Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II DAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM


IMUN HIV/AIDS

(TUGAS INDIVIDU)

DOSEN PEMBIMBING : IGA PURNAMA WULAN, S.KP,M.M

Disusun Oleh :

Nama : Suci Arlenia

NIM : (1440118073)

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES RAFLESIA DEPOK

2020-2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. ANATOMI FISIOLOGI

Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah sistem perlindungan dari
pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu
organisme sehingga tidak mudah terkena penyakit. Jika sistem imun bekerja dengan
benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta
menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Sebaliknya, jika sistem
imun melemah, maka kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus penyebab demam dan flu,dapat
berkembang dalam tubuh. Sistem imun juga memberikan pengawasan terhadap
pertumbuhan sel tumor. Terhambatnya mekanisme kerja sistem imun telah dilaporkan
dapat meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
1. Fungsi Sistem Kekebalan Tubuh
a. Melindungi tubuh dari serangan benda asing atau bibit penyakit yang masuk
ke dalam tubuh.
b. Menghilangkan jaringan sel yang mati atau rusak (debris cell) untuk perbaikan
jaringan.
c. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
d. Menjaga keseimbangan homeostatis dalam tubuh.
2. Penggolongan Sistem Kekebalan Tubuh
a. Berdasarkan Cara Mempertahankan Diri dari Penyakit
1) Sistem Pertahanan Tubuh Non Spesifik
Sistem Pertahanan Tubuh Non Spesifik merupakan pertahanan
tubuh yang tidak membedakan mikrobia patogen satu dengan yang
lainnya. Ciri-cirinya :
 Tidak selektif
 Tidak mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya
 Eksposur menyebabkan respon maksimal segera
 Memiliki komponen yang mampu menangkal benda untuk masuk
ke dalam tubuh

Sistem pertahanan ini diperoleh melalui beberapa cara, yaitu :

1. Pertahanan Fisik
Pertahanan secara fisik dilakukan oleh lapisan terluar
tubuh, yaitu kulit dan membran mukosa, yang berfungsi
menghalangi jalan masuknya patogen ke dalam tubuh. Lapisan
terluar kulit terdiri atas sel-sel epitel yang tersusun rapat
sehingga sulit ditembus oleh patogen. Lapisan terluar kulit
mengandung keratin dan sedikit air sehingga dapat
menghambat pertumbuhan mikrobia. Sedangkan membran
mukosa yang terdapat pada saluran pencernaan, saluran
pernapasan, dan saluran kelamin berfungsi menghalangi
masuknya patogen ke dalam tubuh.
2. Pertahanan Mekanis
Pertahanan secara mekanis dilakukan oleh rambut
hidung dan silia pada trakea. Rambut hidung berfungsi
menyaring udara yang dihirup dari berbagai partikel berbahaya
dan mikrobia. Sedangkan silia berfungsi menyapu partikel
berbahaya yang terperangkap dalam lendir untuk kemudian
dikeluarkan dari dalam tubuh.
3. Pertahanan Kimiawi
Pertahanan secara kimiawi dilakukan oleh sekret yang
dihasilkan oleh kulit dan membran mukosa. Sekret tersebut
mengandung zat-zat kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan mikrobia. Contoh dari sekret tersebut adalah
minyak dan keringat. Minyak dan keringat memberikan
suasana asam (pH 3-5) sehingga dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme di kulit. Sedangkan air liur (saliva), air mata,
dan sekresi mukosa (mukus) mengandung enzim lisozim yang
dapat membunuh bakteri dengan cara menghidrolisis dinding
sel bakteri hingga pecah sehingga bakteri mati.
4. Pertahanan Biologis
Pertahanan secara biologi dilakukan oleh populasi
bakteri tidak berbahaya yang hidup di kulit dan membran
mukosa. Bakteri tersebut melindungi tubuh dengan cara
berkompetisi dengan bakteri patogen dalam memperoleh
nutrisi.
5. Respons Peradangan (Inflamasi)
Inflamasi merupakan respons tubuh terhadap kerusakan
jaringan, misalnya akibat tergores atau benturan keras. Proses
inflamasi merupakan kumpulan dari empat gejala sekaligus,
yakni dolor (nyeri), rubor (kemerahan), calor(panas),
dan tumor (bengkak). Inflamasi berfungsi mencegah
penyebaran infeksi dan mempercepat penyembuhan luka.
Reaksi inflamasi juga berfungsi sebagai sinyal bahaya dan
sebagai perintah agar sel darah putih (neutrofil dan monosit)
melakukan fagositosis terhadap mikrobia yang menginfeksi
tubuh. Mekanisme inflamasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Adanya kerusakan jaringan sebagai akibat dari
luka,sehingga mengakibatkan patogen mampu melewati
pertahanan tubuh dan menginfeksi sel-sel tubuh.
 Jaringan yang terinfeksi akan merangsang mastosit untuk
mengekskresikan histamin dan prostaglandin.
 Terjadi pelebaran pembuluh darah yang meningkatkan
kecepatan aliran darah sehingga permeabilitas pembuluh
darah meningkat.
 Terjadi perpindahan sel-sel fagosit (neutrofil dan monosit)
menuju jaringan yang terinfeksi.
6. Sel-sel fagosit memakan patogen.
a. Fagositosis
Fagositosis adalah mekanisme pertahanan yang
dilakukan oleh sel-sel fagosit dengan cara mencerna
mikrobia/partikel asing. Sel fagosit terdiri dari dua jenis,
yaitu fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear.
Contoh fagosit mononuklear adalah monosit (di dalam
darah) dan jika bermigrasi ke jaringan akan berperan
sebagai makrofag. Contoh fagosit polimorfonuklear adalah
granulosit, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, dan cell
mast(mastosit). Sel-sel fagosit akan bekerja sama setelah
memperoleh sinyal kimiawi dari jaringan yang terinfeksi
patogen. Berikut ini adalah proses fagositosis :
 Pengenalan (recognition), mikrobia atau partikel asing
terdeteksi oleh sel-sel fagosit.
 Pergerakan (chemotaxis), pergerakan sel fagosit menuju
patogen yang telah terdeteksi. Pergerakan sel fagosit
dipacu oleh zat yang dihasilkan oleh patogen.
 Perlekatan (adhesion), partikel melekat dengan reseptor
pada membran sel fagosit.
 Penelanan (ingestion), membran sel fagosit
menyelubungi seluruh permukaan patogen dan
menelannya ke dalam sitoplasma yang terletak dalam
fagosom.
 Pencernaan (digestion), lisosom yang berisi enzim-
enzim bergabung dengan fagosom membentuk
fagolisosom dan mencerna seluruh permukaan patogen
hingga hancur. Setelah infeksi hilang, sel fagosit akan
mati bersama dengan sel tubuh dan patogen. Hal ini
ditandai dengan terbentuknya nanah.
 Pengeluaran (releasing), produk sisa patogen yang tidak
dicerna akan dikeluarkan oleh sel fagosit.
7. Protein Antimikrobia
Protein yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh
non spesifik adalah protein komplemen dan interferon. Protein
komplemen membunuh patogen dengan cara membentuk
lubang pada dinding sel dan membran plasma bakteri tersebut.
Hal ini menyebabkan ion Ca2+ keluar dari sel, sementara cairan
dan garam-garam dari luar bakteri akan masuk ke dalamnya
dan menyebabkan hancurnya sel bakteri tersebut.
Interferon dihasilkan oleh sel yang terinfeksi virus.
Interferon dihasilkan saat virus memasuki tubuh melalui kulit
dan selaput lendir. Selanjutnya, interferon akan berikatan
dengan sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berikatan ini
kemudian membentuk zat yang mampu mencegah replikasi
virus sehingga serangan virus dapat dicegah.

2) Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik


Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik merupakan pertahanan
tubuh terhadap patogen tertentu yang masuk ke dalam tubuh. Sistem
ini bekerja apabila patogen telah berhasil melewati sistem pertahanan
tubuh non spesifik. Ciri-cirinya :
 Bersifat selektif
 Tidak memiliki reaksi yang sama terhadap semua jenis benda asing
 Mampu mengingat infeksi yang terjadi sebelumnya
 Melibatkan pembentukan sel-sel tertentu dan zat kimia (antibodi)
 Perlambatan waktu antara eksposur dan respons maksimal

Sistem pertahanan tubuh spesifik terdiri atas beberapa komponen,


yaitu:

a. Limfosit
1. Limfosit B (Sel B)
Proses pembentukan dan pematangan sel B terjadi di
sumsum tulang. Sel B berperan dalam pembentukan kekebalan
humoral dengan membentuk antibodi. Sel B dapat dibedakan
menjadi :
 Sel B plasma, berfungsi membentuk antibodi.
 Sel B pengingant, berfungsi mengingat antigen yang pernah
masuk ke dalam tubuh serta menstimulasi pembentukan sel
B plasma jika terjadi infeksi kedua.
 Sel B pembelah, berfungsi membentuk sel B plasma dan sel
B pengingat.
2. Limfosit T (Sel T)
Proses pembentukan sel T terjadi di sumsum tulang,
sedangkan proses pematangannya terjadi di kelenjar timus. Sel
T berperan dalam pembentukan kekebalan seluler, yaitu dengan
cara menyerang sel penghasil antigen secara langsung. Sel T
juga membantu produksi antibodi oleh sel B plasma. Sel T
dapat dibedakan menjadi :
 Sel T pembunuh, berfungsi menyerang patogen yang masuk
dalam tubuh, sel tubuh yang terinfeksi, dan sel kanker
secara langsung.
 Sel T pembantu, berfungsi menstimulasi pembentukan sel B
plasma dan sel T lainya serta mengaktivasi makrofag untuk
melakukan fagositosis.
 Sel T supresor, berfungsi menurunkan dan menghentikan
respons imun dengan cara menurunkan produksi antibodi
dan mengurangi aktivitas sel T pembunuh. Sel T supresor
akan bekerja setelah infeksi berhasil ditangani.
3. Antibodi (Immunoglobulin/Ig)
Antibodi akan dibentuk saat ada antigen yang masuk ke
dalam tubuh. Antigen adalah senyawa protein yang ada pada
patogen sel asing atau sel kanker. Antibodi disebut juga
immunoglobulin atau serum protein globulin, karena berfungsi
untuk melindungi tubuh melalui proses kekebalan (immune).
Antibodi merupakan senyawa protein yang berfungsi melawan
antigen dengan cara mengikatnya, untuk selanjutnya ditangkap
dan dihancurkan oleh makrofag. Suatu antibodi bekerja secara
spesifik untuk antigen tertentu. Karena jenis antigen pada setiap
kuman penyakit bersifat spesifik, maka diperlukan antibodi
yang berbeda untuk jenis kuman yang berbeda. Oleh karena itu,
diperlukan berbagai jenis antibodi untuk melindungi tubuh dari
berbagai kuman penyakit.
Antibodi tersusun dari dua rantai polipeptida yang
identik, yaitu dua rantai ringan dan dua rantai berat. Keempat
rantai tersebut dihubungkan satu sama lain oleh ikatan disulfida
dan bentuk molekulnya seperti huruf Y. Setiap lengan dari
molekul tersebut memiliki tempat pengikatan antigen.
Beberapa cara kerja antibodi dalam menginaktivasi antigen
yaitu :
 Netralisasi (menghalangi tempat pengikatan virus,
membungkus bakteri dan atau opsonisasi)
 Aglutinasi partikel yang mengandung antigen, seperti
mikrobia
 Presipitasi (pengendapan) antigen yang dapat larut
 Fiksasi komplemen (aktivasi komplemen)

Antibodi dibedakan menjadi lima tipe seperti pada tabel di


bawah ini. Tabel Tipe-Tipe Antibodi Beserta Karakteristiknya

No
Tipe Antibodi Karakteristik
.
Pertama kali dilepaskan ke aliran darah pada saat
1. IgM terjadi infeksi yang pertama kali (respons kekebalan
primer)
Paling banyak terdapat dalam darah dan diproduksi
saat terjadi infeksi kedua (respons kekebalan
2. IgG
sekunder). Mengalir melalui plasenta dan memberi
kekebalan pasif dari ibu kepada janin.
Ditemukan dalam air mata, air ludah, keringat, dan
membran mukosa. Berfungsi mencegah infeksi pada
3. IgA permukaan epitelium. Terdapat dalam kolostrum
yang berfungsi untuk mencegah kematian bayi akibat
infeksi saluran pencernaan
Ditemukan pada permukaan limfosit B sebagai
4. IgD reseptor dan berfungsi merangsang pembentukan
antibodi oleh sel B plasma.
Ditemukan terikat pada basofil dalam sirkulasi darah
dan cell mast (mastosit) di dalam jaringan yang
5. IgE
berfungsi memengaruhi sel untuk melepaskan
histamin dan terlibat dalam reaksi alergi.

b. Berdasarkan Mekanisme Kerja


1. Kekebalan Humoral
Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan
antibodi yang beredar dalam cairan darah dan limfe. Ketika
antigen masuk ke dalam tubuh untuk pertama kali, sel B
pembelah akan membentuk sel B pengingat dan sel B plasma.
Sel B plasma akan menghasilkan antibodi yang mengikat
antigen sehingga makrofag akan mudah menangkap dan
menghancurkan patogen. Setelah infeksi berakhir, sel B
pengingat akan tetap hidup dalam waktu lama. Serangkaian
respons ini disebut respons kekebalan primer.
Apabila antigen yang sama masuk kembali dalam
tubuh, sel B pengingat akan mengenalinya dan menstimulasi
pembentukan sel  Bplasma yang akan memproduksi antibodi.
Respons tersebut dinamakan respons kekebalan sekunder.
Respons kekebalan sekunder terjadi lebih cepat dan konsentrasi
antibodi yang dihasilkan lebih besar daripada respons
kekebalan primer. Hal ini disebabkan adanya memori
imunologi, yaitu kemampuan sistem imun untuk mengenali
antigen yang pernah masuk ke dalam tubuh.
2. Kekebalan Seluler
Kekebalan seluler melibatkan sel T yang bertugas
menyerang sel asing atau jaringan tubuh yang terifeksi secara
langsung. Ketika sel T pembunuh terkena antigen pada
permukaan sel asing, sel T pembunuh akan menyerang dan
menghancurkan sel tersebut dengan cara merusak membran sel
asing. Apabila infeksi berhasil ditangani, sel T supresor akan
mengehentikan respons kekebalan dengan cara menghambat
aktivitas sel T pembunuh dan membatasi produksi antibodi.
1) Berdasarkan Cara Memperolehnya
a. Kekebalan Aktif
Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang
dihasilkan oleh tubuh itu sendiri. Kekebalan aktif dapat
diperoleh secara alami maupun buatan.
a) Kekebalan Aktif Alami
Kekebalan aktif alami diperoleh seseorang
setelah mengalami sakit akibat infeksi suatu kuman
penyakit. Setelah sembuh, orang tersebut akan
menjadi kebal terhadap penyakit itu. Misalnya,
seseorang yang pernah sakit campak tidak akan
terkena penyakit tersebut untuk kedua kalinya.
b) Kekebalan Aktif Buatan
Kekebalan aktif buatan diperoleh melalui
vaksinasi atau imunisasi. Vaksinasi adalah proses
pemberian vaksin ke dalam tubuh. Vaksin
merupakan siapan antigen yang dierikan secara oral
(melalui mulut) atau melalui suntikan untuk
merangsang mekanisme pertahanan tubuh terhadap
patogen. Vaksin dapat berupa suspensi
mikroorganisme yang telah dilemahkan atau
dimatikan. Vaksin juga dapat berupa toksoid atau
ekstrak antigen dari suatu patogen yang telah
dilemahkan. Vaksin yang dimasukkan ke dalam
tubuh akan menstimulasi pembentukan antibodi
untuk melawan antigen sehingga tubuh menjadi
kebal terhadap penyakit yang menyerangnya.
Kekebalan karena vaksinasi biasanya memiliki
jangka waktu tertentu, sehingga permberian vaksin
harus diulang lagi setelah beberapa lama. Hal ini
dilakukan karena jumlah antibodi dalam tubuh
semakin berkurang sehingga imunitas tubuh juga
menurun. Beberapa jenis penyakit yang dapat
dicegah dengan vaksinasi antara lain cacar,
tuberkulosis, dipteri, hepatitis B, pertusis, tetanus,
polio, tifus, campak, dan demam kuning. Vaksin
untuk penyakit tersebut biasanya diproduksi dalam
skala besar sehingga harganya dapat terjangkau oleh
masyarakat.
Secara garis besar, vaksin dikelompokkan
menjadi 4 jenis yaitu:
 Vaksin Bacille Calmette-Guerin (BCG), polio
jenis sabin, dan campak. Vaksin ini terbuat dari
mikroorganisme yang telah dilemahkan.
 Vaksin pertusis dan polio jenis salk. Vaksin ini
berasal dari mikroorganisme yang telah
dimatikan.
 Vaksin tetanus toksoid dan difteri. Vaksin ini
berasal dari toksin (racun) mikrooganisme yang
telah dilemahkan/diencerkan konsentrasinya.
 Vaksin hepatitis B. Vaksin ini terbuat dari
protein mikroorganisme.
b. Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kebalikan dari
kekebalan aktif. Kekebalan pasif diperoleh setelah
menerima antibodi dari luar tubuh, baik secara alami
maupun buatan.
a) Kekebalan Pasif Alami
Kekebalan pasif alami dapat ditemukan pada
bayi setelah menerima antibodi dari ibunya melalui
plasenta saat masih berada di dalam kandungan.
Kekebalan ini juga dapat diperoleh dengan pemberian
ASI pertama (kolostrum) yang mengandung banyak
antibodi.
b) Kekebalan Pasif Buatan
Kekebalan pasif buatan diperoleh dengan cara
menyuntikkan antibodi yang diekstrak dari suatu
individu ke tubuh orang lain sebagai serum. Kekebalan
ini berlangsung singkat, tetapi mampu menyembuhkan
dengan cepat. Contohnya adalah pemberian serum
antibisa ular kepada orang yang dipatuk ular berbisa.

Gangguan Pada Sistem Kekebalan Tubuh

1. Alergi
Alergi atau hipersensivitas adalah respons imun yang berlebihan terhadap
senyawa yang masuk ke dalam tubuh. Senyawa tersebut dinamakan alergen. Alergen
dapat berupa debu, serbuk sari, gigitan serangga, rambut kucing, dan jenis makanan
tertentu, misalnya udang. Proses terjadinya alergi diawali dengan masuknya alergen
ke dalam tubuh yang kemudian merangsang sel B plasma untuk menyekresikan
antibod IgE. Alergen yang pertama kali masuk ke dalam tubuh tidak akan
menimbulkan alergi, namun IgE yang terbentuk akan berikatan dengan mastosit.
Akibatnya, ketika alergen masuk ke dalam tubuh untuk kedua kalinya, alergen akan
terikat pada IgE yang telah berikatan dengan mastosit. Mastosit kemudian melepaskan
histamin yang berperan dalam proses inflamasi. Respons inflamasi ini mengakibatkan
timbulnya gejala alergi seperti bersin, kulit terasa gatal, mata berair, hidung berlendir,
dan kesulitan bernapas. Gejala alergi dapat dihentikan dengan pemberian
antihistamin.
2. Autoimunitas
Autoimunitas merupakan gangguan pada sistem kekebalan tubuh saat antibodi
yang diproduksi justru menyerang sel-sel tubuh sendiri karena tidak mampu
membedakan sel tubuh sendiri dengan sel asing. Autoimunitas dapat disebabkan oleh
gagalnya proses pematangan sel T di kelenjar timus. Autoimunitas menyebabkan
beberapa kelainan, yaitu :
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus disebabkan oleh antibodi yang menyerang sel-sel beta di
pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon insulin. Hal ini mengakibatkan tubuh
kekurangan hormon insulin sehingga kadar gula darah meningkat.
4. Myasthenia gravis
Myasthenia gravis disebabkan oleh antibodi yang menyerang otot lurik
sehingga otot lurik mengalami kerusakan.
5. Addison’s disease
Addison’s disease disebabkan oleh antibodi yang menyerang kelenjar adrenal.
Hal ini mengakibatkan berat badan menurun, kadargula darah menurun, mudah lelah,
dan pigmentasi kulit meningkat.
6. Lupus
Lupus disebabkan oleh antibodi yang menyerang tubuh sendiri. Pada penderita
lupus, antibodi menyerang tubuh dengan dua cara, yaitu :
 Antibodi menyerang jaringan tubuh secara langsung. Misalnya, antibodi yang
menyerang sel darah merah sehingga menyebabkan anemia.
 Antibodi bergabung dengan antigen sehingga membentuk ikatan yang dianamakan
kompleks imun. Dalam kondisi normal, sel asing yang antigennya telah diikat
oleh antibodi selanjutnya akan ditangkap dan dihancurkan oleh sel-sel fagosit.
Namun, pada penderita lupus, sel-sel asing ini tidak dapat dihancurkan oleh sel-sel
fagosit dengan baik. Jumlah sel fagosit justru akan semakin bertambah sambil
mengeluarkan senyawa yang menimbulkan inflamasi. Proses inflamasi ini akan
menimbulkan berbagai gejala penyakit lupus. Jika terjadi dalam jangka panjang,
fungsi organ tubuh akan terganggu.
7. Radang sendi  (artritis reumatoid)
Radang sendi merupakan penyakit autoimunitas yang menyebabkan
peradangan dalam waktu lama pada sendi. Penyakit ini biasanya mengenai banyak
sendi dan ditandai dengan radang pada membransinovial dan struktur sendi, atrofi
otot, serta penipisan tulang.
8. AIDS
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan
berbagai penyakit yang disebabkan oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang
menyerang sel T pembantu yang berfungsi menstimulasi pembentukan sel B plasma
dan jenis sel T lainnya. Hal ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan tubuh
dalam melawan berbagai kuman penyakit.
Sel T pembantu menjadi target utama HIV karena pada permukaan sel tersebut
terdapat molekul CD4 sebagai reseptor. Infeksi dimulai ketika molekul glikoprotein
pada permukaan HIV menempel ke reseptor CD4 pada permukaan sel T pembantu.
Selanjutnya, HIV masuk ke dalam sel T pembantu secara endositosis dan mulai
memperbanyak diri. Kemudian, virus-virus baru keluar dari sel T yang terinfeksi
secara eksositosis atau melisiskan sel.
Jumlah sel T pada orang normal sekitar 1.000 sel/mm 3 darah, sedangkan pada
penderita AIDS, jumlah sel T-nya hanya sekitar 200 sel/mm 3. Kondisi ini
menyebabkan penderita AIDS mudah terserang berbagai penyakit seperti TBC,
meningitis, kanker darah, dan melemahnya ingatan. Penderita HIV positif umumnya
masih dapat hidup dengan normal dan tampak sehat,tetapi dapat menularkan virus
HIV.Penderita AIDS adalah penderitaHIV positif yang telah menunjukkan gejala
penyakit AIDS. Waktu yang dibutuhkan seorang penderita HIV positif untuk menjadi
penderita AIDS relatif lama,yaitu antara 5-10 tahun.Bahkan ada penderita HIV positif
yang seumur hidupnya tidak menjadi penderita AIDS.
Hal tersebut dikarenakan virus HIV didalam tubuh membutuhkan waktu untuk
menghancurkan sistem kekebalan tubuh penderita. Ketika sistem kekebalan tubuh
sudah hancur, penderita HIV positif akan menunjukkan gejala penyakit AIDS.
Penderita yang telah mengalami gejala AIDS atau penderita AIDS umumnya hanya
mampu bertahan hidup selama dua tahun.
B. DEFINISI
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk dalam
family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan RNA dan DNA
penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi yang
panjang, utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala AIDS. (Nursalam &
Kurniati, 2009). Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan salah satu
penyakit yang disebabkan oleh HIV, ditandai dengan adalnya kegagalan progresif
system imun (Irianto, 2014). Kerusakan progresif pada system kekebalan tubuh
menyebabkan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat rentan terserang berbagai
penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak terlalu berbahaya lama kelamaan
akan menyababkan pasien sakit parah bahkan meninggal (Rendi & Margareth, 2012).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang
yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada
beberapa kasus bisa sampai nol).
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang
berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk
melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel
atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi
AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan
adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan
infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik.
C. ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab
AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Retrovirus
ditularkan oleh darah melalui kontak intim dan mempunyai afinitas yang kuat
terhadap limfosit T (Desmawati, 2013). Ciri khas morfologi yang unik dari HIV
adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini
mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env.
Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam
patogenesis penyakit.
Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen
virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari
infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus.
Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat
menginfeksi sel yang lain. Virus HIV menyerang sel CD4 menjadikannya tempat
berkembang biak virus HIV baru dan menyebabkan kerusakan pada sel darah putih
sehingga tidak dapat digunakan lagi. Ketika seseorang terkena HIV, virus ini tidak 8
langsung menyebabkan penyakit AIDS tapi memerlukan waktu yang cukup lama
(Rimbi, 2014)

D. PHATOFISIOLOGI
Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit CD4
karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Virus ini
mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke
DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase. Limfosit CD4
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting. Hilangnya
fungsi tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang progresif.
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan
viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini, virus
tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini telah terjadi
penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1 minggu sampai 3
bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel CD4 kembali meningkat
namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna. Masa laten klinis ini
bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama masa ini akan terjadi replikasi virus yang
meningkat. Diperkirakan sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan
setiap harinya. Waktu paruh virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus
hidup virus rata-rata 2,6 hari. Limfosit T-CD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh
1,6 hari.
Karena cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse
transcriptase HIV yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom
HIV mungkin bermutasi dalam basis harian. Akhirnya pasien akan menderita gejala-
gejala konstitusional dan penyakit klinis yang nyata seperti infeksi oportunistik atau
neoplasma. Level virus yang lebih tinggi dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap
infeksi yang lebih lanjut. HIV yang dapat terdeteksi dalam plasma selama tahap
infeksi yang lebih lanjut dan lebih virulin daripada yang ditemukan pada awal infeksi.
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan
daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa jenis
mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu. Bahkan
mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan
penyakit.

E. KLASIFIKASI
Pada tahun 2006, World Health Organization (WHO) mengelompokkan
berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk
pasien yang terinfeksi dengan HIV
1. Stadium I (Tanpa gejala)
Infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
2. Stadium II (Ringan)
Termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan atas
yang berulang
3. Stadium III (Lanjut)
Termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan,
infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
4. Stadium IV (Parah)
Termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-
paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
F. PATHWAY
G. MANIFESTASI KLINIS
Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum
terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
b. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
c. Kandidias orofaringeal
d. Herpes simpleks kronis progresif
e. Limfadenopati generalisata
f. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER)
(2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1) Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-
tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti
demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar
getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita
HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2) Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun
atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel
imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang
kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala
yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan
pendek.
3) Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut
akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

H. KOMPLIKASI
1. Tuberkulosis (Infeksi TBC).
Suatu pemicu terjadinya kematian tertinggi dari pengidap HIV AIDS ialah
penyakit Tuberkulosis / TBC. Penyakit ini dapat dialami oleh pengidap penyakit
HIV AIDS dikarenakan oleh serangan infeksi dari bakteri Tuberkulosis. Tubuh
penderita akan mengalami demam, batuk berdarah, lemah & mengalami
kekurangan daya untuk melakukan aktifitas ringan. Dan ini merupakan suatu
infeksi ringan yang umum dan sering dijumpai dari pengidap penyakit HIV AIDS.
2. Infeksi Herpes
Herpes merupakan sebuah penyakit yang paling umum dialami oleh pengidap
penyakit HIV AIDS, sehingga keadaan penyakit ini dapat menjadi lebih kronis.
Virus akan berdiam didalam tubuh pengidapnya sehingga pada sistem imunitas
tubuh yang melemah, maka infeksi bisa menyerang kapan saja. Infeksi yang
ditampakkan pada herpes yaitu timbul dibagian kulit dan alat kelamin. Akan
tetapi, pengidap HIV AIDS mampu menghadapi keadaan yang lebih serius jika
virus telah menyerang ke bagian mata, jantung, paru-paru dan saluran pencernaan.
3. Tipes
Tipes gampang melanda dan menyerang pengidap penyakit HIV AIDS,
penyakit ini dapat terjadi diakibatkan oleh infeksi dari bakteri Salmonella yang
adanya didalam air / pada jenis makanan yang kurang bersih. Tipes juga merupaka
sebuah kondisi penyakit yang amat umum dialami oleh pengidap penyakit HIV
AIDS, seingga membuat penyakit berkembang dengan cepat & memicu terjadinya
infeksi yang kronis. Beberapa gejala tipes yang kerap dijumpai ialah sakit perut,
diare, demam, mual serta muntah. Perawatan sangat dibutuhkan oleh pengidap
penyakit HIV AIDS jika telah terserang oleh penyakit tipes ini.
4. Gagal ginjal
Pengidap penyakit HIV AIDS juga rentan terserang oleh penyakit yang terjadi
akibat infeksi bakteri / peradangan dibagian organ ginjal. penyakit ginjal ini bisa
mengakibatkan pengidapnya mengalami gangguan pada sistem kemih. Kadang-
kadang penyakit ini juga dijumpai oleh pengidap penyakit HIV yang terkait pada
tahap sedang / tahap pengembangan virus didalam tubuh.
5. Radang Kulit,
Merupakan suatu infeksi yang amat umum untuk pengidap penyakit HIV
AIDS. Kulit mereka akan jadi amat sensitif sehingga rentan terhadap infeksi virus
candida. Penyakit radang kulit ini mengakibatkan infeksi yang serius dibagian
selaput lendir, lidah, tenggorokan & vagina. Penyakit ini dapat amat menyakitkan,
apalagi ketika virus telah menginfeksi bagian dalam tubuh.
6. Radang selaput otak (meningitis)
Meningitis merupakan sebuah penyakit yang menjadi ancaman yang
berbahaya dan amat serius bagi pengidap penyakit HIV AIDS. Peradangan bisa
terjadi di daerah selaput & cairan yang ada pada sum-sum tulang belakang & otak.
Infeksi ini bisa mengakibatkan pusing dan sakit kepala yang luar biasa. Pengidap
penyakit HIV AIDS seringkali tidak bisa tertolong akibat infeksi meningitis.
7. Penyakit Neurologis
Semua macam penyakit yang berkaitan dengan system syaraf merupakan
ancaman untuk pengidap penyakit HIV AIDS. Terjadinya penyakit ini ditandai
dengan system syaraf yang melemah akibat infeksi bakteri & virus didalam tubuh
pasien. Beberapa gejala awal dari penyakit ini seperti, mengalami cemas, lupa
ingatan, tidak mampu berjalan & mengalami perubahan keadaan mental. Dan
bahkan beberapa pengidap juga dapat mengalami penyakit demensia.
8. Kanker
Pengidap penyakit HIV AIDS juga akan mengalami resiko untuk terserang
kanker. Tubuh yang terserang penyakit ini diakibatkan oleh infeksi dari berbagai
bakteri & virus yang terus berkembang didalam tubuh dan organ tubuh lainnya.
Suatu jenis penyakit kanker yang amat aktif pada pengidap penyakit HIV AIDS
ialah sarkoma Kaposi (penyakit kanker yang timbul didaerah pembuluh darah).
Terjadinya penyakit ini ditandai dengan warna kulit yang berubah menjadi merah,
ungu / merah muda. Penyakit ini juga bisa melanda bagian organ lain seperti paru-
paru & semua saluran pencernaan.

I. PENATALAKSANAAN
a. ARV ( Anti Retro Virus )
1) Pemberian ARV bertujuan untuk : mengendalikan replikasi HIV,
memelihara dan meningkatkan fungsi imunologis, meningkatkan
sel CD4, menurunkan komplikasi HIV
2) Pemberian ARV harus memperhatikan stadium klinis dan jumlah
sel CD4 (untuk penderita dewasa) sebagai berikut:
a) Stadium lanjut ( AIDS ) tanpa memikirkan jumlah sel CD4
atau limfosit total.
b) Stadium klinis III dengan jumlah sel CD4 <350/mmk untuk
mendukung pengambilan keputusan.
c) Stadium klinis I atau II dengan jumlah sel CD4 <200/mmk
atau limfosit total < 1.200/mmk.

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Serologis
a) Tes antibody serum : Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
b) Tes blot western : Mengkonfirmasi diagnosa Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
c) Sel T limfosit :Penurunan jumlah total
d) Sel T4 helper ( CD 4 ) :Indikator system imun (jumlah <200 )
e) T8 ( sel supresor sitopatik ) :Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari
sel suppressor pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi
imun.
f) Kadar Ig : Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
2. Histologis : pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan spina, luka,
sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi adanya infeksi : parasit, protozoa,
jamur, bakteri, viral.
3. Neurologis : EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf).
4. Sinar X dada ; Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial tahap lanjut atau
adanya komplikasi lain

K. KONSEP ASKEP
a. PENGKAJIAN
1) Riwayat saat ini : terkait dengan gejala infeksi HIV/AIDS Klien sering
datang dengan gangguan sistem pernafasan / sistem pencernaan ( diare
lama )
2) Riw. Masa lalu : klien sering mengalami infeksi ( demam ) yang hilang
timbul, penyakit pernafasan, saluran pencernaan ( kandidiasis oral s.d
diare )
3) Faktor pencetus : Narkoba dengan injeksi, berhubungan sexual dengan
penderita, karena tranfusi, karena proses kelahiran ( pada pasien
anak/bayi )
4) Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum : kesadaran : composmentis s.d coma
b. Penurunan BB yang drastis
c. TTV : adanya nilai abnormal, adanya tanda infeksi, gangguan
pernafasan & gangguan sirkulasi
d. Lakukan pemeriksaan pada semua sistem tubuh,
e. Fokus utama pada keluhan saat ini

b. DIAGNOSA YANG SERING MUNCUL


1) Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kekuatan otot pernafasan
2) Diare b.d proses infeksi
3) Risiko infeksi b.d imunodefisiensi seluler

c. INTERVENSI
1) Diagnosa 1 (ketidakefektifan pola nafas)
Tujuan : pola nafas normal
KH :
1. tidak ada sesak nafas,
2. tidak ada kelainan irama nafas
3. tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan
Intervensi

1. Kaji TTV
2. Kaji irama pernafasan
3. Kaji ada tidaknya penggunaan otot bantu pernafasan
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien
5. Ajarkan posisi semi fowler untuk mengoptimalkan pernafasan
6. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
2) Diagnosa 2 (Diare)
Tujuan : produk eliminasi fekal dapat berbentuk fisiologis
KH : Diare tidak ada
Intervensi
1. Monitor turgor kulit pasien
2. Berikan cairan infuse sesuai kebutuhan
3. Ajarkan pasien untuk tidak megonsumsi makanan yang bergas dan
pedas.
4. Instruksikan pasien dan keluarga untuk mendokumentasikan
produk feses (volume, warna, frekuensi, dan konsistensi).
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam penentuan diet pasien
3) Diagnosa 2 (Risiko Infeksi)
Tujuan : Kontrol infeksi yang adekuat
Kriteria hasil : Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi dan leukosit dalam
rentang normal
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda infeksi
Rasional : untuk mengetahui ada tidaknya proses infeksi
2. Gunakan alat pelindung diri
Rasional : untuk mencegah penularan infeksi baik dari perawat ke
pasien begitu juga sebaliknya
3. Instruksikan untuk menjaga personal hygiene
Rasional : untuk melibatkan keluarga secara langsung dalam
membatu tugas perawat terutama dalam menjaga kebersihan diri
pasien
4. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Rasional : antibiotik dapat membunuh dan menghambat
pertumbuhan bakteri
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

Pasen masuk ke RS PMI Bogor atau rujukan dari RS Azra melalui IGD pada tanggal
7 Desember dengan keluhan demam hilang timbul sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Saat dilakukan pengkajian tanggal 7 Desember pada pukul 08.00WIB, keluarga pasen
mengatakan pasen mempunya riwayat hubungan sex bebas semenjak 3 tahun yang lalu, pasen
mengatakan badan letih, pasen mengatakan nafsu makannya kurang, makan pasen selama
dirumah sakit hanya 2 sendok makan,muntah (-) , mual (+) pasen mengatakan
tenggorokannya sakit saat menelan pasen mengatakan tidur sering terbangun pada malam
hari, pasen kadang merasakan pusing,pasen mengatakan badan nya terasa lemas, nyeri pada
perut nyeri tekan ( + ) skala nyeri 6-7, pasien merasakan nyeri pada persendian saat istirahat
dan aktivitas.

pasen mengatakan batuk berdahak, pasen mengatakan dada sakit jika batuk, nafas
sesak,pendengaran pasien mulai terganggu pada telinga bagian kanan, pasien mengatakan dia
tidak mampu untuk beraktivitas dari berbaring ke posisi duduk sangat lemah, pasien
mengalami penurunan berat badan seberat 8 Kg, pasen tampak pucat. BAB (-) sejak 1 hari
saat pengkajian.Selama dirawat dirumah sakit pasen tampak tidak menghabiskan porsi makan
nya, hanya 2 sendok makan, pasen tampak lemah dan letih, klien tampak susah untuk
beraktifitas secara mandiri, pasen tampak kurus, pasen tampak meringis menahan sakit, pasen
tampak pucat, mulut pasen terlihat ada sariawan dan kering, pasen tampak terbaring lemah.
Pemeriksaan TTV : TD 90/50 mmHg, nadi 60 kali/mnt,suhu 36oC, RR 20 kali/mnt.

A. PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 7 Desember 2020
Ruang/Kelas :-
No.Med.Rec :-
Diagnosa Medis : HIV/AIDS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 25 Tahun
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam

Suku Bangsa :-

Pendidikan :-

Bahasa : Indonesia

Pekerjaan :-

Alamat :-

Sumber Biaya :-

RIWAYAT KEPERAWATAN

1. Keluhan Utama ( Masalah prioritas yang dikeluhkan oleh pasien ) : demam hilang
timbul

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Kesehatan Sekarang ( Kronologis keluhan pasien : mulai


dari pertama kali pasien mengeluh sampai pasien dirawat dirumah
sakit dan ditemukan data baru dari hasil pengkajian yang dilakukan )
:

keluarga pasen mengatakan pasen mempunya riwayat


hubungan sex bebas semenjak 3 tahun yang lalu, pasen mengatakan
badan letih, pasen mengatakan nafsu makannya kurang, makan pasen
selama dirumah sakit hanya 2 sendok makan,muntah (-) , mual (+)
pasen mengatakan tenggorokannya sakit saat menelan pasen
mengatakan tidur sering terbangun pada malam hari, pasen kadang
merasakan pusing,pasen mengatakan badan nya terasa lemas, nyeri
pada perut nyeri tekan ( + ) skala nyeri 6-7, pasien merasakan nyeri
pada persendian saat istirahat dan aktivitas.

pasen mengatakan batuk berdahak, pasen mengatakan dada


sakit jika batuk, nafas sesak,pendengaran pasien mulai terganggu
pada telinga bagian kanan, pasien mengatakan dia tidak mampu
untuk beraktivitas dari berbaring ke posisi duduk sangat lemah,
pasien mengalami penurunan berat badan seberat 8 Kg, pasen
tampak pucat. BAB (-) sejak 1 hari saat pengkajian.Selama dirawat
dirumah sakit pasen tampak tidak menghabiskan porsi makan nya,
hanya 2 sendok makan, pasen tampak lemah dan letih, klien tampak
susah untuk beraktifitas secara mandiri, pasen tampak kurus, pasen
tampak meringis menahan sakit, pasen tampak pucat, mulut pasen
terlihat ada sariawan dan kering, pasen tampak terbaring lemah.
Pemeriksaan TTV : TD 90/50 mmHg, nadi 60 kali/mnt,suhu 36oC,
RR 20 kali/mnt.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu (RKML) mencakup :

1) Riwayat Alergi ( Obat, Makanan, Binatang, Lingkungan)

Tidak Ada

2) Riwayat Kecelakaan

Tidak Ada

3) Riwayat dirawat dirumah sakit ( kapan, alasan, dan berapa lama )

Tidak Ada

4) Riwayat pemakaian obat

Tidak Ada

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Tidak Ada

4. Riwayat Psikologi dan Spiritual

a. Riwayat Psikologi

1) Dampak penyakit terhadap pasien ( berkaitan dengan konsep diri, cemas


dan pemecahan masalah).
pasien tampak lemas dan pucat.

2) Dampak penyakit terhadap keluarga

Keluarga Pasien merasa cemas karena salah satu keluarganya mengalami


demam selama 2 bulan hilang timbul.

b. Dampak penyakit terhadap keluarga

1) Nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan

Tidak Ada

2) Aktivitas keagamaan / kepercayaan yang dilakukan

Tidak Ada

5. Pola Kebiasaan Sehari-hari

NO Kebiasaan Sehari-hari Di Rumah Di Rumah


Sakit

1 Pola Nutrisi
Tidak Ada
Tidak Ada
1) Frekuensi makan
Hanya 2
Tidak nafsu sendok
2) Nafsu makan
Tidak Tidak
3) Jenis makanan dirumah disebutkan disebutkan

4) Makanan yang tidak disukai / alergi /


Tidak Ada Tidak Ada
pantangan
Tidak Ada Tidak Ada
5) Kebiasaan sebelum makan

6) Tinggi badan

2 Pola Eliminasi

1) BAK
- Frekuensi

- Waktu

- Warna

- Terpasang
Kateter

- jumlah urine
dalam urin bag

- Keluhan yang
berhubungan
dengan BAK

2) BAB
Selama di RS
- Frekuensi tidak pernah
BAB
- Waktu

- Warna

- Konsistensi

- Keluhan yang
berhubungan
dengan BAB

- Penggunaan
Laxatif/Pencahar

3 Pola Pesonal Hygiene

1) Mandi

- Frekuensi
- Sabun

2) Oral Hygiene

- Frekuensi

- Waktu

3) Cuci Rambut

- Frekuensi

- Shampoo

4 Pola Istirahat Tidur

1) Tidur Malam Hari Tidur sering


terbangun pada
- Lama Tidur
malam hari.

2) Tidur Siang

- Lama Tidur

5 Pola Aktivitas Dan Latihan

- Kegiatan dalam pekerjaan

- Waktu Bekerja

- Olah Raga

- Jenisnya

- Frekuensi

- Kegiatan Waktu Luang

- Keluhan dalam beraktivitas

6 Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


 Merokok

- Frekuensi

- Jumlah

- Lama Pemakaian

 Minuman Keras

- Frekuensi

- Jumlah

- Lama Pemakaian

 Ketergantungan Obat

- Jenis

- Frekuensi

- Lama Pemakaian

- Alasan / Keluhan

PEMERIKSAAN FISIK

1. Sistem Penglihatan

a. Posisi Mata : Simetris

b. Kelopak Mata : Normal

c. Pergerakan Bola Mata : Normal

d. Konjungtiva : Anemis

e. Sklera : Ikterik
f. Pupil : Isokor

g. Otot-otot Mata : Normal

h. Fungsi Penglihatan : Normal

i. Tanda-tanda Radang : Tidak Ada

j. Pemakaian Kaca Mata : Tidak

k. Pemakaian Lensa Kontak : Tidak

l. Reaksi Pupil Terhadap Cahaya : Normal

m. Nyeri Tekan Pada Bola Mata : ( ) YA ( √ ) TIDAK

2. Sistem Pendengaran

a. Daun Telinga : Simetris

b. Karakteristik Serumen ( Warna, Konsistensi, Bau ) : Tidak Ada

c. Kondisi Telinga : Normal

d. Cairan Daun Telinga : Tidak Ada

e. Perasaan Penuh di Telinga : Tidak Ada

f. Tinitus : Tidak Ada

g. Fungsi Pendengaran : Terganggu

h. Penggunaan Alat Bantu : Tidak Ada

3. Sistem Wicara

a. Kesulitan / gangguan dalam bicara : Tidak

4. Sistem Pernafasan

a. Jalan Nafas : Ada Sumbatan


b. Pernafasan : Sesak

c. Menggunakan Otot-Otot Bantuan Pernafasan : Tidak

d. Frekuensi : 20 x/menit

e. Irama : Teratur

f. Kedalaman :-

g. Batuk : Ada

h. Sputum : Sekret

i. Konsistensi : Cair

j. Terdapat Darah : Tidak

k. Suara Nafas : Nornal

l. Tactile Vremitus : Tidak

5. Sistem Kardio Vaskuler

a. Sirkulasi Parifer

1) Nadi : 60x/menit

2) Irama : Teratur

3) Denyut : Teratur

4) Tekanan Darah : 90/50 mmHg

5) Distensi Vena Jugularis :-

6) Temperatur Kulit : Hangat

7) Warna Kulit : Pucat

8) Pengisian Kapiler :>3


9) Edema : Tidak Ada

b. Sirkulasi Jantung

1) Kecepatan Denyut Apikal : Tidak Ada

2) Irama : Teratur

3) Kelainan Bunyi Jantung : Tidak Ada

4) Sakit Dada : Tidak Ada

5) Timbulnya : Tidak Ada

6) Karakteristik : Tidak Ada

6. Sistem Hematologi

a. Hb : Tidak dikaji

b. Leukosit : Tidak dikaji

c. Trombosit : Tidak dikaji

d. Ht : Tidak dikaji

e. Eritrosit : Tidak dikaji

f. Kelainan : Tidak Ada

7. Sistem Saraf Pusat

a. Tingkat Kesadaran : compos metis / GCS : 15

b. Orientasi : Normal

c. Daya ingat / memori : Normal

d. Test Fungsi Nevust Cranial ( N1 s/d N XII ) : Normal

e. Test Fungsi Motorik dan Cerebellum


- Test Keseimbangan Koordinasi : Normal

f. Test Fungsi Sensori ( Test sensibilitas daerah dormatom ) : Normal

g. Test Fungsi Reflek

1) Reflek kornea : Normal

2) Reflek Pnaring : Normal

3) Reflek Biceps : Normal

4) Reflek Triceps : Normal

5) Reflek Patela : Normal

6) Reflek Archiles : Normal

7) Reflek Babinski : Normal

h. Test Rangsang Meningeal

1) Nuchal Rigidity ( Kaku kuduk ) : Normal

2) Tanda Brudzinski 1 : Normal

3) Tanda Kernig : Normal

4) Tanda Brudzinski II : Normal

8. Sistem Pencernaan

a. Keadaan Mulut

1) Gigi : Normal

2) Gigi Palsu : Tidak ada

3) Stomatitis : Ada

4) Lidah Kotor : Tidak


5) Saliva : Normal

6) Tonsil : Tidak Normal (sakit ketika menelaan)

b. Muntah

1) Isi : tidak ada

2) Warna : tidak ada

c. Nyeri Daerah Perut : ada

d. Karakteristik Nyeri : nyeri tekan skala 6-7

e. Bising Usus : tidak ada

f. Hepar : tidak ada

g. Lien : tidak ada

h. Nyeri Epigastrium : tidak ada

i. Abdomen : nyeri tekan abdomen

9. Sistem Endokrin

1) Gula Darah : tidak ada

2) Nafas Bau Keton : tidak ada

3) Poliuri : tidak ada

4) Poliphagia : tidak ada

5) Polidipsi : tidak ada

6) Data Penunjang : tidak ada

10. Sistem Urogenetalia

a. Perubahan Pola Berkemih : tidak ada


b. Distensi Ketegangan Kandung Kemih : tidak ada

c. Keluhan Sakit Pinggang : tidak ada

11. Pembesaran Pada Ginjal : tidak ada

12. Sistem Intergumen

a. Turgor Kulit : Normal

b. Keadaan Kulit : Normal

c. Keadaan Rambut :

- Tekstur : baik

- Kebersihan : cukup

13. Sistem Muskuluskeletal

a. Kesulitan dalam pergerakan :

- Kekuatan ROM : lemas saat beraktivitas

b. Sakit pada tulang sendi : Nyeri Sendi saat istirahat dan beraktivitas

c. Fraktur : tidak ada

d. Kelainan Bentuk Tulang : tidak ada

e. Keadaan Tonus Otot : tidak ada

14. Sistem Kekebalan Tubuh

a. Suhu Tubuh : 36⸰C

b. BB Sebelum Sakit : tidak ada

c. BB Setelah Sakit : tidak ada

d. Pembesaran Kelenjar Getah Bening : tidak ada


DATA PENUNJANG ( Pemeriksaan laboraturium, Rontgen, dll / tanggal
pemeriksaan dicantumkan )

THERAPY : -

B. ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
Ds : Sex bebas dengan yang terinfeksi Hipertermi
 pasen mengatakan badan letih, HIV b/d proses
 pasen mengatakan batuk berdahak, ↓ infeksi

 pasen mengatakan dada sakit jika batuk, Sperma terinfeki masuk kedalam

nafas sesak tubuh lewat membran mukosa vagina

Do : ↓

 pasen tampak pucat. Virus masuk kedalam peredaran

 Kulit heraba hangat darah dan invasi sel target hospes



 pasen tampak lemah dan letih,
Menurunnya sistem kekebalan tubuh
 pasen tampak batuk dan sesak

 Pemeriksaan TTV :
Infeksi oportunistik
TD 90/50 mmHg, nadi 60 kali/mnt,suhu

36oC, RR 20 kali/mnt.
Demam
Ds : Sex bebas dengan yang terinfeksi Bersihan Jalan
 pasen mengatakan batuk berdahak HIV Nafas Tidak
 pasen mengatakan dada sakit jika batuk, ↓ Efektif b/d
nafas sesak Sperma terinfeki masuk kedalam penumpukan
Do : tubuh lewat membran mukosa vagina sekret
 pasen tampak meringis menahan sakit. ↓

 Pemeriksaan TTV : TD 90/50 mmHg, nadi Virus masuk kedalam peredaran

60 kali/mnt,suhu 36oC, RR 20 kali/mnt. darah dan invasi sel target hospes



Menurunnya sistem kekebalan tubuh

Infeksi oportunistik

Sistem respirasi

Batuk berdahak dan nafas pendek
Ds : Sex bebas dengan yang terinfeksi Defisit nutrisi
 pasen mengatakan badan letih, HIV b/d faktor
 pasen mengatakan nafsu makannya kurang. ↓ psikologis

 pasen mengatakan tenggorokannya sakit Sperma terinfeki masuk kedalam pasien tidak

saat menelan tubuh lewat membran mukosa vagina nafsu makan

 pasen kadang merasakan pusing, ↓ akibat mual,

 pasen mengatakan badan nya terasa lemas, Virus masuk kedalam peredaran radang dan

nyeri pada perut darah dan invasi sel target hospes sariawan

Do : ↓
Menurunnya sistem kekebalan tubuh
 pasien mengalami penurunan berat badan

seberat 8 Kg.
Infeksi oportunistik
 pasen tampak pucat.

 muntah (-) , mual (+)
Perubahan status, mual, anoreksia,
 nyeri pada perut nyeri tekan ( + ) skala
stomatitis
nyeri 6-7,
 pasen tampak tidak menghabiskan porsi
makan nya, hanya 2 sendok makan,
 pasen tampak lemah dan letih,
 pasen tampak kurus
 pasen tampak meringis menahan sakit
 mulut pasen terlihat ada sariawan dan
kering,
 Pemeriksaan TTV : TD 90/50 mmHg, nadi
60 kali/mnt,suhu 36oC, RR 20 kali/mnt.
Ds : Sex bebas dengan yang terinfeksi Intoleransi
 pasen mengatakan badan letih, HIV aktivitas b/d
 pasen mengatakan tidur sering terbangun ↓ kelemahan
pada malam hari. Sperma terinfeki masuk kedalam akibat tirah
 pasien merasakan nyeri pada persendian tubuh lewat membran mukosa vagina baring
saat istirahat dan aktivitas. ↓

 pasien mengatakan dia tidak mampu untuk Virus masuk kedalam peredaran
beraktivitas dari berbaring ke posisi duduk darah dan invasi sel target hospes
sangat lemah, ↓
Do : Menurunnya sistem kekebalan tubuh
 pasen tampak lemah dan letih, ↓
 klien tampak susah untuk beraktifitas Infeksi oportunistik
secara mandiri, ↓
 pasen tampak terbaring lemah. Perubahan status, kelemahan, nyeri

 Pemeriksaan TTV : TD 90/50 mmHg, nadi persendian, letih mual, anoreksia,


60 kali/mnt,suhu 36oC, RR 20 kali/mnt. stomatitis,

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b/d proses infeksi
2. Bersihan nafas tidak efektif b/d penumpukan sekret
3. Defisit nutrisi b/d faktor psikologis pasien tidak nafsu makan akibat mual,
radang dan sariawan
4. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan akibat tirah baring

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Hipertermi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiprtermia
proses infeksi keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab hipertermia
3x24jam diharapkan 2. Monitor suhu tubuh
hipertermi teratasi, dengan 3. Sediakan lingkungan yang sejuk
Kriteria Hasil: 4. Longgarkan atau lepaskan pakaian
1. Suhu tubuh 5. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
membaik 6. Berikan cairan oral
2. Suhu kulit membaik 7. Hindari pemberian ntipireutik atau aspirin
3. TD membaik 8. Berikan oksigen, jika perlu
4. Pucat menurun 9. Anjurkan tirah baring
5. Takipnea menurun 10. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena
Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan Management jalan napas
Nafas Tidak keperawatan selama 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Efektif b/d 3x24jam diharapkan usaha napas)
penumpukan bersihan jalan napas 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
sekret kembali efektif, dengan Gurgling, mrngi, wheezing, ronkhi kering)
Kriteria Hasil: 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1. Frekuensi nafas 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
membaik head-tlit dan chin-lift (jaw-thrust jikan curiga
2. Pola nafas membaik trauma servikal)
5. Posisikan semifowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
8. Berikan oksigen, jika perlu

Pemantauan Respirasi
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
upaya napas)
2. Monitor adanya produksi sputum
3. Monitor adanya sumbatan jalan napas
4. Monitor saturasi oksigen
5. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
6. Dokumentasikan hasil pemeriksaan

Penghisapan jalan napas


1. Identifikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
2. Auskultasi suara napas sebelum dan setelah
dilakukan penghisapan.
3. Monitor dan catat warna, jumlah, dan
kosistensi sekret
4. Gunakan tehnik aseptik (mis. Gunakan
sarung tangan, menggunakan kacamata dan
masker, jika perlu)
5. Gunakan prosedural steril dan disposible
6. Pilih ukuran kateter suction yang menutupi
tidak lebih dari setengah diameter ETT
lakukan penghisapan mulut, nasofaring
endotrqcheal tube (ETT)
7. Berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
(100%) paling sedikit 30 detik sebelum dan
setelah tindakan
8. Lakukan penghisapan lebih dari 15 detik
9. Lakukan penghisapan ETT dengan TD
rendah 80-120x/mmHg
10. Hentikan pengisapan dan berikan terapi
oksigen jika mengalami kondisi-kondisi
seperti bradikardi dan penurunan saturasi

Pemberian obat inhalasi


1. Identifikasi kemungkinan alergi, interaksi
dan kontra indikasi
2. Verifikasi order obat sesuai dengan indikasi
3. Periksa tanggal kadarluwarsa obat
4. Monitor tanda vital dan nilai
laboratoriumsebelum pemberian obat obat,
jika perlu
5. Monitor efek terapeutik obat
6. Monitor efeksamping, toksisitas, dan
interaksi obat
7. Lakukan perinsip 6 benar (pasien, dosis,
obat, rute, waktu, dokumentasi)
8. Kocok inhaler selama 2-3 detik sebelum
digunakan
9. Lepaskan penutup inhaler dan pegang
terbalik
10. Posisikan inhaler didsalam mulut mengarah
ke tenggorokan dengan bibir ditutup rapat
Defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen dan Pemantauan Nutrisi
faktor psikologis keperawatan selama 1. Identifikasi status nutrisi
pasien tidak nafsu 3x24jam diharapkan defisit 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makan akibat nutrisi, dengan Kriteria 3. Identifikasi makanan yang disukai
mual, radang dan Hasil: 4. Monitor asupan makanan
sariawan 1. BB membaik 5. Monitor dan timbang berat badan
2. Nafsu makan 6. Hitung perubahan berat badan
membaik 7. Monitor mual muntah
3. Freluensi makan 8. Monitor hasil pemeriksaan lab
membaik 9. Lakukan oral hygiene sebelum makan
4. Sariawan menurun 10. Berikan makanan tinggi serat , tinggi kalori dan
5. Nyeri abdomen tinggi protein
menurun 11. Berikan suplemen makanan, jika perlu
6. Porsi makan yang 12. Anjurkan posisi duduk ketika makan
dihabiskan 13. Anjurkan makan sedikit tapi sering
meningkat 14. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Managemen energi
aktivitas b/d keperawatan selama 1. Identifikasi gangguan fungsi darah yang
kelemahan akibat 3x24jam diharapkan tidak mengakibatkan kelelahan
tirah baring terjadi intoleransi aktifitas 2. Monitor kelelahan fisik
dengan Kriteria Hasil: 3. Monitor pola dan jam tidur
1. Frekuesi nadi dan 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
napas membaik melakukan aktifitas
2. Saturasi oksigen 5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
normal stimulus
3. Kemudahan dalam 6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif
melakukan aktifitas 7. Berikan aktivitas distraksi yang
sehari hari meingkat menyenangkan
4. Dipsnea saat 8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
beraktifitas menurun tidak dapat berpindah atau berjalan
5. Dipsnea setelah
aktifitas menurun
6. Sianosis menurun
7. Warna kulit
membaik
8. TD membaik

E. CATATAN KEPERAWATAN
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Hipertermi Manajemen Hipertermia S:
b/d proses 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermia  Pasien sudah tidak
infeksi 2. Memonitor suhu tubuh mengatakan badannya letih
3. Menyediakan lingkungan yang sejuk  Pasien sudah tidak
4. Melonggarkan atau lepaskan pakaian mengeluh batuk dan nyeri
5. Membasahi dan kipasi permukaan tubuh dada pada saat batuk
6. Memberikan cairan oral O:
7. Menghindari pemberian ntipireutik atau aspirin  Pasien tampak segar
8. Memberikan oksigen, jika perlu  Pasien sudah tidak tampak
9. Menganjurkan tirah baring lemah dan letih
10. Berkolaborasi pemberian cairan dan elektrolit  TD : 120/80 mmHg
intravena N : 88x/menit
Rr : 22x/menit
Suhu : 37⸰C
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
Bersihan Management jalan napas S:
Jalan Nafas 1. Memonitor pola napas (frekuensi,  Pasien sudah tidak
Tidak Efektif kedalaman, usaha napas) mengeluh batuk
b/d 2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis.  Pasien sudah tidak
penumpukan Gurgling, mrngi, wheezing, ronkhi kering) mengeluh dada sakit jika
sekret 3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma) batuk
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas O :
dengan head-tlit dan chin-lift (jaw-thrust  Pasien sudah tidak meringis
jikan curiga trauma servikal)  TD : 120/80 mmHg
5. Memposisikan semifowler atau fowler N : 88x/menit
6. Memberikan minum hangat Rr : 22x/menit
7. Melakukan penghisapan lendir kurang dari Suhu : 37⸰C
15 detik A : masalah teratasi
8. Memberikan oksigen, jika perlu P : intervensi dihentikan
Pemantauan Respirasi
1. Memonitor pola napas (frekuensi,
kedalaman, upaya napas)
2. Memonitor adanya produksi sputum
3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
4. Mengatur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
5. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan

Penghisapan jalan napas


1. Mengidentifikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
2. Mengauskultasi suara napas sebelum dan
setelah dilakukan penghisapan
3. Memonitor dan catat warna, jumlah, dan
kosistensi sekret
4. Menggunakan tehnik aseptik (mis. Gunakan
sarung tangan, menggunakan kacamata dan
masker, jika perlu)
5. Mengunakan prosedural steril dan
disposible
6. Memilih ukuran kateter suction yang
menutupi tidak lebih dari setengah diameter
ETT lakukan penghisapan mulut,
nasofaring endotrqcheal yube (ETT)
7. Memberikan oksigen dengan konsentrasi
tinggi (100%) paling sedikit 30 detik
sebelum dan setelah tindakan
8. Melakukan penghisapan lebih dari 15 detik
9. Melakukan penghisapan ETT dengan TD
rendah 80-120x/mmHg
10. Menghentikan pengisapan dan berikan
terapi oksigen jika mengalami kondisi-
kondisi seperti bradikardi dan penurunan
saturasi

Pemberian obat inhalasi


1. Mengidentifikasi kemungkinan alergi,
interaksi dan kontra indikasi
2. Memverifikasi order obat sesuai dengan
indikasi
3. Memeriksa tanggal kadarluwarsa obat
4. Memonitor tanda vital dan nilai
laboratoriumsebelum pemberian obat obat,
jika perlu
5. Memonitor efek terapeutik obat
6. Memonitor efeksamping, toksisitas, dan
interaksi obat
7. Melakukan perinsip 6 benar (pasien, dosis,
obat, rute, waktu, dokumentasi)
8. Mengkocok inhaler selama 2-3 detik
sebelum digunakan
9. Melepaskan penutup inhaler dan pegang
terbalik
10. Memposisikan inhaler didsalam mulut
mengarah ke tenggorokan dengan bibir
ditutup rapat
Defisit Manajemen dan Pemantauan Nutrisi S:
nutrisi b/d 1. Mengidentifikasi status nutrisi  Pasien sudah tidak
faktor 2. Mengidentifikasi alergi dan intoleransi mengatakan badan letih
psikologis makanan  Pasien mengatakan nafsu
pasien tidak 3. Mengidentifikasi makanan yang disukai makannya mulai meningkat
nafsu makan 4. Memonitor asupan makanan  Pasien mengatakan
akibat mual, 5. Memonitor dan timbang berat badan tenggorokannya sudah
radang dan 6. Menghitung perubahan berat badan tidak sakit ketika menelan
sariawan 7. Memonitor mual muntah  Pasien sudah tidak
8. Memonitor hasil pemeriksaan lab measakan pusing
9. Melakukan oral hygiene sebelum makan  Pasien mengatakan sudah
10. Memberikan makanan tinggi serat , tinggi tidak nyeri abdomen
kalori dan tinggi protein O:
11. Memberikan suplemen makanan, jika perlu  BB pasien sudah mulai
12. Menganjurkan posisi duduk ketika makan membaik
13. Menganjurkan makan sedikit tapi sering  Pasien tampak segar
14. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk  Nyeri abdomen berkuran
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien dengan skala 4
yang dibutuhkan  Nafsu makan meningkat
 Stomatitis belum membaik
 TD : 120/80 mmHg
N : 88x/menit
Rr : 22x/menit
Suhu : 37⸰C
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan
Intoleransi Managemen energi S:
aktivitas b/d 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi darah  Pasien mengatakan
kelemahan yang mengakibatkan kelelahan tidurnya mulai nyaman
akibat tirah 2. Memonitor kelelahan fisik  Pasien mengatakan nyeri
baring 3. Memonitor pola dan jam tidur persendian sudah
4. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan berkurang
selama melakukan aktifitas  Pasien mengatakan sudah
5. Menyediakan lingkungan nyaman dan mampu beraktivitas sedikit
rendah stimulus demi sedikit
6. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan O:
aktif  Pasien sudah tampak segar
7. Memberikan aktivitas distraksi yang  Pasien sudah tidak dibantu
menyenangkan saat beraktivitas
8. Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur,  TD : 120/80 mmHg
jika tidak dapat berpindah atau berjalan
N : 88x/menit
Rr : 22x/menit
Suhu : 37⸰C
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

Contoh soal UKOM.

Pasen masuk ke RS PMI Bogor atau rujukan dari RS Azra melalui IGD pada tanggal
7 Desember dengan keluhan demam hilang timbul sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.
Saat dilakukan pengkajian tanggal 7 Desember pada pukul 08.00WIB, keluarga pasen
mengatakan pasen mempunya riwayat hubungan sex bebas semenjak 3 tahun yang lalu, pasen
mengatakan badan letih, pasen mengatakan nafsu makannya kurang, makan pasen selama
dirumah sakit hanya 2 sendok makan,muntah (-) , mual (+) pasen mengatakan
tenggorokannya sakit saat menelan pasen mengatakan tidur sering terbangun pada malam
hari, pasen kadang merasakan pusing,pasen mengatakan badan nya terasa lemas, nyeri pada
perut nyeri tekan ( + ) skala nyeri 6-7, pasien merasakan nyeri pada persendian saat istirahat
dan aktivitas.

pasen mengatakan batuk berdahak, pasen mengatakan dada sakit jika batuk, nafas
sesak,pendengaran pasien mulai terganggu pada telinga bagian kanan, pasien mengatakan dia
tidak mampu untuk beraktivitas dari berbaring ke posisi duduk sangat lemah, pasien
mengalami penurunan berat badan seberat 8 Kg, pasen tampak pucat. BAB (-) sejak 1 hari
saat pengkajian.Selama dirawat dirumah sakit pasen tampak tidak menghabiskan porsi makan
nya, hanya 2 sendok makan, pasen tampak lemah dan letih, klien tampak susah untuk
beraktifitas secara mandiri, pasen tampak kurus, pasen tampak meringis menahan sakit, pasen
tampak pucat, mulut pasen terlihat ada sariawan dan kering, pasen tampak terbaring lemah.
Pemeriksaan TTV : TD 90/50 mmHg, nadi 60 kali/mnt,suhu 36oC, RR 20 kali/mnt.

Diagnosa utama yang tepat dalam kasus tersebut adalah....


a. Hipertermi b/d proses infeksi
b. Bersihan nafas tidak efektif b/d penumpukan sekret
c. Defisit nutrisi b/d faktor psikologis pasien tidak nafsu makan akibat mual,
radang dan sariawan
d. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan akibat tirah baring
e. Integrasi kulit b/d cedera fisik
Jawabannya A karena pasien demam hilang timbul selama 2 bulan, jadi yang harus ditangani
pertama yaitu diagnosa hipertermi karena sudah lama diderita pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Jayanti, Evi. 2008. “Pengertian HIV/AIDS”. Jakarta : FKM Universitas Indonesia.


lib.ui.ac.id/file?file=digital/125929-S-5471-Deskripsi%20dan-Literatur.pdf. diakses
pada tanggal 6 Desember 2020 pukul 20.00 WIB

Nursalam dan Ninuk Dian. 2007. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERINFEKSI
HIV. Jakarta : Salemba Medika.
Putra, Septiawan. 2015. “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP HIV / AIDS”.
https://www.academia.edu/19826782/ASKEP_HIV_AIDS_APLIKASI_NANDA_NIC_
NOC diakses pada tanggal 6 Desember 2020 pukul 22.00 WIB

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved
from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.innappni.or.id

https://www.academia.edu/7537645/MAKALAH_BIOLOGI_SISTEM_IMUNITAS_PADA
_TUBUH_MANUSIA diakses pada 6 Desember 2020 pukul 20.20 WIB

Anda mungkin juga menyukai