Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Veteriner Maret 2019 Vol. 1 No.

1 : 1-7
pISSN: 1411-8327; eISSN: 2477-5665 DOI: 10.19087/jveteriner.2019.20.1.1
Terakreditasi Nasional, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, online pada http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet
Kemenristek Dikti RI S.K. No. 36a/E/KPT/2016

Potensi Salep Epigallocatechin gallate terhadap Proses


Kesembuhan Luka Bakar Derajat II pada Kulit Tikus Putih
(THE POTENTIAL OF EPIGALLOCATECHIN GALLATE OINTMENT TO THE WOUND HEALING
PROCESS OF SECOND DEGREE SKIN BURNS ON THE ALBINO RATS)

Wiwik Misaco Yuniarti, Bambang Sektari Lukiswanto

Departmen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga


Jl. Mulyorejo, Kampus C Unair, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia, 60115.
Email: wiwikmisaco@yahoo.com;bamsekti@yahoo.com

ABSTRAK

Luka bakar adalah salah satu masalah kesehatan dalam masyarakat modern yang terkait
dengan kerusakan jaringan yang sulit untuk diperbaiki dan mempengaruhi penderita, baik dari
segi fisik maupun psikis. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi pemberian salep
epigallocatechin gallate (EGCG) terhadap proses kesembuhan luka bakar derajat 2 pada kulit tikus
putih (Rattus norvegicus). Dua puluh lima tikus putih dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan. Kelompok P0
adalah kelompok tikus yang mengalami luka bakar derajat II yang dilakukan dengan menempelkan plat
berdiameter 1 cm dengan panas 85ºC selama 5 detik dan diberi terapi dengan basis ointment. Kelompok
P1 adalah kelompok tikus yang mengalami luka bakar dan diberi terapi standar dengan silver sulfadiaz-
ine. Kelompok P2, P3 dan P4 adalah kelompok tikus yang mengalami luka bakar dan diterapi masing-
masing dengan salep EGCG dengan konsentrasi 1%, 2%, dan 4%. Pada akhir penelitian, dilakukan eksisi
jaringan kulit untuk pembuatan preparat histopatologis menggunakan pewarnaan HE. Evaluasi preparat
histopatologi dilakukan terhadap deposisi kolagen, infiltrasi PMN, angiogenesis dan re-epitelisasi. Hasil
penelitian pada kelompok P4, tampak proses re-epitelisasi dan pembentukan kolagen tertinggi yang
disertai dengan penurunan yang nyata pada proses inflamasi dan angiogenesis. Kondisi ini berbeda
nyata dengan kelompok P0, P1, P2, dan P3. Penyembuhan luka bakar derajat II dengan 4% EGCG lebih
baik daripada kelompok perlakuan yang lain. Hal ini diduga karena senyawa yang terkandung di dalamnya
memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi dan antibakterial. Ketiga aktivitas yang dimiliki tersebut
akan bersinergi dalam proses kesembuhan luka. Pemberian salep EGCG 4% selama 14 hari pada luka
bakar derajat II dapat mempercepat proses kesembuhan luka yang ditandai dengan perbaikan re-
epitelisasi, deposisi kolagen, infiltrasi PMN pada area luka, dan angiogenesis.

Key words: EGCG; luka bakar derajat II; proses kesembuhan luka; tikus putih

ABSTRACT

Burns are one of the health problems in modern society that are associated with tissue
damage that is difficult to repair and affect patients, both physically and psychologically. This
study was conducted to evaluate the potential of epigallocatechin gallate (EGCG ) ointment to the
healing process of second degree skin burn induced by attaching 85ºC plate with 1 cm of diameter
for 5 second on the skin of albino rat (Rattus norvegicus). Twenty-five rats were divided into 5
treatment groups. The P0 group was a group of rat that suffered burns and were treated with
ointment base (PEG). The P1 group was a group of rat that suffered burns and were given standard
therapy with silver sulfadiazine. P2, P3 and P4 groups are groups of rat that have burns and are
treated with EGCG ointments with concentrations of 1%, 2%, and 4% respectively. At the end of
the study, skin tissue excision was carried out to make histopathological preparations using HE
staining. Evaluation of histopathological preparations was carried out on reepithelialization col-
lagen deposition, PMN infiltration, and angiogenesis. The results of the study in group P4 showed
that the highest collagen formation and re-epithelialization process was accompanied by a marked
decrease in the inflammatory process and angiogenesis. This condition is significantly different
from groups P0, P1, P2, and P3. Healing second degree burns with 4% EGCG is better than other treatment

1
groups. This is presumably because the compounds contained therein have antioxidant activity, anti-
inflammatory and antibacterial. These three activities will synergize in the process of healing wounds.
Provision of 4% EGCG ointment for 14 days in second degree burns can accelerate the wound healing
process which is characterized by improved re-epithelialization, collagen deposition, PMN infiltration in
the wound area, and angiogenesis.

Key words: EGCG; second degree burns; wound healing process; albino rats
PENDAHULUAN

teh hijau, membuktikan sejumlah efek biologis


Proses kesembuhan luka bakar EGCG sebagai antioksidan, antimikrob,
merupakan fenomena kompleks untuk antiinflamasi, antialergi dan antineoplastik yang
mengembalikan kontinuitas jaringan dan aktif (Hosnuter et al., 2015). Teh hijau memiliki
fungsinya. Kesembuhan luka melibatkan manfaat yang beragam, antara lain mencegah
beberapa fase yang berbeda dan saling kanker, meningkatkan kesehatan jantung dan
tumpang tindih, yaitu fase inflamasi, pembuluh darah, melindungi kulit dari
granulasi, fibrogenesis, neo-vaskularisasi, kerusakan yang disebabkan karena radiasi
kontraksi luka dan epithelialisasi (Robson, dan penyebab yang lain. Manfaat ini dise-
1997). Penatalaksanaan luka bakar yang babkan karena the hijau yang mengandung
efektif memerlukan pemahaman proses EGCG memiliki aktivitas antioksidan,
kesembuhan luka normal dan mampu antiinflamasi dan antibakteri yang cukup
memilih intervensi yang tepat untuk kuat. Berdasarkan hal tersebut, tidak
mengoptimalkan proses kesembuhan luka menutup kemungkinan bahwa EGCG dapat
(Snyder, 2005). membantu percepatan proses kesembuhan
Pada proses kesembuhan luka, luka bakar pada kulit (Nagle et al., 2006).
inflamasi terjadi segera setelah jejas, Berdasarkan uraian tersebut, peneli-
diawali dengan vasokonstriksi yang tian ini dilaksanakan untuk melihat
berperan dalam proses hemostasis dan pengaruh pemberian salep EGCG terhadap
pelepasan mediator inflamasi. Fase proses kesembuhan luka bakar pada tikus
proliferasi ditandai dengan terbentuknya putih (Rattus norvegicus) jantan.
jaringan granulasi oleh fibroblas dan proses
angiogenesis. Reformulasi dan perbaikan
kompartemen serabut kolagen yang disertai METODE PENELITIAN
dengan penigkatan tensile strength menandai
fase remodeling (Varoglu et al., 2010). Faktor Kelayakan Etik
yang memiliki peran penting pada tertundanya Penelitian ini dilaksanakan setelah
proses kesembuhan luka antara lain, trauma mendapatkan persetujuan dari komisi etik
berulang, perfusi dan oksigenasi yang buruk Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas
serta inflamasi yang berlebihan (Harding et al., Airlangga.
2003)).
Penggunaan bahan alamiah untuk Tempat Penelitian
pengobatan luka merupakan bagian Penelitian ini dilakukan di Laborato-
penting dari penatalaksanaan kesehatan rium Hewan Percobaan di Fakultas Kedok-
dan metode baik untuk menyediakan teran Universitas Airlangga, Surabaya.
pilihan layanan kesehatan yang murah dan Persiapan dan pembuatan salep dilakukan
efektif (Gurung et al., 2009; Suntar et al., di Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga.
2010). Beberapa penelitian menggunakan Pembuatan dan pemeriksaan preparat
polifenol yang berasal dari teh hijau sebagai histopatologis dilakukan di Laboratorium
penyembuh alami sebagai agen anti penua- Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran
an, antiinflamasi, antikanker, antioksidan Hewan, Universitas Airlangga.
dan antidiabetes (Obaid et al., 2011).
Beberapa penelitian dengan mengguna- Hewan Eksperimental
kan Epigallocatechin gallate (EGCG), sebagai Sebanyak 25 ekor tikus putih (Rattus
salah satu polifenol yang terkandung dalam norvegicus) jantan, umur tiga bulan dengan

2
bobot badan 150-180 gram digunakan dalam P0 : Tikus putih dengan luka bakar, diobati
penelitian ini. Tikus diberi pakan komersial dan dengan basis ointment (PEG).
air minum secara ad libitum. P1 : Tikus putih dengan luka bakar, diobati
dengan salep Perak Sulfadiazine 1%
Bahan penelitian P2 : Tikus putih dengan luka bakar, diobati
Bahan yang digunakan dalam dengan salep EGCG 1%
percobaan ini adalah bubuk EGCG dan P3 : Tikus putih dengan luka bakar,
polietilen glikol. Pembuatan preparat diobati dengan salep EGCG 2%
histopatologi membutuhkan alkohol 70%, P4 : Tikus putih dengan luka bakar,
80%, 90% dan 96%, buffer formalin 10%, diobati dengan salep EGCG 4%
Hematoxylin Eosin, Xylol, entellan dan
parafin. Agen anesthesia yang digunakan Tikus penelitian dianesthesi menggu-
pada penelitian ini adalah Ketamine dan nakan kombinasi Ketamin dan Xylazine
Xylazine. dengan dosis Ketamine 100 mg/kg dan
Pada penelitian ini, tikus-tikus Xylazine 5 mg/kg diberikan secara intra
percobaan ditempatkan dalam kandang muskuler (Ghosh and Gaba, 2013). Setelah
dengan penutup kandang dari kawat, dan tikus dianesthesi, rambut pada area
dilengkapi dengan tempat pakan, botol air glutheal dicukur bersih. Luka bakar derajat
minum dan alas kandang berupa sekam. IIB merupakan luka bakar yang
Kandang terbuat dari plastik yang dipisahkan menyebabkan kerusakan pada lapisan epi-
menjadi dua bagian dengan pelat logam, dermis hingga lapisan dermis. Luka
sehingga tiap kandang hanya dihuni dua ekor ditandai dengan terbentuknya warna putih
tikus dalam kondisi terpisah. Perawatan luka yang tidak memucat, terbentuk bula dan
secara topikal pada tikus dibantu dengan cot- kering. Luka bakar tingkat dua yang dalam
ton buds steril. dibuat pada kulit di atas area glutheal
Peralatan lain yang diperlukan adalah kanan tikus dengan menempelkan alat
pencukur bulu, alat untuk membuat luka bakar termostat yang telah dimodifikasi dengan
dengan prinsip termostat termodifikasi, sarung pelat baja tahan karat berbentuk bulat
tangan isolator, sarung tangan steril, dan spuit dengan diameter 1 cm (Pirbalouti et al.,
3 ml. Pada akhir penelitian, untuk eksisi kulit 2010; Lansky dan Newman, 2012; Yuniarti,
dibutuhkan pisau bedah, pinset, gunting dan pot 2012), selama 5 detik dengan suhu 85 oC
plastik. Pembuatan preparat histopatologi (Pirbalouti et al., 2010), dengan toleransi
memerlukan serangkaian alat untuk dehidrasi, rata-rata 85 ± 5oC
mikrotom untuk memotong jaringan, hot plate, Perawatan luka dilakukan dengan
kaca objek dan kaca penutup serta pewarnaan pemberian salep secara topikal sesuai
Hematoxylin-Eosin. Preparat diamati dengan dengan kelompok perlakuan, dua kali
mikroskop Nikon ® Eclipse H600L dan foto sehari selama 14 hari. Pemberian obat
preparat menggunakan kamera digital DS dimulai tepat setelah prosedur pembuatan
Fi2 300 megapiksel. luka akar dilakukan.
Formulasi standar pembuatan salep Seluruh tikus dikorbankan nyawanya
adalah mencampur polyethylene glycol (PEG) dengan dislokasi cervical dan dilakukan
dengan EGCG. Formulasi salep EGCG 1%, 2% eksisi kulit pada hari ke-15. Eksisi kulit
dan 4% berturut-turut adalah mencampurkan dilakukan sekitar 1,5 cm x 1,5 cm di sekitar
EGCG dengan PEG dengan perbandingan 0,4 g luka, dengan kedalaman dan ketebalan
: 39,6 g; 0,8 g : 39,2 g; dan 1,6 g : 38,4 g. penuh. Sampel kulit difiksasi dalam 10%
buffer formalin untuk pembuatan preparat
Pelaksanaan Penelitian histopatologi dengan pewarnaan Haematoksilin-
Tikus diadaptasi di laboratorium Eosin.
selama seminggu sebelum pelaksanaan Kriteria penilaian sediaan histopa-
penelitian. Setelah itu, dilakukan penge- tologis adalah sebagai berikut: kolagen:
lompokan secara acak menjadi lima kelompok tidak ada: skor = 0, jumlah rendah: skor =
perlakuan yang masing-masing terdiri dari lima 1, jumlah sedang: skor = 2, jumlah tinggi: skor
ekor tikus, yaitu kelompok P0, P1, P2, P3 dan = 3; jumlah polymorphonuclear (PMN): tidak
P4. ada: skor = 0, jumlah rendah: skor = 1, jumlah
sedang: skor = 2, jumlah tinggi: skor = 3;

3
derajat angiogenesis: tidak ada: skor = 0, kelompok yang lain tampak pada P4 (p<0,05).
kurang dari 5 vena: skor = 1, 6-10 vena: skor = Pada kelompok P4, tampak proses re-epitelisasi
2, lebih dari 10 vena: skor = 3; dan re- dan pembentukan kolagen tertinggi yang disertai
epithelisasi, tidak ada: skor = 0, parsial: skor dengan penurunan yang nyata pada proses
= 1, lengkap tetapi dengan epitel belum matang: inflamasi dan angiogenesis (Tabel 1) .
skor = 2, lengkap dengan epitelium matang: Penyembuhan dan perbaikan jaringan pada
skor = 3 (Alizadeh et al., 2011; Murty et al., luka bakar dianggap sebagai proses kompleks
2013). yang melibatkan proses infla-masi,
Analisis data dilakukan dengan Kruskal pembentukan jaringan granulasi dan perbaikan
Wallis dan jika ada perbedaan yang nyata jaringan. Stres oksidatif me-mainkan peran
dilanjutkan dengan Mann-Whitney. penting dalam keterlam-batan penyembuhan
luka bakar dan berkontribusi pada hasil
penyembuhan yang tidak baik (Akbari et al.,
HASIL DAN PEMBAHASAN 2015).
Pengobatan dengan antiinflamasi, anti-
Pada penelitian ini, evaluasi dilakukan oksidan, dan antibakterial dapat memperkuat
terhadap gambaran mikroskopis dan scor- mekanisme pertahanan antioksidan seluler,
ing terhadap reepitelisasi, kolagen, PMN, dapat mengurangi kerusakan jaringan yang
dan angiogenesis pada masing-masing diperantarai oleh radikal bebas, sehingga dapat
perlakuan pada hari ke-15 (Gambar 1). memini-malkan kerusakan jaringan selama
Pada hari ke-15, teramati gambaran proses kesembuhan luka bakar dan dapat
histopatologi yang beragam pada semua mempercepat proses penyembuhan luka
kelompok perlakuan. Pada P0 teramati (Parihar et al., 2008).
proses re-epitelisasi dan pembentukan kolagen Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) adalah
yang paling rendah jika dibandingkan dengan senyawa polifenol utama teh hijau dan
kelompok perlakuan yang lain. Pada kelompok diduga dapat berkontribusi dalam proses
P0 terdapat proses inflamasi dan angiogenesis perbaikan luka bakar dan bekas luka (Zhen
yang paling tinggi jika dibandingkan dengan et al., 2006; Yamabe et al., 2006).
kelompok yang lain (p<0,05). Pola yang hampir Epigallocatechin-3-gallate memiliki efek
sama terlihat pada kelompok P1 dan P3. Pada potensial pada kontraksi luka selama
kedua kelompok tersebut terlihat proses re- proses kesembuhan luka. Epigallocatechin-
epitelisasi dan pembentukan kolagen yang 3-gallate menghambat faktor-kâ dan
sudah relatif tinggi disertai dengan aktivator protein 1 dalam fibroblas kulit.
penurunan proses inflamasi dan angiogen- Selain itu, EGCG memiliki aktivitas
esis yang berbeda nyata dengan kelompok memodifikasi pensinyalan transforming growth
P0 (p<0,05). Pada kelompok P2 juga sudah factor (TGF-) yang menekan reseptor TGF-
mulai menunjukkan peningakatan proses re- Hal ini akan mengurangi ekspresi matrix
epitelisasi dan pembentukan kolagen, tetapi metalloproteinase-2 (MMP-2) dan MMP-1. Ma-
inflamasi dan angiogenesis masih tinggi trix metalloproteinase-2 adalah enzim yang
walaupun kondisi ini berbeda nyata dengan P0 berfungsi mendegradasi matriks ekstraseluler,
(p<0,05). Perbedaan yang nyata dengan dan peningkatan-nya berhubungan dengan

Tabel 1. Perbandingan proses kesembuhan luka pada kelompok perlakuan

Perlakuan Reepitelisasi Kolagen Inflamasi Angiogenesis

P0 0,30a ± 0,00 1,00a± 0,00 3,00c ±0,00 2,10c ±0,45


P1 2,50c ± 0,15 2,50 c± 0,00 1,00a ±0,50 1,20b ±0,00
P2 2,00b ± 0,00 1,50 b± 0,10 2,20b ±0,50 2,00c ±0.45
P3 2,50c ± 0,20 2,50c± 0,10 1,10a ±0,30 1,10b ±0,25
P4 3,00d±0,00 3,00d±0,00 1,00a ±0,10 0,50a ±0,00

Keterangan: Nilai skoring disajikan dalam bentuk rataan ±simpangan baku.


Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
signifikan p<0.05.

4
P0 – Reepitelisasi rendah ( ), Kolagen P1 – Reepitelisasi lengkap tetapi tidak
rendah ( ), PMN tinggi ( ), Angiogen- matang ( ), Kolagen sedang ( ), PMN
esis antara 6-10 vena ( ) sedang ( ), Angiogenesis < 5 vena ( )

P2 – Reepitelisasi lengkap tetapi tidak P3 – Reepitelisasi lengkap tetapi tidak


matang ( ), Kolagen sedang ( ), PMN matang ( ), Kolagen sedang ( ), PMN
sedang ( ), Angiogenesis < 5 vena ( ) rendah ( ), Angiogenesis < 5 vena ( )

Gambar 1. Gambaran histopatologi kulit tikus


pada masing-masing perlakuan
pada hari ke-15

P4 – Reepitelisasi lengkap dan matang ( ),


Kolagen banyak ( ), Infiltrasi PMN rendah
( ), Angiogenesis sangat sedikit ( )

5
gangguan proses penyembuhan luka. menjadi produk terapi untuk perawatan luka
Epigallocatechin-3-gallate dapat menurunkan bakar.
regulasi sintesis kolagen tipe-1. Semua
mekanisme ini menjadikan EGCG sebagai faktor
anti-jaringan parut yang potensial pada proses SARAN
kesembuhan luka, termasuk luka bakar (Klass
et al., 2010). Epicatechin, Epicatechin gallate, Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
Epigallocatechin, dan Epigallocatechin gallate dengan waktu yang lebih lama dengan
adalah senyawa kunci yang memiliki aktivitas menggunakan bahan dasar sediaan topikal
anti-oksidan, dan terbukti dapat meningkatkan yang berbeda. Mengingat proses kesem-
buhan luka bakar sedikit berbeda dengan
volume kolagen selama proses penyembuhkan
jenis luka yang lain, misalnya luka insisi
luka (Kim et al., 2008). Epigallocatechin gallate
atau luka operasi.
juga telah digunakan sebagai agen untuk
menstimulasi pembentukan keratinosit.
Selain itu, aktivitas anti-fibrogeniknya juga UCAPAN TERIMA KASIH
telah dikonfirmasi dalam beberapa hewan
model penelitian (Hsu et al., 2003). Peneliti mengucapkan terima kasih
Efek menguntungkan dari penggunaan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan,
EGCG adalah kualitas penyembuhan luka yang Universitas Airlangga, Surabaya, yang telah
baik karena memiliki efek peningkatan memberikan segala fasilitas sehingga
pertumbuhan endotel pembuluh darah, penelitian ini dapat berjalan dengan baik.
percepatan pembentukan pembuluh darah, dan
peningkatan oksida nitrat dan siklooksigenase
(Kaphoor et al., 2004). Keberadaan pembuluh DAFTAR PUSTAKA
darah di area sekitar luka dapat membantu
distribusi nutrisi ke dalam sel dan berkontribusi Akbari H, Fatemi MJ, Iranpour M,
Khodarahmi A, Baghaee M, Pedram MS,
dalam percepatan proses penyembuhan luka
Saleh S, Araghi S. 2015. The healing
(Hashimoto et al., 2002) effect of nettle extract on second degree
Epigalocatechin gallate diduga sebagai agen burn wounds. World J Plast Surg 4(1): 23-
ekspresif untuk gen faktor pertumbuhan 28
jaringan ikat dan regulator penghambatan
Alizadeh AM, Sohanaki H, Khaniki M,
ekspresi gen kolagen. Aktivitas lainnya,
Mohaghgheghi MA, Ghmami G, Mosavi
misalnya efeknya terhadap produksi dan
M. 2011. The Effect of Teucrium Polium
diferensiasi miofibroblas, pertumbuhan jaringan Honey on the Wound Healing and Ten-
ikat, dan klasifikasi regulasi kolagen telah sile Strength in Rat. Iranian Journal of
terbukti (Klass et al., 2010). Perbaikan yang Basic Medical Sciences 14(6): 499-505.
terjadi secara signifikan dalam re-epitelisasi,
Ghosh P K, Gaba A. 2013. Phyto-extracts in
deposisi kolagen, inflamasi dan angiogenesis
wound healing. Journal of Pharmacy and
pada pemberian salep dengan konsentrasi 4%, Pharmaceutical Sciences 16(5): 760-820.
dapat disebabkan karena berbagai aktivitas
EGCG dalam meningkatkan re-epitelisasi dan Gurung S, Skalko-Basnet, N. 2009. Wound
sintesis kolagen serta penurunan proses healing properties of Carica papaya la-
inflamasi dan angiogenesis. tex: in vivo evaluation in mice burn
model. Journal of Ethnopharmacology
121(2): 338-341.
SIMPULAN
Harding G, Moore K, Phillips TJ. 2005. Wound
Temuan dari penelitian ini menunjuk- chronicity and fibroblast senescence impli-
kan bahwa pemberian salep EGCG 4% cations for treatment. International Wound
selama 14 hari dapat mempercepat proses Journal 2(4): 364-368.
penyembuhan luka bakar derajat II pada Hashimoto I, Nakanishi H, Shono Y, Toda H,
tikus putih. Proses kesembuhan luka Tsuda H, Arase S. 2002. Angiostatic effects
ditandai dengan perbaikan deposisi kolagen, of corticosteroid on wound healing of the
infiltrasi PMN pada area luka, angiogenesis rabbit ear. J Med Invest 49: 61-66
dan derajat fibrosis. Dengan demikian,
EGCG memiliki potensi untuk dikembangkan Hosnuter M, Melikoglu C, Aslan C, Saglam G,
Sutcu, C. 2015. The Protective Effects of
6
Epigallocatechin Gallate Against Distant Parihar A, Parihar MS, Milner S, Bhat S. 2008.
Organ Damage After Severe Skin Burns- Oxidative stress and anti-oxidative mobili-
Experimental Study Using a Rat Model of zation in burn injury. Burns 34: 6–17.
Thermal Trauma. Adv Clin Exp Med 24(3):
Pirbalouti AG, Shahrzad A, Abed K, Hamedi B.
409-417.
2010. Wound healing activity of Malva
Hsu S, Bollag WB, Lewis J, Huang Q, Singh B, sylvestris and Punica granatum in alloxan-
Sharawy B. 2003. Green tea polyphenols induced diabetic rats. Acta Poloniae
induce differentiation and proliferation in Pharmaceutica 67(5): 511-516.
epidermal keratinocytes. J Pharmacol Exp
Robson MC. 1997. Wound infection. A failure of
Ther 306(1): 29-34
wound healing caused by an imbalance of
Kapoor M, Howard R, Hall I, Appleton I. 2004. bacteria. Surg Clin North Am 77: 637-650.
Effects of epicatechin gallate on wound
Snyder RJ. 2005. Treatment of nonhealing ul-
healing and scar formation in a full
cers with allografts. Clin Dermatol 23: 388-
thickness incisional wound healing
395.
model in rats. Am J Pathol 165(1): 299-
307 Suntar IP, Akkol EK, Yilmazer D. 2010. Inves-
tigations on the in vivo wound healing po-
Kim H, Kawazoe T, Han DW, Matsumara K,
tential of Hypericum perforatum L. Jour-
Suzuki S, Tsutsumi S. 2008. Enhanced
nal of Ethnopharmacology 127( 2): 468-477.
wound healing by an epigallocatechin
gallate-incorporated. Wound Repair Varoglu E, Seven B, Gumustekin K, Aktas O,
Regen 16(5): 714-720 Sahin A, Dane S. 2010. The effects of vita-
min e and selenium on blood flow to experi-
Klass BR, Branford OA, Grobbelaar AO, Rolfe
mental skin burns in rats using the 133Xe
KJ. 2010. The effect of epigallocatechin-
clearance technique. Central European
3-gallate, a constituent of green tea, on
Journal of Medicine 5(2): 219-223.
transforming growth factor-beta1-
stimulated wound contraction. Wound Yamabe N, Yokozawa T, Oya T, Kim M. 2006.
Repair Regen 18: 80-88. Therapeutic potential of (“)-
epigallocatechin 3-O-gallate on renal
Lansky EP, Newman RA. Punica granatum (
damage in diabetic nephropathy model
Delima) and its potential for prevention
rats. J Pharmacol Exp Ther 319: 228–
and treatment of inflammation and can-
236.
cer. Journal of Ethnopharmacology 109(2):
177-206. Yuniarti WM. 2012. Efek Antifibrotik Ekstrak
Buah Delima (Punica granatum L.) Pada
Murthy S, Gautam MK, Goel S, Purohit V,
Fibrosis Hati. Disertasi. Surabaya. Uni-
Sharma H, Goel RK. 2013. Evaluation of
versitas Airlangga.
in vivo wound healing activity of Bacopa
monniera on different wound model in Zhen MC, Huang XH, Wang Q, Sun K, Liu
rats. Biomed Res Int: 1-9. YJ, Li W. 2006. Green tea polyphenol
epigallocatechin-3-gallate suppresses
Nagle DG, Farreira D, Zhou YD. 2006.
rat hepatic stellate cell invasion by in-
Epigallocatechin-3-galate (EGCG):
Chemical and Biomedical Perspectives. hibition of MMP-2 expression and its
Phytochemistry 67(17): 1849-1855. activation. Acta Pharmacol Sin27: 1600-
1607.
Obaid AY, Abu-Zinadah OA, Hussein, HK. 2011.
The Beneficial Effects of Green Tea Extract
and its Main Derivatives in Repairing Skin
Burns of Rabbit. International Journal of
Biological Chemistry 5(2): 103-115.

Anda mungkin juga menyukai