Anda di halaman 1dari 93

HUBUNGAN STUNTING DAN ANEMIA DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF

PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA SIKAPAS KABUPATEN


MANDAILING NATAL

TESIS

NUR ARAFAH
147041086 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HUBUNGAN STUNTING DAN ANEMIA DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF
PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA SIKAPAS KABUPATEN
MANDAILING NATAL

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu


Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara

NUR ARAFAH
147041086 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK


SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN

HUBUNGAN STUNTING DAN ANEMIA DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF PADA


ANAK SEKOLAH DASAR DI DESA SIKAPAS KABUPATEN MANDAILING
NATAL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2019

Nur Arafah

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat

dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang merupakan

salah satu tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan magister kedokteran

di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua

pihak dimasa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum sebagai rektor Universitas

Sumatera Utara

2. Dr.dr.Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) sebagai dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara

3. dr.Supriatmo,M.Ked(Ped)Sp.A(K) selaku kepala Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

4. dr. Selvi Nafianti, M.Ked(Ped), Sp.A (K) selaku ketua program studi Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Prof. dr. H. Munar Lubis, Sp.A(K) sebagai pembimbing pertama dan dr.

Isti Ilmiati Fujiati, MSc,CM-FM sebagai pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan, bantuan, serta saran-saran yang sangat

berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

6. Prof. dr. Atan Baas Sinuhaji, Sp.A(K), dr.Supriatmo M.Ked(Ped), Sp.A(K),

dan DR. dr. Hj.Bugis Mardina Lubis M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku penguji

yang telah memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki tesis ini

7. Seluruh dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

8. Bupati Kabupaten Mandailing Natal, Kepala Kecamatan Muara Batang

Gadis, Kepala Desa Sikapas, dan Kepala Sekolah SD Negeri Sikapas

yang telah mengizinkan saya melakukan penelitian di wilayah dan

instansi yang mereka pimpin

9. Seluruh guru dan siswa SD Negeri Sikapas yang telah berpartisipasi

dalam penelitian ini

10. Teman-teman seperjuangan di bagian Ilmu Kesehatan Anak yang tidak

bisa saya sebutkan satu-satu yang telah membantu saya dalam

keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini .Terimakasih untuk

bantuan dan kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan

tesis ini.

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orang tua saya H.

Abdullah Hanafiah dan Hj. Irawati atas pengertian serta dukungan baik moril

maupun materil yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendoakan

saya, doa dan restu selalu mengiringi tiap langkah saya. Kakak dan adik

saya yang selalu mendoakan dan menberikan bantuan dan dorongan selama

mengikuti pendidikan ini. Terimakasih juga saya sampaikan kepada H. Alfian

Ahmad,SE dan M. Daris Rhadhibillah, selaku suami dan anak tercinta, yang

selalu memberi semangat dan dukungan serta doa selama mengikuti

pendidikan dan menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, September 2019

Nur Arafah

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL i
PERNYATAAN iii
UCAPAN TERIMA KASIH v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR SINGKATAN xi
ABSTRAK xii
ABSTRACT xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 4
1.3. Hipotesis 4
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.4.1. Tujuan Umum 4
1.4.2. Tujuan Khusus 4
1.5. Manfaat Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pertumbuhan anak 6
2.2. Perawakan Pendek 7
2.3. Stunting 9
2.3.1. Definisi Stunting 9
2.3.2. Faktor Risiko 10
2.3.3. Patogenesis 10
2.3.4. Tingkat Stunting 15
2.3.5. Dampak Stunting 15
2.4. Anemia Defisiensi Besi 15
2.4.1. Patogenesis dan patofisiologi 18
2.4.2. Gejala klinis 19
2.4.3. Diagnosis 20
2.4.4. Dampak Anemia Defisiensi Besi 21
2.5. Kemampuan Kognitif 22
2.5.1. Definisi Kognitif 22
2.5.2. Intelegent Quotient 23
2.5.3. Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC-
IV) 24
2.6. Hubungan Stunting dengan Kemampuan Kognitif 27

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.7. Hubungan Anemia dengan Kemampuan Kognitif 28
2.8. Kerangka Teoritis 31
2.9. Kerangka Konseptual 32

BAB 3. METODELOGI PENELITIAN 33


3.1. Desain 33
3.2. Tempat dan Waktu 33
3.3. Populasi dan Sampel 33
3.4. Perkiraan Besar Sampel 33
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 34
3.5.1. Kriteria Inklusi 34
3.5.2. Kriteria Eksklusi 35
3.6. Persetujuan 35
3.7. Etika Penelitian 35
3.8. Cara Kerja 35
3.9. Alur Penelitian 37
3.10. Identifikasi Variabel 38
3.11. Definisi Operasional 39
3.12. Pengolahan Data dan Analisa 41

BAB 4. HASIL PENELITIAN


4.1 Karakteristik Umum sampel penelitian 42
4.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kategori
Stunting dan Anemia 43
4.3 Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Kemampuan
Kognitif Siswa 44
4.4 Hubungan Stunting Dengan Kemampuan Kognitif
Siswa 45
4.5 Hubungan Anemia dengan Kemampuan Kognitif Siswa 46

BAB 5. PEMBAHASAN 47

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 53

BAB 7. RINGKASAN 55

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN PENELITIAN 63

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kurva kecepatan tumbuh pada anak laki-laki dan


perempuan 7

Gambar 2.2. Stunting syndrome 11

Gambar 2.3. Interaksi yang kompleks antara nutrisi, sakit, dan


pertumbuhan linier 14

Gambar 2.4. Kerangka Teori 31

Gambar 2.5. Kerangka Konsep 32

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Sampel 43


Tabel 4.2. Kategori Stunting dan Anemia 43
Tabel 4.3. Kemampuan Kognitif Siswa 44
Tabel 4.4. Hubungan Stunting dengan Kemampuan Kognitif Siswa 45
Tabel 4.5. Hubungan Anemia dengan Kemampuan Kognitif Siswa 46

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

CDGP : Constitutional delay of growth and puberty


DNA : Deoksirubonukleat
GH : Growth hormone
Hb : Hemoglobin
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
IGF-1 : Insulin Like Growth Factor-1
IUGR : Intrauterine Growth Restriction
IQ : Intelegent Quotient
MCV : Mean Corpuscular Volume
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
MDGs : Millennium Development Goals
NCHS : National Center of Health Statistics
PRI : Perceptual Reasoning Index
SI : Serum Iron
ST : Satutarion Transferin
TIBC : Transferin Iron Binding Capacity
TNF : Tumor Necrosis Factor
VCI : Verbal Comprehension Index
WHA : World Health Assembly
WHO : World Health Organization
WISC : Wechsler Intelligence Scale
WPPSI : Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence
WMI : Working Memory Index

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK

Hubungan Stunting dan Anemia Dengan Kemampuan Kognitif Pada


Anak Sekolah Dasar Di Desa Sikapas Kabupaten Mandailing Natal

Nur Arafah1, Munar Lubis1, Isti Ilmiati Fujiati2


Departemen Ilmu Kesehatan Anak1 dan Kesehatan Masyarakat 2, Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Latar belakang: Stunting dan anemia pada anak di Indonesia masih


merupakan masalah yang serius. Stunting berhubungan dengan fungsi
kognitif pada anak. Selain itu, anemia juga merupakan salah satu faktor yang
berkaitan dengan fungsi kognitif.

Tujuan: Mengetahui hubungan antara stunting dan anemia dengan


kemampuan kognitif pada anak sekolah dasar di desa Sikapas.

Metode: Penelitian ini adalah analitik dengan desain cross-sectional.


Pengumpulan data dilakukan dengan cara simple random sampling. Populasi
penelitian adalah anak usia sekolah dasar yang memenuhi kriteria penelitian
dan bersedia mengikuti seluruh prosedur penelitian. Penelitian ini dilakukan
di SD Negeri 384 Sikapas di Desa Sikapas, Kecamatan Muara Batang Gadis,
Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara mulai dari Maret 2016 sampai
April 2016. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi
18,0 dengan tingkat kemaknaan p < 0,05.

Hasil : Diperoleh 87 anak yang diperiksa kemampuan kognitif oleh psikolog,


diperiksa status nutrisi serta diukur kadar hemoglobinnya oleh peneliti.
Sebanyak 54% siswa yang mengikuti penelitian ini mengalami stunting,
sebagian besar siswa tidak anemia (55,2%) dan 49,4% mempunyai
kemampuan kognitif kurang. Hasil uji bivariat untuk mengetahui hubungan
antara stunting dengan kemampuan kognitif didapatkan p value = 0,023 dan
OR= 2,992 sedangkan hubungan antara anemia dengan kemampuan
kognitif, diperoleh p value = 0,598 dan OR= 1,379.

Kesimpulan : Terdapat hubungan antara stunting dan dengan gangguan


kognitif dan tidak ada hubungan antara anemia dengan kemampuan kognitif
pada penelitian ini.

Kata kunci : Stunting, anemia, kemampuan kognitif, anak sekolah dasar.

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT

Stunting and anemia are associated with cognitive abilities in primary


school children

Nur Arafah1, Munar Lubis1, Isti Ilmiati Fujiati2


Departments of Child Health, University of Sumatera Utara Medical School 1 and
Department of Public Health/Medical Research Unit ,University of Sumatera Utara2,
Medan, Indonesia.

Background Stunting and anemia in children are still a serious problem in


Indonesia. Stunting was related to cognitive function in children.In addition,
anemia is also associated with that function.

Objective To analize the relationship between stunting and anemia with


cognitive ability in primary school children in Sikapas village, North Sumatera.

Methods A cross-sectional study was performed in Sikapas Village , North


Sumatera, from March 2016 until April 2016. The population in this study was
primary school children in SD Negeri 384, Sikapas vilage. Stunting was
assessed by CDC curve with the percentile height of body per age below the
3rd percentile. Anemia as if Hb less than 12 mg/dl.Cognitive ability was
examined by psychologist using Weschler IV subtest. Processing and data
analysis was conducted using SPSS 18.0 for windows with a significance
level of p <0.05.

Results Fifty four percents of student following the study suffered stunting,
most students did not suffer anemia (55.2%) and 49.4% have impaired
cognitive ability. Bivariat analysis showed that there was a statistically
significant relationship between stunting and cognitive ability in children (p
value = 0,023 and OR = 2,992), while there was no statistically significant
relationship between anemia and cognitive ability in children (p value = 0,598
and OR=1,379).

Conclusion It can be concluded that there was relationship between stunting


with impaired cognitive ability.

Keywords: Stunting, anemia, cognitive ability, primary school children

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Nutrisi yang adekuat penting diberikan pada awal masa kanak- kanak untuk

memastikan pertumbuhan yang sehat, pembentukan organ yang baik, sistem

imun yang kuat, dan perkembangan neurologis serta kognitif. Mengurangi

malnutrisi bayi dan anak-anak penting untuk mencapai Millennium

Development Goals (MDGs) khususnya yang dikaitkan dengan eradikasi

kemiskinan dan kelaparan (MDG1) dan kelangsungan hidup anak- anak

(MDG4).1

Baru- baru ini, selama tahun 2012 World Health Assembly (WHA) telah

disahkan mengenai rencana implementasi komprehensif 13-tahun (2012-

2025) untuk membahas mengenai nutrisi maternal, bayi dan anak-anak.

Tujuan rencana ini adalah untuk mengurangi beban malnutrisi pada anak-

anak. Salah satu target nutrisi rencana tersebut adalah stunting, wasting, dan

berat badan berlebih pada anak- anak.1

Menurut UNICEF, World Health Organization (WHO), dan World Bank

Group (2016), lebih dari separuh dari semua anak-anak berusia di bawah 5

tahun tinggal di Asia pada tahun 2015. Prevalensi stunting di Asia Tenggara

tahun 2015 sebesar 26.3%.2 Menurut UNICEF (2016), prevalensi stunting

pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun di Indonesia tahun 2013 sebanyak

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

33% di perkotaan dan 42% di pedesaan.3 Menurut Ikatan Dokter Anak

Indonesia/ IDAI (2016), Indonesia menempati peringkat kelima dunia dengan

prevalensi stunting tertinggi. Riskesdas 2013 dalam IDAI (2016), melaporkan

bahwa prevalensi stunting di Indonesia sebesar 37,2% meningkat

dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).4

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan

adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis

maupun berulang yang ditunjukkan dengan nilai z- score tinggi badan

menurut usia (TB/U) < -2 SD berdasarkan standar WHO.5 Stunting

merupakan bagian dari perawakan pendek, namun tidak setiap perawakan

pendek merupakan stunting.4

Stunting adalah indikator masalah status gizi anak akibat malnutrisi

kronis yang terkait keadaan lingkungan dan status sosioekonomik.5 Stunting

dikaitkan dengan under-developed otak, dengan konsekuensi dapat

menimbulkan keterlambatan perkembangan sel-sel saraf terutama bagian

serebelum yang merupakan pusat koordisasi gerak motorik, serta

berkurangnya kemampuan mental dan kapasitas belajar,memburuknya

kinerja di sekolah, serta meningkatnya resiko malnutrisi terkait penyakit

kronik, seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas di kemudian hari. 4,6

Kurangnya nutrisi mempengaruhi area otak yang terlibat dalam kognisi,

memori dan keahlian lokomotorik. Otak memerlukan energi utama saat awal

masa kanak- kanak dan kebanyakan pertumbuhan serebri terjadi pada dua

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

tahun kehidupan pertama. Meskipun begitu, hubungan antara pertumbuhan

linear yang jelek dan terganggunya perkembangan neurologis belum

dipahami dengan baik. Terlebih lagi, malnutrisi, defisiensi mikronutrien

(terutama besi), infeksi rekurensi, kemiskinan, pendidikan maternal yang

rendah dan berkurangnya stimulasi kemungkinan besar mempengaruhi

pertumbuhan anak- anak.6

Pradita (2009) dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan

yang bermakna antara stunting dengan skor IQ anak usia sekolah dasar.7

Chang et al (2010) meneliti bahwa stunting pada awal masa kanak- kanak

berhubungan dengan buruknya kinerja motorik halus seperti gerakan jari

tangan dan tangan yang cepat, dan anak- anak tersebut berisiko lebih besar

mengalami lebih rendahnya kemampuan kognitif dan akademik. 8

Anemia juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

gangguan pertumbuhan, penurunan fungsi kognitif, psikomotor dan daya

tahan tubuh anak. Zulaekah et al (2014) dalam penelitiannya menemukan

bahwa anak anemia mempunyai skor psikomotor halus, psikomotor kasar,

maupun perkembangan bahasa yang lebih rendah dibandingkan yang tidak

anemis. Hal ini membuktikan bahwa kondisi anemia dapat menurunkan

fungsi psikomotor anak. Anemia yang ditandai dengan rendahnya kadar

hemoglobin akan menurunkan kemampuan darah untuk menangkap oksigen,

sehingga oksigen yang dibawa ke jaringan tubuh juga semakin berkurang,

demikian pula oksigen yang dibawa ke jaringan otak.9 Carter et al (2010) dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Jauregui-Lobera (2014) juga mendukung bahwa anemia defisiensi besi dapat

menyebabkan defisit pada fungsi kognitif.10,11

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan pertanyaan:

Apakah terdapat hubungan stunting dan anemia dengan kemampuan kognitif

pada anak sekolah dasar di Desa Sikapas Kecamatan Batang Gadis

Kabupaten Madina Provinsi Sumatera Utara?

1.3. Hipotesis

1. Terdapat hubungan stunting dengan kemampuan kognitif pada anak

sekolah dasar di Desa Sikapas.

2. Terdapat hubungan anemia dengan kemampuan kognitif pada anak

sekolah dasar di Desa Sikapas.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan stunting dan anemia dengan kemampuan kognitif

pada anak sekolah dasar di Desa Sikapas.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi stunting pada anak sekolah dasar di Desa

Sikapas.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

2. Mengetahui prevalensi anemia pada anak sekolah dasar di Desa

Sikapas.

3. Mengetahui kemampuan kognitif pada anak sekolah dasar di Desa

Sikapas.

4. Mengetahui hubungan stunting dengan kemampuan kognitif pada anak

sekolah dasar di Desa Sikapas.

5. Mengetahui hubungan anemia dengan kemampuan kognitif pada anak

sekolah dasar di Desa Sikapas

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik atau ilmiah: meningkatkan pengetahuan peneliti

mengenai hubungan stunting dan anemia dengan kemampuan kognitif

pada anak sekolah dasar di Desa Sikapas.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: Sebagai masukan dan saran kepada

pelayanan kesehatan masyarakat untuk dapat mengambil kebijakan dan

tindakan dalam menanggulangi keadaan stunting pada anak-anak.

3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan kontribusi dalam

mengembangkan strategi pencegahan dan penanggulangan stunting di

Indonesia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertumbuhan anak

Pertumbuhan anak merupakan proses interaksi berbagai hal, seperti faktor

genetik, lingkungan terutama nutrisi, serta pengaruh faktor endokrin.

Pertumbuhan anak terbagi menjadi prenatal dan pasca natal. Pertumbuhan

pasca natal ditandai oleh 3 fase, yaitu fase bayi (infant), kanak-kanak

(childhood), dan pubertas (puberty). Pertumbuhan pasca natal pada fase bayi

ditandai oleh pertumbuhan yang pesat, kemudian diikuti oleh penurunan

kecepatan tumbuh secara progresif.12,13 Pada fase ini terjadi pertambahan

panjang anak berturut-turut sekitar 25 cm, 12 cm, dan 8 cm per tahun dalam

3 tahun pertama kehidupan. Fase ini diikuti oleh fase anak dengan

pertumbuhan yang relatif stabil, yaitu 4-7 cm per tahun sampai awitan

pubertas dengan disertai pertambahan berat badan per tahun yang relatif

stabil.Kemudian, dilanjutkan dengan fase pubertas yang memiliki karakteristik

adanya akselerasi pertumbuhan (growth spurt) dan deselerasi pertumbuhan

sampai terjadinya penutupan lempeng epifisis yang ditandai dengan

berhentinya pertumbuhan (gambar 1).12

6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7

Gambar 2.1. Kurva Kecepatan Tumbuh pada anak laki-laki dan


perempuan dan faktor- faktor yang berpengaruh (dikutip
dari Marzuki, 2016)

2.2. Perawakan Pendek

Perawakan pendek merupakan suatu terminologi untuk tinggi badan yang

berada di bawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang

berlaku pada populasi tersebut.12

Kriteria awal pemeriksaan anak dengan perawakan pendek adalah

 TB di bawah persentil 3 atau -2 SD

 Kecepatan tumbuh di bawah persentil 25

 Perkiraan tinggi badan dewasa di bawah midparental height.12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Pada dasarnya, perawakan pendek dibagi menjadi dua yaitu variasi

normal dan keadaan patologis.12

- Variasi Normal.

o Perawakan pendek familial ditandai oleh

 Pertumbuhan anak yang selalu berada di bawah persentil 3

 Kecepatan pertumbuhan normal

 Usia tulang normal

 Tinggi badan salah satu atau kedua orang tua pendek

 Tinggi badan akhir tetap dibawah persentil 3 12

o Constitutional delay of growth and puberty (CDGP) ditandai oleh:

 Perlambatan pertumbuhan linear pada 3 tahun pertama kehidupan

 Pertumbuhan linear normal atau hampir normal pada saat

prapubertas dan selalu berada di bawah persentil 3

 Usia tulang terlambat

 Maturasi seksual lambat

 Tinggi akhir biasanya normal12

- Variasi patologis

Anak perawakan pendek patologis dapat dibedakan menjadi proporsional

atau disproposional. Perawakan pendek proporsional meliputi malnutrisi,

IUGR (intrauterine growth restriction), psychosocial dwarfism, penyakit

kronik, dan kelainan endokrin.Sedangkan perawakan pendek tidak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

proporsional disebabkan oleh kelainan tulang seperti kondrosistrofi,

dysplasia tulang, sindrom Kallman, serta sindrom Klinefelter. 12

2.3. Stunting

2.3.1. Definisi Stunting

Stunting merupakan bagian dari perawakan pendek, namun tidak semua

perawakan pendek merupakan stunting.4 Stunting merupakan gangguan

pertumbuhan linier yang disebabkan adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis

dan atau penyakit infeksi kronis maupun berulang yang ditunjukkan dengan

nilai z-score tinggi badan menurut usia (TB/U) <-2SD berdasarkan standar

WHO.5 Pertumbuhan linier merupakan indikator terbaik untuk menentukan

kesejahteraan seorang anak.13

National Center of Health Statistics Amerika Serikat (NCHS)

menyebutnya sebagai malnutrisi.4 Jenis malnutrisi terbanyak pada balita di

Indonesia adalah perawakan pendek (stunted) dan sangat pendek (severely

stunted).14 Seorang anak dikatakan Stunting ketika pengukuran panjang atau

tinggi badannya menurut usia berada dibawah -2 SD berdasarkan kurva

standard pertumbuhan anak WHO 2006. Atau menurut Waterlow seorang

anak dikatakan Stunting bila tinggi badan menurut usia berdasarkan kurva

standard pertumbuhan CDC 2000 ≤ 95%.15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

2.3.2. Faktor Risiko

Ramli et al (2009) menyatakan bahwa pendidikan ibu, status ekonomi

keluarga, jenis kelamin, usia, dan pekerjaan secara bermakna berkaitan

dengan anak- anak stunted.16 Roscha (2012) menemukan bahwa wilayah

tempat tinggal yang tidak kondusif dan pendidikan ibu memiliki hubungan

bermakna dengan status stunting. Namun, usia dan status bekerja ibu

menunjukkan tidak ada hubungan.17 Zhou et al (2012) meneliti bahwa

prevalensi stunting pada anak-anak dengan ASI eksklusif dalam 6 bulan lebih

rendah daripada yang tidak ASI ekslusif (6,4% vs 9,1%) meskipun perbedaan

secara statistik tidak bermakna (p=0,769).18

2.3.3. Patogenesis

Stunting dipercaya disebabkan oleh berbagai faktor organik dan lingkungan,

namun faktor malnutrisi, termasuk defisiensi mikronutrien, dianggap sebagai

faktor utama. Berbagai faktor lain antara lain lahir prematur, PJT

(pertumbuhan janin terhambat), pajanan obat- obatan atau alkohol prenatal,

hormonal, genetik, dan juga faktor stress psikologis, status sosial ekonomi,

pendidikan, urbanisasi, kepadatan penduduk dianggap berperan pula dalam

terjadinya retardasi pertumbuhan.13

a. Waktu perlambatan pertumbuhan (growth faltering)

Stunting dimulai sejak dalam kandungan dan berlanjut sampai sekitar

usia 2 tahun paska natal. Fase tersebut dianggap sebagai waktu yang paling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

penting untuk intervensi (1000 hari).Stunting merupakan suatu sindrom klinis

yang disebabkan oleh berbagai proses patologis dengan ditandai retardasi

pertumbuhan linier, peningkatan morbiditas dan mortalitas dan penurunan

kemampuan fisik, gangguan perkembangan dan neurologis,dan penurunan

kemampuan ekonomi. Stunting lebih merupakan putaran proses, karena ibu

yang mengalami stunted pada masa anak- anak cenderung mempunyai

keturunan yang stunted juga.13

Gambar 2.2. Stunting syndrome (dikutip dari Prendergast et al, 2014)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Alur berwarna hijau merupakan fase antara konsepsi dan usia 2 tahun

paska natal (1000 hari pertama). Di fase ini stunting dan kemungkinan semua

faktor patologis yang berhubungan dengan stunting masih dapat memberi

respons dan dapat dicegah dengan suatu intervensi. Alur berwarna kuning

merupakan fase antara usia 2 tahun dan usia sekolah dan remaja (saat pacu

tumbuh), yaitu fase kejar tumbuh masih bisa terjadi. Alur pendek berwarna

kuning sebelum konsepsi menggambarkan intervensi diet pada ibu yang

stunted pada masa prakonsepsi dapat memperbaiki kondisi kesehatan saat

lahir. Alur berwarna merah merupakan fase saat stunting tidak akan respons

terhadap intervensi. Antara usia 2 tahun dan dewasa, alur terbagi 2: garis

putus-putus menggambarkan bila anak stunted dengan lingkungan yang

memungkinkan lebih mudah akses untuk mendapatkan makanan akan

berakibat penambahan berat badan berlebihan; garis padat menggambarkan

anak stunted yang tetap berada di lingkungan yang sulit mendapatkan

makanan.6,13

a. Faktor lempeng pertumbuhan

Pertumbuhan linier dipengaruhi oleh berbagai faktor yang merupakan

interaksi antara faktor genetik dan lingkungan. Status nutrisi dan faktor

lainnya, terutama penyakit kronis sangat mempengaruhi proses

pertumbuhan. Pengaruh tersebut dapat langsung pada lempeng

pertumbuhan tulang panjang yang diatur oleh berbagai hormone dan faktor

parakrin atau autokrin. Growth hormone (GH), insulin like growth factor-1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

(IGF-1), glukokortikoid, dan hormone tiroid merupakan pengatur utama

pertumbuhan pada anak-anak, sedangkan hormon steroid seks berperan

pada pacu tumbuh di masa pubertas dan fusi epifisis.13

b. Faktor aksis hormon pertumbuhan

Pada kondisi dengan asupan nutrisi kurang protein atau kalori, dan

peningkatan katabolisme protein, dapat mengakibatkan restriksi protein tubuh

dan menekan pertumbuhan linier. Hal ini terjadi akibat penekanan aksis GH-

IGF1, sehingga kadar IGF-1 rendah (gambar 2.3). Kadar IGF-1 secara klinisi

digunakan untuk mengetahui status GH yang diproduksi hipofisis, namun

selain itu juga dapat menggambarkan status nutrisi. Kadar IGF-1 menurun

pada keadaan puasa atau kelaparan. Setelah seminggu kelaparan, kadar

IGF-1 setara dengan kadar IGF-1 pada kondiis hipopituitari, dengan kadar

GH yang meningkat.13

Pertumbuhan intrauterin dipengaruhi oleh hormon insulin, IGF-1, dan

IGF-II. IGF-II lebih berperan di masa janin awal, sedangkan IGF-1 lebih

berperan pada masa yang lebih penting bagi pertumbuhan janin, yaitu

setelah organogenesis .Pada proses inflamasi, aksis GH tertekan. Penelitian

pada anak dengan peradangan kronis, kadar interleukin-6 dan tumor necrosis

factor (TNF-α) berhubungan dengan menurunnya kadar IGF-I dan

melambatnya pertumbuhan linier (gambar 2.3).13,19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Gambar 2.3. Interaksi yang kompleks antara nutrisi, sakit/inflamasi,


pertumbuhan linier, dan perkembangan. FFM fat free mass
(dikutip dari Pfister dan Ramel, 2016).

c. Kejar tumbuh (catch up growth)

Retardasi pertumbuhan linier dan penurunan berat badan merupakan

respons tubuh untuk menjaga fungsi organ yang lebih penting terhadap

berbagai faktor stress. Bila faktor stress tersebut teratasi maka gangguan

pertumbuhan tersebut akan menjadi normal kembali. Kejar tumbuh terjadi bila

penyebab retardasi pertumbuhan, seperti mendapat asupan makan adekuat

atau infeksi teratasi. Namun, di negara berkembang, penyebab gangguan

pertumbuhan sangat beragam dan kompleks, sehingga tinggi badan anak

seringkali tetap kurang (stunted), terutama bila terjadi setelah 2 tahun

pertama paska natal.13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

2.3.4. Tingkat Stunting

Tingkat stunting ditentukan dengan membandingkan pengukuran nilai z-

score tinggi badan menurut usia (TB/U) tinggi badan menurut umur (TB/U)

pada anak-anak dengan populasi pada buku pedoman pertumbuhan

WHO-NCHS (2000) ,dimana anak-anak yang berada di bawah lima

persentil atau kurang dari -2 SD pada pedoman tinggi badan menurut

umur digolongkan stunting, tanpa memperhatikan alasan apapun. Menurut

WHO (2000),stunting dikelompokkan berdasarkan sebagai berikut:8

a. Early stunting, apabila didapatkan hasil TB/U<-2

b. Moderate stunting, apabila didapatkan hasil TB/U<-2 dan ≥-3

c. Severe stunting, apabila didapatkan hasil TB/U<-3.8

2.3.5. Dampak Stunting

Dampak jangka pendek sindrom stunting adalah hambatan perkembangan,

penurunan kognitif dan imunitas. Dampak jangka panjang sindrom ini adalah

menurunnya kemampuan membakar lemak sehingga terjadi obesitas dan

penyakit degeneratif, yaitu hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, dan penyakit

kardiovaskular.4

2.4. Anemia Defisiensi Besi

Disebut anemia bila jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin (Hb)

dalam darah tidak mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh. Menurut WHO dan

pedoman Kemenkes, batasan anemia disesuaikan dengan kelompok usia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

yaitu untuk usia 12-59 bulan bila dibawah 11,0 g/dL sedangkan 6-12 tahun

bila Hb< 12,0 g/dL.20,21

Menurut Price (2005), anemia dapat diklasifikasi menurut faktor-faktor

morfologik sel darah merah atau menurut etiologi nya. Pada Klasifikasi

morfologik anemia, mikro atau makro menunjukkan ukuran sel darah merah

dan kromik untuk menunjukkan warnanya. Terdapat 3 kategori yaitu 22

- Anemia normokrom normositik

Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal dan mengandung

jumlah hemoglobin normal (mean corpuscular volume (MCV) dan mean

corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) normal atau normal rendah.

Penyebabnya adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang

meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum

tulang, dan penyakit-penyakit infiltrative metastatik pada sumsum tulang.

- Anemia normokrom normositer

Sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokromik karena

konsentrasi hemoglobin normal (MCV meningkat dan MCHC normal).

Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam

deoksirubonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada defisiensi vit B12 atau

asam folat ataupun keduanya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

- Anemia hipokrom mikrositer

Mikrositer berarti sel kecil dan hipokrom berarti pewarnaan yang

berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung

hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV dan

MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan defisiensi sintesis heme atau

kekurangan zat besi, seperti pada keadaan defisiensi besi, anemia

sideroblastik, kehilangan darah kronis, dan gangguan sistesis globin seperti

pada thalasemia.22

Etiologi anemia yang paling sering pada anak dengan gangguan

pertumbuhan adalah anemia defisiensi besi, etiolologi lainnya adalah

multifaktorial, termasuk infeksi rekuren atau kronik (bakteri, parasit),

malnutrisi, dan imunitas yang berkurang.23

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh

berkurangnya cadangan besi di dalam tubuh. Kondisi ini ditandai dengan

penurunan saturasi transferin dan berkurangnya kadar feritin atau

hemosiderin sumsum tulang.22 Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia

masih sangat tinggi, terutama pada wanita hamil, anak balita, usia sekolah

dan pekerja berpenghasilan rendah. Pada anak-anak Indonesia, angka

kejadiannya berkisar 40- 50%.24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

2.4.1. Patogenesis dan Patofisiologi

Zat besi merupakan trace element yang berperan penting dalam kehidupan

manusia, karena memiliki keterlibatan dalam berbagai proses metabolise sel.

Peranan utama zat besi adalah membentuk bagian dari hemoglobin, suatu

protein esensial untuk mengangkut oksigen.24,25 Karena itu, bila kadar besi

turun, organ dan jaringan tidak mendapatkan transpor oksigen yang cukup,

dan ini mengakibatkan kelelahan (fatigue), penurunan performa dan

penurunan imunitas. Defisiensi besi yang tidak diobati dapat menyebabkan

masalah yang serius seperti keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

kognitif.24 Selain itu, zat besi menjadi mediator berbagai reaksi kimiawi yang

berperan dalam tubuh, membentuk bagian dari enzim yang berperan dalam

sintesis DNA dan pernapasan sel.25

Proses terjadinya anemia defisiensi besi melalui 3 tahapan, yaitu:25

1. Deplesi besi dari cadangan besi tubuh (tahap pralaten)

Pada keadaan ini, cadangan besi tubuh habis (penurunan feritin serum <

12μg/L dan besi di sumsum tulang kosong atau positif satu), kadar serum

iron (SI) normal dan kadar Hb normal. Keadaan ini dapat diketahui melalui

pemeriksaan pewarnaan besi pada aspirat sumsum tulang.

2. Defisiensi besi tanpa anemia (tahap laten)

Pada keadaan ini, cadangan besi tubuh habis, kadar SI kurang dari

normal, tetapi kadar Hb masih normal dan transferin iron binding capacity

(TIBC) meningkat >390μg/dL. Keadaan ini dapat diketahui melalui

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

pemeriksaan reticulocyte hemoglobin content, kadar SI dan TIBC,

saturation transferin (ST), Zinc protoporphyrin/ Heme ratio.

3. Anemia defisiensi besi

Pada keadaan ini cadangan besi tubuh habis, kadar SI kurang dari normal

dan kadar Hb kurang dari batas bawah normal, red- cell distribution width

(RDW) meningkat dan TIBC meningkat >410μg/dl. Keadaan ini dapat

diketahui melalui pemeriksaan Hb, Ht, RDW, mean corpuscular volume

(MCV), hitung retikulosit, dan gambaran darah tepi berupa mikrositik

hipokrom.25

2.4.2. Gejala Klinis

Gejala klinis anemia defisiensi besi tidak spesifik, sangat bervariasi mulai dari

ringan hingga berat tergantung dari tingkat penurunan hemoglobin. Pada

defisiensi besi yang ringan biasanya diagnosis ditegakkan secara kebetulan

berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium. Bila sudah terjadi anemia

defisiensi besi, gejala klinisnya hampir sama dengan gejala anemia lainnya.

Onset terjadinya lambat, berlangsung secara perlahan- lahan (kronik), dan

gejalanya muncul bertahap sesuai tingkat penurunan hemoglobin. 25

a. Tahap awal yang sering dikeluhkan orang tua adalah iritabel, lesu,

lemas, nafsu makan berkurang, perhatian mudah teralih, tidak bergairah

bermain, cepat lelah bila sedang bermain, sulit konsentrasi dalam belajar,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

pusing atau sakit kepala, dada berdebar- debar, sampai gejala yang

sangat berat berupa pica.

b. Gejala-gejala iritabel, berkurangnya nafsu makan, perhatian mudah

teralih, daya persepsi, konsentrasi berkurang dan kemampuan kognitif

menurun menggambarkan adanya defisiensi besi pada tingkat jaringan.

Gejala- gejala ini tercermin dengan adanya peninggian ekskresi

norepinefrin pada penderita anemia defisiensi besi.

c. Perilaku yang aneh berupa pica timbul akibat adanya rasa kurang

nyaman di mulut. Hal ini terjadi karena berkurangnya enzim sitokrom

oksidasi yang mengandung besi.25

Tanda klinis yang timbul juga bervariasi yaitu pucat, lidah licin,

stomatitis, keilitis, koilonikia, aklorhidria dengan atrofi mukosa saluran cerna,

parestesia, aktivitas otot rangka terganggu, fungsi leukosit abnormal, fungsi

sel T dan fungsi membunuh neutrofil berkurang. Pada bayi atau anak yang

mengalami kecacingan, perutnya tampak membuncit (pot belly).25

2.4.3. Diagnosis

Pendekatan diagnosis yang diambil tetap dengan melakukan anamnesis

berupa gejala anemia defisiensi besi, dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan

organomegali pada pasien, dilanjutkan pemeriksaan laboratorium sederhana

yaitu hemoglobin, hematokrit, eritrosit, MCV, mean corpuscular hemoglobin

(MCH), MCHC, dan gambaran darah tepi. Bila telah didapatkan gambaran

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

darah tepi hipokrom mikrositik dengan sel- sel pensil, pemeriksaan

dilanjutkan dengan pemeriksaan SI, TIBC, dan feritin.Tetapi bila sarana

laboratorium tidak lengkap, maka hasil pemeriksaan awal sudah dapat

menjadi patokan untuk memberikan trial terapi selama 2 bulan. Bila setelah 2

bulan kadar hemoglobin menjadi meningkat, makan diagnosis anemia

defisiensi besi dapat ditegakkan.25

Anemia defisiensi besi dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria24,25

- Kadar Hb lebih kecil dari batas nilai normal untuk usianya

- Gambaran darah tepi menunjukkan mikrositik dan atau hipokrom

- Kadar hemoglobin meningkat setelah terapi besi elemental selama dua

bulan, ditambah satu atau lebih kriteria

a. RDW lebih dari 14%

b. Indeks Mentzer lebih dari 13

2.4.4. Dampak Anemia Defisiensi Besi

Keadaan defisiensi besi dengan atau tanpa anemia, terutama yang

berlangsung lama dan terjadi pada usia 0-2 tahun dapat mengganggu

tumbuh kembang anak, termasuk gangguan imunitas dan perkembangan

otak yang berhubungan dengan kualitas sumber daya manusia di masa yang

akan datang dan bersifat ireversibel. Efek jangka panjang yang dapat terjadi

selain gangguan perkembangan adalah penurunan fungsi kognitif dengan

derajat keparahan berbanding lurus dengan beratnya anemia. Anemia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

defisiensi besi merupakan kondisi yang dapat disembuhkan, namun

penurunan fungsi kognitif yang menyertainya tidak dapat diperbaiki. 26

Defisiensi besi mempengaruhi metabolisme energi neuron, metabolisme

neurotransmiter, mielinasi, dan fungsi memori.27 Terjadinya gangguan

perkembangan dan penurunan fungsi kognitif berkaitan dengan fungsi besi

dalam metabolisme dopamin dan norepinefrin yang merupakan

neurotransmiter yang berperan penting dalam kontrol motorik, proses belajar,

dan memori.26

2.5. Kemampuan Kognitif

2.5.1. Definisi Kognitif

Kognisi merupakan kumpulan proses mental yang berkontribusi terhadap

persepsi, memori, intelektual, dan aksi.28 Fungsi kognitif termasuk berbagai

proses mental seperti persepsi, atensi, memori, membuat keputusan,

pemahaman bahasa, perencanaan, pengetahuan umum, menjelaskan, dan

visuo-spasial.29,30

Fungsi kognitif berperan penting terhadap sikap setiap hari dan sikap

sosial. misalnya, saat seseorang pergi belanja, dia perlu untuk mengingat

informasi mengenai apa yang harus dibeli, bagaimana untuk membuat

keputusan beli yang tepat, dan bagaimana berbicara dengan penjual toko.

Kemampuan kognitif berubah sepanjang hidup kita. 29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

2.5.2. Intelegent Quotient (IQ)

Perkembangan intelektual pada dasarnya berhubungan dengan tindakan

kognitif seseorang oleh karenanya, perkembangan kognitif sering disamakan

dengan perkembangan intelektual. Dalam proses pembelajaran sering sekali

anak dihadapkan kepada persoalan yang menuntut untuk mencari solusi dan

anak dituntut untuk menanggapinya secara mental melalui kemampuan

berfikir. Ini berarti aktivitas dalam belajar tidak hanya menyangkut masalah

fisik tetapi yang lebih penting adalah keterlibatannya secara mental yaitu

aspek kognitif yang berhubungan dengan fungsi intelektual yang menyangkut

dengan kecerdasan.31 Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat

psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ.30

IQ menjelaskan tingkat kecerdasan seseorang yang mencakup

sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan,

memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan

bahasa, dan belajar yang dibandingkan dengan sesamanya dalam satu

populasi.8

Istilah IQ, merupakan terjemahan dari bahasa Jerman Intelligenze-

Quotient, yang ditemukan oleh seorang psikolog Jerman bernama

William Stern pada tahun 1912, yaitu berupa metode pengukuran

kecerdasan anak-anak modern yang diusulkan seperti yang dikembangkan

oleh Alfred Binet dan Theodore Simon pada awal abad ke-20.32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Skor IQ digunakan dalam banyak konteks, sebagai prediktor prestasi

pendidikan atau kebutuhan khusus yang digunakan oleh para peneliti

sosial yang meneliti distribusi skor IQ pada suatu populasi dan hubungan

antara IQ dengan variabel-variabel lain, serta sebagai prediktor prestasi

dan hasil kerja.33

Tes-tes IQ memiliki beberapa bentuk. Beberapa tes menggunakan

satu bentuk pertanyaan atau soal, sedangkan yang lain menggunakan

beberapa subtes yang berbeda. Sebagian besar tes menghasilkan skor

subtes maupun skor keseluruhan individu.8

Analisis matematika dari skor subtes individu pada satu tes IQ atau

skor dari berbagai macam tes IQ, misalnya, Stanford-Binet, WISCR, Raven's

Progressive Matrices, Cattell Culture Fair III, Universal Nonverbal

Intelligence Test, Primary Test of Nonverbal Intelligence, dan

sebagainya, dapat diuraikan secara matematika seperti mengukur satu

atau bermacam-macam faktor yang spesifik untuk setiap tes. 33

2.5.3. Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC-IV)

Tes fungsi kognitif Wechsler merupakan yang paling umum digunakan dalam

menilai gangguan pada disabilitas intelektual dan gangguan perhatian pada

anak hiperaktif.32,33Anak- anak berusia 3 sampai 7 tahun dan 3 bulan

diperiksa dengan Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Third Edition (WPPSI-III). Untuk anak-anak berusia 6-16 tahun, sering

digunakanWechsler Intelligence Scale for Children (WISC-IV).34,35

Test WISC-IV mengukur seluruh kemampuan kognitif umum, dan juga

fungsi intelektual pada PRI (VC), perceptual reasoning (PR), working memory

(WM) dan Processing speed (PS). Masing- masing subskala VC, PR, WM,

dan PS memberi skor untuk Verbal Comprehension Index (VCI), Perceptual

Reasoning Index (PRI), Working Memory Index (WMI), dan Processing

Speed Index(PSI). Bersama-sama, VCI, PRI, WMI, dan PSI menetapkan

seluruh tingkat intelegensia, atau Full Scale IQ (FSIQ).33

Meskipun WISC-IV memiliki 15 subset, hanya 10 dianggap intisarinya,

dan lebih sering digunakan ketika memeriksa inteligensia. Subset pokok

untuk VC adalah vocabulary, similarity, dan pemahaman. Subset pokok untuk

PR adalah block design, konsep gambar, dan matrix reasoning. Subset

pokok untuk WM adalah digit span dan urutan huruf- nomor, dan subset

pokok untuk PR adalah coding dan pencarian simbol. Lima subset sisanya,

yang disebut subset tambahan, adalah informasi dan word reasoning (bagian

dari VC), picture completion (bagian PR), aritmatika (bagian dari WM), dan

cancelation (bagian dari PS).35

Dari WISC-IV, didapatkan skor dari masing- masing sub- test dengan

menjumlahkan weighted score yang diberi untuk respon yang benar.32

1) Block design. Sub- tes berikut merupakan aktivitas non- verbal yang

mengukur kemampuan individu dalam visualisasi dan analisis spasial,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

pemrosesan, dan koordinasi visual- motorik.Block design merupakan

timed perceptual reasoning sub-test. Anak- anak diberi blok dengan dua

sisi berwarna merah, dua berwarna putih, dan dua sisi warna merah/

putih, untuk replicate desain model yang ditunjukkan psikolog atau

dicetak pada buku

2) Similarities. Dua kata berbeda disajikan secara verbal, dan murid tersebut

diminta untuk mengatakan bagaimana (dan jika) arti kedua kata tersebut

serupa. Sub- tes ini mengukur pembentukan konsep verbal dan

pemikiran abstrak verbal

3) digit forward. Ini untuk mengukur ingatan jangka pendek dan atensi.

Anak-anak harus mengulang rangkaian nomor secara acak sesuai

dengan yang disebut

4) digit backward. Ini untuk mengukur working memory dan atensi. Anak-

anak harus mengulang rangkaian nomor secara acak dengan susunan

terbalik dari yang disebutkan

5) Letter- number sequencing. Ini untuk mengukur working emory dan

atensi. Anak- anak harus mengulang nomor berdasarkan susunan

kronologi, dan huruf sesuai dengan abjad, yang mengikuti presentasi

dalam urutan acak

6) Cancelation. Ini untuk mengukur atensi selektif visual dan kecepatan

pemrosesan. Anak- anak perlu cross out dengan pensil sebanyak

mungkin hewan dari sekumpulan hewan yang berwarna-warni dan objek-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

objek yang dicetak pada dua set berbeda dari dua halaman secara tepat

dalam 45 detik. Pada halaman pertama, gambar tersebut disusun secara

acak, sedangkan halaman kedua disusun secara vertikal dan

horizontal.32

2.6. Hubungan Stunting dengan Kemampuan Kognitif

Pada awal kehidupan, otak, otot, dan tulang rangka bayi berkembang pesat.

Sembilan puluh lima persen otak berkembang pada 3 tahun pertama

kehidupan. Beberapa zat gizi esensial (yang harus diperoleh dari makanan)

misalnya asam amino dan zat besi sangat diperlukan dalam pembentukan

sinaps dan neurotransmitter yang mempengaruhi kecepatan berpikir.4

Kekurangan atau kelebihan zat gizi pada periode usia 0-2 tahun

umumnya ireversibel dan akan berdampak pada kualitas hidup jangka

pendek dan jangka panjang.4 Kurangnya nutrisi mempengaruhi area otak

yang terlibat dalam kognisi, memori dan keahlian lokomotorik. Otak

memerlukan energi utama saat awal masa kanak- kanak dan kebanyakan

pertumbuhan serebri terjadi pada dua tahun kehidupan pertama. Meskipun

begitu, hubungan antara pertumbuhan linear yang jelek dan terganggunya

perkembangan neuro belum dipahami dengan baik.7

Stunting dikaitkan dengan under-developed otak, dengan konsekuensi

berbahaya yang berlangsungan lama, termasuk berkurangnya kemampuan

mental dan kapasitas belajar, kinerja di sekolah yang buruk, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

meningkatnya risiko nutrisi terkait penyakit kronik, seperti diabetes,

hipertensi, dan obesitas di kemudian hari.4,7,36

Menurut penelitian Duc (2009), efek stunting pada kognitif verbal dan

kuantitatif secara statistik bermakna.37 Pradita (2009) dalam penelitiannya

menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara stunting dengan skor

IQ anak usia sekolah dasar.7 Chang et al (2010) meneliti bahwa stunting

pada awal masa kanak- kanak berhubungan dengan buruknya kinerja

motorik halus seperti gerakan jari tangan dan tangan yang cepat, dan anak-

anak tersebut berisiko lebih besar mengalami lebih rendahnya kemampuan

kognitif dan akademik.8

Anak stunting mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah

dibandingkan rata-rata anak yang tidak stunting. Penelitian di Wonogiri

pada anak SD umur 9-12 tahun menunjukkan bahwa anak yang stunting

memiliki risiko 9,2 kali lebih besar untuk memiliki nilai IQ di bawah rata-

rata, dan rata-rata prestasi.38

2.7. Hubungan Anemia dengan Kemampuan Kognitif

Peranan utama zat besi adalah membentuk bagian dari hemoglobin, suatu

protein esensial untuk mengangkut oksigen.24,25 Karena itu, bila kadar besi

turun, organ dan jaringan tidak mendapatkan transpor oksigen yang cukup,

dan ini mengakibatkan kelelahan (fatigue), penurunan performa dan

penurunan imunitas. Defisiensi besi yang tidak diobati dapat menyebabkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

masalah yang serius seperti keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

kognitif.24 Selain itu, zat besi menjadi mediator berbagai reaksi kimiawi yang

berperan dalam tubuh, membentuk bagian dari enzim yang berperan dalam

sintesis DNA dan pernapasan sel.25

Anemia juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

gangguan pertumbuhan, penurunan fungsi kognitif, psikomotor dan daya

tahan tubuh anak. Zulaekah et al (2014) dalam penelitiannya menemukan

bahwa anak anemia mempunyai skor psikomotor halus, psikomotor kasar,

maupun perkembangan bahasa yang lebih rendah dibandingkan yang tidak

anemis.Hal ini membuktikan bahwa kondisi anemia dapat menurunkan fungsi

psikomotor anak. Anemia yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin

akan menurunkan kemampuan darah untuk menangkap oksigen, sehingga

oksigen yang dibawa ke jaringan tubuh juga semakin berkurang, demikian

pula oksigen yang dibawa ke jaringan otak.9 Carter et al (2010) dan Jauregui-

Lobera (2014) juga mendukung bahwa anemia defisiensi besi dapat

menyebabkan defisit pada fungsi kognitif.10,

Bahmat et.al (2010) juga melaporkan dalam penelitiannya yang

dilakukan di kepulauan Nusa Tenggara pada balita usia 24-59 bulan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara asupan seng (p=0.004), asupan zat

besi (p=0.007) dan kejadian stunting. Tetapi tidak ada hubungan yang

signfikan antara asupan vitamin A (p=0.982) dan kejadian stunting. Seng dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

zat besi merupakan variabel yang paling kuat mempengaruhi kejadian

stunting. 39

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Zulaekah et.al (2014) di

Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Sangkrah, Kecamatan Pasar Kliwon,

Kota Surakarta untuk meneliti apakah ada perbedaan pertumbuhan dan

perkembangan antara anak malnutrisi yang anemia dan tidak anemia.

Penelitian mereka menunjukkan bahwa Anak malnutrisi yang anemia

mempunyai berat badan, tinggi badan, dan Z-Score BB/U yang lebih rendah

dibandingkan dengan anak malnutrisi yang tidak anemia, meskipun tidak

terdapat beda nyata laju pertumbuhan dan tingkat perkembangan antara

anak malnutrisi yang anemia dengan yang tidak anemia. 9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

2.8. Kerangka Teoritis

Asupan nutrisi kurang


↓protein Retardasi
↓kalori pertumbuhan Stunting
Status sosial ekonomi linear
,hormonal, genetik

Penyakit kronik
dan infalamasi, Mengganggu
peningkatan perkembangan kognitif
cytokines

Depresi GH
↓IGF-I,

Kemampuan
kognitif terganggu
Anemia defisiensi
besi

Transpor oksigen Mengganggu


kurang cukup ke metabolisme dopamin
organ dan jaringan & norepinefrin,

Gambar 2.4. Kerangka Teori

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

2.9. Kerangka Konseptual

Variabel bebas Variabel tergantung

Stunting

Fungsi Kognitif
Anemia

ANEMIA

Gambar 4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini menjelaskan tentang hubungan antara stunting

dan anemia sebagai variabel dependent atau faktor penyebab dan fungsi

kognitif sebagai variabel dependent sebagai faktor resiko.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional,

untuk mengetahui hubungan antara stunting dan anemia dengan

kemampuan kognitif pada anak sekolah dasar.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di SD yang terletak di desa Sikapas, Kecamatan Muara

Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Penelitian

dilakukan mulai dari Maret 2016 sampai April 2016.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah anak dengan usia sekolah dasar. Populasi

terjangkau adalah anak usia sekolah dasar di desa Sikapas Kecamatan

Muara Batang Gadis. Pengumpulan sampel dilakukan secara simple random

sampling.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel minimal dihitung menggunakan rumus studi analitik kategorikal

tidak berpasangan dengan interval kepercayaan (CI) 95%.

33
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
34

dimana:

n : besar sampel minimal

Po : proporsi penderita stunting, dari literatur diperoleh nilai 0,42

Pa-Po : clinical judgement, ditetapkan 0,2

Zα : tingkat kepercayaan yang dikehendaki, ditetapkan 95% dengan nilai

dalam rumus 1,96

Zβ : power, ditetapkan 80% dengan nilai dalam rumus 0,842

Berdasarkan rumus tersebut, dijumpai besar sampel minimal 67 orang

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Anak yang bersedia diperiksakan Antropometrinya

2. Anak yang bersedia diperiksakan Hemoglobinnya

3. Anak yang bersedia mengikuti Pemeriksaan uji IQ

4. Orang tua bersedia mengisi lembar persetujuan / informed consent dan

ikut serta dalam penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak dengan kelainan bentuk tulang belakang

2. Anak yang memiliki penyakit dasar gangguan neurologi yang melibatkan

sistem saraf pusat

3. Anak dengan penyakit berat sehingga tidak dapat mengikuti pemeriksaan

fungsi kognitif

4. Anak dengan kelainan bawaan yang simtomatis (seperti kelainan jantung

3.6. Persetujuan

Semua sampel penelitian diminta persetujuan tertulis dari orangtua setelah

diberikan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam

usulan penelitian ini.

3.7. Etika Penelitian

Persetujuan penelitian dimintakan kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja

Cara kerja yang akan dilakukan pada penelitian ini sesuai dengan tahapan

berikut:

1. Data dasar yang berisi seluruh populasi terjangkau di SD desa Sikapas

2. Sampel harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

3. Menjelaskan tujuan penelitian kepada orang tua dan anak dari sampel

yang terpilih, serta meminta persetujuan orangtua (informed consent).

4. Dilakukan pengukuran antopometri (tinggi badan dan berat badan) pada

sampel terpilih, berat badan diukur dengan menggunakan timbangan

merk Camry yang telah ditera sebelumnya dengan kapasitas 150 kg.

Semua sampel penelitian ditimbang tanpa sepatu atau alas kaki, hanya

pakaian minimal saja.

5. Dilakukan pengukuran pemeriksaan hemoglobin pada sampel terpilih

6. Sampel yang terpilih akan diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan

untuk menilai fungsi kognitifnya.

Pemilihan sampel dilanjutkan dan dihentikan hingga diperoleh jumlah

sampel yang cukup yakni sebanyak 67 orang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

3.9. Alur Penelitian

Semua Anak sekolah dasar

- Kriteria Inklusi & Eksklusi


- Informed concent

Anak sekolah dasar yang


Terpilih

Pengukuran Antropometri,
Hemoglobin & Tes fungsi kognitif

Pengukuran Antropometri Pengukuran Hemoglobin

Stunting Tidak Stunting HB Normal HB Tidak Normal

Tes Fungsi Kognitif

ANALISA DATA

Gambar 3.1. Alur Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Stunting Nominal

Anemia Nominal

Variabel terikat Skala

Fungsi kognitif Ordinal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

3.11. Definisi Operasional

Skala
No Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
ukur
Panjang atau tinggi badan
menurut usia berada
dibawah -2 SD berdasarkan
Microtoise
kurva standard pertumbuhan Pengukuran
dan Kurva 1. Tidak stunting
1 Stunting WHO 2006 atau menurut tinggi/panjang Nominal
pertumbuhan 2. Stunting
Waterlow ≤ 95% atau badan
CDC
dibawah -3 SD berdasarkan
kurva standard pertumbuhan
anak CDC 2000.
Suatu kondisi tubuh yang
terjadi ketika sel-sel darah
merah (eritrosit) atau Hb 1. Anemia (kadar
yang sehat dalam darah Hb < 12 g/dL)
Pemeriksaan
2 Anemia berada dibawah nilai normal. Hb test strip 2. Tidak Anemia Nominal
HB
Hemogloblobin adalah (kadar Hb
bagian utama dari sel darah >12g/dl)
merah yang berfungsi
mengikat oksigen
Aktifitas mental secara sadar WISCLER IV 1. Genius
Fungsi seperti berpikir, mengingat, Tools test 2. Very Superior
3 WISC-IV Ordinal
kognitif belajar, dan menggunakan Berupa 3. Superior
bahasa subtes verbal, 4. High Average

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

perfomance 5. Average
dan tes-tes 6. Low Average
dengan 7. Borderline
menggunakan 8. Mentally
alat khusus Defective
yang sesuai
dengan
kriteria WISC-
IV

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

3.12. Pengolahan Data dan Analisa

Dalam penelitian ini data dianalisis dengan menggunakan beberapa tahapan.

Pertama data diolah untuk melihat distribusi dan frekuensi dari setiap

variabel. Tahap kedua data diujikan kelayakan untuk dilanjutkan untuk uji

multivariate, uji yang digunakan adalah uji Chi-square. Pengolahan data

dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 18,0 dengan tingkat

kemaknaan jika p < 0,05.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SD N 384 Sikapas di Desa Sikapas, Kecamatan

Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal. Jumlah total anak

Sekolah Dasar Negeri 384 yaitu 323 anak. Pada saat pembagian lampiran

informed consent, hanya terdapat 280 anak yang datang ke sekolah.

Keesokan harinya, sebanyak 200 anak bersedia ikut serta dalam penelitian

karena 54 anak tidak bersedia dan 26 anak tidak hadir. Dari 200 anak,

dilakukan randomisasi sehingga diambil 87 anak yang diperiksa kemampuan

kognitif oleh psikolog, diperiksa status nutrisi dan diukur kadar Hbnya.

4.1. Karakteristik Umum Sampel Penelitian

Berdasarkan tabel 4.1. di bawah ini, jumlah sampel yang diikutsertakan dala

penelitian sebanyak 87 anak, dengan rerata usia 10,45 tahun, dan sebanyak

56,3% berjenis kelamin laki-laki dan 43,7% berjenis kelamin perempuan .

Selain itu, terdapat siswa yang berada di kelas 1 sebanyak 12 siswa (13,8%),

kelas 2 8 siswa (9,2%), kelas 3 15 siswa (17,2%), kelas 4 ,6 siswa (29,9%),

kelas 5,17 siswa (19,5%), dan kelas 6, 9 siswa (10,3%).

42
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
43

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Sampel

Jumlah sampel
Karakteristik
N= 87
Rerata usia, tahun (SB) 10,45 (1,68)
Jenis Kelamin, n (%)
Laki-Laki 49 (56,3)
Perempuan 38 (43,7)
Kelas, n (%)
Kelas 1 12 (13,8)
Kelas 2 8 (9,2)
Kelas 3 15 (17,2)
Kelas 4 26 (29,9)
Kelas 5 17 (19,5)
Kelas 6 9 (10,3)

4.2. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Kategori Stunting dan


Anemia

Berdasarkan tabel 4.2. di bawah, diketahui bahwa dari 87 orang siswa,

terdapat 54% berada pada kondisi stunting. Dari pemeriksaan kadar

hemoglobin diperoleh bahwa sebagian besar siswa tidak anemia (55,2%).

Tabel 4.2. Kategori Stunting dan Anemia

Jumlah sampel
Variabel
N= 87
Stunting, n (%)
Ya 47 (54,0)
Tidak 40 (46,0)
Anemia, n (%)
Ya 39 (44,8)
Tidak 48 (55,2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

4.3. Distribusi Frekuensi Sampel berdasarkan Kemampuan Kognitif


Siswa

Dari tabel di bawah, diketahui bahwa kebanyakan siswa memiliki kemampuan

kognitif pada kelompok borderline yakni sebanyak 33,3%, average sebanyak

24,1%, dan low average juga sebanyak 24,1%. Kemudian, yang memiliki

mental defective sebanyak 16,1%, high average 1,1%, dan superior 1,1%.

Kemudian, dari 6 kelompok kemampuan kognitif tersebut dikelompokkan lagi

menjadi dua kategori yakni kemampuan kognitif normal dan kurang.

Kemampuan kognitif normal meliputi low average, average, high average dan

superior. Kemampuan kognitif kurang meliputi mental defective dan

borderline. Setelah diklasifikasikan, maka diperoleh bahwa kemampuan

kognitif normal sebanyak 50,6% (44 siswa) dan kemampuan kognitif kurang

sebanyak 49,4% (43 siswa).

Tabel 4.3. Kemampuan Kognitif Siswa

Fungsi Kognitif Siswa N %


Mental Defective 14 16,1
Borderline 29 33,3
Low Average 21 24,1
Average 21 24,1
High Average 1 1,1
Superior 1 1,1
Total 87 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

4.4. Hubungan Stunting dengan Kemampuan Kognitif Siswa

Dari tabel di bawah, diperoleh bahwa dari 47 siswa yang mengalami stunting,

mayoritas memiliki gangguan kemampuan kognitif yakni sebanyak 61,7% dan

38,3% tidak memiliki gangguan kemampuan kognitif. Pada siswa yang tidak

mengalami stunting, sebanyak 65,0% tidak memiliki gangguan kemampuan

kognitif dan sebanyak 35,0% memiliki gangguan kemampuan kognitif.

Tabel 4.4. Hubungan Stunting dengan Kemampuan Kognitif Siswa

Gangguan kemampuan
kognitif Total
Stunting OR (95% CI) P*
Ya Tidak
n % n % N %
Ya 29 61,7 18 38,3 47 54,0 2,992 0,023
Tidak 14 35,0 26 65,0 40 46,0 (1,246 –
7,187)
Total 43 49,4 44 50,6 87 100
*uji chi square

Dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara

stunting dengan kemampuan kognitif. Hasil uji statistik didapatkan nilai p

value= 0,023 maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bermakna

antara stunting dan gangguan kemampuan kognitif yang artinya semakin

siswa berada pada konsisi normal (tidak stunting) maka fungsi kognitif

semakin baik pula. Kemudian dari hasil analisis diperoleh OR= 2,992 artinya

anak dengan stunting memiliki risiko 2,992 kali memiliki gangguan

kemampuan kognitif dibandingkan yang tidak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

4.5. Hubungan Anemia dengan Kemampuan Kognitif Siswa

Dari tabel di bawah, diperoleh bahwa dari 39 siswa dengan anemia, ada

53,8% memiliki gangguan kemampuan kognitif dan dari 48 siswa tanpa

anemia, sebanyak 54,2% siswa memiliki gangguan kemampuan kognitif.

Tabel 4.5. Hubungan Anemia dengan Kemampuan Kognitif Siswa

Gangguan kemampuan
kognitif Total
Anemia OR (95% CI) P*
Ya Tidak
N % n % N %
Ya 21 53,8 18 46,2 39 44,8 1,379 0,598
Tidak 22 45,8 26 54,2 48 55,2 (0,591 –
3,219)
Total 43 44 87 100
*uji chi-square

Dilakukan analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara anemia

dengan kemampuan kognitif. Hasil uji statistik didapatkan bahwa nilai p

value= 0,598 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan bermakna antara

anemia dengan kemampuan kognitif. Kemudian dari hasil analisis diperoleh

OR= 1,379 artinya anak dengan anemia memiliki risiko 1,379 kali memiliki

gangguan kemampuan kognitif dibandingkan yang tidak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

BAB 5

PEMBAHASAN

Stunting merupakan indikator masalah status gizi anak akibat malnutrisi

kronis yang terkait keadaan lingkungan dan status sosioekonomik.5,6

Prevalensi stunting di Asia Tenggara tahun 2015 sebesar 26.3%. 2

Berdasarkan penelitian ini, stunting masih menjadi masalah besar pada anak-

anak. Proporsi anak SD Sikapas yang menderita stunting pada penelitian ini

adalah 54%. Hasil penelitian ini menemukan angka proporsi yang serupa

dengan penelitian Suvarna dan Itagi (2008). Mereka menemukan bahwa 50%

anak- anak berusia kurang dari 8 tahun mengalami stunting.40

Prevalensi anemia pada anak- anak di dunia mencapai angka 47,4%

atau sekitar 300 juta anak menderita anemia.10 Penelitian ini melaporkan

bahwa sebanyak 44,8% anak menderita anemia. Namun, hal ini berlawanan

dengan penelitian Zulaekah et al (2010). Dia menemukan bahwa dari 75%

anak yang diteliti menderita anemia.9

Penelitian ini juga melaporkan bahwa dari 47 siswa yang mengalami

stunting, mayoritas memiliki gangguan kemampuan kognitif yakni sebanyak

61,7%. Sedangkan, pada siswa yang tidak mengalami stunting, hanya 35,0

% yang memiliki gangguan kemampuan kognitif. Dari analisis bivariat,

ditemukan ada perbedaan bermakna antara stunting dan gangguan

kemampuan kognitif (p value= 0,023) dengan OR= 2,992

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian lain. Suvarna

dan Itagi (2008) menemukan bahwa anak- anak dengan stunting memiliki IQ

yang inferior dan mentally retarded yang berhubungan positif secara

statistik.40 Menurut penelitian Duc (2009), efek stunting pada kognitif verbal

dan kuantitatif secara statistik bermakna.37 Pradita (2009) dalam

penelitiannya menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara

stunting dengan skor IQ anak usia sekolah dasar.7 Chang et al (2010)

meneliti bahwa stunting pada awal masa kanak-kanak berhubungan dengan

buruknya kinerja motorik halus seperti gerakan jari tangan dan tangan yang

cepat, dan anak- anak tersebut berisiko lebih besar mengalami lebih

rendahnya kemampuan kognitif dan akademik.8

Anak stunting mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih rendah

dibandingkan rata-rata anak yang tidak stunting. Penelitian di Wonogiri

pada anak SD umur 9-12 tahun menunjukkan bahwa anak yang

stunting memiliki risiko 9,2 kali lebih besar untuk memiliki nilai IQ di bawah

rata-rata, dan rata-rata prestasi.38

Selama masa kanak- kanak, bila kekurangan makanan dapat

menyebabkan banyak konsekuensi yang berbahaya karena perkembangan

fisik, intelektual, dan sosial semuanya bergantung pada nutrisi yang tepat.

Bila asupan makanan tidak adekuat, tubuh seorang anak akan menyimpan

energi dengan cara membatasi aktivitas sosial dan perkembangan kognitif

(anak- anak menjadi apatis dan tidak ingin tahu, mereka tidak mau bermain

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

dan belajar), dan kemudian membatasi energi untuk pertumbuhan. 41,42

Stunting dikaitkan dengan under-developed otak, dengan konsekuensi

berbahaya yang berlangsungan lama, termasuk berkurangnya kemampuan

mental dan kapasitas belajar, kinerja di sekolah yang buruk, dan

meningkatnya risiko nutrisi terkait penyakit kronik, seperti diabetes,

hipertensi, dan obesitas di kemudian hari.4,7,36

Ada beberapa penelitian menemukan bahwa anak- anak dengan

malnutrisi kronik berhubungan dengan skor yang lebih rendah pada

pemeriksaan kognitif. Dan juga menyebutkan bahwa malnutrisi mengganggu

perkembangan kognitif melalui dua cara. Pertama, telah lama dipercayai

bahwa malnutrisi menyebabkan gangguan kemampuan kognitif selama dua

tahun pertama kehidupan, saat otak tumbuh sekitar 80% dari ukuran dewasa.

Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa adanya perbaikan diet

setelah usia dua tahun dapat memulihkan perkembangan mental hampir

mendekati normal dan bahwa malnutrisi setelah usia 2 tahun dapat bersifat

merusak seperti sebelum usia 2 tahun. Kedua, ada temuan sebuah penelitian

menyatakan bahwa terdapat kombinasi nutrisi yang tidak adekuat dan

lingkungan yang tidak mendukung mungkin mengganggu perkembangan

kognitif pada sebagian anak- anak miskin.41

Malnutrisi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak dan

sehingga outcome sikap di masa mendatang. Kar et al (2008) menunjukkan

bahwa stunting menyebabkan gangguan kemampuan kognitif dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

memperlambat tingkat perkembangan proses kognitif. Mereka menunjukkan

bahwa tingkat perkembangan kognitif untuk kebanyakan proses kognitif

khususnya higher cognitive processes termasuk executive process dan

visuospatial perception dapat sangat dipengaruhi selama masa kanak-

kanak.43

Dari penelitian ini, juga didapatkan bahwa dari 39 siswa dengan

anemia, terdapat 48,7% yang memiliki gangguan kemampuan kognitif.

Kemudian, dari hasil uji statistik analisis bivariat didapatkan bahwa nilai p

value 0,598 dan OR 1,379

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang lain. Kordas et

al (2004) menemukan bahwa anak anemia dengan Hb <124g/L lebih buruk

dalam melakukan number sequencing daripada yang tidak (p=0,004).

Zulaekah et al (2014) dalam penelitiannya menemukan bahwa anak anemia

mempunyai skor psikomotor halus, psikomotor kasar, maupun perkembangan

bahasa yang lebih rendah dibandingkan yang tidak anemis. Hal ini

membuktikan bahwa kondisi anemia dapat menurunkan fungsi psikomotor

anak. Anemia yang ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin akan

menurunkan kemampuan darah untuk menangkap oksigen, sehingga

oksigen yang dibawa ke jaringan tubuh juga semakin berkurang, demikian

pula oksigen yang dibawa ke jaringan otak.9 Carter et al (2010) dan Jauregui-

Lobera (2014) juga mendukung bahwa anemia defisiensi besi dapat

menyebabkan defisit pada fungsi kognitif.10,11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Peranan utama zat besi adalah membentuk bagian dari hemoglobin,

suatu protein esensial untuk mengangkut oksigen.24,25 Karena itu, bila kadar

besi turun, organ dan jaringan tidak mendapatkan transpor oksigen yang

cukup, dan ini mengakibatkan kelelahan (fatigue), penurunan performa dan

penurunan imunitas. Defisiensi besi yang tidak diobati dapat menyebabkan

masalah yang serius seperti keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan

kognitif.24 Selain itu, zat besi menjadi mediator berbagai reaksi kimiawi yang

berperan dalam tubuh, membentuk bagian dari enzim yang berperan dalam

sintesis DNA dan pernapasan sel.25

Pada awal kehidupan, otak, otot, dan tulang rangka bayi berkembang

pesat. Sembilan puluh lima persen otak berkembang pada 3 tahun pertama

kehidupan. Beberapa zat gizi esensial (yang harus diperoleh dari makanan)

misalnya asam amino dan zat besi sangat diperlukan dalam pembentukan

sinaps dan neurotransmitter yang mempengaruhi kecepatan berpikir.4

Kekurangan atau kelebihan zat gizi pada periode usia 0-2 tahun

umumnya ireversibel dan akan berdampak pada kualitas hidup jangka

pendek dan jangka panjang.4 Kurangnya nutrisi mempengaruhi area otak

yang terlibat dalam kognisi, memori dan keahlian lokomotorik. Otak

memerlukan energi utama saat awal masa kanak- kanak dan kebanyakan

pertumbuhan serebri terjadi pada dua tahun kehidupan pertama. Meskipun

begitu, hubungan antara pertumbuhan linear yang jelek dan terganggunya

perkembangan neuro belum dipahami dengan baik.7 Selain itu, anemia juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan gangguan pertumbuhan,

penurunan fungsi kognitif, psikomotor dan daya tahan tubuh anak. 9

Terlepas dari hasil-hasil di atas, penelitian ini masih memiliki

kekurangan. Pertama, ukuran sampel belum cukup banyak dibandingkan

penelitian yang lain sehingga memberikan beberapa hasil yang berbeda.

Kedua, penelitian ini hanya mengukur kadar hemoglobin dengan Hb test strip

saja. Ketiga, penelitian ini tidak menilai efek status sosio ekonomi, edukasi

parental, dan higienis lingkungan pada fungsi kognitif subjek.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Proporsi siswa dengan stunting adalah 53,8% dan anemia adalah 44,8%

2. Kebanyakan siswa memiliki kemampuan kognitif pada kelompok

borderline yakni sebanyak 33,3%, average sebanyak 24,1%, dan low

average juga sebanyak 24,1%.

3. dari 47 siswa yang mengalami stunting, mayoritas memiliki gangguan

kemampuan kognitif yakni sebanyak 61,7% dan 38,3% tidak memiliki

gangguan kognitif. Pada siswa yang tidak mengalami stunting, sebanyak

65,0% tidak memiliki gangguan kemampuan kognitif dan sebanyak 38,3%

memiliki gangguan.

4. Dari 39 siswa yang mengalami anemia yang memiliki gangguan

kemampuan kognitif hanya 53,8%

5. Dari analisis bivariat didapatkan bahwa ada hubungan bermakna antara

stunting dengan gangguan kemampuan kognitif (p value= 0,023) dan

tidak ada hubungan bermakana antara anemia dengan kemampuan

kognitif (p value= 0,598)

53
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
54

6.2. Saran

Diharapkan agar klinisi lebih gencar dalam memberikan edukasi dan

penanganan yang tepat mengenai bahaya stunting dan anemia terhadap

kemampuan kognitif anak-anak.Sehingga kedepannya prevalensi stunting

dan anemia bisa menurun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 7

RINGKASAN

Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan adanya

malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis maupun

berulang . Stunting merupakan bagian dari perawakan pendek, namun tidak

setiap perawakan pendek merupakan stunting. Stunting adalah indikator

masalah status gizi anak akibat malnutrisi kronis yang terkait keadaan

lingkungan dan status sosioekonomik. Stunting berhubungan dengan under-

developed otak,dengan konsekuensi dapat menimbulkan keterlambatan

perkembangan sel-sel saraf terutama bagian serebelum yang merupakan

pusat koordisasi gerak motorik, serta berkurangnya kemampuan mental dan

kapasitas belajar. Anemia juga merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan gangguan pertumbuhan, penurunan fungsi kognitif, psikomotor

dan daya tahan tubuh.Anemia yang ditandai dengan rendahnya kadar

hemoglobin akan menurunkan kemampuan darah untuk menangkap oksigen,

sehingga oksigen yang dibawa ke jaringan tubuh juga semakin berkurang,

demikian pula oksigen yang dibawa ke jaringan otak. Karena itu, bila kadar

hemoglobin turun, organ dan jaringan tidak mendapatkan transpor oksigen

yang cukup, dan ini mengakibatkan kelelahan (fatigue), penurunan performa

dan penurunan imunitas.

55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
56

Penelitian ini juga melaporkan bahwa dari 47 siswa yang mengalami

stunting, mayoritas memiliki gangguan kemampuan kognitif yakni sebanyak

61,7%. Sedangkan, pada siswa yang tidak mengalami stunting, hanya 35,0

% yang memiliki gangguan kemampuan kognitif. Dari analisis bivariat,

ditemukan ada perbedaan bermakna antara stunting dan gangguan

kemampuan kognitif (p value= 0,023) dengan OR= 2,992 yang bermakna

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stunting dengan

kemampuan kognitif. Sedangkan pada anak yang anemia didapatkan bahwa

dari 39 siswa dengan anemia, terdapat 48,7% yang memiliki gangguan

kemampuan kognitif. Kemudian, dari hasil uji statistik analisis bivariat

didapatkan bahwa nilai p value 0,598 dan OR 1,379 yang bermakna bahwa

tidak ada hubungan antara anemia dengan kemampuan kognitif.

Penelitian ini masih memiliki kekurangan dikarenakan ukuran sampel

belum cukup banyak dibandingkan penelitian yang lain sehingga memberikan

beberapa hasil yang berbeda serta penelitian ini tidak menilai efek status

sosio ekonomi, edukasi parental, dan higienis lingkungan pada fungsi kognitif

subjek. Oleh karena itu diharapkan agar klinisi lebih gencar dalam

memberikan edukasi dan penanganan yang tepat mengenai bahaya stunting

dan anemia terhadap kemampuan kognitif anak-anak.Sehingga kedepannya

prevalensi stunting dan anemia bisa menurun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

1. UNICEF, WHO, World Bank. United Nations Children’s Fund, World


Health Organization, and World Bank, UNICEF-WHO-World Bank Jount
Child Malnutrition Estimates. New York: UNICEF; Geneva: WHO; and
Washington, DC: World Bank; 2012.
2. UNICEF, WHO, World Bank. Levels and Trends in Child Malnutrition.
UNICEF/ WHO/ World Bank Group Joint Child Malnutrition Estimates,
Key findings of the 2016 edition. New York: UNICEF; Geneva: WHO; and
Washington, DC: World Bank; 2016.
3. UNICEF. Global Databases, Stunting Disparity [Internet]. May 2016 [Cited
on 24th September 2016]. Available from: www.data.unicef.org.
4. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 15th Pediatric Update Exploring the
Big Picture of Childhood Stunting: Indonesian Perspective Cetakan
Pertama. Bandung: IDAI; 2016. P4-10.
5. Jayanti EN. Hubungan Antara Pola Asuh Gizi Dan Konsumsi Makanan
Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita Usia 6-24 Bulan (Studi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Randuagung Kabupaten Lumajang Tahun
2014) [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember;
2014.
6. Prendergast AJ, Humphrey JH. The Stunting Syndrome in Developing
Countries. Paediatrics and International Child Health. 2014; 34 (4): 250-
65. doi:10.1179/2046905514Y.0000000158.
7. Pradita RRA. Hubungan Stunting dengan Skor IQ Anak Usia Sekolah
Dasar Keluarga Miskin di Kabupaten Klaten.Surakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret; 2009.
8. Chang SM, Walker SP, Grantham-McGregor S, Powell CA. Early
Childhood Stunting and Later Fine Motor Abilities. Development Medicine
& Child Neurology. 2010; 52: 831-6. doi:10.1111/j.1469-
8749.2010.03640.
9. Zulaekah S, Purwanto S, Hidayati L. Anemia terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Malnutrisi. KEMAS. 2014; 9 (2): 106-14.
10. Carter RC, et al. Iron Deficiency Anemia and Cognitive Function in
Infancy. Pediatrics. August 2010; 126 (2): e427-34.
doi:10.1542/peds.2009-2097.

57
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
58

11. Jauregui-Lobera I. Iron Deficiency and Cognitive Functions.


Neuropsychiatr Dis Treat. 2014; 10: 2087-95.
12. Batubara JRL, Susanto R, Cahyono HA. Bab 3 Pertumbuhan dan
Gangguan Pertumbuhan. In: Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan AB.
Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi I. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. P19-
40.
13. Marzuki NS. Stunting Menurut Pandangan Endokrinologi: Apakah yang
Luput? In: Daud D, Rauf S, Salekede SB, Lawang SA, eds. Buku
Kumpulan Makalah Pertumbuhan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak
VIII. Makasar: Penerbit Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2016. P302-9.
14. Sudirman H. Stunting atau Pendek: Awal Perubahan Patologis atau
Adaptasi Karena Perubahan Sosial Ekonomi yang Berkepanjangan.
Media Litbang. 2008; volume XVIII (1): 33-5.
15. Ashworth A. Chapter 46 Nutrition, Food Security, and Health. In:
Kliegman RM, editor. Nelson Textbook of Pediatrics 20th ed. Philadelphia:
Elsevier; 2015. P298.
16. Ramli, Agho KE, Inder KJ, Bowe SJ, Jacobs J, Dibley MJ. Prevalence
and Risk Factors for Stunting and Severe Stunting among Under- Fives in
North Maluku Province of Indonesia. BMC Pediatrics. 2009; 9: 64.
doi:10.1186/1471-2431-9-64.
17. Roscha BC, Hardinsyah, Baliwati YF. Analisis Determinan Stunting Anak
0- 23 Bulan pada Daerah Miskin Di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penel
Gizi Makan. 2012; 35 (1): 34- 41.
18. Zhou H, Wang XL, Ye F, Zeng XL, Wang Y. Relationship between Child
Feeding Practices and Malnutrition in 7 Remote and Poor Countries, P R
China. Asia Pac J Clin Nutr. 2012; 21 (2): 234-40.
19. Pfister KM, Ramel S. Linear Growth and Neurodevelopmental Outcomes.
Clin Perinatol. 2014; 41: 309-21.
20. Andriastuti M, Melita. Reticulocyte Hemoglobin Content: Skrining Awal
Status Besi pada Anak. In: Daud D, Rauf S, Salekede SB, Lawang SA,
eds. Buku Kumpulan Makalah Pertumbuhan Ilmiah Tahunan Ilmu
Kesehatan Anak VIII. Makasar: Penerbit Departemen Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2016. P326-8.
21. World Health Organization. Haemoglobin Concentrations for the
Diagnosis of Anaemia and Assessment of Severity.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

22. Baldy CM. Bab 17 Gangguan Sel Darah Merah. In: Price SA, Wilson LM.
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses Penyakit, Edisi 6 Volume 1.
Jakarta: EGC; 2005. P256-7.
23. Inoue S. Pediatric Acute Anemia, treatment and management,2017
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/954506.
24. Purnamasari R. Optimal Duration Time for Iron Supplementation. In:
Daud D, Rauf S, Salekede SB, Lawang SA, eds. Buku Kumpulan
Makalah Pertumbuhan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak VIII.
Makasar: Penerbit Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2016. P329-33.
25. Purnamasari R. Iron Deficiency Anemia: Diagnostic Approach. In: Daud
D, Rauf S, Salekede SB, Lawang SA, eds. Buku Kumpulan Makalah
Pertumbuhan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak VIII. Makasar:
Penerbit Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin; 2016. P334-8.
26. Andriastuti M, Gatot D, Mirasanti DA. Rekomendasi Pemberian
Suplementasi Besi untuk Anak sebagai Upaya Mencapai Tumbuh
Kembang yang Optimal. In: Daud D, Rauf S, Salekede SB, Lawang SA,
eds. Buku Kumpulan Makalah Pertumbuhan Ilmiah Tahunan Ilmu
Kesehatan Anak VIII. Makasar: Penerbit Departemen Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2016. P339-43.
27. Baker RD, Greer FR, Committee on Nutrition. Clinical Report- Diagnosis
and Prevention of Iron Deficiency and Iron- Deficiency Anemia in Infants
and Young Children (0- 3 Years of Age). Pediatrics. 2010; 128 (5): 1040-
50.
28. American College of Sports Medicine. Physical Activity, Fitness, Cognitive
Function, and Academic Achievement in Children: A Systematic Review.
Medicine & Science in Sports & Exercise. 2016: 1197-222.
doi:10.1249/MSS.0000000000000901.
29. Nouchi R, Kawashima R. Improvring Cognitive Function from Children to
Old Age: A Systematic Review of Recent Smart Ageing Intervention
Studies. Advances in Neuroscience. 2014, Article ID 235479, 15 pages.
30. Schofield DW.Cognitive Deficits January 2016 [Cited on October
2016].Availablefrom:http://emedicine.medscape.com/article/917629-
overview.
31. Gamayanti IL. Upaya optimalisasi fungsi kognitif dan psikomotorik anak
stunting di Indonesia. 2010.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

32. Koriakin TA, McCurdy MM, Papazoglou A, Pritchard AE, Zabel TA,
Mahone EM. Classification of intelectual disability using the Wechsler
Intellegence Scale for Children: full scale IQ or general ability index? Dev
Med Child Neurol. 2013; 55(9):h840-5.
33. Devena SE, Watkins MW. Diagnostic utility of WISC-IV general abilities
index and cognitive proficiency index difference score among children
with ADHD. Journal of Applied School Psychology. 2012; 28:h133-54.
34. Shea SE. Intellectual Disability (Mental Retardation). Pediatrics in
Review. March 2012; 33 (3): 110- 21.
35. Fernandes VR, et al. Motor Coordination Correlates with Academic
Achievement and Cognitive Function in Children. Front Psycol. 2016;7:
318. doi:10.3389/psyg.2016.00318.
36. Lestari W, Margawati A, Rahfiludin MZ. Faktor Risiko Stunting pada Anak
umur 6-24 bulan di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam Provinsi
Aceh. Jurnal Gizi Indonesia. 2014; 3 (1): 127-8.
37. Duc LT. The Effect of Early Age Stunting on Cognitive Achievement
Among Children in Vietnam. UK: Young Lives; 2009.
38. Kurniawaty E. Hubungan Status Seng (Zn) dengan Intellingence Quotient
Pada Anak Usia 9- 11 Tahun di Sekolah Dasar Negeri 1 Gondang
Wonogiri . Semarang: Universitas Diponegoro; 2015.
39. Bahmat DO, Bahar H, Jus’at I. Hubungan Asupan Seng, Vitamin A, Zat
Besi dan Kejadian pada Balita (24- 59 bulan) dan Kejadian Stunting di
Kepulauan Nusa Tenggara (Riskesdas 2010) [Internet]. 2010 [Cited on
16thMarch2016]Availablefrom:http://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-
Undergraduate-5792-Jurnal.pdf.
40. Suvarna, Itagi SK. Nutritional Status and Level of Intelligence of School
Children. Karnataka J Agric Sci. 2009; 22 (4): 874-6.
41. Lewit EM, Kerrebrock N. Population- Based Growth Stunting. Children
and Poverty. 1997; 7 (2): 149- 56.
42. Subasinghe SMLP, Wijesinghe DGNG. The Effect of Nutritional Status on
Cognitive and Motor Development of Pre- School Children. Tropical
Agricultural Research Vol18.
43. Kar BR, Rao SL, Chandramouli BA. Cognitive Development in Children
With Chronic Protein Energy Malnutrition. Behavioral and Brain
Functions. 2008; 4:31.doi: 10/1186/1744-9081-4-31.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 1
1. Personil Penelitian
2. Ketua Penelitian
Nama : dr. Nur Arafah
Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM
3. Anggota Penelitian
1. Prof. dr. H. MunarLubis, Sp.A(K)
2. Dr.Isti Ilmiati Fujiati, M.Sc, CM/F
3. dr. Deasy Nediyanti
4. dr. Putri Hasria Sri Murni
5. dr. Krisnarta Sembiring
6. dr. Muhammad Hidayat

2. Biaya Penelitian
1. Bahan / Perlengkapan : Rp 4.000.000,00
2. Transportasi / Akomodasi : Rp 2.000.000,00
3. Penyusunan / Penggandaan : Rp 1.000.000,00
4. Wechsler test : Rp 10.000.000,00
5. Seminar hasil penelitian : Rp 3.000.000,00
Jumlah : Rp 20.000.000,00

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 2

Jadwal Penelitian

WAKTU
Maret Maret-April Mei
2016 2016 2016

KEGIATAN
Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan
laporan
Pengiriman
Laporan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 3
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Assalamualaikum Wr.Wb.
Selamat pagi Bapak/Ibu/Saudara/Saudari Yth
Saya dr.Nur Arafah saat ini sedang menjalankan pendidikan Dokter Spesialis
di bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
dan
Hubungan Stunting dan Anemia Dengan Kemampuan Kognitif Pada Anak
Sekolah Dasar Di Desa Sikapas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi Stunting dan
Anemia Pada anak sekolah dasar di desa Sikap serta mengetahui Tingkat
Kemampuan Kognitif Pada anak sekolah dasar di desa sikapas .
Adapun Mamfaat Penelitian ini di bidang Pelayanan Masyarakat adalah
Sebagai masukan dan saran Kepada pelayan Kesehatan Masyarakat untuk dapat
mengambil kebijakan dan tindakan dalam menanggulangi kejadian Stunting Pada
anak – anak, serta dapat menberikan kontribusi dalam mengembangkan strategi
pencegahan dan penanggulangan Stunting di Indonesia.
Prosedur Penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
Anak yang bersekolah di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dilakukan
pemeriksaan Antropometri dengan mengukur tinggi dan berat badan kemudian
setelah di dapatkan hasil pengukuran antropometri di pilih 80 anak melalui metode
purposive sampling yaitu yang stunting sebanyak 40 anak, dan 40 anak yang tidak
stunting , anak anak tersebut adalah anak yang memenuhi kriteria sebagai subjek
penelitian dan bersedia dengan sukarela berpartisipasi pada penelitian ini. Anak
anak tersebut diminta untuk mengikuti test IQ melalui metode Westler yang
dilakukan oleh psikolog profesional dan kemudian diambil darah nya sebanyak 1
atau 2 tetes untuk diperiksakan Hb nya dengan menggunakan alat Hb strip.
Pada lazimnya penelitian ini tidak menimbulkan hal-hal yang berbahaya pada
anak-anak sekalian, efek samping yang mungkin muncul adalah seperti nyeri pada
daerah penusukan , tapi itu sifatnya hanya sebentar dan sembuh sendiri dalam
hitungan menit tanpa perlu perlakuan apapun . Partisipasi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri
bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu .
Namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama penelitian berlangsung atau
ada hal yang kurang jelas yang ingin ditanyakan, Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dapat
menghubungi saya ke nomor 081269716709 untuk mendapatkan pertolongan.
Terimakasih Saya ucapkan kepada Bapak/Ibu /Sdra/Sdri atas kesedian nya
menberikan izin agar anak /adiknnya bisa ikut berpartisipasi dalam penelitian ini
,diharapkan Bapak/Ibu /Sdra/Sdri bersedia mengisi lembar persetujuan turut serta
dalam penelitian yang telah disiapkan

Sikapas, Mei 2016


Peneliti

(dr.Nur Arafah)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 4

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : .........................................Umur : .... tahunL / P

Pekerjaan : ..................................................................

Alamat : ..................................................................

Orang tua dari : .............................................................

Telah menerima dan mengerti mengenai penjelasan yang sudah diberikan

oleh dokter mengenai penelitian “ Hubungan stunting dan anemia dengan

kemampuan kognitif pada anak sekolah dasar”.

Dengan kesadaran dan kerelaan sendiri saya bersedia anak/keluarga saya

menjadi peserta penelitiaan ini.

Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran

dan tanpa paksaan siapapun.

. Sikapas, 2016

Saksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LAMPIRAN 5
Kuisioner Penelitian
Dept. Ilmu Kesehatan Anak FK USU – RSHAM Medan

KUISIONER PENELITIAN

Tanggal :
1. Nama Anak : BB : kg; TB : cm; BB/U : %
TB/U : % , BB/TB: %
Short stature : yes/no
Kadar Hb :
2. Tanggal Lahir : Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Urutan Anak dalam Keluarga :
5. Jumlah Saudara : orang
6. Alamat / Telp :
7. Nama Sekolah :
8. Kelas :
9. Orang tua : Ayah Ibu
Nama :
Umur :
Agama :
Berat badan : kg kg
Tinggi badan : cm cm
10. Pendidikan Terakhir :
11. Pekerjaan :
12. Penghasilan / bulan :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Frequencies

Notes

Output Created 13-Agu-2016 11:47:19


Comments
Input Data Arafah data
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data 87
File
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated
as missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with
valid data.
Syntax FREQUENCIES
VARIABLES=JenisKelamin Agama
TinggalBersamaOrtu KerjaOrtu
HasilOrtu DidikOrtu Kelas Usia Stunting
KatIQ_6 KatIQ_2 KatHB
/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00,016


Elapsed Time 00:00:00,016

Statistics

Tinggal
Jenis Bersama Kerja Hasil Didik Kat2 (1-2) KatH
Kelamin Agama Ortu Ortu Ortu Ortu Kelas Usia Stunting KatIQ_6 dan (3-6) B

N Valid 87 87 87 87 87 87 87 87 87 87 87 87

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Frequency Table

JenisKelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 49 56,3 56,3 56,3

Perempuan 38 43,7 43,7 100,0

Total 87 100,0 100,0

Agama

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Islam 75 86,2 86,2 86,2

Non Islam 12 13,8 13,8 100,0

Total 87 100,0 100,0

TinggalBersamaOrtu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Ya 87 100,0 100,0 100,0

KerjaOrtu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Nelayan 15 17,2 17,2 17,2

Petani 35 40,2 40,2 57,5

PNS 5 5,7 5,7 63,2

Buruh 10 11,5 11,5 74,7

Wiraswasta 22 25,3 25,3 100,0


Total 87 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HasilOrtu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid < Rp. 500.000 13 14,9 14,9 14,9

Rp. 500.000 - 1.000.000 43 49,4 49,4 64,4

> Rp. 1.000.000 31 35,6 35,6 100,0

Total 87 100,0 100,0

DidikOrtu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 59 67,8 67,8 67,8

SMP 9 10,3 10,3 78,2

SMA 14 16,1 16,1 94,3

S1 2 2,3 2,3 96,6

Tidak Sekolah 3 3,4 3,4 100,0

Total 87 100,0 100,0

Kelas

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1 12 13,8 13,8 13,8

2 8 9,2 9,2 23,0

3 15 17,2 17,2 40,2

4 26 29,9 29,9 70,1

5 17 19,5 19,5 89,7

6 9 10,3 10,3 100,0

Total 87 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 7,00 4 4,6 4,6 4,6

8,00 7 8,0 8,0 12,6

9,00 12 13,8 13,8 26,4

10,00 24 27,6 27,6 54,0

11,00 15 17,2 17,2 71,3

12,00 17 19,5 19,5 90,8

13,00 5 5,7 5,7 96,6

14,00 2 2,3 2,3 98,9

15,00 1 1,1 1,1 100,0

Total 87 100,0 100,0

Stunting

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Stunting 47 54,0 54,0 54,0

Tidak Stuntung 40 46,0 46,0 100,0

Total 87 100,0 100,0

KatIQ_6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mental Defective 14 16,1 16,1 16,1

Disorder 29 33,3 33,3 49,4

Low Average 21 24,1 24,1 73,6

Average 21 24,1 24,1 97,7

High Average 1 1,1 1,1 98,9

Seperior 1 1,1 1,1 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KatIQ_6

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Mental Defective 14 16,1 16,1 16,1

Disorder 29 33,3 33,3 49,4

Low Average 21 24,1 24,1 73,6

Average 21 24,1 24,1 97,7

High Average 1 1,1 1,1 98,9

Seperior 1 1,1 1,1 100,0

Total 87 100,0 100,0

Kat2 (1-2) dan (3-6)

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Bermasalah 43 49,4 49,4 49,4

Normal 44 50,6 50,6 100,0

Total 87 100,0 100,0

KatHB

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Hb Tidak Normal 39 44,8 44,8 44,8

Hb Normal 48 55,2 55,2 100,0

Total 87 100,0 100,0

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Crosstabs

Notes

Output Created 13-Agu-2016 11:45:26


Comments
Input Data D:\Rafa, Sp.A\Master Data Rafa.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 87
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each table are based on all the
cases with valid data in the specified
range(s) for all variables in each table.
Syntax CROSSTABS
/TABLES=KatHB Stunting BY KatIQ_2
/FORMAT=AVALUE TABLES
/STATISTICS=CHISQ RISK
/CELLS=COUNT EXPECTED ROW
COLUMN TOTAL
/COUNT ROUND CELL.

Resources Processor Time 00:00:00,031

Elapsed Time 00:00:00,032

Dimensions Requested 2

Cells Available 142986

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KatHB * Kat2 (1-2) dan (3-6) 87 100,0% 0 ,0% 87 100,0%


Stunting * Kat2 (1-2) dan (3-6) 87 100,0% 0 ,0% 87 100,0%

KatHB * Kat2 (1-2) dan (3-6)

Crosstab

Kat2 (1-2) dan (3-6)

Bermasalah Normal Total

KatHB Hb Tidak Normal Count 21 18 39

Expected Count 19,3 19,7 39,0

% within KatHB 53,8% 46,2% 100,0%

% within Kat2 (1-2) dan (3-6) 48,8% 40,9% 44,8%

% of Total 24,1% 20,7% 44,8%

Hb Normal Count 22 26 48

Expected Count 23,7 24,3 48,0

% within KatHB 45,8% 54,2% 100,0%


% within Kat2 (1-2) dan (3-6) 51,2% 59,1% 55,2%

% of Total 25,3% 29,9% 55,2%


Total Count 43 44 87

Expected Count 43,0 44,0 87,0

% within KatHB 49,4% 50,6% 100,0%

% within Kat2 (1-2) dan (3-6) 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 49,4% 50,6% 100,0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,553 1 ,457
b
Continuity Correction ,279 1 ,598
Likelihood Ratio ,553 1 ,457
Fisher's Exact Test ,521 ,299
N of Valid Cases 87

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,28.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for KatHB (Hb Tidak 1,379 ,591 3,219


Normal / Hb Normal)
For cohort Kat2 (1-2) dan (3-6) 1,175 ,770 1,794
= Bermasalah
For cohort Kat2 (1-2) dan (3-6) ,852 ,556 1,306
= Normal
N of Valid Cases 87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Stunting * Kat2 (1-2) dan (3-6)

Crosstab

Kat2 (1-2) dan (3-6)

Bermasalah Normal Total

Stunting Stunting Count 29 18 47

Expected Count 23,2 23,8 47,0

% within Stunting 61,7% 38,3% 100,0%

% within Kat2 (1-2) dan (3-6) 67,4% 40,9% 54,0%

% of Total 33,3% 20,7% 54,0%

Tidak Stuntung Count 14 26 40

Expected Count 19,8 20,2 40,0

% within Stunting 35,0% 65,0% 100,0%

% within Kat2 (1-2) dan (3-6) 32,6% 59,1% 46,0%

% of Total 16,1% 29,9% 46,0%


Total Count 43 44 87

Expected Count 43,0 44,0 87,0

% within Stunting 49,4% 50,6% 100,0%

% within Kat2 (1-2) dan (3-6) 100,0% 100,0% 100,0%

% of Total 49,4% 50,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 6,164 1 ,013
b
Continuity Correction 5,142 1 ,023
Likelihood Ratio 6,243 1 ,012
Fisher's Exact Test ,018 ,011
N of Valid Cases 87

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,77.
b. Computed only for a 2x2 table

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Stunting 2,992 1,246 7,187


(Stunting / Tidak Stuntung)
For cohort Kat2 (1-2) dan (3-6) 1,763 1,092 2,845
= Bermasalah
For cohort Kat2 (1-2) dan (3-6) ,589 ,384 ,904
= Normal
N of Valid Cases 87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai