Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MANDIRI

TOPIK : MICROBE HUMAN INTERACTION


PENGAMPU : Prof. Dr. dr. NOORHAMDANI, AS, Sp. MK
NAMA : dr. EMILIA TIARA SHANTIKARATRI
PRODI : ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

SOAL I
Jelaskan dengan rinci bagaimana mikroba (bakteri) dapat menyebabkan infeksi pada
manusia dan berikan gambar skematis alur proses terjadinya infeksi tersebut!

Berikut akan dijelaskan bagaimana proses tahapan mikroba / mikroba menyebabkan infeksi
pada manusia :

A. Transmisi
o Cara penularan mikroba mencakup proses human-to-human dan nonhuman-to-human.
Nonhuman sumber termasuk hewan, tanah, air, dan makanan.
o Penularan dari manusia ke manusia dapat terjadi baik melalui kontak langsung atau tidak
langsung melalui vektor seperti serangga, terutama kutu atau nyamuk. Penularan dari
hewan ke manusia juga dapat terjadi baik melalui kontak langsung dengan hewan atau
secara tidak langsung melalui vektor.
o “Pintu masuk” utama ke dalam tubuh adalah saluran pernapasan, saluran pencernaan,
kulit, dan saluran genital, serta area selaput lendir dan kulit yang abnormal.
o Penyakit manusia yang reservoirnya adalah hewan disebut zoonosis.

B. Proses infeksi
Perlekatan pada permukaan sel
o Bakteri menempel dan melekat pada sel epitel, lalu masuk ke dalam sel tubuh host.
o Bakteri menempati tempat infeksi primer, kemudian memperbanyak diri dan menyebar
secara langsung ke aliran darah melalui jaringan atau sistem limfatik hingga
menyebabkan gejala atau penyakit.
o Pili adalah mekanisme utama dari bakteri yang digunakan untuk menempel pada sel
manusia, berupa serat yang menjulur dari permukaan bakteri dan memediasi keterikatan
pada reseptor spesifik sel.
o Glikokaliks adalah "lapisan lendir" polisakarida yang disekresikan oleh beberapa strain
bakteri yang memediasi perlekatan kuat pada struktur tertentu seperti katup jantung,
implan prostetik, dan kateter.
o Setelah menempel bakteri sering membentuk pelindung matriks yang disebut disebut
biofilm yang terdiri dari berbagai polisakarida dan protein. Bentuk biofilm terutama pada
benda asing seperti sendi prostetik, katup jantung prostetik, dan kateter intravena, tetapi
juga terbentuk pada struktur asli seperti katup jantung. Biofilm melindungi bakteri dari
antibiotik dan pertahanan kekebalan tubuh seperti antibodi dan neutrofil

C. INVASI
Beberapa enzim yang disekresikan selama invasi bakteri :
o Collagenase dan hyaluronidase : mendegradasi kolagen dan asam hialuronat yang
memungkin kan penyebaran bakteri melalui jaringan subkutan.
o Coagulase : mempercepat pembentukan bekuan fibrin dari fibrinogen. (contoh pada
Staphylococcus)
o IgA protease mendegradasi IgA sekretori, memungkinkan bakteri menempel pada
selaput lendir.
o Leukocidins : menghancurkan leukosit neutrofil dan makrofag.
Faktor virulensi yang membatasi kemampuan pertahanan host :
o Kapsul di sekitar bakteri bersifat antifagositik. Mutan strain dari banyak patogen yang
tidak menghasilkan kapsul bersifat nonpatogen.
o Protein dinding sel cocci bakteri gram positif  protein M (dari GAS: S. pyogenes) yang
bersifat antifagositik dan protein A (dari S. aureus) yang mengikat IgG untuk mencegah
aktivasi komplemen.

D. INFLAMASI
Inflamasi adalah mekanisme pertahanan yang disebabkan oleh keberadaan bakteri di dalam
tubuh host. Ada dua jenis peradangan, piogenik dan granulomatosa.
o Inflamasi piogenik : pertahanan host terhadap bakteri piogenik (penghasil nanah) seperti
S. pyogenes, terdiri dari neutrofil, serta antibodi dan komplemen.
o Inflamasi granulomatosa : pertahanan host terhadap bakteri penghasil granuloma
intraseluler, seperti M. tuberculosis, terdiri dari makrofag dan sel T CD4-positif.
Jenis lesi inflamasi merupakan kriteria diagnostik yang penting.
E. INTRACELLULAR SURVIVAL
Bakteri dapat menghindar dari pertahanan host hingga meningkatkan kemampuannya untuk
menyebabkan penyakit pada host melalui proses yang disebut intracellular survival yaitu,
bakteri yang dapat hidup di dalam sel dan berlindung dari serangan makrofag dan neutrofil.
Mekanisme bakteri bertahan hidup dan bertumbuh secara intraseluler :
o Inhibisi fusi dari fagosom dengan lisosom yang memungkinkan organisme menghindar
dari enzim pengdegradasi di dalam lisosom
o Inhibisi asidifikasi dari fagosom  mengurangi aktivitas dari enzim pengdegradasi di
lisosom
o Escape dari fagosom ke dalam sitoplasma yang tidak ada enzim pengdegradasi
Contoh : pada Mycobacterium dan Legionella

F. TOXIN PRODUCTION
Eksotoksin
o Eksotoksin adalah polipeptida yang disekresikan oleh bakteri tertentu yang mengubah
fungsi sel tertentu yang menyebabkan gejala penyakit. Mereka diproduksi oleh bakteri
gram positif dan gram negatif, sedangkan endotoksin hanya ditemukan pada bakteri
gram negatif.
o Eksotoksin bersifat antigenik dan menyebabkan antibodi yang disebut antitoksin.
Eksotoksin dapat dimodifikasi untuk membentuk toksoid antigenik tapi tidak toksik.
Toksoid, seperti toksoid tetanus, digunakan untuk mengimunisasi penyakit.
o Banyak eksotoksin memiliki struktur subunit A – B dimana subunit A adalah subunit aktif
(beracun) dan subunit B adalah subunit yang berikatan dengan membran sel dan
memediasi masuknya subunit A ke dalam sel.
o Eksotoksin memiliki mekanisme kerja yang berbeda dan target yang berbeda di dalam
sel sehingga menyebabkan berbagai penyakit dengan gejala khas (lihat Tabel 7–9 dan
7–10). Beberapa eksotoksin adalah enzim yang menempelkan ADP-ribosa ke
komponen sel (ADP-ribosilasi). Beberapa eksotoksin bekerja dengan pembelahan
proteolitik dari suatu komponen sel, sedangkan yang lain bertindak sebagai
superantigen, menyebabkan produksi sitokin berlebih.
Endotoksin
o Endotoksin adalah lipopolisakarida (LPS) yang terletak di membran luar hanya dari
bakteri gram negatif. Mereka tidak disekresikan oleh bakteri.
o Lipid A adalah komponen toksik dari LPS. Ini menginduksi produksi sitokin yang
berlebihan, seperti faktor tumor nekrosis, interleukin-1, dan oksida nitrat, dari makrofag,
yang menyebabkan gejala syok septik, seperti demam dan hipotensi. Selain itu, LPS
mengaktifkan kaskade komplemen (jalur alternatif), menghasilkan peningkatan
permeabilitas vaskular, dan kaskade koagulasi, menghasilkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan koagulasi intravaskular diseminata.
o Endotoksin memiliki antigenik yang buruk, tidak menyebabkan antitoksin, dan tidak
membentuk toksoid.

G. IMMUNOPATHOGENESIS
Tahapan Khas dari Penyakit Menular
1. Periode Inkubasi
Periode masa inkubasi adalah waktu antara saat orang tersebut terpapar mikroba (atau
toksin) dan awal munculnya gejala (bervariasi dari jam ke hari hingga minggu,
tergantung pada organisme).
2. Peridoe Prodome
Periode prodrome adalah waktu di mana gejala nonspesifik terjadi (demam, malaise,
dan kehilangan nafsu makan).
3. Periode Penyakit-Spesifik
Periode penyakit spesifik adalah tanda dan gejala karakteristik yang jelas dari penyakit
terjadi.
4. Periode Recovery / Convalences Periode
Periode Recovery adalah waktu di mana gejala mulai menghilang dan pasien dalam
keadaan sehat. (IgG dan IgA melindungi pasien yang pulih dari infeksi ulang oleh
organisme yang sama).
Setelah masa pemulihan, beberapa orang menjadi chronic carriers dari organisme dan pada
orang lain berkembang infeksi laten.

Berikut skema proses tahapan mikroba / mikroba menyebabkan infeksi pada manusia :
Bakteri

Transmisi
Human-to-Human NonHuman-to-Human

Proses Infeksi

Perlekatan pada Permukaan Sel Host


Pili Glikokaliks

Biofilm
Polisakaida Protein

Enzim Invasi Faktor virulensi lain


Collagenase dan Hyaluronidase Kapsul
Coagulase Protein M
IgA protease Protein A

Inflamasi
Piogenik Granulomatosa

Inhibisi fusi dari Intracellular survival Escape dari


Inhibisi asidifikasi
fagosom dengan fagosom ke dalam
dari fagosom
lisosom sitoplasma

Toxin Production
Eksotoksin Endotoksin

Periode
Periode Immunopathogenesis
Peridoe
Penyakit-
Periode
Inkubasi Prodome Recovery
Spesifik

Gambar 1. Skema proses tahapan mikroba / mikroba menyebabkan infeksi pada manusia.
Bakteri melakukan transmisi (kontak) lalu melekat ke permukaan sel dan proses infeksi terjadi.
Terjadi proses invasi dimana bakteri mengeluarkan beberapa enzim sehingga mulai terjadi
inflamasi sebagai proses pertahanan host. Bakteri sendiri memiliki kemampuan untuk
menghindar pertahanan host (intracellular survival). Bakteri kemudian memproduksi toksin yaitu
endotoksin dan eksotoksin serta terjadilah proses imunologi dimana host sudah terinfeksi oleh
bakteri tersebut dan mulai muncul gejala.
Gambar 2 Skema Stadium khas dari penyakit menular.
Setelah infeksi, pasien berkembang melalui empat tahap utama: masa inkubasi, periode
prodrome, periode penyakit spesifik, dan masa pemulihan. Pasien kemudian biasanya
kembali sehat dan memiliki antibodi yang melindungi dari infeksi ulang dan penyakit.
(Levinson, 2016)

SOAL II
Jelaskan bagaimana manusia (hospes) untuk mengatasi dan mempertahankan diri
terhadap serangan/infeksi dari mikroba tersebut. Gambarkan proses alur pertahanan
hospes tersebut!

Berikut penjelasan bagaimana hospes mempertahankan diri dari serangan / infeksi dari suatu
bakter/mikroba :

IMMUNITAS TERHADAP BAKTERI EKSTRASELULER


Bakteri ekstraseluler mampu bereplikasi di luar sel inang, misalnya, di dalam darah, di jaringan
ikat, dan di ruang jaringan seperti lumens saluran udara dan saluran gastrointestinal.
Banyak spesies bakteri ekstraseluler yang berbeda bersifat patogen, dan penyakit disebabkan
oleh dua mekanisme utama. Pertama, bakteri ini menyebabkan peradangan, yang
mengakibatkan kerusakan jaringan di tempat infeksi. Kedua, bakteri menghasilkan racun, yang
memiliki efek patologis beragam.

1. Immunitas Innate terhadap Bakteri Ekstraseluler


Mekanisme utama imunitas bawaan terhadap bakteri ekstraseluler adalah aktivasi
komplemen, fagositosis, dan respons inflamasi.
Bakteri ekstraseluler  inflamasi  destruksi jaringan  nanah (infeksi supuratif)
(Streptococcus)
• Aktivitas komplemen. Peptidoglikan di dinding sel bakteri gram positif dan LPS
dalam gram negatif pada Bakteri Ekstraseluler meningkatkan fagositosis dan aktivasi
fagosit (Fc dan reseptor komplemen).
• Aktivasi fagosit dan inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menggunakan
reseptor permukaan.
Produk mikroba mengaktifkan reseptor seperti
• Tol (Toll-like receptors / TLR) : merangsang aktivitas mikrobisidal dari fagosit
• Reseptor mannose : mempromosikan fagositosis mikroba
• Reseptor Fc dan komplemen : mendorong baik fagositosis dan aktivasi fagosit
Selain itu, sel dendritik dan fagosit yang diaktivasi oleh mikroba mengeluarkan sitokin yang
menginduksi infiltrasi leukosit ke tempat infeksi (inflamasi). Leukosit yang direkrut menelan
dan menghancurkan bakteri. Kebanyakan bakteri ekstraseluler rentan terhadap fagosit
karena mikroba tsb. belum beradaptasi untuk bertahan hidup di dalam sel.

Gambar 3. Sel Limfoid Bawaan (ILC)


Sel limfoid bawaan (ILC) mungkin juga berperan dalam pertahanan awal melawan
mikroba ini. Grup 3 ILC (ILC3s) dapat diaktifkan oleh sitokin yang diproduksi sebagai
respons terhadap mikroba dan kerusakan sel, dan ILC3 mengeluarkan interleukin-17 (IL-
17), 1L-22, dan GM-CSF. Sitokin ini meningkatkan fungsi penghalang epitel dan
merekrut neutrofil ke lokasi infeksi ekstraseluler, terutama dengan bakteri dan jamur
(Abbas, A. K., 2017).
2. Imunitas Adaptif terhadap Bakteri Ekstraseluler

Gambar 4. Respon imun adaptif terhadap bakteri ekstraseluler.


Respon terhadap mikroba ekstraseluler seperti bakteri dan toksinnya yang merangsang
Sel B untuk memproduksi antibodi dan aktivasi sel T helper, menghasilkan antibodi untuk
netralisasi, opsonisasi dan fagositosis dengan perantaraan reseptor Fc, serta aktivasi
komplemen untuk fagositosis bakteri yang dilapisi C3b, inflamasi, dan lisis bakteri
(Abbas, A. K., 2017)

Imunitas humoral merupakan respon imun protektif utama terhadap bakteri


ekstraseluler, dan berfungsi untuk memblokir infeksi, menghilangkan mikroba, dan
menetralkan toksinnya.
Th2 memproduksi sitokin yg merangsang sel B, aktivasi makrofag, & inflamasi. Pengenalan
antigen (mikroba) terhadap limfosit-B naive, dan dengan pengaruh sel T helper. Antigen
protein (Sel Th), yang terdapat atau disekresikan oleh sebagian besar bakteri merangsang
sel B menghasilkan antibodi yang lebih kuat, serta imunitas yang dimediasi oleh sel.
Mekanisme efektor yang digunakan oleh antibodi untuk memerangi infeksi termasuk
netralisasi, opsonisasi dan fagositosis, serta aktivasi komplemen melalui jalur klasik.
Netralisasi dimediasi oleh isotipe IgG, IgM, dan IgA afinitas tinggi, yang terakhir terutama
pada lumens organ mukosa. Opsonisasi dimediasi oleh subclass IgG1 dan IgG3 dari IgG.
Aktivasi komplemen dimulai oleh IgM, IgG1, dan IgG3 merangsang fagositosis bakteri yang
dilapisi C3B, inflamasi, dan lisis bakteri (Gambar 4).
Gambar 5. Respon imun adaptif terhadap bakteri ekstraseluler.
Antibodi menetralkan dan menghilangkan mikroba dan toksin dengan beberapa
mekanisme. Sel T helper CD4+ menghasilkan sitokin IL-17, TNF, dan sitokin lainnya
yang merangsang peradangan; IFN-γ yang merangsang aktivasi makrofag untuk
meningkatkan fagositosis dan kemampuan mikrobisidal; serta berbagai sitokin untuk
meningkatkan respon antibodi. DC: sel Dendritik. (Abbas, A. K., 2017)

Antigen protein dari bakteri ekstraseluler juga mengaktifkan sel T CD4+, yang
menghasilkan sitokin dan molekul permukaan sel yang merangsang produksi antibodi; TNF
mengekspresikan sel yang menginduksi peradangan lokal; IFN-γ yang meningkatkan aktivitas
fagositik dan mikrobisidal dari makrofag dan neutrofil (Gambar 5).

IMUNITAS TERHADAP BAKTERI INTRASELULER


Karakteristik bakteri intraseluler fakultatif adalah kemampuannya untuk bertahan hidup dan
bahkan bereplikasi di dalam fagosit. Karena mikroba ini mampu menemukan tempat di mana
mereka tidak dapat diakses oleh antibodi yang bersirkulasi, eliminasi mereka membutuhkan
mekanisme imunitas yang diperantarai sel (Gbr. 16.5). Seperti yang akan kita bahas nanti di
bagian ini, dalam banyak infeksi bakteri intraseluler, respons inang juga menyebabkan cedera
jaringan.

1. Imunitas Innate terhadap Bakteri Intraseluler


Respon imun bawaan terhadap bakteri intraseluler terutama dimediasi oleh sel fagosit
dan natural killer (NK). Fagosit, awalnya neutrofil dan kemudian makrofag, menelan dan
mencoba untuk menghancurkan mikroba ini, tetapi bakteri intraseluler patogen resisten
terhadap degradasi dalam fagosit.
Gambar 6. Imunitas innate dan adaptif pada bakteri intraseluler.
Imunitas innate terdiri dari fagosit dan sel NK, interaksi di antaranya dimediasi oleh
sitokin (IL-12 dan IFN-γ). Respon imun adaptif yang khas terhadap mikroba ini adalah
imunitas yang dimediasi sel, di mana sel T mengaktifkan fagosit untuk membunuh
mikroba. Dilanjutkan dengan imunitas adaptif dimediasi oleh CD40L dan IFN-γ untuk
eradikasi infeksi. (Abbas, A. K., 2017)

Bakteri intraseluler mengaktifkan sel NK dengan menginduksi ekspresi ligan pengaktif sel NK
pada sel yang terinfeksi dan dengan merangsang produksi sel dendritik dan makrofag dari IL-12
dan IL-15, keduanya merupakan sitokin pengaktif sel NK. Sel NK menghasilkan IFN-γ lalu
mengaktifkan makrofag dan membunuh bakteri dengan fagositosis. Dengan demikian, sel NK
memberikan pertahanan awal terhadap mikroba ini, sebelum berkembangnya kekebalan adaptif
(Gambar 6).
ILC tipe 1 juga melindungi dari bakteri intraseluler. Sel-sel non-sitotoksik yang
mengekspresikan T-bet ini merespons IL-12, IL-15, dan IL-18 yang diproduksi oleh sel-sel lain
selama respon bawaan terhadap bakteri dan kemudian mengeluarkan IFN-γ dan TNF, yang
mengaktifkan makrofag dan membantu membersihkan intraseluler. patogen. Karena ILC
berada di jaringan, mereka dapat memberikan pertahanan dini terhadap infeksi di jaringan.

2. Imunitas Adaptif terhadap Bakteri Intraseluler


Respon imun protektif utama terhadap bakteri intraseluler adalah rekrutmen yang
dimediasi sel T dan aktivasi fagosit (imunitas yang dimediasi oleh sel).
Seperti yang telah kita bahas di Bab 10 dan 11, sel T memberikan pertahanan terhadap
infeksi melalui dua jenis reaksi:
Gambar 7. Kerjasama sel CD4+ dan CD8+ T dalam pertahanan melawan mikroba
intraseluler
Bakteri intraseluler seperti L. monocytogenes difagositosis oleh makrofag dan dapat
bertahan hidup dalam fagosom dan lolos ke dalam sitoplasma. Sel CD4+T menanggapi
antigen peptida terkait MHC kelas II yang berasal dari bakteri intravesikuler. Sel T ini
menghasilkan IFN-γ dan mengekspresikan ligan CD40, yang mengaktifkan makrofag untuk
menghancurkan mikroba di fagosom. Sel CD8+T menanggapi peptida terkait kelas I yang
berasal dari antigen sitosol dan membunuh sel yang terinfeksi. (Abbas, A. K., 2017)

Sel CD4+T mengaktifkan fagosit melalui aksi ligan CD40 dan IFN-γ, : membunuh
mikroba yang tertelan dan bertahan di dalam fagolisosom fagosit. Sel CD4+T berdiferensiasi
menjadi efektor Th1 di bawah pengaruh IL-12, yang diproduksi oleh makrofag dan sel
dendritik. Sel T mengekspresikan ligan CD40 dan mengeluarkan IFN-γ, dan kedua
rangsangan ini mengaktifkan makrofag untuk menghasilkan beberapa zat mikrobisida,
termasuk oksida nitrat, enzim lisosom, dan spesies oksigen reaktif.
CD8+ limfosit T sitotoksik (CTL) : membunuh sel yang terinfeksi, menghilangkan
mikroba yang lolos dari pembunuhan mekanisme fagosit. Bakteri fagosit menstimulasi respons
sel CD8+T jika antigen bakteri diangkut dari fagosom ke dalam sitosol atau jika bakteri keluar
dari fagosom dan masuk ke dalam sitoplasma sel yang terinfeksi. Di dalam sitosol, mikroba
resisten terhadap mekanisme mikrobisidal fagosit, dan untuk pemberantasan infeksi, sel yang
terinfeksi harus dihilangkan dengan CTL. Jadi, efektor imunitas seluler, yaitu sel CD4+T yang
mengaktifkan makrofag dan CD8+CTL, berfungsi secara kooperatif dalam pertahanan
melawan bakteri intraseluler (Gambar 7).
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, Shiv. (2017) Cellular an Molecular Immunology, 9th ed.,
Philadelphia: Elsevier.

Levinson, Warren. (2016) Review of Medical Microbiology and Immunology, 40th ed., San
Fransisco: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai