Anda di halaman 1dari 6

Definisi Biofilm

Biofilm adalah kumpulan sel mikroorganisme, khususnya bakteri, yang


melekat secara ireversibel pada suatu permukaan dan terbungkus dalam
matriks Extracellular Polymeric Substances atau eksopolisakarida (EPS) yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut, serta adanya perubahan fenotip
seperti tingkat pertumbuhan dan perubahan transkripsi gen dari sel planktonik
atau sel bebasnya.

Patofisiologi Terbentuknya Biofilm

Terdapat 4 tahap pembentukan biofilm yaitu:

1. Pelekatan awal (Adesi)


Langkah awal pembentukan biofilm adalah penempelan reversible pada
matriks protein, seperti fibronektin (Fn), fibrinogen (Fg), dan vitronektin (Vn).
Komponen permukaan mikrobaa mengenali molekul matriks penempel
tergantung pada daya adesi yang terikat secara kovalen dengan
peptidoglikan di dinding sel.
2. Pelekatan permanen (Mikrokoloni)

Produksi matriks EPS menandakan fase irreversibel pada proses


penempelan bakteri ke permukaan sel, yang kemudian memicu adanya
agregasi sel. Setelah lapisan pertama dari biofilm selesai terbentuk, akan
terjadi penarikan sel-sel dari spesies yang sama atau spesies lainnya ke
biofilm. Biofilm tumbuh dari lapisan tipis kemudian makin banyak

3. Maturasi
Bakteri dalam biofilm berorganisasi satu sama lain dan mengambil fungsi
khusus masing-masing. Struktur biofilm seperti protein, DNA,dan polisakarida
akan disekresikan ke biofilm yang mengalami maturasi sehingga membentuk
struktur biofilm yang matur.
4. Dispersi
Setelah proses maturasi biofilm selesai, maka akan masuk dalam tahap
pemecahan atau disperse. Pemecahan biofilm dapat disebabkan karena
berbagai faktor seperti kurangnya nutrisi, persaingan yang ketat, populasi
terlalu besar, dan lain-lain. Penyebaran dapat terjadi di seluruh biofilm atau
hanya di bagian itu saja. Pelepasan bakteri planktonik merangsang inisiasi
terbentuknya biofilm baru di bagian atau tempat lain. Sebagian bakteri akan
menyebar dan berkolonisasi di tempat lain. Hal ini menyebabkan adanya
siklus biofilm
Gambar 1. Tahapan terbentuknya biofilm

Mikroorganisme Pembentuk Biofilm

Komposisi biofilm terdiri dari sel-sel mikroorganisme, produk ekstraseluler,


detritus, polisakarida sebagai bahan pelekat, protein, enzyme, dan air.
Polisakarida (polimer dari monosakarida atau gula sederhana) yang
diproduksi oleh mikroba untuk membentuk biofilm termasuk eksopolisakarida
(EPS) yaitu polisakarida yang dikeluarkan dari dalam sel.

EPS yang disintesis oleh sel mikroba berbeda-beda komposisi dan sifat
kimiawi dan fisikanya.[8] Beberapa adalah makromolekul yang bersifat netral,
tetapi mayoritas bermuatan karena keberadaan asam uronat (Asam D-
glukuronat), Asam D-galakturonat, dan Asam D- manuroniat. Ada biofilm yang
bersifat kaku karena EPS-nya terdiri dari ikatan ß-1,4 atau ß-1,3 glikosida
(ikatan monosakarida monomer penyusun polisakarida) seperti EPS xanthan
gum yang dihasilkan oleh Xanthomonas campestris tetapi ada juga yang
bersifat fleksibel karena memiliki ikatan α-1,2 atau α-1,6 glikosida yang
banyak ditemukan pada dekstran[8] Beberapa contoh EPS selain xanthan
gum adalah asam kolanat yang diproduksi oleh Escherichia coli, alginat oleh
P. aeruginosa, dan galaktoglukan oleh Vibrio cholerae.
Gambar 2. Struktur dan Komponen Biofilm Bakteri

Biasanya mikroorganisme fotosintetik ada di permukaan paling atas,


mikroorganisme kemoorganotrof anaerob fakultatif di bagian tengah,
sedangkan di bagian dasar adalah mikroorganisme anaerob pereduksi sulfat.
Pada bagian atas, cahaya matahari lebih mudah didapat sehingga dapat
digunakan untuk fotosintesis, sedangkan bagian tengah dapat dihuni oleh
mikroba kemoorganotrof fakultatif anaerob karena dapat mentolerir
kandungan udara yang sedikit serta banyak dapat mengakses bahan organik
sebagai sumber energinya.

Pada bagian dasar, tidak terdapat kandungan udara sehingga mikroba


anaerob pereduksi sulfat dapat tumbuh dan energi dengan cara mereduksi
sulfat. Pemodelan habitat mikrobaa dapat diamati menggunakan Kolom
Winogradsky. Struktur biofilm yang lebih kompleks dapat berbentuk empat
dimensi (x,y,z, dan waktu) dengan agregat sel, pori-pori, dan saluran
penghubung. Tergantung dari kondisi lingkungannya, biofilm dapat menjadi
sangat besar dan tebal sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang
contohnya pada lingkungan air laut dapat terbentuk stromatolit. Struktur dan
ukuran biofilm sangat bergantung pada konsentrasi substrat.

Pembentukan biofilm oleh sekelompok bakteri yang sering berhubungan


dengan resistensi antimikrobaaa adalah Enterococcus faecalis,
Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter baumannii,
Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter spp (ESKAPE). Selain itu
terdapat bakteri dan mikroorganismelain yang dapat membentuk biofilm
seperti tertera pada tabel 1.
Bakteri gram Mikroorganisme
Bakteri gram positif
negatif lain
Corynebacterium spp. Acinetobacte rspp. Candida spp.
Enterococcus spp. Escherichia coli Candida albicans
Pseudomonas
Staphylococcus aureus Candida tropicalis
aeruginosa
Streptococcus Serratia marcescens Mycobacterium
pneumoniae Klabsiella chelonae

Tabel 1. Mikroorganisme Pembentuk Biofilm

Pengaruh Biofilm Terhadap Hipergranulasi


Jaringan granulasi adalah tanda bahwa luka sedang dalam perjalanan
melewati fase inflamasi berlanjut ke fase proliferasi. Beberapa
perkembangan seluler penting sedang terjadi pada fase ini. Aktifitas Matrix
metalloproteinases (MMPs), membantu menghilangkan jaringan yang rusak,
debris dan bakteri sehingga memungkinkan pembentukan pembuluh darah
baru di dasar luka. Terjadi peningkatan jumlah Sitokin, yang dipicu oleh
makrofag dan mengaktifasi fibroblas untuk membentuk jaringan serta
pembuluh darah baru yang disebut jaringan granulasi.

Salah satu jenis jaringan granulasi adalah jaringan granulasi hipertrofik atau
hipergranulasi, dimana terjadi pertumbuhan jaringan granulasi yang berlebih.
Memiliki gambaran klinis lembab, merah tebal dan jaringan terangkat di atas
permukaan luka. Hal Ini akan mencegah migrasi sel epitel di tengah luka dan
akan menghambat penyembuhan luka. Hipergranulasi merupakan tanda
kelembaban yang berlebihan atau bahkan infeksi. .

Kaitannya dengan biofilm adalah, biofilm berperan sebagai nutrisi untuk


pertumbuhan dan populasi mikroorganisme, hal ini meningkatkan resiko
terjadinya infeksi pada luka, apabila terjadi infeksi maka Jumlah MMP yang
seharusnya berkurang menjadi terus meningkat. Keadaan ini dapat
menyebabkan degradasi protein sehat dan aktifasi faktor pertumbuhan yang
berlebih.

Peran Debridemen Surgikal sebagai Manajemen Luka dengan Biofilm


Biofilm dapat kuat melekat dan melawan gaya gesek yang berulang-ulang.
Sel-sel pada biofilm melekat sekitar 1000 kali lebih kuat dari bentuk
planktoniknya. Selain itu, matriks SPE dapat melindungi sel bakteri, di lapisan
yang lebih dalam, terhadap agen antimikrobaa dengan membatasi difusi
antimikrobaa ini. Biofilm membatasi mobilitas bakteri dan meningkatkan
Fenotip bakteri juga dapat berubah seiring dengan perubahan komposisi
biofilm, yang berkaitan dengan resistensi terhadap antibiotic. Hal tersebut
menyebabkan perawatan luka dan sejumlah dressing yang tidak bisa
menembus barrier ini tidak dapat mengatasi permasalahan biofilm. Hal ini
membuat luka menjadi semakin sulit untuk disembuhkan.

Debridemen surgikal dengan cara eksisi menjadi manajemen dalam


penanganan permasalahan biofilm ini. Debridemen surgikal dapat
membentuk dasar luka yang memiliki vaskularisasi baik sehingga biofilm
dipaksa untuk mengalami reformasi. Pada tahap inilah biofilm menjadi rentan
terhadap antibiotik dan sistem imun dan berpotensi untuk dihilangkan.
Debridemen surgikal menggunakan pisau bedah, gunting, atau kuret
merupakan langkah debridemen yang sering dilakukan dan bermanfaat dalam
mengangkat jaringan nekrotik yang menjadi tempat pertumbuhan bakteri.
Metode ini juga berperan dalam mencegah dan mengendalikan pembentukan
biofilm. Debridemen surgikal akan mengubah kondisi seluler dan molekuler
dasar luka kronik yang ditandai oleh peningkatan kadar protease dan sitokin
proinflamasi serta penurunan faktor pertumbuhan, menjadi kondisi yang lebih
memungkinkan untuk penyembuhan luka berkat adanya perfusi baru pada
dasar luka, migrasi neutrofil dan makrofag ke dasar luka, dan produksi faktor
pertumbuhan baru 
Referensi
 Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of
Microorganisms. 11th Ed. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Hal: 617-619.
Prescott LM, Harley JP, Klein DA. 2002. Microbiology. Boston:
McGraw-Hill. Hal:620-622
Lerner KL, Lerner BW. 2003. World of Microbiology and
Immunology. Farmington Hills, MI: The Gale Group, Inc. Hal: 67-68.
Jaeger M, Harats M, Kornhaber R, Aviv U, Zerach A, Haik J.
Treatment of hypergranulation tissue in burn wounds with topical steroid
dressings: a case series. Int Med Case Rep J. 2016;9:241-5
Li X, Kim J, Wu J, Ahamed AI, Wang Y, Martins-Green M. N-Acetyl-
cysteine and Mechanisms Involved in Resolution of Chronic Wound Biofilm. J
Diabetes Res. 2020;2020:9589507

Anda mungkin juga menyukai