Anda di halaman 1dari 3

Patofisiologi Terbentuknya Biofilm

Biofilm adalah kumpulan sel mikroorganisme, khususnya bakteri, yang


melekat di suatu permukaan dan diselimuti oleh pelekat karbohidrat yang
dikeluarkan oleh bakteri.

Ada 5 tahap pembentukan biofilm yaitu:

1. Pelekatan awal: mikroba melekat pada permukaan suatu benda dan


dapat diperantarai oleh fili (rambut halus sel) contohnya pada P.aeruginosa.
2. Pelekatan permanen: mikrob melekat dengan bantuan
eksopolisakarida (EPS).
3. Maturasi I: proses pematangan biofilm tahap awal.
4. Maturasi II: proses pematangan biofilm tahap akhir, mikrob siap untuk
menyebar.
5. Dispersi: Sebagian bakteri akan menyebar dan berkolonisasi di tempat
lain.

Mikroorganisme Pembentuk Biofilm

Komposisi biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme, produk


ekstraseluler, detritus, polisakarida sebagai bahan pelekat, dan air yang
adalah bahan penyusun utama biofilm dengan kandungan hingga 97%.
Polisakarida (polimer dari monosakarida atau gula sederhana) yang
diproduksi oleh mikrob untuk membentuk biofilm
termasuk eksopolisakarida (EPS) yaitu polisakarida yang dikeluarkan dari
dalam sel. EPS yang disintesis oleh sel mikrob berbeda-beda komposisi dan
sifat kimiawi dan fisikanya. Beberapa adalah makromolekul yang bersifat
netral, tetapi mayoritas bermuatan karena keberadaan asam uronat (Asam D-
glukuronat), Asam D-galakturonat, dan Asam D- manuroniat. Ada biofilm yang
bersifat kaku karena EPS-nya terdiri dari ikatan ß-1,4 atau ß-
1,3 glikosida (ikatan monosakarida monomer penyusun polisakarida) seperti
EPS xanthan gum yang dihasilkan oleh Xanthomonas campestris tetapi ada
juga yang bersifat fleksibel karena memiliki ikatan α-1,2 atau α-1,6 glikosida
yang banyak ditemukan pada dekstran. Beberapa contoh EPS selain xanthan
gum adalah asam kolanat yang diproduksi oleh Escherichia
coli, alginat oleh P. aeruginosa, dan galaktoglukan oleh Vibrio
cholerae. Bahan-bahan penyusun biofilm yang lain contohnya
adalah protein, lipid, dan lektin.

Biasanya mikroorganisme fotosintetik ada di permukaan paling atas,


mikroorganisme kemoorganotrof anaeob fakultatif di bagian tengah,
sedangkan di bagian dasar adalah mikroorganisme anaerob pereduksi
sulfat. Pada bagian atas, cahaya matahari lebih mudah didapat sehingga
dapat digunakan untuk fotosintesis, sedangkan bagian tengah dapat dihuni
oleh mikrob kemoorganotrof fakultatif anaerob karena dapat mentolerir
kandungan udara yang sedikit serta banyak dapat mengakses bahan organik
sebagai sumber energinya.

Pada bagian dasar, tidak terdapat kandungan udara sehingga mikrob


anaerob pereduksi sulfat dapat tumbuh dan energi dengan cara mereduksi
sulfat.

Tabel 1. Mikroorganisme Pembentuk Biofilm

Bakteri gram Mikroorganisme


Bakteri gram positif
negatif lain
Corynebacteriumspp. Acinetobacterspp. Candida spp.
Enterococcusspp. Escherichia coli Candida albicans
Pseudomonas
Staphylococcus aureus Candida tropicalis
aeruginosa
Streptococcus Mycobacterium
Serratia marcescens
pneumoniae chelonae

Pengaruh Biofilm Terhadap Hipergranulasi


Jaringan granulasi adalah tanda bahwa luka sedang dalam perjalanan
melewati fase inflamasi berlanjut ke fase proliferasi. Beberapa
perkembangan seluler penting sedang terjadi pada fase ini. Aktifitas Matrix
metalloproteinases (MMPs), membantu menghilangkan jaringan yang rusak,
debris dan bakteri sehingga memungkinkan pembentukan pembuluh darah
baru di dasar luka. Terjadi peningkatan jumlah Sitokin, yang dipicu oleh
makrofag dan mengaktifasi fibroblas untuk membentuk jaringan serta
pembuluh darah baru yang disebut jaringan granulasi.
Salah satu jenis jaringan granulasi adalah jaringan granulasi hipertrofik atau
hipergranulasi, dimana terjadi pertumbuhan jaringan granulasi yang berlebih.
Memiliki gambaran klinis lembab, merah tebal dan jaringan terangkat di atas
permukaan luka. Hal Ini akan mencegah migrasi sel epitel di tengah luka dan
akan menghambat penyembuhan luka. Hipergranulasi merupakan tanda
kelembaban yang berlebihan atau bahkan infeksi.
Kaitannya dengan biofilm adalah, biofilm berperan sebagai nutrisi untuk
pertumbuhan dan populasi mikroorganisme, hal ini meningkatkan resiko
terjadinya infeksi pada luka, apabila terjadi infeksi maka Jumlah MMP yang
seharusnya berkurang menjadi terus meningkat. Keadaan ini dapat
menyebabkan degradasi protein sehat dan aktifasi faktor pertumbuhan yang
berlebih.
Referensi
 Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of
Microorganisms. 11th Ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Hal: 617-619.
Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2002. Microbiology. Boston:
McGraw-Hill. Hal:620-622
Lerner KL, Lerner BW. 2003. World of Microbiology and
Immunology. Farmington Hills, MI: The Gale Group, Inc. Hal: 67-68.
Jaeger M, Harats M, Kornhaber R, Aviv U, Zerach A, Haik J.
Treatment of hypergranulation tissue in burn wounds with topical steroid
dressings: a case series. Int Med Case Rep J. 2016;9:241-5
Li X, Kim J, Wu J, Ahamed AI, Wang Y, Martins-Green M. N-
Acetyl-cysteine and Mechanisms Involved in Resolution of Chronic Wound
Biofilm. J Diabetes Res. 2020;2020:9589507

Anda mungkin juga menyukai