 1 minggu, namun, edema di daerah tersebut
dapat berlangsung beberapa minggu. Pasien dengan sialolithiasis memerlukan
perawatan bedah definitif dalam banyak kasus, yang menghasilkan prognosis yang
sangat baik.
4. Pasien dengan Sjögren atau penyakit autoimun lainnya cenderung memiliki kursus yang
berkepanjangan terkait dengan keterlibatan sistemik.
5. Pasien dengan sialadenosis memiliki prognosis yang baik, jika masalah yang mendasari
pada penyakit tersebut cukup dikendalikan. Bahkan jika dicapainya control penyakit
yang tepat, pembengkakan bilateral mungkin dapat persisten

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI SIALADENITIS
3.1 Pengkajian
1. Identitas
14
Pada penyakit sialadenitis tidak dipengaruhi oleh ras, jenis kelamin, agama tapi
sialadenitis sering terjadi pada usia tertentu yakni antara 50an-60 an.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami keluhan gejala seperti gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di
bawah dagu, terdapat tonjolan pus dari glandula ke bawah mulut dan pada kasus yang
parah, pasien mengalami demam, menggigil, dan malaise (bentuk umum rasa sakit).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien dengan gangguan sialadenitis biasanya pada penyakit terdahulu mengalami
obstruksi hiposecretion atau saluran kelenjar saliva yang menyebabkan saliva sedikit.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit ini tidak berhubungan dengan genetik dari klien dan keluarganya. Namun,
penyakit ini dapat merupakan bawaan (kongenital).
5. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
TTV: RR : 18-20 x/menit
N : 60-100 x/menit
S : 38 °C
TD : 120/80 mmhg
6. Pemeriksaan Fisik :
B1 (Sistem Pernafasan) : Pada pasien dengan kelainan kelenjar saliva kemungkinan
akan terjadi peningkatan frekuensi napas oleh karena adanya nyeri dan peningkatan
suhu tubuh. Pada auskultasi bunyi napas biasanya normal.
B2 (Sistem Kardiovaskuler) : Dapat ditemukan adanya tacicardia, dapat pula
ditemukan adanya peningkatan tekanan hal ini dapat dihubungkan dengan adanya
ketakutan atau karena peningkatan suhu tubuh pasien.
B3 (Sistem Persyarafan) : Pasien mungkin mengalami nyeri kepala, nyeri otot dan
nyeri rahang, juga kemungkinan akan mengalami kejang oleh karena adanya
peningkatan suhu tubuh yang berlebihan (hipertemi).
B4 (Sistem Perkemihan) : System eliminasi urine tidak mengalami gangguan.
B5 (Sistem Pencernaan) : Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan/mengunyah,
nafsu makan menurun, adakalanya disertai dengan kaku pada rahang. Adanya
pembengkan pada kelenjar saliva baik parotis, submandibular atau sublingual,
dehidrasi, dan penurunan berat badan.
B6 (Sistem Muskuloskeletaldan Integumen) : Pada kulit, turgor kulit jelek atau
membrane mukosa kering. Adaya kesukaran dalam beraktivitas karena kelemahan
15
3.2 Diagnosa Keperawatan
1) Domain 2 : Nutrition
Class 1 : Ingestion
Diagnosa :Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, respons
sekunder dari nyeri, ketidaknyamanan oral (00002)
NOC NIC
Tujuan : Nutritional Monitoring (1160)
Dalam waktu 1x 24 jam intake 1. Monitor kalori dan intake diet klien
nutrisi klien adekuat 2. Monitor kelihangan berat badan yang
Domain 2 Physiologic Health dialami klien
Class K Digestion and Nutrition 3. Tentukan rekomendasi energi yang
Nutritional Status (1004) dibutuhkan klien
Kriteria Hasil : 4. Tentukan faktor yang mempengaruhi
Nutrisi klien membaik dilihat dari intake nutrisi klien
indikator : 5. Tentukan pola makan klien
1. Intake Nutrisi (5)
2. Asupan makanan (5)
3. Rasio berat badan dan tinggi badan
(5)

16
2) Domain 12 Comfort
Class 1 Physical Comfort
Diagnosa : Nyeri kronis berhubungan dengan sensitivitas saraf lokal sekunder
dari respons inflamasi lokal

NOC NIC
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam Pain Management (4092)
menunjukkan nyeri berkurang sampai 1. Melakukan engkajian komprehensif
hilang setelah dilakukan tindakan mengenai nyeri klien
keperawatan 2. Mengamati komunikasi non verbal
Domain IV Health and Knowledge yang menunjukkan bahwa klien
Behavior mengalami ketidaknyamanan
Class Q Health Behavior 3. Meminimalkan faktor yang
Pain Control 1605 menimbulkan nyeri pada klien
Kriteria Hasil : 4. Mengajarkan mengenai managemen
Nyeri yang dirasakan klien berkurang nyeri
dilihat dari indikator : 5. Mengajarkan klien untuk memonitor
1. Penggunaan analgesik (5) nyeri
2. Melaporkan nyeri yang terkontrol 6. Anjurkan untuk istirahat agar
(5) meminimalkan nyeri
3. Mengenali serangan nyeri (5) 7. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan
4. Melaporkan perubahan gejala nyeri profesional mengenai analgesik yang
(5) diberikan
Note :
1. tidak pernah didemonstrasikan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang – kadang dilakukan
4. Selalu dilakukan
5. Dilakukan secara konsisten

17
3) Domain 11
Class 6 Thermoregulation
Diagnosa : Hipertermi berhubungan dengan respons inflamasi sistemik (00007)

NOC NIC
4) Domain
Tujuan11 Safety/Protection
: Temperature Regulation (3900)
Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi 1. Monitor suhu setiap 2 jam sekali
penurunan suhu tubuh. 2. Monitor tekanan darah, denyut nadi
Domain II Physiologic Health dan respirasi
Class I MetaboicRegulation 3. Anjurkan cairan dan intake nutrisi
Thermoregulation (0800) adekuat
Kriteria Hasil : 4. Berikan medikasi antipyretic jika
Suhu tubuh klien berkurang dilihat dari diperlukan
indikator :
1. Berkeringat saat panas
2. Penurunan suhu tubuh
3. Denyut nadi normal (60 – 100 x /
menit)

Class 1 Infection
Diagnosa : Resiko Infeksi berhubungan dengan adanya peradangan kelenjar saliva
(00004)

NOC NIC
5) Domain
Tujuan 9 Coping/Stress : Tolerance Infection Control (6540)
Dalam waktu 1 x 24 jam prognosis 1. Intake nutrisi terpenuhi
infeksi tidak memburuk 2. Mengelola terapi antibiotik
Domain II Physiologic Health 3. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi
Class H Immune Response antibiotik, jika diperlukan
Infection Severity (0703) 4. Memastikan teknik perawatan luka
Kriteria Hasil : dengan tepat
Resiko infeksi pada klien berkurang 5. Ajarkan pada klien dan keluarga
dapat dilihat dari indikator : tentang tanda dan gejala infeksi
1. Tidak ditemukan demam
2. Suhu tubuh stabil
3. Tidak ditemukan malaise
4. Jumlah darah putih normal (4000 –
10.000/ mm3)

Class 2 Coping Response


Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit (00146)

18
NOC NIC
Tujuan : Anxiety Reduction (5820)
Dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan 1. Kaji respon takut subyektif dan
pada klien berkurang obyektif pasien
Domain III Psyhosocial Health 2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga
Class M Psychological Well – Being mengenai semua tindakan pemeriksaan
Anxiety Level (1211) dan pengobatan
Kriteria Hasil : 3. Dorong diskusi antara pasien dan
Kecemasan klien berkurang dapat dokter tentang ketakutan pasien
dilihat dari indikator : 4. Sering berikan penguatan positif bila
1. Tidak ditemukan peningkatan pasien mendemonstrasikan perilaku
tekanan darah, denyut nadi, dan yang dapat menurunkan atau
respiration rate mengurangi takut
2. Tidak merasa kelelahan 5. Tetap bersama pasien selama
3. Tidak ditemukan distress menghadapi situasi baru atau ketika
4. Penurunan aktivitas sudah tidak pasien merasa ketakutan
ditemukan
5. Tidak ditemukan keringat
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS PADA KLIEN DENGAN SIALADENITIS

1.1 Kasus
Nyonya R seorang akuntan berusia 45 tahun dengan tinggi 165 cm dan berat badan 50
kg datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri hebat pada daerah leher tepatnya di bagian
rahang bawah disertai pembengkakan, kulit memerah serta demam dan pasien tampak
gelisah serta mual muntah. Pasien datang bersama suaminya pada tanggal 25 maret 2016
pukul 11.00. Pasien mengatakan bahwa ia mengalami nyeri hebat saat menelan makanan
sejak 1 minggu yang lalu, bibirnya kering, dan sering sariawan. Suami pasien juga
mengatakan bahwa nafsu makan dan berat badan istrinya menurun drastis. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan Suhu 39ºC, Nadi 90/menit, TD 120/80 mmHg, RR 20 /menit , BB
sekarang 50 kg sedangkan BB sebelumnya 57kg.

1.2 Pengkajian
(Terlampir)

19
1.3 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Infeksi virus Sialodochitis Nyeri Akut

 Nyeri di bagian leher tepatnya Gangguan sekresi saliva


rahang bawah (kelenjar
submandibula) Penumpukan saliva
 Nyeri muncul saat menelan
makanan Terjadinya peradangan

DO : Pembengkakan glandula
 P : inflamasi
Sensitivitas serabut saraf lokal
 Q: nyeri seperti di tekan
 R: nyeri di bagian leher Nyeri

tepatnya di rahang bawah


 S: Skala nyeri 7
 T: Nyeri hebat ketika
menelan
2. DS : Infeksi virus Sialodochitis Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
 Tidak nafsu makan Terjadinya peradangan

DO : Pembengkakan glandula

 BB menurun 7 kg dari berat Nyeri saat menelan


awal menjadi 50 kg dalam 1

20
Nafsu makan menurun
minggu
 TB: 160 cm Nutrisi kurang dari kebutuhan
 IMT klien hanya 17,9 tubuh
 Mual muntah

3. DS : - Infeksi virus Sialodochitis Hipertermi

DO : Gangguan sekresi saliva

 Suhu tubuh 39°C Penumpukan saliva

Inflamasi

Pembengkakan glandula

Hipertermi
 

1.3. Diagnosa Keperawatan


1) Domain 12 Comfort
Class 1 Physical Comfort
Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan sensitivitas saraf lokal sekunder dari
respons inflamasi local (terjadi berkepanjangan dalam jangka waktu lama)
NOC NIC
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam Pain Management (4092)
menunjukkan nyeri berkurang sampai 1. Melakukan pengkajian komprehensif
hilang saat menelan makanan/ aktivitas mengenai nyeri klien (nyeri pasien
oral setelah dilakukan tindakan tersebut terjadi pada saat pasien menelan
keperawatan makanan)
Domain IV Health and Knowledge 2. Meminimalkan faktor yang
Behavior menimbulkan nyeri pada klien
Class Q Health Behavior 3. Mengajarkan mengenai managemen
Pain Control 1605 nyeri (teknik distraksi misalnya, napas
Kriteria Hasil : dalam)
Nyeri yang dirasakan klien berkurang 4. Mengajarkan klien untuk memonitor
dilihat dari indikator : nyeri (respon yang dialami oleh pasien
1. Penggunaan analgesik sendiri dapat diidentifikasi)
2. Melaporkan nyeri yang terkontrol 5. Anjurkan untuk istirahat agar
3. Mengenali serangan nyeri meminimalkan nyeri
4. Melaporkan perubahan gejala nyeri 6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan
pada pasien profesional mengenai analgesik efektif
untuk pereda nyeri

21
2) Domain 2: Nutrition
Class 1 : Ingestion
Diagnosa :Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakadekuatan intake nutrisi, respons sekunder dari nyeri,
ketidaknyamanan oral (00002)
NOC NIC
Tujuan : Nutritional Monitoring (1160)
Dalam waktu 1x 24 jam intake nutrisi 1. Monitor kalori dan intake diet klien
klien adekuat 2. Monitor kelihangan berat badan
Domain 2 Physiologic Health yang dialami klien
Class K Digestion and Nutrition 3. Tentukan rekomendasi energi yang
Nutritional Status (1004) dibutuhkan klien
Kriteria Hasil : 4. Tentukan faktor yang
Nutrisi klien membaik dilihat dari indikator : mempengaruhi intake nutrisi klien
1. Intake Nutrisi (5) 5. Tentukan pola makan klien
2. Asupan makanan (5)
3. Rasio berat badan dan tinggi badan (5)

3) Domain 11
Class 6 Thermoregulation
Diagnosa : Hipertermi berhubungan dengan respons inflamasi sistemik (00007)
NOC NIC
Tujuan : Temperature Regulation (3900)
Dalam waktu 1 x 24 jam terjadi 1. Monitor suhu setiap 2 jam sekali
penurunan suhu tubuh. 2. Monitor tekanan darah, denyut nadi dan
Domain II Physiologic Health respirasi
Class I MetaboicRegulation 3. Anjurkan cairan dan intake nutrisi adekuat
Thermoregulation (0800) 4. Berikan medikasi antipyretic jika diperlukan
Kriteria Hasil :
Suhu tubuh klien berkurang dilihat
dari indikator :
1. Berkeringat saat panas
2. Penurunan suhu tubuh
3. Denyut nadi normal (60 – 100 x /
menit)

BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Sialadenitis adalah peradangan kelenjar air liur yang dapat disebabkan oleh
virus, bakteri penyakit autoimun, dan bisa juga disebabkan oleh trauma. Awalnya
disebabkan oleh obstruksi kemudian berkmbang tanpa diketahui sebab yang jelas.

22
Beberapa faktor resikonyaseperti dehidrasi, terapi radiasi, stress, malnutrisi dan
hiegyne oral yang tidak tepat, orang sakit, dan operasi. Glandula saliva memiliki
ductus untuk mengeluarkan enzim, jika suatu duktus mengalami penurunan fungsi
oleh karena infeksi (sialodochitis), penyumbatan (batu ludah, sialolitiasis), atau
trauma, maka aliran aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Manifestasi
klinik secara umum yang ditunjukan adalah terjadi Pembengkakan kelenjar air iur
yang nyeri, menurunnya fungsi kelenjar air liur (hiposaliva), ditemukannya sel radang
PMN (polimononuklear) dan bakteri dalam saliva.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diasnosis
diantara kultur darah, pemeriksaan elektrolit rutin dan jumlah sel darah lengkap,
analisis serum untuk antibodi antinuklear, SS-A, SS-B, dan laju endapan darah,
Evaluasi USG atau computed tomography (CT). Perawatan awaldapat dilakukan
hidrasi yang adekuat, menjaga kebersihan mulut, pijat berulang pada kelenjar,
antibotik IV. Komplikasi yang ditimbulkannya sepeti adanya pembentukan abses dan
perlindungan gigi serta karies menurun.
5.2. Saran
Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan keperawatan pada klien
dengan sialadenitis secara jelas agar dapat menunjang keahlian perawat dalam
melaksanakan praktik keperawatan, mampu menegakkan daignosis dan intervensi
secara cepat dan tepat, sehingga dapat memperpendek masa patologis penyakit pada
tubuh klien

23

Anda mungkin juga menyukai