Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

DEMAM TYPHOID

DI PUSKESMAS JATIROTO LUMAJANG

DISUSUN OLEH :

AGUSTIAN HADI SAPUTRA

14901.08.21179

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

DEMAM TYPOID

DI PUSKESMAS JATIROTO LUMAJANG

Lumajang,
Mahasiswa

(.............................)

Kepala Ruangan Pembimbing Akademik

(..................................) (.....................................)
A. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai


anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat
gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan
terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus,
usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu: pankreas, hati dan kandung

empedu.

1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
manusia. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian
awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-
potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar,
geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga
mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein
dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang
dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung.
Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses
peristaltik.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a. Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka).
b. Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus).
c. Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
3. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk
seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu:
a. Kardia.
b. Fundus.
c. Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui
otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.
Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi
lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan
dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat
penting:
a. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa
menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya
tukak lambung.
b.Asam klorida(HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi
dengan cara membunuh berbagai bakteri.
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)

4.Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena
porta. Dinding usus melepaskan lendir yang melumasi isi usus dan air yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna. Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. Otot yang meliputi usus halus mempunyai 2 lapisan. Lapisan luar:
terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam:
merupakan serabut sirkuler untuk membantu gerakan peristatik. Lapisan sub
mukosa terdiri atas jaringan penyambung, sedangkan mukosa bagian dalam
tebal, banyak mengandung pembulu darah dan kelenjar. Usus halus terdiri
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),
dan usus penyerapan (ileum). Dinding usus terdiri atas 4 lapisan dasar:
lapisan paling luar (lapisan serosa), dibentuk oleh peri tonium. Peritoneum
mempunyai lapisan visceral dan parietal dan lapisan yang terletak antara
lapisan ini dinamakan rongga peritoneum. Nama khusus yang telah diberikan
pada lipatan-lipatan
peritoneum, antara lain:
a. Mesentrium merupakan lipatan peritoneum yang lebar mengantung
jejunum dan ileum dari dinding posterior abdomen dan memungkinkan usus
bergerak leluasa. Masentrium menyokong pembulu darah dari limfe yang
mensuplai usus.
b. Omentum mayus merupakan lapisan ganda peritoneum yang
menggantung dari kurvatura mayor lambung dan berjalan turun
di depan visera abdomen omentum biasanya mengandung banyak lemak dan
kelenjar limfe yang membantu rongga peritoneum (melindungi) dari infeksi.
c. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang
dari kurvatura minor lambung dan bagian atas duodenum menuju kehati.
Salah satu fungsi penting peritoneum adalah mencegah pergerakan antara
organ-organ yang berdekatan dengan mensekresi cairan serosa sebagai
pelumas.

5. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
seringkali material akan dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang
lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.Pembukaan dan
penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
B.Konsep Dasar Demam Thypoid

1. Definisi
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Samonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan
struktur endothelia dan endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi
kedalam sel fagosit monokular dari hati, limpa, kelenjar limfe
usus dan payer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui
makanan atau air yang terkontaminasi (Sumarmo, 2002 dalam Amin Huda
& Hardhi Kusuma, 2015).

Demam Typhoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang


biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran
(Titik Lestari, 2016).

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi pada sistemik atau demam
enteric yang di akibatkan oleh bakteri Salmonella enterica serovar typhi (S.
typhi).(Saputra ardian, 2021)

2. Penyebab
Penyebab Thypoid adalah bakteri salmonella thypii. Salmonella
adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella (bergerak dengan rambut
getar), tidak berkapsul dan tidak membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup
sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah
dan debu. Bakteri ini akan mati dengan pemanasan suhu 60°c selama 15-
20 menit (Rahayu E, 2014).
Menurut Amin Huda dan Hardhi (2015), kuman ini mempunyai
tiga antigen yang penting untuk pemeriksaan laboratorium, yaitu:
a. Antigen O (somatik antigen) yaitu terletak pada lapisan luar daritubuh
kuman, yang terdiri dari oligosakarida.
b. Antigen H (terdapat pada flagella) yang terdiri dari protein
c. Antigen K (envelope antigen) yang terdiri dari polisakarida.

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala Demam Thypoid menurut Sudoyo Aru, (2009)
dalam Amin Huda dan Hardhi Kusuma, (2015):
Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
b. Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tiak tertangani
akan menyebabkan syok, stuper dan koma
c. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
d. Nyeri kepala, nyeri perut
e. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
f. Pusing, bradikardi, nyeri otot
g. Batuk
h. Epistaksis
i. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta
tremor)
j. Hepatomegali, splenomegali, meteroismus
k. Gangguan mental berupa samnolen
l. Dellirubin atau psikosis

Gejala demam tifoid menurut Levani (2020) umumnya tidak spesifik,


diantaranya adalah demam, sakit kepala, anoreksia, myalgia, athralgia,
nausea, nyeri perut dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
demam tinggi, bradikardi relatif, lidah kotor, hepatomegali, nyeri tekan
abdomen, splenomegali atau rose spot. Rose spot merupakan kumpulan lesi
makulopapular eritematus dengan diameter 2 sampai 4 mm yang sering
ditemukan pada perut dan dada. Tanda rose spot ini terdapat pada 5
sampai 30% kasus dan tidak terlihat pada pasien kulit gelap (Levani &
Prastya, 2020)

Tabel 1.1 Periode infeksi demam thypoid, gejala dan tanda


KELUHAN DAN GEJALA DEMAM TYPOID
MINGGU KELUHAN GEJALA PATOLOGI
Minggu pertama Panas Gangguan Bakteremia
berlangsung saluran
insidious, tipe cerna
panas stepladder
yang mencapai
39-40°C,
menggigil, nyeri
kepala

Minggu kedua Rash, nyeri Rose sport, Vaskulitis,


abdomen, diare hepatomegali, hiperplasi pada
atau konstipasi, splenomegali payer’s patches,
delerium nodul tyipoid
pada limpa dan
hati
Minggu ketiga Komplikasi: Melena, ilius, Ulserasi pada
perdarahan ketegangan payer’s patches,
saluran cerna, abdomen, koma nodul tyipoid
perforasi, syok pada limpa dan
hati
Minggu keempat Keluhan Tampak sakit Kolelitiasis,
menurun, berat, kekeksia carrier kronik
relaps, Kolelitiasis,
penurunan carrier kronik
BB
4.Patofisiologi
Kuman masuk ke dalam mulut melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh salmonella (biasanya >10.000 basil kuman). Sebagian kuman
dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus. jika respon imunitas humoral mukosa (igA) usus kurang baik, maka
basil salmonella akan menembus sel-sel epitel (sel m), menuju lamina propia,
berkembang biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelejar
getah bening mesenterika. Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah
bening mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran
darah (bakterimia) melalui ductus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ
retikuloendotalial tubuh, terutama hati, sumsum tulang dan limfa melalui
sirkulasi portar dari usus. Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltrasi
limfosit, zat plasma dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan
pembesaran limfa (splenomegali). Di organ ini kuman salmonella thypi
berkembang biak dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan
bakterimia kedua yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam,
malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler). Pendarahan
saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar plak peyeri yang
sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini dapat
berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus dan mengakibatkan
perforasi usus. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler
dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik
kardiovaskuler, pernapasan dan gangguan organ lainnya. Pada minggu
pertama timbulnya penyakit, terjadi hyperplasia plak peyeri. Terjadi nekrosis
pada minggu kedua dan ulserasi plak peyeri pada minggu ketiga. Dalam
minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan
meninggalkan sikatriks (jaringan parut). Penularan salmonella thypii dapat
ditularkan melalui cara 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), -
Fomitus (muntah), Fly(lalat) dan melalui Feses (Titik Lestari,2016)
5.Komplikasi
Berdasarkan KEMENKES RI, (2016) Beberapa komplikasi yang
sering terjadi diantaranya:
a. Thypoid Toksik (Thypoid Ensefalopati)
Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala
dellerium atau koma yang disertai atau tanpa kelaianan neurologis
lainnya. Analisa cairan otak biasanya dalam batas-batas normal.
b. Syok Septik
Akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik karena bakteremia
salmonella. Disamping gejala-gejala thypoid diatas penderita jatuh
kedalam fase kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan
halus, berkeringat serta akral yang dingin. Akan berbahaya bila syok
menjadi irreversible.
1) Perdarahan dan Perforasi Intestinal
2) Peritonitas
3) Hepatitis Tifosa
4) Pneumonia
5) Komplikasi lain
a) Osteomilitis, arthtritis
b) Miokarditis, perikarditis, endokarditis
c) Pielonefritis, orkhitis
d) Serta peradangan-peradangan ditempat lain

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang Demam Thypoid menurut Amin Huda dan
Hardhi Kusuma, (2015):
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis, atau kadar
leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder

b.Pemeriksaan SGOT dan SGPT


SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak perlu
memerlukan penanganan khusus.
c. Pemeriksaan Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
bakteri salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita demam thypoid. Akibat
adanya infeksi oleh salmonella thypi maka penderita membuat antibodi
(aglutinin).
d. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urin: bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu
ketiga
e. Anti Salmonella Typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
Salmonella typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4
terjadinya demam

7.Pencegahan
Strategi pencegahan yang dapat dipakai untuk selalu menyediakan
makanan atau minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan
terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang
baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi ini menjadi penting
seiring dengan munculnya kasus resistensi. Selain strategi di atas,
dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara
maju ke daerah endemik demam thypoid. Tiga vaksin thypoid yang
terdapat di Indonesia: vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna, vaksin parenteral
sel utuh dan vaksin polisakarida Typhin Vi Aventis Pasteur Merrieux
(RHH Nelwan, 2016).

8. Penatalaksanaan
Menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma, (2015):
a. Non farmakologi
1) Bed rest

Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah komplikasi. Penderita


sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selama 1 minggu setelah bebas
dari demam. Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai dengan keadaan
penderita.
2) Diet; diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Pasien dengan
demam thypoid diberikan makanan yang rendah serat. Agar tidak
memperberat kerja usus, pada tahap awal penderita diberi
makanan berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberikan
makanan yang lebih padat dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan
kemampuan dan kondisinya. Pemberian kadar gizi dan mineral perlu
dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan penderita.

b. Farmakologi
Terapi pada demam tifoid tanpa komplikasi adalah berupa pemberian
antibiotik tiamfenikol,kloramfenikol,Sefalosporin generasi III
(sefotaksim,seftriakson, sefiksim), fluorokuinolon
(ofloksasin,siprofloksasin,perfloksasin)atau ampisilin/
Amoksisilin dan azitromisin pada saat ini juga sering digunakan sebagai
terapi pada demam tifoid.Pemberian antipiretik juga dapat digunakan sebagai
terapi pada demam tifoid untuk menurunkan suhu dan menghilangkan
gejala demam. Terapi lain yang juga dapat diberikan pada demam tifoid
tanpa komplikasi adalah terapi suportif seperti pemeberian cairan (Saputra
ardian, 2021)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


Konsep asuhan keperawatan menurut hanifah, 2018:
1. Pengkajian
a. Pengkajian
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan,
bangsa, suku, bahasa yang digunakan, alamat rumah, tanggal MRS.
b. Keluhan utama
Pada pasien demam thypoid mengeluh panas dan nyeri telan serta
mual.
c. Riwayat penyakit sekarang
Klien biasanya datang dengan keluhan panas kurang dari 7 hari
dengan kualitas naik turun, terdapat nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia mual muntah, konstipasi atau diare.
d. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh pasien.
e. Suhu tubuh
Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat
febris remitem dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur baik setiap harinya, biasanya menurun
pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari

Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat
minggu ketiga, suhu berangsur angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
f. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam,
apatis sampai somnolen, jarang terjadi spoor, koma atau gelisah
(kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan
pengobatan). Selain gejala gejala tersebut, mungkin dapat ditemukan
gejala lainnya seperti pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseola (bintik bintik kemerahan karena emboli basil dalamkapiler
kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam),
kadang ditemukan juga bradikardi dan eptistaksis pada anak yang
lebih besar
g. Pemeriksaan fisik
1) Mulut: terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah pecah (rageden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tonge), sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan
jarang disertai tremor.
2) Abdomen: dapat ditemukan keadaan perut kembung
(meteorismus), bila terjadi konstipasi, diare atau normal.
3) Hati dan Limfe: membesar disertai dengan nyeri pada perabaan
h. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permukaan sakit
2) Kultur darah (biakan empedu) dan widal
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Sering ditemukan dalam
urine dan feses
4) Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang diperlukan adalah liter zat
anti terhadap antigen O. Liter yang bernilai 1/200 atau lebih
merupakan kenaikan yang progresif

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2017), diagnosa keperawatan yang dapat terjadi
pada penderita demam thypoid adalah:
a. Hipertermia ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal
b. Nyeri perut ditandai dengan peningkatan asam lambung
c. Defisit nutrisi ditandai dengan nafsu makan menurun, berat badan
menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
d. Resiko infeksi
e. Intoleransi aktivitas
3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Standar Luaran Standar


Keperawatan Keperawatan Intervensi
Indonesia Indonesia Keperawatan
Indonesia
1. Kategori : Termoregulasi Manajemen
Lingkungan (L.14134) Hipertermia
Sub Kategori : Definisi: (I.15506)
Keamanan dan pengaturan Definisi:
Proteksi suhu tubuh agar mengidentifikasi
Kode : D 0130 tetap dan mengelola
Hipertermia berada pada peningkatan
Definisi : rentang suhu tubuh akibat
Suhu tubuh meningkat diatas normal disfungsi
rentang normal tubuh Ekspektasi: termoregulasi
Penyebab: Membaik Tindakan:
1. Dehidrasi Kriteria Hasil: Observasi
2. Terpapar 1. Menggigil 1. Identifikasi
lingkungan panas 2. Kulit merah penyebab
3. Proses penyakit 3. Kejang hipertermi
(infeksi, kanker) 4. Akrosianosis (dehidrasi,
4. Ketidaksesuaian pakaian 5. Konsumsi lingkungan panas,
dengan oksigen penggunaan
suhu lingkungan 6. Piloereksi inkubator)
5. Peningkatan laju metabolisme 7. Vasokonstriksi 2. Monitor suhu
6. Respon trauma perifer tubuh
7. Aktivitas berlebihan 8. Kutis memarota 3. Monitor kadar
8. Penggunaan incubator 9. Pucat elektrolit
Gejala dan Tanda 10. Takikardi 4. Monitor haluaran
Mayor 11. Takipnea urine
Objektif 12. Bradikardi 5. Monitor
1. Suhu tubuh diatas nilai normal 13. Dasar kuku komplikasi
Tanda dan Gejala sianolik akibat hpertermi
Minor 14. Hipoksia
Objektif: Keterangan: Terapeutik
1. Kulit merah 1 = Menurun 1. Sediakan
2. Kejang 2 = Cukup lingkungan
3. Takikardi Menurun yang dingin
4. Takipnea 3 = Sedang 2. Longgarkan atau
5. Kulit terasa 4 = Cukup lepaskan pakaian
hangat Meningkat basahi
Kondisi Klinis 5 = Meningkat dan kipasi
Terkait 1. Suhu tubuh permukaan
1. Proses infeksi 2. Suhu kulit tubuh
2. Hipertiroid 3. Kadar glukosa 3. Berikan cairan
Stroke darah oral
4. Dehidrasi 4. Pengisian 4. Ganti linen
5. Trauma kapiler Ventilasi setiap hari
6. Prematuritas 6. Tekanan darah atau lebih sering
Keterangan: jika
1 = Memburuk mengalami
2 = Cukup hiperhidrosi
Memburuk (keringat berlebih)
3 = Sedang 5. Lakukan
4 = Cukup pendinginan
Membaik eksternal (selimut
5 = Membaik hipotermia atau
kompres dingin
pada
dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
6. Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
7. Berikan oksigen,
jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit intravena
2. BAB : IV Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
Kategori : (L.08066) (I.08238)
Psikologis Definisi: Definisi:
Sub Kategori : Pengalaman Mengidentifikasi
Nyeri dan Kenyamanan sensorik dan
Kode : D.0077 atau emosional mengelola
Nyeri Akut yang pengalaman
Definisi: berkaitan dengan sensorik atau
Pengalaman sensorik atau kerusakan jaringan emosional
emosional yang berkaitan aktual atau dengan onset
dengan kerusakan jaringan fungsional mendadak
aktual atau fungsional, dengan dengan onset atau lambat dan
onset mendadak atau lambat mendadak berintensitas
dan atau lambat dan ringan hingga
berintegritas ringan hingga berat berintensitas berat dan konstan.
yang ringan Tindakan
berlangsung kurang dari 3 bulan. hingga berat dan Observasi
Penyebab konsisten. 1. Identifikasi
1. Agen pencedra fisiologis (mis, Ekspektasi: lokasi,
inflamasi, iskemia, Menurun karakteristik,
neoplasma) Kriteria Hasil: durasi,
2. Agen pencedra kimiawi (mis, 1. Kemampuan frekwensi, kualitas,
terbakar, bahan kimia iritan) menuntaskan intensitas nyeri
3. Agen pencedra aktivitas 2. Identifikasi skala
fisik (mis, abses amputasi Keterangan: nyeri
terbakar, 1 = Menurun 3. Identivikasi
terpotong, mengangkat beban 2 = Cukup respon
berat, Menurun nyeri non verbal
prosedur operasi, trauma latihan 3 = Sedang 4. Identifikasi faktor
fisik yang berlebihan) 4 = Cukup yang
Gejala dan Tanda Meningkat memperberat dan
Mayor 5 = Meningkat memperingan nyeri
a. Subjektif 2. Keluhan nyeri 5. Identifikasi
1. Mengeluh nyeri 3. Meringis pengetahuan dan
b. Objektif 4. Sikap protektif keyakinan tentang
1. Tampak meringis 5. Gelisah nyeri
2. Bersikap protektif 6. Kesulitan tidur 6. Identifikasi
(mis.Waspada, 7. Menarik diri pengaruh
posisi menghindari nyeri) 8. Berfokus pada budaya terhadap
3. Gelisah diri respon
4. Frekwensi nadi meningkat sendiri nyeri
5. Sulit Tidur 9. Diaforesis 7. Identifikasi
Gejala dan Tanda 10.Perasaan pengaruh
Minor depresi nyeri terhadap
a. Subjektif (tidak tersedia) (tertekan) kualitas
b. Objektif 11.Perasaan takut hidup
1. Tekanan darah meningkat mengalami cedera 8. Monitor
2. Pola napas berubah berulang keberhasilan
3. Nafsu makan berubah 12.Anoreksia terapi
4. Proses berfikir terganggu 13.Perineum komplementer
5. Menarik diri terasa tertekan yang sudah
6. Berfokus pada diri sendiri 14.Uterus teraba diberikan
7. Diaforesis Kondisi Klinis membulat 9. Monitor efek
Terkait 15.Ketegangan samping
1. Kondisi pembedahan otot penggunaan
2. Cedera traumatis 16.Pupil dilatasi analgetik
3. Infeksi 7.Muntah Terapeutik
4. Sindroma coronerakut 18.Mual 1. Berikan teknik
5. Glaukoma Keterangan: non
1 = Meningkat farmakologis untuk
2= mengurangi rasa
CukupMeningkat nyeri
3 = Sedang (mis. TENS,
4 = Cukup hypnosis,
Menurun akupresur, terapi
5 = Menurun musik,biofeedback,
19.Frekwensi nadi terapi pijat, aroma
20.Pola napas terapi,teknik
21.Tekanan darah imajinasi
22.Proses berpikir terbimbing,
23.Fokus kompres
24.Fungsi hangat atau dingin,
berkemih terapi bermain)
25.Perilaku 2. Kontrol
26.Nafsu makan lingkungan
27.Pola tidur yang memperberat
Keterangan: rasa nyeri (mis.
1 = Memburuk Suhu
2 = Cukup ruangan,
Memburuk pencahayaan,
3 = Sedang dan kebisingan)
4 = Cukup 3. Fasilitasi
Membaik istirahat tidur
5 = Membaik 4. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
3. Anjurkan
memonitor
nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgesik secara
tepat
5. Anjurkan teknik
non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
3. BAB : IV Status Nutrisi Manajemen
Kategori : Fisiologis (L.03030) nutrisi
Sub Kategori : Definisi: (I.03119)
Nutrisi dan cairan Kode : D.0019 Keadekuatan Definisi
Defisit nutrisi asupan Mengidentifikasi
Definisi: nutrisi untuk dan
Asupan nutrisi tidak memenuhi mengelola asupan
cukup untuk kebutuhan nutrisi
memenuhi kebutuhan metabolisme yang seimbang
metabolisme Ekspektasi: Tindakan
Penyebab Membaik Observasi
1. Ketidakmampuan Kriteria Hasil: 1. Identifikasi
menelan 1. Porsi makanan status nutrisi
makanan yang 2. Identifikasi alergi
2. Ketidakmampuan di habiskan dan
mencerna 2. Kekuatan otot intoleransi
makanan pengunyah makanan
3. Ketidakmampuan 3. Kekuatan otot 3. Identifikasi
mengabsorbsi menelan makanan
nutrient 4. Serum albumin yang disukai
4. Peningkatan 5. Verbalisasi 4. Identifikasi
kebutuhan keinginan untuk kebutuhan
metabolisme meningkatkan kalori dan jenis
5. Faktor ekonomi nutrisi nutrient
(mis. Finansial 6. Pengetahuan 5. Identifikasi
tidak mencukupi) tentang perlunya
6. Faktor psikologis pilihan makanan penggunaan
(mis. yang sehat selang
Stress,keenggana 7. Pengetahuan nasogastrik
n untuk makan) Gejala dan tentang 6. Monitor asupan
Tanda pilihan minuman makanan
Mayor yang sehat 7. Monitor berat
a. Subjektif ( tidak 8. Pengetahuan badan
tersedia) tentang 8. Monitor hasil lab
b. Objektif standar asupan pemeriksaan
1. Berat badan nutrisi yang tepat laboratorium
menurun 9. Penyiapan dan Terapeutik
minimal penyimpanan 1. Lakukan oral
10% makanan yang hygiene
dibawah aman sebelum
rentang ideal 10. Penyiapan dan makan,jika
Gejala dan Tanda penyimpanan perlu
Minor minuman yang 2. Fasilitasi
a. Subjektif aman menentukan
1. Cepat 11. Sikap terhadap pedoman diet
kenyang makanan / (mis.piramida
setelah minuman sesuai makanan)
makan dengan tujuan 3. Sajikan
2. Kram/nyeri abdomen kesehatan makanan secara
3. Nafsu makan Keterangan: menarik dan suhu
menurun 1 = Menurun yang
b. Objektif 2 = Cukup sesuai
1. Bising usus Menurun 4. Berikan
hiperaktif 3 = Sedang makanan tinggi
2. Otot 4 = Cukup serat untuk
pengunyah Meningkat mencegah
lemah 5 = Meningkat konstipasi
3. Otot 12. Perasaan 5. Berikan
menelan cepat makanan tinggi
lemah kenyang kalori dan tinggi
4. Membran 13. Nyeri abdomen protein
mukosa 14. Sariawan 6. Berikan
pucat 15. Rambut rontok suplemen
5. Sariawan 16. Diare makanan, jika
6. Serum Keterangan: 1 = perlu
albumin Menurun 7. Hentikan
turun 2 = Cukup pemberian
7. Rambut Menurun makan melalui
rontok 3 = Sedang selang
berlebihan 4 = Cukup nasogastrik jika
8. Diare Kondisi Klinis Meningkat asupan
Terkait 5 = Meningkat oral dapat
1. Stroke 17. Berat badan ditoleransi Edukasi
2. Parkinson 18. Indeks massa 1. Anjurkan posisi
3. Mobius tubuh duduk,
syndrome (IMT) jika mampu
4. Cerebral palsy 19. Frekuensi 2. Ajarkan diet
5. Cleft lip makan yang
6. Cleft palate 20. Bising usus diprogramkan
7. Amyotropic 21. Tebal lipatan Kolaborasi
lateral sclerosis kulit 1. Kolaborasi
8. Kerusakan trisep pemberian
neuromuskuler 22. Membran medikasi sebelum
9. Luka bakar mukosa makan (mis.pereda
10.Kanker Keterangan: nyeri,antiemetic),
11.Infeksi 1 = Menurun jika
12.AIDS 2 = Cukup perlu
13.Penyakit Crohn’s Menurun 2. Kolaborasi
14.Enterokolitis 3 = Sedang dengan ahli
15.Fibrosis kistik 4 = Cukup gizi untuk
Meningkat menentukan
5 = Meningkat jumlah kalori dan
Nafsu makan jenis
(L.03024) nutrient yang
Kriteria Hasil dibutuhkan, jika
1. Keinginan perlu
makan Pemberian
2. Asupan makanan
makanan (I.03125)
3. Asupan cairan Definisi :
4. Energi untuk Memberikan
makan asupan nutrisi
5. Kemampuan melalui oral pada
untuk pasien
merasakan yang tidak mampu
makanan makan
6. Kemampuan secara mandiri
untuk Tindakan:
menikmati Observasi
makanan 1. Identifikasi
7. Asupan nutrisi makanan
8. Stimulus untuk yang di
makan programkan
9. Kelaparan 2. Identifikasi
Keterangan: kemampuan
1 = Memburuk menelan
2 = Cukup 3. Periksa mulut
Memburuk untuk
3 = Sedang residu pada akhir
4 = Cukup makan
Membaik Terapeutik
5 = Membaik 1. lakukan
kebersihan
tangan dan mulut
sebelum makan
2. sediakan
lingkungan
yang
menyenangkan
selama waktu
makan(mis :
simpan urinal,
pispot agar tidak
terlihat
3. berikan posisi
duduk atau
semifowler saat
makan berikan
makanan hangat,
jika memungkinkan
5. sediakan
sedotan sesuai
kebutuhan
6. berikan
makanan sesuai
keinginan
7. tawarkan
mencium
aroma makanan
untuk
merangsang nafsu
makan
8. cuci muka dan
tangan
setelah makan
Edukasi
anjurkan orang tua
atau
keluarga
membantu
memberi makan
kepada
pasien
kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian
analgesik yang
adekuat
sebelum makan,
jika
perlu
2. kolaborasi
pemberian
antiemetik
sebelum
makan, jika perlu
4.Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah atau status kesehatan yang
dihadapinya ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada pasien dengan lingkungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, tindakan untuk keluarga pasien atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Untuk kesuksesan
pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam
melakukan tindakan. Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid,
2014). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuahn
pasien, faktor-faktor lain yang mempunyai kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2014).
Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai capaian tujuan yang diharapkan
dan tujuan yang telah dicapai oleh keluarga. Apabila tercapai sebagian atau
timbul masalah keperawatan baru, kita perlu melakukan pengkajian lebih
lanjut, memodifikasi rencana, atau mengganti dengan rencana yang lebih
sesuai dengan kemampuan keluarga. Evaluasi disusun menggunakan SOAP
dimana:
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara
subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif
dan objektif.
P : Perencanaan lanjutan setelah dilakukan tindakan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Penatalaksanaan Demam Tipoid.


Jakarta.

Levani, Y., & Prastya, A. D. (2020). Demam Tifoid: Manifestasi Klinis, Pilihan Terapi
Dan Pandangan Dalam Islam. Al-Iqra Medical Journal : Jurnal Berkala Ilmiah
Kedokteran, 3(1), 10–16. https://doi.org/10.26618/aimj.v3i1.4038

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
Mediaction.

Nelwan, R.H.H.,2016. Levoflocaxin: Today’s Choice for the Treatment of


Thypoid Fever? An Illustrative Case Report from Indonesia, Department
of Internal Medicine, Consultant for Tropical and Infectious Diseases,
Faculty of Medicine University of Indonesia/National Top Referral
Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo, Ministry of Health, Jakarta

Rohmah, Nikmatur & Saiful Walid. 2014. Proses Keperawatan: Teori & Aplikasi.
Jogjakarta. Ar-Ruzz Media.

Saputra ardian, D. (2021). Jurnal Penelitian Perawat Profesional. 3, 213–222.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria hasil Kepreawatan. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai