Perhatikan Gambar 2.1 Berdasarkan gambar tersebut, sistem pertahanan tubuh dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1) Jaringan mengalami luka, kemudian mengeluarkan tanda berupa senyawa kimia yaitu
histamin dan senyawa kimia lainnya. Makrofag yang teraktivasi dan sel-sel tiang tempat
luka melepaskan molekul-molekul pensinyal yang bekerja pada kapiler-kapiler di
dekatnya.
2) Terjadi pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) yang menyebabkan bertambahnya aliran
darah, menaikkan permeabilitas pembuluh darah. Selanjutnya terjadi perpindahan sel-sel
fagosit.
3) Sel-sel fagosit (makrofag dan neutrofil) memakan pathogen dan sisa-sisa sel di tempat
tersebut, dan jaringan pun akan sembuh.
Rasa nyeri dan pembengkakan yang menyadarkan bahwa ada serpihan kayu di bawah
kulit merupakan hasil dari respon peradangan (inflammatory response) lokal, perubahan-
perubahan yang disebabkan oleh molekul-molekul pensinyal yang dilepaskan saat terjadi luka
atau infeksi. Salah satu molekul pensinyal peradangan yang penting adalah histamin, yang
disimpan dalam sel tiang (mast cell), sel-sel jaringan ikat yang menyimpan zat-zat kimia
dalam granula-granula untuk sekresi. Pada gambar 2.1 merangkum perkembangan peristiwa-
peristiwa dalam inflamasi lokal, dimulai dengan infeksi akibat serpihan kayu. Histamin
dilepaskan oleh sel-sel tiang di tempat-tempat kerusakan jaringan memicu pembuluh-
pembuluh darah di dekatnya untuk berdilatasi dan menjadi lebih permeable. Makrofag-
makrofag yang teraktivasi dan sel-sel lain melepaskan molekul-molekul pensinyal tambahan
yang semakin mendorong aliran darah ke tampat yang terluka. Peningkatan suplai aliran
darah lokal yang dihasilkan akan menyebabkan kemerahan dan panas yang khas dari
inflamasi. Kapiler-kapiler yang membengkak karena terisi darah kemudian bocor ke jaringan-
jaringan tetangga, sehingga menyebabkan pembengkakan.
Selama inflamasi, siklus pensinyal dan respons mengubah tempat yang terinfeksi.
Aliran darah yang ditingkatkan ke tempat luka membantu mengantarkan protein-protein
antimikroba. Protein-protein komplemen yang teraktivasi mendorong pelepasan histamin
lebih lanjut dan membantu memikat fagosit. Sel-sel endotelial di dekatnya menyekresikan
molekul-molekul pensinyal yang menarik neutrofil dan makrofag. Dengan memanfaatkan
permeabilitas pembuluh yang ditingkatkan untuk memasuki jaringan yang terluka, sel-sel ini
melaksanakan fagositosis tambahan dan inaktivasi mikroba. Hasilnya adalah akumulasi
nanah (pus), cairan kaya sel-sel darah putih, mikroba mati, dan sisa-sisa sel.
Luka kecil menyebabkan inflamasi lokal, namun kerusakan jaringan atau infeksi
parah bisa menimbulkan respons yang sistemik (seluruh tubuh)-seperti produksi sel darah
putih yang ditingkatkan. Sel-sel dalam jaringan yang terluka atau terinfeksi seringkali
menyekresikan molekul- molekul yang merangsang pelepasan neutrofil tambahan dari
sumsum tulang. Pada infeksi yang parah, seperti meningitis atau usus buntu, jumlah sel darah
putih dalam darah bisa meningkat beberapa kali lipat dalam beberapa jam.
Respons peradangan sistemik yang lain adalah demam. Beberapa toksin yang
dihasilkan oleh patogen, serta zat- zat yang disebut pirogen (pyrogen) yang dilepaskan oleh
makrofag teraktivasi, dapat menyetel ulang termostat tubuh ke suhu yang lebih tinggi.
Manfaat dari demam yang dihasilkan masih menjadi subjek perdebatan. Satu hipotesis
menyatakan bahwa suhu tubuh yang naik bisa meningkatkan fagositosis dan, dengan
mempercepat reaksi-reaksi kimiawi, mempercepat perbaikan jaringan.
Infeksi-infeksi bakteri tertentu dapat menginduksi respons peradangan sistemik
berlebihan, menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa, disebut syok septik (septic
shock). Dicirikan oleh demam yang sangat tinggi, aliran darah yang rendah, dan tekanan
darah rendah, syok septik terjadi paling sering pada orang yang sangat tua dan sangat muda.
Syok septik berakibat fatal pada sepertiga kasus.
Sinyal kimia yang dihasilkan oleh jaringan yang luka akan menyebabkan ujung saraf
mengirimkan sinyal ke sistem saraf. Histamin berperan dalam proses pelebaran pembuluh
darah. Makrofag disebut juga big eaters karena berukuran besar, mempunyai bentuk tidak
beraturan, dan membunuh bakteri dengan cara memakannya. Seperti cara makan pada
amoeba, seperti itulah cara makrofag memakan bakteri.
Bakteri yang sudah berada di dalam makrofag kemudian dihancurkan dengan enzim
lisosom. Makrofag ini juga bertugas untuk mengatasi infeksi virus dan partikel debu yang
berada di dalam paru-paru. Sebenarnya di dalam tubuh keberadaan makrofag ini sedikit,
tetapi memiliki peran sangat penting.
Setelah infeksi tertanggulangi, beberapa neutrofil akhirnya mati seiring dengan
matinya jaringan sel dan bakteri. Setelah ini sel-sel yang masih hidup membentuk nanah.
Terbentuknya nanah ini merupakan indikator bahwa infeksi telah sembuh. Jadi reaksi
inflamatori ini sebagai sinyal adanya bahaya dan sebagai perintah agar sel darah putih
memakan bakteri yang menginfeksi tubuh. Selain sel monosit yang berubah menjadi
makrofag juga terdapat sel neutrofil yang akan membunuh bakteri (mikroorganisme asing
lainnya).
c. Pertahanan Menggunakan Protein Pelindung
Interferon adalah protein-protein yang memberikan pertahanan bawaan melawan infeksi
virus. Sel-sel tubuh tang terinfeksi oleh virus menyekresikan interferon, menginduksi sel-sel
tak-terinfeksi di dekatnya untuk menghasilkan zat-zat yang menghambat reproduksi virus.
Dengan cara ini, interferon membatasi penyebaran virus dari sel-ke-sel di dalam tubuh,
membantu mengontrol infeksi virus seperti pilek dan influenza. Beberapa jenis sel- sel darah
putih menyekresikan tipe interferon berbeda yang membantu mengaktivasi makrofag,
sehingga meningkatkan kemampuan fagositiknya. Perusahaan-perusahaan farmasi kini
memproduksi interferon secara massal melalui teknologi DNA rekombinan untuk menangani
infeksi- infeksi virus tertentu, misalnya hepatitis C.
Sistem komplemen (complement system) terdiri dari sekitar 30 protein dalam plasma
darah yang berfungsi bersama-sama untuk memerangi infeksi. Protein-protein ini bersirkulasi
dalam kondisi inaktif dan teraktivasi olen zat-zat pada permukaan banyak mikroba. Aktivasi
menghasilkan serangkaian reaksi-reaksi biokimiawi berurutan yang menyebabkan lisis
(meletus) pada sel-sel yang menyerang. Komplemen ini dapat melekat pada bakteri
penginfeksi. Setelah itu, komplemen menyerang membran bakteri dengan membentuk lubang
pada dinding sel dan membran plasmanya. Hal ini menyebabkan ion-ion Ca + keluar dari sel
bakteri, sedangkan cairan serta garam-garam dari luar sel bakteri akan masuk ke dalam tubuh
bakteri. Masuknya cairan dan garam ini menyebabkan sel bakteri hancur. Mekanisme
penghancuran bakteri oleh protein komplemen dapat di amati pada gambar 2.2
Gambar 2.8 Reaksi antibodi pada antigen dan sel asing dalam penonaktifan antigen
Sistem imun dapat mengenali antigen yang sebelumnya pernah dimasukkan ke dalam
tubuh, disebut memori imunologi. Dikenal respon primer dan respon sekunder dalam sistem
imun yang berkaitan dengan memori imun. Berikut ini adalah gambaran respon primer dan
sekunder.
Gambar 2.11 Pindaian sinar X tangan yang cacat akibat artritis rematoid
Jenis kelamin, genetika, dan lingkungan semuanya memengaruhi kerentanan seseorang
terhadap gangguan autoimun. Misalnya, anggota keluarga tertentu menunjukkan kerentanan
yang lebih tinggi terhadap gangguan autoimun tertentu. Selain itu, banyak penyakit
autoimun yang lebih sering memengaruhi perempuan daripada laki-laki. Perempuan
memiliki kemungkinan dua sampai tiga kali lebih besar menderita sklerosis multipel dan
artritis rematoid daripada laki-laki dan sembilan kali lebih mungkin mengidap lupus. Telah
ada kemajuan yang penting di bidang penelitian autoimunitas. Misalnya, kini kita tahu
bahwa sel-sel T regulator biasanya membantu mencegah serangan oleh limfosit yang reaktif
terhadap diri sendiri yang masih fungsional pada orang dewasa. Meskipun demikian, masih
banyak yang perlu dipelajari tentang gangguan-gangguan yang sering berakibat buruk ini.
3. Penyakit AIDS
AIDS merupakan sekumpulan penyakit sebagai dampak dari melemahnya sistem
kekebalan tubuh. Kekebalan tubuh dapat melemah karena mendapat serangan dari HIV
(Human Immunodeviciency Virus). Virus ini mampu menyerang dan merusak sel darah putih
sehingga kemampuan tubuh dalam memerangi kuman penyakit menjadi berkurang. Orang
yang terinfeksi virus HIV tidak selalu dikatakan positif mengidap penyakit AIDS tetapi bisa
saja hanya sebagai pembawa (karier).
Gambar 2.12 Struktur virus HIV
HIV dapat ditularkan oleh penderita ke orang lain melalui darah atau semen (sperma) dan
cairan vagina. Apabila orang yang sehat melakukan hubungan seksual dengan orang karier
HIV maka besar kemungkinan akan tertular virus HIV. Selain dengan hubungan seksual,
virus HIV juga dapat menular dari ibu yang terinfeksi kepada bayi yang dikandungnya
melalui plasenta.
Jarum suntik yang dipergunakan secara sembarangan juga berpotensi menjadi sarana
penularan virus HIV. Hal ini dapat terjadi apabila seorang pengidap virus HIV menggunakan
jarum suntik yang selanjutnya digunakan kembali oleh orang lain. Biasanya ini terjadi pada
orang-orang pengguna obat-obat terlarang yang menggunakan jarum suntik secara
bersamasama. Jarum suntik yang telah dipakai dapat terkena darah orang yang memakainya,
sedangkan darah dapat menjadi sarana penularan virus HIV.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memakai kondom saat berhubungan seks, selalu
menggunakan jarum suntik yang steril dan berhati-hati pada saat melakukan transfusi darah.
HIV menginfeksi sel yang permukaannya terdapat molekul CD4 sebagai reseptor. Infeksi
dimulai ketika glikoprotein pada HIV membentuk tempelan ke reseptor CD4. Virus masuk ke
sel dan memulai replikasi (memperbanyak diri). Sel terinfeksi dapat menghasilkan bentuk
virus yang baru. Sel T menjadi target utama dari virus ini, sehingga efek utamanya adalah
pada sistem imun. Selanjutnya sel-sel lain yang memiliki CD4 (beberapa makrofag), subklas
sel B, juga dapat terinfeksi.
Gambar 2.13 Penurunan konsentrasi sel T seiring dengan bertambahnya waktu infeksi HIV
Sebenarnya pada awal-awal terjadi infeksi, sistem imun masih bekerja dengan baik
sampai beberapa tahun. Akan tetapi sistem imun dalam tubuh menurun seiring dengan
terakumulasinya varian baru dan antigen yang berbeda.