Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMIAH

PERNIKAHAN USIA DINI PEMUDA HINDU DI BALI


Dosen Pengampu Yoga Purandina MPd

Oleh:
Putu Mira Ayu Lasmini (2111011017)
Kadek Putri Indra Maheswari (2111011016)
Luh Putu Noviana (2111011010)

KELAS 1 A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU


JURUSAN DHARMA ACARYA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU KUTURAN
SINGARAJA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Ida Sang Hyang Widi Wasa, karena atas Asung
Kerta Wara Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Pernikahan usia dini Pemuda Hindu di Bali”
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia . Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang “Pernikahan Usia Dini
Pemuda Hindu Di Bali bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yoga Purandina M.Pd
selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia . Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang “Pernikahan Usia Dini Pemuda
Hindu Di Bali” dan teori-teori yag disampaikan oleh para ahli, dan konsep dasar
pemerintahan di Indonesia.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................1
1.3 Tujuan Makalah...................................................................................................1
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori ........................................................................................................3
2.2 Metode Penelitian................................................................................................4
2.3 Hasil dan Pembahasan Penelitian........................................................................5

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan..........................................................................................................8
3.2 Saran....................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bali adalah pulau dewata yang sangat menakjubkan, memiliki banyak adat
dan budaya dari warisan nenek moyang kita, adat istiadat yang tidak pernah
mati yaitu pernikahan di Bali, pernikahan di Bali tidak luput dari banyaknya
upacara yang dilakukan dan persyaratan usia perkawinan, tetapi ketika para
pemuda di Bali ini lupa tentang aturan usia untuk menikah dalam Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab II Pasal 6, usia untuk menikah adalah sekitar
21 tahun, jika Anda di bawah usia ini, Anda harus mengajukan izin. dari orang
tua.

Saat ini banyak terjadi pernikahan dini, khususnya di Bali. Banyak anak
muda kita yang memulai pubertasnya secara negatif, bahkan mereka masuk ke
dalam sesuatu yang tidak pantas, sehingga dengan banyaknya pernikahan di
bawah umur ada masalah dan terkadang di usia muda mereka masuk ke dalam
pernikahan yang tidak bertahan lama. Budaya Bali pada umumnya: kesuburan
harus dibuktikan, toleran, Anak perempuan lebih lama bersekolah, gerak-
geriknya tidak mudah mengikuti orang tuanya, seperti dulu (tapi sering
disalahkan), Mobilitas remaja meningkat: sepeda motor sendiri (atau bersepeda
dengan teman), kontak mudah dengan "pacar" melalui ponsel (jalan belakang
jika orang tua tidak setuju), ada warnet bagaimana kita bisa mengurangi
kejadian ini sehingga setiap anak muda kita bisa berpikir lebih dewasa tentang
pernikahan.

1.2 Rumusan Masalah

1.Pernikahan Usia Dini Pemuda Hindu Di Bali

1.3 Tujuan makalah

1.Untuk mengetahui pernikahan usia dini di Bali dan pengaruh pernikahan usia
dini.

1
1.4 Manfaat makalah

Sebagai bahan referensi untuk Mahasiswa/i dalam pembuatan tugas.


Makalah ini dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap dunia akademik
Sebagai masukan kepada pasangan yang menikah diusia muda agar dapat
mempertahankan pernikahannya dan menjadikan rumah tangganya harmonis.
Sebagai masukan kepada para pasangan yang ingin menikah agar mempersiapkan
mental lahir dan batin terutama umurnya telah memenuhi ketetapan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
Perkawinan sendiri secara etimologis berasal dari akar kata “kawin” yang
berarti menghubungkan seorang pria dan seorang wanita untuk menjadi suami
(perkawinan), diberi akhiran “per-an” yang berarti proses. Dengan demikian,
istilah perkawinan berarti proses pemulihan hubungan antara seorang pria dan
seorang wanita untuk menjadi suami (perkawinan) (Poerwadarminta, 1982; 453).

Penjelasan dalam Pasal 1 UU Perkawinan menegaskan bahwa dalam


negara Pancasila yang perintah pertamanya adalah Tuhan Yang Maha Esa,
perkawinan memiliki hubungan yang sangat erat dengan agama/spiritual. Dengan
demikian, perkawinan tidak hanya memiliki unsur lahiriah atau jasmani, tetapi
juga unsur batin/spiritual yang juga memegang peranan yang sangat penting.

Terbentuknya keluarga bahagia demikian erat kaitannya dengan


keturunan, yang juga merupakan makna perkawinan (Pudja, 1975:15). Dilihat dari
kesusastraan Hindu, perkawinan dikenal dengan istilah pawiwahan, yang berasal
dari kata wiwaha, yang berarti meningkatkan kesucian dan kerohanian
(Sudarsana, 2005: 2-3).

Dapat disimpulkan dari kitab Manusmrti bahwa pernikahan adalah agama


dan hukumnya wajib karena berkaitan dengan kewajiban melahirkan anak dan
menebus dosa orang tua dengan melahirkan anak laki-laki. Lembaga perkawinan
juga untuk mengatur hubungan seksual yang normal, terutama hubungan biologis,
yang diperlukan dalam kehidupan pasangan suami istri.

Apalagi wiwaha diidentikkan dengan samskara, yang menjadikan


lembaga perkawinan sebagai lembaga yang tidak terpisahkan sebagai hukum
agama, dan syarat-syaratnya juga harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan ajaran
atau undang-undang agama Hindu. Menurut pandangan Hindu, pernikahan
merupakan yajña (tugas suci) karena diharapkan dari pernikahan tersebut akan
melahirkan anak-anak suputra.

3
Perkawinan, oleh karena itu, adalah kodrat manusia atau kewajiban yang
harus dijalankan orang dalam kehidupan mereka. Jadi selain tujuan pernikahan
untuk menciptakan keluarga yang bahagia, juga memiliki tujuan untuk
menghasilkan keturunan sebagai penerus garis keturunan dan merupakan
penyelamat pikiran orang tua ketika mereka meninggal nanti. Triguna
menjelaskan bahwa dalam masyarakat tertentu dianjurkan untuk menikah di luar
batas lingkungan tertentu (eksogami), seperti eksogami keturunan utama,
eksogami marga, atau eksogami desa.

Begitu juga dengan endogami, yang merupakan kebalikan dari eksogami


(Triguna, 1997: 63-64). Selain konsep perkawinan, sering (sering) disebut dengan
istilah “nganten”. Istilah nganten memiliki arti yang sama dengan istilah lain
dalam masyarakat Hindu Bali, yang sering disebut sebagai makrab kambe,
pawiwahan atau pewarangan (P.Windia, dalam Astiti, 2009: 55).

Berdasarkan uraian di atas, perkawinan adalah ikatan lahir batin antara


seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga
yang bahagia dan langgeng menurut ajaran agama Hindu.

Alasan utama orang cocok dengan anak-anak mereka: di masa lalu itu
biasa, terutama di kelas atas (keluarga kasta tinggi, tradisi "pingit" dan endogami),
sekarang kebanyakan anak muda menikah melalui pelarian (upacara lebih murah)
sesuka hati, seringkali wanita hamil . Beberapa wanita hamil berusia di bawah 16
tahun, tetapi tidak direncanakan

Pernikahan di usia muda memiliki banyak implikasi. Gadis-gadis meninggalkan


sekolah pertama. Kedua. Anak perempuan hamil di usia muda. Itu masih dalam
pertumbuhan penuh. perjudian, dll.) dan pasangan tidak dapat mandiri secara
ekonomi.

2.2 Metode Penelitian


Sebagai karya ilmiah, maka tidak bisa dilepaskan dari penggunaan metode.
Secara umum metode penelitian atau metode ilmiah adalah sebuah prosedur atau
langkah-langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.Secara

4
terperinci Almack mendefisikan metode ilmiah sebagai sebuah cara menerapkan
prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan, dan penjelasan kebenaran.2
Berangkat dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa adanya metode
penilitian memiliki fungsi yang sangat penting dan menjadi pedoman untuk
mengerjakan suatu penelitian, agar dapat menghasilkan karya tulis yang
maksimal. Jenis penelitian ini menggunakan beberapa refrensi buku ,majalah
elektronik ,jurnal dan juga makalah.

2.3 Hasil dan Pembahasan Penelitian

Pernikahan adalah upacara sakral di Bali. Apa yang akan membentuk


keluarga bahagia erat kaitannya dengan keturunan yang juga merupakan tujuan
perkawinan (Pudja, 1975:15). Jika ditinjau dari kesusastraan Hindu, perkawinan
dikenal dengan istilah pawiwahan yang berasal dari kata wiwaha yang berarti
meningkatkan kesucian dan kerohanian (Sudarsana, 2005: 2-3).

Para tokoh agama Hindu di Bali mengungkapkan bahwa kedewasaan


dalam adat Hindu Bali diperoleh melalui tahapan kehidupan yang terjadi
sepanjang hidup mereka. Dalam agama Hindu Bali, terdapat 137 sistem catur
catur, yaitu tahapan yang membagi kehidupan manusia menjadi 4 tahapan, dari
lahir sampai mati. Tahap pertama, Brahmacari Asrama, diikuti oleh individu sejak
lahir hingga usia 18 tahun, yang merupakan masa belajar dan mempersiapkan diri
untuk hidup. Tahap kedua, Wanaprasta Asrama, adalah tahap kehidupan berumah
tangga. Periode ini dimulai ketika individu telah siap dan menikah, menjalani
kehidupan duniawi dan melanjutkan keturunan. Tahap ketiga, Wanaprasta
Asrama, adalah tahap ketiga di mana individu mulai menjauhkan diri dari
kehidupan duniawi dan mulai mengabdikan dirinya pada ajaran Dharma dan
mempersiapkan diri untuk pembebasan/moksha.

Tahap terakhir, Sanyasin Asrama, adalah tahap akhir di mana pengaruh


dunia harus dihilangkan sepenuhnya dan individu mengabdikan dirinya pada
kebajikan Dharma dan hakikat kehidupan yang sebenarnya sebelum menyerahkan
dirinya kepada sang pencipta. Keempat tahapan ini berlangsung secara berurutan,

5
pemenuhan satu tahapan merupakan prasyarat untuk dapat memasuki tahapan
kehidupan selanjutnya. Prinsip ini menjadi pedoman dalam mempersiapkan
pemeluk Bali memasuki kehidupan berumah tangga. Pendidikan yang harus
dilaksanakan dalam 18 tahun pertama kehidupan diperlukan untuk mencapai
keutamaan guna memasuki kehidupan berumah tangga

Dalam praktiknya, umumnya pria dan wanita Bali baru bisa menikah pada
usia 18-20 tahun setelah mereka menyelesaikan proses belajar secara penuh.
Dalam agama Hindu Bali tidak ada aturan baku yang memberikan persyaratan
usia untuk memasuki kehidupan berumah tangga, namun batasan ini diterapkan
mengikuti tahapan kehidupan dan diyakini dapat membimbing individu untuk
mencapai kedewasaan. Menurut pemuka agama Hindu Bali, satu-satunya aturan
yang secara hukum diikuti untuk mengatur usia perkawinan adalah UU
Perkawinan no. 1 Tahun 1974 yang diatur tentang usia 16 tahun bagi perempuan
dan 19 tahun bagi laki-laki, namun aspek hukum ini harus mengikuti tahapan
kehidupan yang dijalani individu dalam kenyataan.

Masalah perkawinan anak diakui oleh para pemuka agama Hindu Bali dan
terjadi karena berbagai alasan. Kehamilan tidak diinginkan dapat menjadi alasan
untuk memberikan dispensasi bagi anak yang menikah sebelum menyelesaikan
pendidikannya. Dalam agama Hindu Bali, kehamilan harus dijaga karena Hindu
Bali percaya bahwa kelahiran anak/keturunan adalah kembalinya nenek moyang
dalam kehidupan. Menggugurkan kandungan berarti mencegah reinkarnasi yang
seharusnya dialami oleh leluhurnya, atau sama saja dengan membunuh
leluhurnya.

Selain itu, perkawinan harus dilakukan untuk memberikan status hukum


dan sosial bagi anak yang dilahirkan. Dispensasi untuk menikah pada usia anak,
sebelum ia menyelesaikan pendidikannya, harus diberikan oleh organisasi
keagamaan PHDI yang berwenang untuk mengizinkan pernikahan. Memasuki
lembaga perkawinan merupakan satu-satunya pilihan yang harus dijalani oleh
anak perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan dan menutup
kemungkinan untuk melanjutkan pendidikan lebih lanjut. Kehamilan tidak

6
diinginkan, menurut pemuka agama Hindu Bali, lebih banyak disebabkan oleh
pergaulan bebas anak muda saat ini. Sama seperti pemuka agama lainnya,
teknologi internet telah membuka ruang hidup anak muda untuk menjadi manusia

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pernikahan di Bali tidak luput dari banyaknya upacara yang dilakukan dan
persyaratan usia perkawinan, tetapi ketika para pemuda di Bali ini lupa tentang
aturan usia untuk menikah dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Bab II
Pasal 6, usia untuk menikah adalah sekitar 21 tahun, jika Anda di bawah usia ini,
Anda harus mengajukan izin. dari orang tua. Saat ini banyak terjadi pernikahan
dini, khususnya di Bali. Banyak anak muda kita yang memulai pubertasnya secara
negatif, bahkan mereka masuk ke dalam sesuatu yang tidak pantas, sehingga
dengan banyaknya pernikahan di bawah umur ada masalah dan terkadang di usia
muda mereka masuk ke dalam pernikahan yang tidak bertahan lama.
Para tokoh agama Hindu di Bali mengungkapkan bahwa kedewasaan
dalam adat Hindu Bali diperoleh melalui tahapan kehidupan yang terjadi
sepanjang hidup mereka. Dalam agama Hindu Bali, terdapat 137 sistem catur
catur, yaitu tahapan yang membagi kehidupan manusia menjadi 4 tahapan, dari
lahir sampai mati. Tahap pertama, Brahmacari Asrama, diikuti oleh individu sejak
lahir hingga usia 18 tahun, yang merupakan masa belajar dan mempersiapkan diri
untuk hidup. Tahap kedua, Wanaprasta Asrama, adalah tahap kehidupan berumah
tangga. Tahap terakhir, Sanyasin Asrama, adalah tahap akhir di mana pengaruh
dunia harus dihilangkan sepenuhnya dan individu mengabdikan dirinya pada
kebajikan Dharma dan hakikat kehidupan yang sebenarnya sebelum menyerahkan
dirinya kepada sang pencipta.
Dalam praktiknya, umumnya pria dan wanita Bali baru bisa
menikah pada usia 18-20 tahun setelah mereka menyelesaikan proses belajar
secara penuh. Dalam agama Hindu Bali tidak ada aturan baku yang memberikan
persyaratan usia untuk memasuki kehidupan berumah tangga, namun batasan ini
diterapkan mengikuti tahapan kehidupan dan diyakini dapat membimbing
individu untuk mencapai kedewasaan. Menurut pemuka agama Hindu Bali, satu-

8
satunya aturan yang secara hukum diikuti untuk mengatur usia perkawinan adalah
UU Perkawinan no. 1 Tahun 1974 yang diatur tentang usia 16 tahun bagi
perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki, namun aspek hukum ini harus mengikuti
tahapan kehidupan yang dijalani individu dalam kenyataan.

3.2 Saran

Terbentuknya keluarga yang harmonis merupakan hal-hal yang harus


menjadi pertimbangan pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan. Bagi
pemuda dan pemudi yang hendak melangsungkan pernikahan, hendaknya
mempertimbangkan beberapa hal seperti kesiapan fisik, mental, ilmu, baik ilmu
agama maupun ilmu umum serta kesiapan ekonomi.
Bagi orang tua agar senantiasa memperhatikan pendidikan anak,baik
pendidikan agama, pendidikan formal dan pendidikan non formal agar adanya
proses pendewasaan dan menikah pada usia yang seharusnya. Selain itu, bagi
orang tua agar senantiasa memperhatikan pergaulan anak agar tidak terjadi
pergaulan bebas yang dapat menyebabkan anak menikah muda.

9
DAFTAR PUSTAKA

Pudja Gde., 1984. Pengantar tentang Perkawinan menurut Hukum Hindu. Jakarta:
Proyek Penerangan Bimbingan dan Khutbah Agama Hindu dan Budha.
Pudja, Gd., dan Tjokorda Rai Sudharta., 2002. Manawa Dharmasastra. Jakarta:
Felita Nursatama Lestari.
Sudarsana,IB Putu. 2005. Makna Upacara Perkawinan Hindu. Denpasar : Yayasan
Dharma. Sudharta.
Windia P. Wayan dan Sudantra Ketut., 2006. Pengantar Hukum Adat Bali,
Cetakan Pertama, Lembaga Dokumentasi dan Publikasi Fakultas Hukum
Universitas Udayana.
Windia P. Wayan, dkk, 2009. Perkawinan Pada Gelahang di Bali. Denpasar:
Udayana University Press.

Anda mungkin juga menyukai