41032124211003
Landasan pendidikan berasal dari dua kata, landasan dan pendidikan. Didalam kamus
besar bahasa Indonesia (1995:260) istilah landasan diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan.
Sedangkan Pendidikan menurut UU SISDIKNAS No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat. Jadi landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik
tolak dalam rangka pendidikan atau asas konseptual yang menyelubungi pendidikan secara
keseluruhan. Biasanya yang dibahas terkait dengan landasan pendidikan ini adalah hakikat
manusia sebagai makhluk pembelajar, situasi, proses, perubahan sosial, aliran pelaksanaan,
hingga permasalahan-permasalahan pendidikan. Bahwa secara leksikal, landasan berarti dasar,
tumpuan, atau alas. Oleh karena itu, landasan (pendidikan) merupakan tempat bertumpu, titik
tolak atau dasar pijakan dalam melaksanakan pendidikan. Landasan-landasan tersebut meliputi
landasan hukum, filosofis, ilmiah, hingga yuridis atau hukum yang melindungi hak pendidikan.
Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya kita dapat
mengidentifikasi jenis landasan pendidikan menjadi:
1). Landasan religius pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama
yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
2). Landasan filosofis pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi
titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
3). Landasan ilmiah pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau
disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi
pendidikan. Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis
pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan
atau landasan faktual pendidikan.
4). Landasan yuridis atau hukum pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan
atau studi pendidikan.
1).Sebagai pijakan utama yang kokoh dan adil untuk memastikan keadilan pendidikan seperti
dalam landasan hukum pendidikan.
2). Barometer utama untuk memastikan kualitas pendidikan yang terarah sesuai dengan
kebutuhan dan tujuannya.
3). Landasan perlindungan hukum untuk menjaga keadilan dan kemerataan pendidikan.
4). Perlindungan fungsi pendidikan pada pakemnya agar tidak disalahgunakan untuk hal yang
buruk.
2.
3. a. Maksud dari konsep dasar pendidikan manusia perlu dididik hingga dewasa adalah bahwa
manusia perlu dididik hingga mencapai dewasa dan juga harus berusaha agar pendidikan nya
dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ada beberapa konsepsi dasar tentang pendidikan
yang akan dilaksanakan, yaitu:
1). Bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education). Dalamhal ini berarti
bahwa usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu lahirdari kandungan ibunya sampai ia
tutup usia, sepanjang ia mampu untukmenerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya.
2). Bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama,antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Pemerintah tidak bolehmemonopoli segalany, melainkan bersama
dengan keluarga dan masyarakat, berusaha agar pendidikan mencapai tujuan yang telah
ditentukan.3.
3). Bagi manusia pendidikan itu merupakan suatu keharusan karena pendidikan,manusia akan
memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.
4. a. Manusia memiliki berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok, dll. Semua
itu bercampur aduk menjadi potensi dasar atau bawaan manusia, sehingga disadari atau tidak,
manusia telah mengembangkan potensi tersebut, baik secara maksimal atau tidak, dengan baik
atau buruk. Semuanya tergantung manusia itu sendiri dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Kaitanya dengan hal tersebut, dengan akal manusia yang bisa dikatakan jenius, manusia dapat
menemukan jalan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka dengan baik. Yaitu dengan
pendidikan. Manusia mulai sadar akan arti penting pendidikan bagi kehidupan mereka.
Dalam hal ini, saya mencoba mencari keterkaitan antara pendidikan dengan manusia. Atau,
apakah arti penting pemahaman tentang hakekat manusia tadi terhadap proses pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk mengembangkan
potensi-potensi bawaan manusia, memberi sifat dan kecakapan, sesuai dengan tujuanpendidikan.
Pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan.
Melihat pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan pendidikan dengan manusia itu
sangat erat. Adanya pendidikan untuk mengembangkan potensi manusia, menuju manusia yang
lebih baik.
Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan manusia.
Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus mempersoalkan masalah
kependidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena
manusia, pendidikan mutlak ada; dan karena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri
sebagai manusia yang manusiawi.
Manusia merupakan subyek pendidikan, tetapi juga sekaligus menjadi objek pendidikan itu
sendiri. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa mengerti
manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana, dan mengapa manusia
dididik. Tanpa mengerti atas manusia, baik sifat-sifat individualitasnya yang unik, maupun
potensi-potensi yang justru akan dibina, pendidikan akan salah arah. Bahkan tanpa pengertian
yang baik, pendidikan akan merusak kodrat manusia. Apabila digunakan secara negative.
Esensia kepribadian manusia, yang tersimpul dalam aspek-aspek: individualitas, sosialitas dan
moralitas hanya mungkin menjadi relita (tingkah laku, sikap) melalui pendidikan yang diarahkan
kepada masing-masing esensia itu. Harga diri, kepercayaan pada diri sendiri (self-respect, self-
reliance, self confidence) rasa tanggung jawab, dan sebagainya juga akan tumbuh dalam
kepribadian manusia melalui proses pendidikan. Jadi, hubungan antara filsafat, pendidikan dan
manusia secara singkat adalah sebagai berikut; filsafat digunakan untuk mencari hakekat
manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat
tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi
keberadaan manusia.
5. a. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
mempunyai tujuan, yaitu arah yang ingin dicapai oleh segenap upaya pengajaran dan pelatihan.
Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai nilai yang sifatnya abstrak.
Pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan secara jelas dan konkret agar dapat direalisasikan.
Tujuan pendidikan, khususnya sistem persekolahan , kira kira dapat dirumuskan sebagai berikut :
1).Tujuan umum pendidikan. Tujuan umum pendidikan di Indonesia adalah manusia Pancasila.
2).Tujuan Institusional yaitu tujuan yang harus dicapai oleh lembaga pendidikan tertentu,
misalnya SD, SMP dll.
3). Tujuan kurikuler adalah tujuan bidang studi atau mata pelajaran
4). Tujuan instruksional . Tujuan ini mencakup tujuan pokok pokok bahasan dan sub sub pokok
bahasan.
Demi terlaksananya pendidikan maka ada proses pendidikan yang merupakan kegiatan
memobilisasi semua komponen pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Karena
sasarannya adalah manusia maka pendidikan bersifat sangat kompleks. Batasan apapun tidak
akan memadai . Berdasarkan fungsinya, maka ada beberapa batasan , misalnya : pendidikan
sebagai proses transformasi budaya, pendidikan sebagai proses pendidikan pribadi, pendidikan
sebagai proses penyiapan warga negara, pendidikan sebagai proses penyiapan tenaga kerja .
Lembaga pendidikan utamanya sekolah harus mampu mengikuti dan menjawab tantangan zaman
yang terus berubah. Oleh karena itu diperlukan konsep landasan pendidikan yang kokoh dan
teruji ysng mengsndung asas asas pendidikan yang merupakan suatu kebenaran yang menjadi
tumpuan berpikir baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus untuk
Indonesia, kita mempunyai sejumlah asas yang memberikan arah dalam merancang dan
melaksanakan pendidikan, yaitu asas Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani ( di depan menjadi contoh, di tengah menjadi pembangkit kehendak, di belakang
mengikuti dengan bijak ). Kemudian ada asa belajar sepanjang hayat ( seluruh hidup manusia
hakikatnya adalah belajar, tidak ada kata berhenti untuk belajar ) dan asa kemandirian dalam
belajar. Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini
dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual
(contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun
asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis
tersembunyi. Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut
praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga
kita kenal istilah studi pendidikan. Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk
mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa
pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan
(bimbingan, pengajaran dan atau latihan). Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau
titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek
kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah
mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-
undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.
Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut
juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun
1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat,
tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.
2). Setiap warga negara wajib mengikuti pendid ikan dasar pemerintah wajib membiyayainya.
3). Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
4). Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendid ikan nasional.
5). Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
b. Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama
dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan
bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya.
Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari
akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan
baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang
asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.
Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di
lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu
budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh tidak mengenal dengan baik
budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi
demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk
menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena
dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk
tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan
nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa.
Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan,
cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri
ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU
Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang
mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang
kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat
dan bangsa. Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan
prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan kebanggaan
bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan,
pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa
lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa
yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter dan budaya baru
bangsa. Oleh karena itu, landasan budaya dalam pendidikan bangsa merupakan inti dari suatu
proses pendidikan. Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari budaya itu
menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang
ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi,
bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta
ketrampilan). Dalam mengembangkan pendidikan bangsa, kesadaran akan siapa dirinya dan
bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun
dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri
bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Selain itu,
pendidikan harus membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan
dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat
(antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), system
ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik (ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa
Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya,
perlu ada upaya terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai nilai budaya yang menjadi
dasar bagi pendidikan bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai budaya yang
dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam
kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.
Masuknya kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal zaman sejarah
tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi sastra, agama, sejarah, etika
menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan bangsawan. Pendidikan mengharuskan anak-
anak, pemuda dan orang dewasa mempelajari huruf Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga
(990-1049) banyak buku-buku bahasa, sastra, hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa
kuno (Kawi) sehingga lahirlah guru-guru profesional pada zamannya. Seorang guru profesional
harus lahir dari kasta Brahmana sedang muridnya bisa terdiri dari kasta Brahmana sendiri sandar
2 kasta di bawahnya, sebab kasta sudra tidak diperkenankan menjadi murid.
56Puncak pendidikan Budha dicapai pada zaman Sriwijaya. Guru terkenal pada zaman Sriwijaya
ialah Darmapala dari Nalanda. Tahun 685, I Tsing (seorang Budhis Cina) yang pulang dari India
singgah di Sriwijaya menerjemahkan 100 buku agama Budha ke dalam bahasa Cina. Bermula
dari hal ini, agama Budha banyak dipelajari orang-orang sehingga akhirnya Budha berkembang
di pulau Jawa.
Pada abad ke-13 Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah Demak, di
Aceh Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan di daerah Maluku
Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat penyebaran agama Islam
sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula dari penyebaran Islam di dalamnya
inklusif pendidikan bercorak Islam tradisional dikembangkan. Sebagai pusat perkembangan
Islam, para kiai mendirikan pondok pesantren. Dalam pondok pesantren itu para kiai hidup
bersama santri memperdalam agama Islam.
Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat perorangan. Para kiai membina umat
Islam di daerahnya masing-masing dengan mendirikan pondok pesantren. Terkenallah peran
Walisanga di Jawa, para syeh Minangkabau dan pada akhirnya berdiri kesultanan-kesultanan
sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran Islam.
Tujuan pendidikan Islam pada saat itu adalah mengabdi sepenuhnya kepada Allah sesuai
dengan tuntunan rasul Muhammad SAW ( Al Qur’an dan Sunah). Materi pendidikan yang
diberikan para kiai adalah keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq. Untuk memperdalam ilmu tauhid
diberikan juga Arkanul Iman.
1. membaca Al Qur’an;
3. keimanan;
4. akhlaq.
Cara belajar saat itu adalah dengan model sorogan dan klasikal. Model sorogan atau individual
dilakukan dengan anak santri duduk bersila berhadapan dengan guru gaji untuk membaca Al
Qur’an, secara bergantian satu persatu sesuai dengan kemajuannya masing-masing. Demikian
pula dalam hal belajar berwudlu, salat seorang santri dibimbing langsung oleh guru. Pendidikan
akhlaq diberikan secara klasikal, guru bercerita tentang tarikh nabi, Sabat nabi, sifat-sifat terpuji
atau yang tercela dengan materi para tokoh pada zamannya. Lama belajar tidak ditentukan,
sangat bergantung pada kemampuan, kerajinan dan kemauan anak. Karena itu belajar tidak
dipungut biaya. Hal ini berlangsung sampai masuknya kebudayaan barat.