Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN ISTIRAHAT & TIDUR

Oleh :

Siti Nurkhasanah

(2130282085)

CI AKADEMIK CI KLINIK

( ) ( )

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2021
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

1. Definisi istirahat tidur

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh

semua orang. (Wahit & Nurul, 2008). Istirahat dan tidur memiliki makna yang

berbeda pada setiap individu. Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang,

rileks, tanpa tekanan emosional dan bebas dari perasaan gelisah. Dalam arti lain

istirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali. Terkadang, berjalan-

jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat.

Sedangkan pengertian tidur merupakan suatu keadaan tidak sadarkan diri dimana

persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun/hilang dan dapat

dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup (Guyton, dalam

buku Haswita, 2017).

a. Fisiologi Tidur

Siklus tidur terjadi secara alami dan dikontrol oleh pusat tidur yaitu medulla,

tepatnya di RAS (Recticular Activating System) dan BSR (Bulbar

Synchronizing Region). RAS terdiri dari neuron-neuron di medulla oblongata,

pons dan midbrain. Pusat ini terlibat dalam mempertahan status bangun dan

mempermudah beberapa tahap tidur. Perubahan-perubahan fisiologis dalam

tubuh terjadi selama tidur. Ada dua teori tentang tidur :

- Pasif : RAS di otak mengalami kelelahan sehingga menyebabkan tidak

aktif.

- Aktif : (Diterima sekarang) suatu bagian di otak yang menyebabkan

tidur dihambat oleh bagian lain.

RAS dan BSR adalah pikiran aktif kemudian menekan pusat otak secara

bergantian. RAS berhubungan dengan status jaga tubuh dan menerima sensory
input (pendengaran, penglihatan, penghidupan, nyeri dan perabaan).

Rangsangan sensory mempertahankan seseorang untuk bangun dan waspada.

Selama tidur tubuh menerima sedikit rangsangan dari korteks serebral

(Haswita, dkk, 2017).

b. Ritme Sirkadian

Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada

manusia, bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor

lingkungan (mis: cahaya, kegelapan, gravitasi, dan stimulus elektromagnetik).

Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkadian yang melengkapi

siklus selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jangtung, tekanan darah,

temperature tubuh, sekresi hormone, metabolism, dan penampilan serta perasaan

individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama

biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkornisasi sirkadian terjadi jika individu

memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya: individu akan

bangun pada saat ritme fisiologisnya dan psikologis paling tinggi atau paling aktif

dan akan tidur pada saat ritme tersebut paling rendah (Lilis, Taylor, Lemone,

dalam buku Wahit, Nurul, 2007)

c. Tahapan Tidur

Tidur yang normal melibatkan 2 fase yaitu: Pergerakan mata yang tidak cepat

NREM (Non Rapid Eye Movement) dan pergerakan mata yang cepat REM

(Rapid Eye Movement). Selama NREM seseorang yang tidur mengalami

kemajuan melalui 4 tahap yang memerlukan waktu kira-kira 90 menit selama

siklus tidur. Sedangkan, tidur tahapan REM merupakan fase pada akhir tiap siklus

tidur 90 menit sebelum tidur berakhir. Kondisi dari memori dan pemulihan
psikologis terjadi pada waktu ini, faktor yang berbeda dapat meningkatkan atau

mengganggu tahapan siklus tidur yang berbeda.

- Tahapan tidur NREM

Tidur NREM ditandai dengan berkurangnya mimpi, tekanan darah turun,

kecepatan pernafasan turun, metabolisme turun dan gerakan mata lambat.

Masa NREM ini dibagi menjadi 4 tahap yang memerlukan waktu 90 menit

siklus tidur dan masing-masing tahap ditandai dengan pola gelombang otak.

- Tahap 1 NREM

1) Tahap meliputi tingkat paling dangkal dan tidur.

2) Tahap berlangsung selama 5 menit, yang membuat orang beralih

dari tahap sadar menjadi tidur.

3) Pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara

bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme.

4) Seseorang dengan mudah terbangun oleh stimulus sensori seperti

suara.

5) Ketika terbangun, seseorang merasa telah melamun.

- Tahap 2 NREM

1) Tahap 2 merupakan tidur ringan.

2) Kemajuan relaksasi otot, tanda vital dan metabolisme menurun

dengan jelas.

3) Untuk terbangun masih relative mudah.

4) Gelombang otak ditandai dengan “sleep spindles” dan gelombang

komplek.

5) Tahap berakhir 10 hingga 20 menit.


- Tahap 3 NREM

1) Tahap 3 meliputi tahap awal tidur yang dalam, yang berlangsung

selama 15 sampai 30 menit.

2) Orang yang tidur sulit dibangunkan dan jarak bergerak.

3) Otot-otot dalam keadaan santai penuh dan tanda-tanda vital menurun

tetapi tetap teratur.

4) Gelombang otak menjadi lebih teratur dan terdapat penambahan

gelombang delta yang lambat.

- Tahap 4 NREM

1) Tahap 4 merupakan tahap tidur terdalam/nyenyak.

2) Sangat sulit untuk membangunkan orang yang tidur.

3) Jika terjadi kurang tidur, maka orang yang tidur akan menghabiskan

porsi malam yang seimbang pada tahap ini.

4) Tanda-tanda vital menurun secara bermakna dibandingkan selama

jam terjaga.

5) Ditandai dengan predominasi gelombang delta yang melambat.

- Perubahan Fisiologis Selama Tidur NREM:

1) Tekanan darah arteri menurun

2) Denyut nadi menurun

3) Pembuluh darah tepi mengalami dilatasi

4) Curah jantung menurun

5) Otak rangka rileks

6) Laju metabolisme basal menurun 10% sampai 30%

7) Kadar hormone pertumbuhan mencapat puncak

8) Tekanan intracranial menurun. (Kozier, dkk, 2010)


- Tahap Tidur REM

Tidur tipe ini disebut “paradoksikal” karena hal ini bersifat “paradoks”, yaitu

seseorang dapat tetap tidur walaupun aktivitas otaknya nyata. Ringkasnya,

tidur REM merupakan pola/tipe tidur dimana otak benar-benar dalam

keadaan aktif. Namun, aktivitas otak tidak disalurkan kearah yang sesuai agar

orang itu tanggap penuh terhadap keadaan sekelilingnya kemudian

terbangun. Tidur ini dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama

5-20 menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi selama 80-100

menit, akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah, maka awal tidur sangat

cepat bahkan jenis tidur ini tidak ada.

Ciri-cirinya sebagai berikut:

1) Biasanya disertai dengan mimpi aktif.

2) Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak gelombang

lambat.

3) Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi

kuat proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi retikularis.

4) Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak tertidur.

5) Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.

6) Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irregular, tekanan darah

meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat dan metabolisme

meningkat.

7) Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan

dalam belajar, memori dan adaptasi (Haswita, dkk, 2017).


d. Siklus Tidur

Selama tidur, individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur

yang komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang

biasanya melalui empat hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus

tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap

NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV

selama kurang lebih 20 menit. Setelah itu, individu kembali melalui tahap III

dan II selama 20 menit. Tahap I REM muncul sesudahnya dan berlangsung

selama 10 menit (Wahit, dkk, 2010).

2. Fungsi Dan Tujuan Tidur

Fungsi tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat

digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan,

mengurangi stress pada paru, kardiovaskuler, endokrin dan lain-lain. Energi

disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali pada fungsi selular yang

penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur, yang pertama, efek

dari system saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan

keseimbangan diantara berbagai susunan saraf dan yang kedua yaitu pada efek

struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh

karena selama tidur terjadi penurunan. (Haswita, dkk, 2017)

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemenuhan Tidur

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas dapat

menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah

istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor- faktor yang dapat

mempengaruhinya adalah:
a. Penyakit

Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang

mengharuskan untuk istirahat dan tidur, misalnya penyakit yang disebabkan

infeksi (infeksi limpa) akan membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk

mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit menjadikan pasien kurang

tidur, bahkan tidak bias tidur.

b. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat

mempercepat terjadinya proses tidur.

c. Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan tetap

bangun dan waspada menahan kantuk.

d. Latihan dan Kelelahan

Keletihan akibat aktivitas tinggi memerlukan lebih banyak tidur untuk

menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Maka orang tersebut

akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya

(NREM) diperpendek.

e. Stress Psikologis

Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis

sehingga mengganggu tidurnya.

f. Alkohol

Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol

dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.


g. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur.

Protein yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya

triptofan yang merupakan asam amino dari protein yang dicerna. Demikian

sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses

tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.

h. Obat-obatan

Obat juga dapat mempengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat yang dapat

mempengaruhi proses tidur antara lain:

- Diuretik : menyebabkan insomnia

- Antidepresan : menyupresi REM

- Kafein : meningkatkan saraf simpatis

- Beta-bloker : menimbulkan insomnia

- eNarkotika : menyupresi REM (Haswita, dkk, 2017)

i. Gaya Hidup

Seorang yang kerjanya bergeser dan sering kali berganti jam kerja harus

mengatur aktivitas untuk siap tertidur di saat yang tepat. Olahraga sedang

biasanya kondusif untuk tidur, tetapi olahraga berlebihan dapat memperlambat

waktu tidur. Kemampuan seseorang untuk relaks sebelum istirahat adalah

factor terpenting yang mempengaruhi kemampuan untuk tertidur.

j. Diet

Penurunan berat badan telah dihubungkan dengan pengurangan waktu tidur

total serta tidur yang terputus dan bangun tidur lebih awal. Di sisi lain,

pertambahan berat badan tampak berhubungan dengan peningkatan total

waktu tidur, berkurangnya tidur yang terputus, dan bangun lebih lambat. L-
triptofan dalam makanan- misalnya, dalam keju dan susu dapat mengindikasi

tidur, sebuah bukti yang mungkin dapat menjelaskan mengapa susu hangat

membantu sesorang untuk tidur. (Kozier, 2010)

4. Gangguan Tidur Yang Umumnya Terjadi

a. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan memebuhi kebutuhan tidur, baik secara

kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada

individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor

mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada tiga jenis insomnia:

- Insomnia inisial. Kesulitan untuk memulai tidur

- Insomnia intermiten. Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya

terjaga.

- Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.

b. Parasomnia

Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat

seseorang tidur. Gangguan ini umumnya terjadi pada anak-anak. Beberapa

turunan parasomnia anatara lain sering terjaga (mis: tidur berjalan, night

terror), gangguan transisi bangun- tidur (mis: mengigau), parasomnia yang

terkait dengan tidur REM (mis: mimpi buruk), dan lainnya (mis: bruksisme).

c. Hypersomnia

Hypersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan

utama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi medis

tertentu, seperti kerusakan system saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau

karena gangguan metabolisme (mis: hipertiroidisme). Pada kondisi tertentu,


hypersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme koping untuk menghindari

tanggung jawab pada siang hari.

d. Narkolepsi

Narkolepsi adalah gelombnag kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara

tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur”

atau sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena

kerusakan genetic system saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya

periode tidur REM. Alternative pencegahannya adalah dengan obat-obatan,

seperti amfetamin atau metilpenidase hidroklorida, atau dengan antidepresan

seperti imipramine hidroklorida.

e. Apnea Saat Tidur

Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi terhentinya napas secara

periodic pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok

dengan keras, sering terjaga di malam hari, insomnia, mengantuk berlebihan

pada siang hari, sakit kepala di pagi hari, iritabilitas, atau mengalami

perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung. (Haswita, dkk,

2017)

f. Kontrol Tidur

Kontrol tidur adalah pengawasan, pemeriksaan, pengendalian suatu keadaan

tidak sadarkan diri dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan

menurun/hilang dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau

rangsangan yang cukup. Kebanyakan dewasa muda tidur malam hari rata-rata

6-8 jam, tetapi hal ini berfariasi. Akan tetapi, adalah hal umum yang

mengganggu kebutuhan tidur seperti stress pekerjaan, aktivitas yang mengarah


pada insomnia, penyakit fisik tertentu. (Universitas Sumatera Utara PDF.

2016. Diakses di: repositoryusu.ac.id. Pada tanggal 11 Mei 2019).

Berikut adalah cara kontrol pola tidur menjadi normal:

- Buatlah rutinitas tidur

Mungkin akan kesulitan untuk mengatur siklus tidur saat malam hari

dengan tertidur pada jam yang sama. Namun, bisa berusaha menjaga

siklus terjaga dengan bangun tidur pada jam yang sama di pagi hari.

- Ciptakan lingkungan ruang tidur yang nyaman

- Minum obat dan terapi

Orang-orang penderita sakit kronis sudah harus minum banyak obat

untuk untuk mengontrol rasa sakit mereka. Sehingga mereka tidak

ingin mengkonsumsi obat lebih untuk mendapatkan tidur yang baik.

Berhenti memikirkan hal yang negative terhadap penyakit menghabiskan

waktu memikirkan rasa sakit dapat membawa pikiran-pikiran negative

lain yang mempengaruhi tidur. (Diakses di: https://hellosehat.com

Pada tanggal 11 Mei 2019)

5. Tinjauan Asuhan Keperawatan Istirahat dan Tidur

a. Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan dokumentasi data

(informasi) yang sistematis dan berkesinambungan yang dilakukan pada

semua fase proses keperawatan.

- Biodata

- Nama:

- Umur :

- Jenis kelamin:
- Alamat:

Biasanya timbul dilingkungan rumah dengan kepadatan tinggi yang

tidak memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam rumah.

- Pekerjaan:

Jenis pekerjaan dilingkungan industry dan berpolusi dapat

mengganggu system pernafasan. (Arif Muttaqin, 2012)

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi masalah actual yang terjadi saat ini

dan masalah kesehatan dimasa lalu. Dalam mengkaji klien dan keluarga,

perawat berfokus pada manifestasi klinis dari keluhan utama, kejadian

yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat perawatan terdahulu, riwayat

keluarga, dan riwayat psikososial.

c. Keluhan utama:

- Demam: subfebris, febris (40-41° C) hilang timbul.

- Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sebagai reaksi tubuh

untuk membuang/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk

kering sampai dengan batuk purulent (menghasilkan sputum) timbul

dalam jangka waktu lama (> 3 minggu).

- Sesak napas: timbul pada tahap lanjut ketika infiltrasi radang sampai

setengah paru.

- Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang

sampai ke pleura, sehingga menimbulkan pleuritic

- Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan dan berat badan

menurun, sakit kepala, nyeri otot, serta berkeringat pada malam tanpa

sebab.
- Pada antelektasi terdapat gejala berupa: sinosis, sesak napas, dan

kolaps. Bagian dada klien tidak tidak bergerak pada saat bernapas dan

jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto torak tampak bayangan

hitam pada sisi yang sakit dan diafragma menonjol ke atas.

- Perlu ditanyakan dengan siapa klien tinggal, karena biasanya penyakit

ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan

penyakit infeksi menular. (Irman, 2009)

d. Keluhan Sistemis

- Demam

Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau

malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama

semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan

semakin pendek.

- Keluhan sistemis lainnya

Keluhan yang biasa timbul adalah keringat malam, penurunan berat

badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual

muncul dalam beberapa minggu-bulan. Akan tetapi penampilan akut

dengan batuk, panas, dan sesak napas walaupun jarang dapat juga

timbul menyerupai gejala pneumonia. (Arif Muttaqin, 2012)

e. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien masuk Rumah Sakit dengan keluhan sesak napas dan

menyebabkan tidak bisa melakukan aktivitas. Rasa sesak napas yang

dirasakan seperti tercekik atau susah melakukan inspirasi. Rasa berat pada

dada saat akan berbatas. Rasa sesak napas biasanya dirasakan berdasarkan

skala yang sesuai. Saat ber aktivitas semakin terasa sesak, tetapi jika
berbaringan saja ditempat tidur sesak berkurang. Sesak dirasakan klien

sudah sejak 7 hari yang lalu.

f. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Perawat menanyakan tentang riwayat penyakit pernapasan klien. Secara

umum pertanyaan yang dapat diajukan pada klien adalah sebagai berikut.

- Riwayat merokok

- Pengobatan saat ini dan masa lalu

- Alergi

- Tempat tinggal (Arif Muttaqin, 2012)

g. Riwayat Kesehatan Keluarga

h. Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu

menanyakan apakah penyakit pernah dialami oleh anggota keluarga

lainnya sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah. (Arif

Muttaqin, 2012)

6. Diagnosa Keperawatan

Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017), yaitu:

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang

tertahan.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

c. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamsi

d. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan

e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


7. Intervensi Keperawatan

a. Intervensi Masalah Ketidakefektifan Jalan Napas Ketidakefektifan jalan

napas berhubungan dengan sekresi yang tertahan. Definisi:

Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran

napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas. Faktor yang

berhubungan :

- Spasme jalan napas

- Hiperskresi jalan napas

- Disfungsi neuromuskuler

- Benda asing dalam jalan napas

- Adanya jalan napas buatan

- Sekresi yang tertahan

- Hyperplasia dinding jalan napas

- Proses infeksi

- Respon alergi

- Efek agen farmakologis

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan

jalan napas efektif dengan kriteria hasil sebagai berikut:

- Bunyi nafas normal (vesikuler)

- Frekuensi nafas normal 16-24x/menit

Mampu mengeluarkan sputum SIKI (Standar Intervensi Keperawatan

Indonesia)

- Pemantauan respirasi

- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas

- Monitor adanya sumbatan jalan nafas


- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

- Auskultasi bunyi nafas

- Posisikan klien untuk meminimalkan upaya bernafas (misalnya

mengangkat kepala tempat tidur dan memberikan over bed table untuk

pasien bersandar) Monitor status oksigen dan beri obat (misalnya:

bronkodilator dan inheler) yang meningkatkan patensi jalan nafas.

Manajemen jalan nafas:

- Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

- Monitor bunyi nafas tambahan

- Posisikan semi-Fowler atau Fowler

- Berikan minum hangat

- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

- Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya

Manajemen batuk:

- Jelaskan tujuan dan prosedur batu efektif

- Identifikasi keamampuan batuk

- Atur posisi semi-Fowler atau fowler

- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien

- Buang sekret pada tempat sputum

- Berikan terapi oksigen sesuai instruksi

b. Intervensi Masalah Gangguan Pola Tidur

Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan.

Definisi: Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor

eksternal.

Faktor yang berhubungan :


- Hambatan lingkungan (mis: kelembapan, lingkungan sekitar, suhu

lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal

pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

- Kurang kontrol tidur

- Kurang privasi

- Restraint fisik

- Ketiadaan teman tidur

Tidak familiar dengan peralatan tidur Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan pola tidur kembali normal

dengan kriteria hasil sebagai berikut:

- Pola tidur kembali normal

Aktivitas kembali normal SIKI (Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia)

Dukungan tidur:

- Identifikasi pola aktivitas tidur

- Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik/psikologis)

- Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

- Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu, dan

tempat tidur)

- Tetapkan jadwal tidur rutin

- Fasilitasi menghilangkan setres

- Ajarkan teknik relaksasi

Edukasi aktivitas/istirahat:

- Sediakan materi dan media pengaturan aktivitas dan istirahat

- Jelaskan pentingnya melakukan aktivitas fisi/berolahraga


- Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. Kelelahan,

sesak nafas saat aktivitas)

- Ajarkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai

kemampuan

8. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tujuan implementasi adalah membantu klien dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, pemulihan kesehatan, dan lain-lain. (Nursalam, 2009)

9. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan keberhasilan daridiagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan

implementasinya. Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respons klien terhadap

asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan

mengakhiri rencana asuhan keperawatan, memodifikasi rencana asuhan

keperawatan, meneruskan rencana asuhan keperawatan. (Nursalam, 2009).

10. Prosedur Tindakan Keperawatan Istirahat dan Tidur

a. Pengertian

Memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda Suatu kegiatan yang

dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan fungsional untuk

berpindah dari tempat tidur ke kursi. Membantu duduk di tempat tidur Suatu

tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien yang imobilisasi atau klien

lemah untuk memberikan bantuan duduk ditempat tidur.


b. Tujuan

Memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda Melatih otot skeletal untuk

mencegah kontraktur atau sindro disuse

• Memberikan kenyamanan

• Mempertahankan kontrol diri pasien

• Memungkinkan pasien untuk bersosialisasi

• Memudahkan perawat yang akan mengganti seprei (pada klien yang toleransi

dengan kegiatan ini)

• Memberikan aktifitas pertama (latihan pertama) pada klien yang tirah baring

• Memindahkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik.

• Membantu duduk di tempat tidur

• Menguragi resiko cedera musculoskeletal pada semua orang yang terlibat.

• Mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat untuk perawat dan klien.

c. Indikasi/Kontraindikasi

Membantu duduk di tempat tidur

• Indikasi posisi semi telungkup( posisi sims ) : Posisi semi-telungkup (atau

posisi Sims) sering digunakan untuk pasien paralisis karena ini mengurangi

tekanan pada bokong dan panggul. Banyak orang menemu-kan posisi ini

nyaman untuk tidur.

• Indikasi posisi miring : Posisi miring membantu menghilangkan tekanan

pada punggung dan tumit untuk individu yang tidak dapat turun dari tempat

tidur atau yang duduk untuk waktu lama. Posisi ini baik untuk istirahat atau

tidur.

• Indikasi posisi telungkup : Posisi telungkup sering digunakan untuk pasien

tidak sadar karena posisi ini membantu drainase. Namun, posisi ini harus
digunakan hanya untuk waktu singkat pada pasien lain karena posisi ini

menyebabkan kesulitan bernapas.

• Indikasi Posisi telentang : Posisi telentang umumnya digunakan untuk

membantu pemulihan setelah operasi tertentu dan untuk pemeriksaan pada

kepala, leher, dada depan, paru, mamae, jantung, abdomen, ektremitas dan

nadi perifer.

• Indikasi posisi fowler : mempertahankan kenyamanan

• Indikasi posisi lithotomi : pemeriksaan rectal dan vagina

• Indikasi posisi dorsal recumbent : merawat dan memeriksa genitalia serta

proses persalinan.

• Indikasi posisi Genu Pectoral : memeriksa daerah rektum dan sigmoid.

• Indikasi posisi Posisi Trendelenburg : melancarkan peredaran darah ke otak.

• Indikasi Posisi knee chest (menungging) : untuk pemeriksaan rectal

• Indikasi Posisi berdiri : untuk evaluasi abnormalitas postural, langkah dan

keseimbangan.

Indikasi membantu klien duduk ditempat tidur :

• memberikan makan

• minum

• personal hygiene dan sebagainya

.Kontraindikasi

1) Hypermobilitas

Pada hipermobilitas tidak dapat diberikan tehnik mobilisasi karena masalah

yang ada pada hypermobilitas bukanlah gangguan mobilitas sendi

melainkan stabilatas.
2) Efusi sendi

Pada sendi yang mengalami efusi tidak boleh dilakukan mobilisasi karena

keterbatasan yang terjadi adalah karena penumpukan cairan dan karena

adanya respon otot terhadap nyeri, bukan karena pemendekan otot ataupun

kapsul ligamen.

3) Inflamasi

Pemberian mobilisasi pada fase inflamasi dapat menimbulkan nyeri dan

memperberat kerusakan jaringan.

d. Alat dan bahan

• Peralatan Pemberian Posisi pasien

1. Tempat tidur

2. Bantal kecil

3. Gulungan handuk

4. Bantalan kaki

5. Sarung tangan ( bila diperlukan )

6. Bantal angin

7. Footboard

• Persiapan Peralatan membantu klien duduk ditempat tidur

1. Sarung tangan (bila diperlukan)

e. Prosedur

Prosedur Pemberian Posisi Klien

1. Posisi fowler

a) Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.

Menurunkan transmisi mikroorganisme.


b) Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah

klien melorot kebawah pada saat kepala dianaikkan. sesuai° sampai 60°

c) Naikkan kepala bed 45 )°, fowler tinggi 60°kebutuhan. semi fowler 15-45

d) Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada celah

disana. Bantal akan mencegah kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi

lumbal.

e) Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangnya kurva

cervikal dari columna vertebra. Sebagai alternatif kepala klien dapat

diletakkan diatas kasur tanpa bantal. Terlalu banyak bantal dibawah kepala

akan menyebabkan fleksi kontraktur dari leher.

f) Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan

landasan yang, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari

adanya hiper ekstensi lutut, membantu klien supaya tidak melorot ke bawah.

g) Pastikan tidak ada pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi.

Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi

lutut membantu supaya klien tidak melorot kebawah.

h) Letakkan bantal atau gulungan handuk dibawah paha klien. Bila ekstremitas

bawah pasien mengalami paralisa atau tidak mampu mengontrol ekstremitas

bawah, gunakan gulungan trokhanter selain tambahan bantal dibawah

panggulnya. Mencegah hiperekstensi dari lutut dan oklusi arteri popliteal

yang disebabkan oleh tekanan dari berat badan. Gulungan trokhanter

mencegah eksternal rotasi dari pinggul.

i) Topang telapak kaki dengan menggunakan footboart. Mencegah plantar

fleksi.
j) Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, bila klien

memiliki kelemahan pada kedua lengan tersebut. Mencegah dislokasi bahu

kebawah karena tarikan gravitasi dari lengan yang tidak disangga,

meningkatkan sirkulasi dengan mencegah pengumpulan darah dalam vena,

menurunkan edema pada lengan dan tangan, mencegah kontraktur fleksi

pergelangan tangan.

k) Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

l) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

2. Posisi Sims

a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.

Menurunkan transmisi mikroorganisme.

b. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan

klien untuk posisi yang tepat.

c. Gulungkan klien hingga pada posisi setengah telungkup, bagian berbaring

pada abdomen

d. Letakkan bantal dibawah kepala klien. Mempertahankan kelurusan yang

tepat dan mencegah fleksi lateral leher.

e. Atur posisi bahu sehingga bahu dan siku fleksi

f. Letakkan bantal dibawah lengan klien yang fleksi. Bantal harus melebihi dari

tangan sampai sikunya. Mencegah rotasi internal bahu.

g. Letakkan bantal dibawah tungkai yang fleksi, dengan menyangga tungkai

setinggi pinggul. Mencegah rotasi interna pinggul dan adduksi tungkai.

Mencegah tekanan pada lutut dan pergelangan kaki pada kasur.


h. Letakkan support device (kantung pasir) dibawah telapak kaki klien.

Mempertahankan kaki pada posisi dorso fleksi. Menurunkan resiko foot-

drop.

i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

3. Posisi Trendelenburg

a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

b. Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkan bantal diantara kepala dan

ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal dibawah lipatan lutut.

c. Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur

khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien

4. Posisi Dorsal Recumbent

a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

b. Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah dibuka.

c. Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ketempat tidur dan

renggangkan kedua kaki.

d. Pasang selimut

5. Posisi Litotomi

a. Jelaskan Prosedur yang akan dilakukan

b. Pasien dalam keadaan berbaring berbaring telentang, kemudian angkat kedua

paha dan tarik kearah perut.

c. Tungkai bawah membentuk susut 90 ‘ terhadap paha

d. Letakkan bagian lutut atau kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi litotomi

e. Pasang selimut
6. Posisi Genu Pectoral

a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b. Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan

dada menempel pada kasur tempat tidur

c. Pasang selimut pada pasien

7. Posisi Telentang (Supinasi)

a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.

Menurunkan transmisi mikroorganisme.

b. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan

klien untuk posisi yang tepat.

c. Letakkan bantal dibawah kepala, leher dan bahu klien. Mempertahankan

body alignment yang benar dan mencegah kontraktur fleksi pada vertebra

cervical.

d. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal, jika ada celah

disana. Bantal akan menyangga kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi

lumbal.

e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan

landasan yang lebar, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan dari

adanya hiperektensi lutut dan tekanan pada tumit.

f. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mempertahankan

telapak kaki dorsofleksi, mengurangi resiko foot-droop.

g. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralise pada ekstremitas atas, maka

elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan

menggunakan bantal. Posisi ini mencegah terjadinya edema dan memberikan


kenyamanan. Bantal tidak diberikan pada lengan atas karena dapat

menyebabkan fleksi bahu.

h. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

i. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

8. Posisi Orthopneu

a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan

transmisi mikroorganisme.

b. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah

klien merosot kebawah saat kepala dinaikkan.

c. Naikkan kepala bed 90 derajat

d. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas bed.

e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan

landasan yang lebar, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat

dari adanya hiperekstensi lulut dan tekanan pada tumit.

f. Pastikan tidak ada tekanan pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi.

Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi

lutut membantu klien supaya tidak melorot kebawah.

g. Letakkan gulungan handuk dibawah masing-masing paha. Mencegah eksternal

rotasi pada pinggul.

h. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mencegah plantar

fleksi.

i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan


11. Posisi Pronasi (telungkup)

a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.

b. Baringkan klien terlentang mendatar di tempat tidur. Menyiapkan klien untuk

posisi yang tepat.

c. Gulingkan klien dengan lengan diposisikan dekat dengan tubuhnya dengan

siku lurus dan tangan diatas pahanya. Posisikan tengkurap ditengah tempat

tidur yang datar. Memberikan posisi pada klien sehingga kelurusan tubuh

dapat dipertahankan.

d. Putar kepala klien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal. Bila banyak

drainase dari mulut, mungkin pemberian bantal dikontra indikasikan.

Menurunkan fleksi atau hiperektensi vertebra cervical.

e. Letakkan bantal kecil dibawah abdomen pada area antara diafragma (atau

payudara pada wanita) dan illiac crest. Hal ini mengurangi tekanan pada

payudara pada beberapa klien wanita, menurunkan hiperekstensi vertebra

lumbal, dan memperbaiki pernafasan dengan menurunkan tekanan diafragma

karena kasur.

f. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai lutut sampai dengan tumit. Mengurangi

plantar fleksi, memberikan fleksi lutut sehingga memberikan kenyamanan

dan mencegah tekanan yang berlebihan pada patella.

g. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas, maka

elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan

menggunakan bantal. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan

memberikan kenyamanan serta mencegah tekanan yang berlebihan pada

patella.
h. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas, maka

elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan

menggunakan bantal. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan

memberikan kenyamanan. Bantal tidak diletakkan dibawah lengan atas

karena dapat menyebabkan terjadinya fleksi bahu.

i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

12. Posisi Lateral (Side Lying)

a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan.

Menurunkan transmisi mikroorganisme.

b. Baringkan klien terlentang ditengah tempat tidur. Memberikan kemudahan

akses bagi klien dan menghilangkan pengubahan posisi klien tanpa melawan

gaya gravitasi.

c. Gulingkan klien hingga pada posisi miring. Menyiapkan klien untuk posisi

yang tepat

d. Letakkan bantal dibawah kepala dan leher klien. Mempertahankan body

aligment, mencegah fleksi lateral dan ketidaknyamanan pada otot-otot leher.

e. Fleksikan bahu bawah dan posisikan ke depan sehingga tubuh tidak

menopang pada bahu tersebut. Mencegah berat badan klien tertahan langsung

pada sendi bahu.

f. Letakkan bantal dibawah lengan atas. Mencegah internal rotasi dan adduksi

dari bahu serta penekanan pada dada.

g. Letakkan bantal dibawah paha dan kaki atas sehingga ekstremitas berfungsi

secara paralel dengan permukaan bed. Mencegah internal rotasi dari paha dan
adduksi kaki. Mencegah penekanan secara langsung dari kaki atas terhadap

kaki bawah.

h. Letakkan bantal, guling dibelakang punggung klien untuk menstabilkan

posisi. Memperlancar kesejajaran vertebra. Juga menjaga klien dari terguling

ke belakang dan mencegah rotasi tulang belakang.

i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan

j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan


DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.: Defenisi dan

Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta Selatan: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.:Defenisi dan

Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatan:DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.: Defenisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatan:DPP PPNI.

Mubarak. Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.

Jakarta: EGC.

Arief mansjoer. 2011. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3. jakarta FKUL

Doengoes. E. marlynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan keperawatan, jakarta, EGC.

Elisabeth j.corwin, 2011 buku saku patofisiologi jakarta EGC.

Anda mungkin juga menyukai