Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN RISIKO GANGGUAN JIWA

“GANGGUAN PSIKOLOGIS ANSIETAS”

Disusun Oleh

DENI ARIYANTO
2021207209030

Dosen Pembimbing

Ns. Arena Lestari, M.Kep.Sp.Kep.J


NBM : 965246

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU – LAMPUNG
TAHUN 2021-2022
A. Konsep Ansietas
1. Definisi Ansietas

Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman


seakan-akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas
berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap
ssuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap
penilaian tersebut (Keliat, 2011).

Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek


yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir)
seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai
gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart, 2009)
dalam buku (Pieter,dkk,2011).

Ansietas adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan


tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala fisiologis, sedangkan pada
gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang bermakna dan
gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut. Kecemasan
merupakan suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang
menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidak mampuan mengatasi suatu
masalah atau tidak adanya rasa aman.

Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak


menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan
fisiologis dan psikologis (Rochman, 2010). Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang berupa rasa khawatir ,
was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal tanpa objek yang
jelas.
2. Rentang Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

3. Tingkatan Ansietas (Hawari, 2013)

a. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan
bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami ansietas
ringan akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas.
Respons- respons fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan
adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah dan
nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada
lambung.
Respons kognitif orang yang mengalami ansietas ringan adalah
lapang persepsi yang melebar, dapat menerima rangsangan yang
kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan masalah
secara efektif.
Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang mengalami
ansietas adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan,
suara kadang- kadang meninggi.
b. Ansietas Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan
menurun dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga
dan menyampingkan hal-hal lain.
Respons fisiologis dari orang yang mengalami ansietas sedang
adalah sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik mulut
kering, anoreksia, diare, konstipasi dan gelisah.
Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah
lapang persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima,
berfokus pada apa yang menjadi perhatian.
Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak-
sentak, meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman.

c. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu
cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain.
Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan
untuk memusatkan perhatian pada area lain.
Respons-respons fisiologis ansietas berat adalah napas pendek, nadi
dan tekanan darah darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala,
penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.
Respon kognitif pada orang yang mengalami ansietas berat adalah
lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan
masalah. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat dari
perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan blocking.

d. Panik
Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat sempit
dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan
diri lagi dan sulit melakukan apapun walaupun dia sudah diberikan
pengarahan.
Respons-respons fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekik,
sakit dada, pucat, hipotensi dan koordinasi motorik yang sangat
rendah.
Sementara respons-respons kognitif penderita panik adalah lapang
persepsi yang sangat pendek sekali dan tidak mampu berpikir logis.
Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat agitasi, mengamuk
dan marah-marah, ketakutan dan berteriak-teriak, blocking,
kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau (Herry Zan
Pieter, 2011)
4. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
yang dapat menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005).
Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan
berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis
perkembangan atau situasional
2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara
keinginan dan kenyataan yang menimbulkan kecemasan pada
individu
3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan
individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan
kecemasan
4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego
5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena
merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat
mempengaruhi konsep diri individu
6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani
stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap
konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga
7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik
dan mengatasi kecemasan
8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena
benzodizepin dapat menekan neurotransmiter gama amino
butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak
yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor Presipitasi
Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang dapat
mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi kecemasan
dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1) Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan yang mengancam
integritas fisik yang meliputi :
a) Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis
sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis
normal (misalnya hamil).
b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus
dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan
nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal
2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan
internal
a) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan
interpersonal dirumah dan tempat kerja, penyesuaian
terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap
intergritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai,
perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok,
sosial budaya . (Eko Prabowo, 2014)

5. Tanda dan Gejala


a. Palpitasi, jantung berdebar, atau akselerasi frekuensi jantung
b. Berkeringat
c. Gemetar atau menggigil
d. Perasaan sesak napas dan tercekik
e. Perasaan tersedak
f. Nyeri atau ketidak nyamanan dada
g. Mual atau distres abdomen
h. Merasa pusing, limbung, vertigo, atau pingsan
i.Derealisasi (Perasaan tidak realistis) atau depersonalisasi (terpisah dari
diri sendiri)
j. Takut kehilangan kendali atau menjadi gila
k. Takut mati
l. Perestesia (kebas atau kesemutan)
Bergantian kedinginan atau kepanasan Gejala lain gangguan ansietas
meliputi :
a. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit
berkonsentrasi, iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur
(gangguan ansietas umum)
b. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai
peristiwa traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma
( episode kilas balik ), kesulitan merasakan emosi ( afek datar ),
insomnia dan iritabilitas atau marah yang meledak–ledak
( gangguan stres pasca trauma )
c. Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan
kekerasan, kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan
aktifitas yang tidak bertujuan, seperti mencuci tangan, menghitung,
memeriksa, menyentuh (gangguan obsesif- kompulsif)
d. Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi tertentu
( fobia spesifik ), situasi performa atau sosial (fobia sosial), atau
berada dalam satu situasi yang membuat individu terjebak
( agorafobia) (Eko Prabowo, 2014)
6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan
Mcfarlan dan Wasli (1997 dalam Shives,1998) mengatakan bahwa faktor
yang berkonstribusi pada terjadinya kecemasan meliputi ancaman pada:
a. Konsep diri
b. Personal security system
c. Kepercayaan, lingkungan
d. Fungsi peran, hubungan interpersonal, dan
e. Status kesehatan.

Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI (1994), faktor- faktor yang


memengaruhi kecemasan antara lain sebagai berikut
a. Perkembangan Kepribadian

Perkembangan kepribadian seorang dimulai sejak usia bayi hingga 18


tahun dan bergantung pada pendidikan orang tua dirumah, pendidikan
disekolah dan pengaruh sosialnya, serta pengalaman dalam
kehidupannya.Seseorang menjadi pencemas terutama akibat prosesdan
identifikasi dirinya terhadap kedua orang tuanya daripada pengaruh
keturunannya. Perkembangan kepribadian akan membentuk tipe
kepribadian seseorang dimana tipe kepribadian tersebut akan
memengaruhi seseorang dalam merespons kecemasan. Dengan
demikian respon kecemasan yang dialami seseorang akan berbeda dari
orang lain, bergantung pada tipe kepribadian tersebut.
b. Tingkat Maturasi
Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat kecemasan.
Pada bayi tingkat kecemasan lebih disebabkan perpisahan dan
lingkungan yang tidak dikenal. Kecemasan pada remaja lebih banyak
disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada orang dewasa
kecemasan lebih banyak ditimbulkan oleh hal-hal yang berhubungan
dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan
berhubungan dengan kehilangan fungsi, sebagai contoh adalah
wanita yang menjelang menopouse. Mereka akan merasa cemas
akibat akan mengalami penurunan fungsi reproduktif sehingga
diperlukan dukungan sosial untuk mencegah terjadinya kecemasan
tersebut.

c. Tingkat Pengetahuan
Individu dengan tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan
mempunyai koping ( penyelesaian masalah ) yang lebih adaptif
terhadap kecemasan daripada individu yang tingkat pengetahuannya
lebih rendah.

d. Karakteristik Stimulus
1) intensitas stressor
Intensitas stimulus yang semakin besar, semakin besar pula kemungkinan
respons cemas akan terjadi. Stimulus hebat akan menimbulkan lebih
banyak respons yang nyata daripada stimulus yang timbul perlahan-
lahan. Stimulus ini selalu memberi waktu bagi seseorang untuk
mengembangkan cara penyelesaian masalah.
2) Lama Stressor
Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi dan akhirnya akan
melemahkan sumber-sumber penyelesaian masalah yang ada.
3) Jumlah Stressor
Stressor yang besar akan lebih meningkatkan kecemasan pada individu
daripada stimulus yang lebih kecil. (Solehati & Kosasih, 2015)

7. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2013) penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi
memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik (
somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkapnya
seperti pada uraian berikut :
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang.
2) Tidur yang cukup.
3) Olahraga yang cukup
4) Tidak merokok
5) Tidak meminum minuman keras
b. Terapi psikofarmaka
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas
dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan
fungsi gangguan neurotransmiter ( sinyal penghantar syaraf ) di
susunan saraf pusat otak ( limbic system ). Terapi psikofarmaka
yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolitic), yaitu
diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspironeHCl,
meprobamate dan alprazolam.
c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik ( somatik ) sering dijumpai sebagai
gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan
Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik ( fisik ) itu
dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh
yang bersangkutan.
d. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu,
antara lain:
1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat
atau dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa
putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan


koreksi bila dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi
kecemasan
3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksutkan memperbaiki
(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami
goncangan akibat stressor.
4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif
pasien yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional,
konsentrai dan daya ingat.
5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan
menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat
menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadap
stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
6) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan
kekeluargaan agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor
penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai
faktor pendukung .
7) Terapi psikoreligius
untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat
hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam
menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan
stressor psikososial.

e. Napas Dalam
Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas
pernapasan abdominal (diafragma)
Prosedur :
1) Atur posisi yang nyaman
2) Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen
3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah
tulang iga.
4) Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap
tertutup. Hitung sampai 3 selama inspirasi.
5) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup secara
perlahan – lahan.
B. Pengkajian Fokus
1. Data Yang Perlu Dikaji
a. Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek,
gelisah, melihat sekilas sesuatu, pergerakan berlebihan (seperti; foot
shuffling, pergerakan lengan/tangan), ungkapan perhatian berkaitan
dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia, perasaan gelisah
b. Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita
berlebihan, nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap,
gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri
sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir, prihatin
dan mencemaskan
c. Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat, kesegeraan berkemih (parasimpatis), nadi meningkat, dilasi
pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur,
perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh
meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar , diarhea,
keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi
berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial, berkedutan,
tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar
bernafas, tekanan darah meningkat .
d. Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian,
lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas,
cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan
berkurang terhadap:( memecahkan masalah dan belajar) , kewaspadaan
terhadap gejala fisiologis .
e. Faktor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai /
tujuan hidup, hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang
tidak terpenuhi, interpersonal-transmisi/penularan, krisis situasional,
maturasi, ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalah gunaan
zat,ancaman terhadap atau perubahan dalam : status peran status
kesehatan , pola interaksi, fungsi peran, lingkungan, status ekonomi.
(Herdman, T.H. 2012).

2. Masalah Keperawatan
a. Ansietas
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh
d. Koping individu inefektif
e. Kurangnya pengetahuan

3. Diagnosa Keperawatan
Pembentukan diagnosa keperawatan mengharuskan perawat menentukan
kualitas (kesesuaian) dari respon pasien, kuantitas (tingkat) dari ansietas
pasien dan sifat adaptif atau maladaptif dari mekanisme koping yang
digunakan.
4. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tindakan Pertemuan
1 2 3 dst
1. Ansietas Pasien 1. Kaji ansietas pasien 1. Evaluasi ansietas dan kemampuan 1. Evaluasi ansietas & kemampuan
2. Bantu pasien mengenal ansietas : pasien melakukan tarik nafas tarik nafas dalam, distraksi, tehnik
a. Mengidentifikasi & menguraikan dalam & distraksi & berikan pujian lima jari, spiritual. Beri pujian
perasaannya 2. Latihan hipnotis diri sendiri (teknik 2. Latih sampai membudaya
b. Mengenal penyebab ansietas lima jari) & kegiatan spiritual 3. Nilai kemampuan yang telah mandiri
c. Menyadari perilaku akibat ansietas 3. Anjurkan pasien melakukan tarik 4. Nilai dampaknya pada ansietas
3. Latih teknik relaksasi : nafas dalam (setiap dua jam),
a. Tarik nafas dalam (lima kali setiap distraksi (setiap saat), teknik lima
latihan) jari (lima kali sehari) dan kegiatan
b. Distraksi (baca, bercakap-cakap, nonton spiritual (disesuaikan)
tv)
4. Anjurkan latihan nafas dalam tiap dua jam,
distraksi setiap saat (kecuali saat tidur)
Keluarga 1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam 1. Evaluasi masalah yang dirasakan 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
merawat pasien keluarga & kemampuan keluarga merawat/melatih pasien tarik nafas
2. Menjelaskan ansietas, penyebab, proses merawat pasien. Beri pujian dalam, distraksi, teknnik lima jari
terjadinya, tanda & gejala, serta akibatnya 2. Menyertakan keluarga saat melatih dan kegiatan spiritual
3. Menjelaskan cara merawat ansietas pasien : pasien hipnotis diri sendiri (lima 2. Nilai kemampuan keluarga merawat
tidak menambah masalah pasien, selalu jari) & kegiatan spiritual pasien
bersikap positif & memberi semangat 3. Anjurkan membantu pasien 3. Nilai kemampuan keluarga
4. Menyertakan kelularga saat melatih pasien mengatasi ansietasnya melakukan control/rujukan
tarik nafas & distraksi 4. Diskusikan dengan keluarga cara
5. Anjurkan keluarga memotivasi pasien perawatan di rumah, follow up &
melakukan tarik nafas dalam dan distraksi kondisi pasien yang perlu dirujuk
serta menjelaskan kepada yang besuk untuk (lapang persepsi menyempit, tidak
melakukan sikap yang positif mampu menerima informasi,
gelisah, tidak dapat tidur) dan cara
merujuk pasien
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H. (2012). NSAUDARA International Nursing Diagnoses Definition and


Classification, 2012-2014. Oxford : Wiley-Blackwell
Keliat, B.A., dkk. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komuditas (CMHN – Basic
Couse). Jakarta : EGC
Stuart,G.W. (2009). Princiles and Pratice of Psychiatric Nursing. 8th edition. Missouri
Mosby.
Hawari, P. D. d. H. D. (2013). Manajemen stres, cemas, dan depresi.

Anda mungkin juga menyukai