Anda di halaman 1dari 13

Gyfarel Gema Agriansa

41032124211003

Pendidikan Bahasa Arab

1. a. Pengertian Landasan Pendidikan

Landasan pendidikan berasal dari dua kata, landasan dan pendidikan. Didalam kamus
besar bahasa Indonesia (1995:260) istilah landasan diartikan sebagai alas, dasar, atau tumpuan.
Sedangkan Pendidikan menurut UU SISDIKNAS No.20 Tahun 2003 adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat. Jadi landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik
tolak dalam rangka pendidikan atau asas konseptual yang menyelubungi pendidikan secara
keseluruhan. Biasanya yang dibahas terkait dengan landasan pendidikan ini adalah hakikat
manusia sebagai makhluk pembelajar, situasi, proses, perubahan sosial, aliran pelaksanaan,
hingga permasalahan-permasalahan pendidikan. Bahwa secara leksikal, landasan berarti dasar,
tumpuan, atau alas. Oleh karena itu, landasan (pendidikan) merupakan tempat bertumpu, titik
tolak atau dasar pijakan dalam melaksanakan pendidikan. Landasan-landasan tersebut meliputi
landasan hukum, filosofis, ilmiah, hingga yuridis atau hukum yang melindungi hak pendidikan.

b. Jenis-jenis Landasan Pendidikan

Ada berbagai jenis landasan pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya kita dapat
mengidentifikasi jenis landasan pendidikan menjadi:

1). Landasan religius pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari religi atau agama
yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

2). Landasan filosofis pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi
titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

3). Landasan ilmiah pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari berbagai cabang atau
disiplin ilmu yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi
pendidikan. Tergolong ke dalam landasan ilmiah pendidikan antara lain: landasan psikologis
pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis
pendidikan, dsb. Landasan ilmiah pendidikan dikenal pula sebagai landasan empiris pendidikan
atau landasan faktual pendidikan.

4). Landasan yuridis atau hukum pendidikan yaitu asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan
atau studi pendidikan.

c. Fungsi Landasan Pendidikan


Misi utama mata kuliah landasan-landasan pendidikan dalam pendidikan tenaga kependidikan
tidak tertuju kepada pengembangan aspek keterampilan khusus mengenai pendidikan sesuai
spesialisasi jurusan atau program pendidikan, melainkan tertuju kepada pengembangan wawasan
kependidikan, yaitu berkenaan dengan berbagai asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan
yang harus dipilih dan diadopsi oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan
bersikap dalam rangka melaksanakan tugasnya. Berbagai asumsi pendidikan yang telah dipilih
dan diadopsi oleh seseorang tenaga kependidikan akan berfungsi memberikan dasar rujukan
konseptual dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan yang dilaksanakannya.
Dengan kata lain, fungsi landasan pendidikan adalah sebagai dasar pijakan atau titik tolak
praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

1).Sebagai pijakan utama yang kokoh dan adil untuk memastikan keadilan pendidikan seperti
dalam landasan hukum pendidikan.

2). Barometer utama untuk memastikan kualitas pendidikan yang terarah sesuai dengan
kebutuhan dan tujuannya.

3). Landasan perlindungan hukum untuk menjaga keadilan dan kemerataan pendidikan.

4). Perlindungan fungsi pendidikan pada pakemnya agar tidak disalahgunakan untuk hal yang
buruk.

2.
3. a. Maksud dari konsep dasar pendidikan manusia perlu dididik hingga dewasa adalah bahwa
manusia perlu dididik hingga mencapai dewasa dan juga harus berusaha agar pendidikan nya
dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Ada beberapa konsepsi dasar tentang pendidikan
yang akan dilaksanakan, yaitu:
1). Bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup (life long education). Dalamhal ini berarti
bahwa usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia itu lahirdari kandungan ibunya sampai ia
tutup usia, sepanjang ia mampu untukmenerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya.
 
2). Bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama,antara keluarga,
masyarakat dan pemerintah. Pemerintah tidak bolehmemonopoli segalany, melainkan bersama
dengan keluarga dan masyarakat, berusaha agar pendidikan mencapai tujuan yang telah
ditentukan.3.
 
3). Bagi manusia pendidikan itu merupakan suatu keharusan karena pendidikan,manusia akan
memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.

b. Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, serta kebiasaan suatu


sekelompok yang diturunkan dari 1 generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran,
pelatihan, atau penelitian. Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya.
1). Manusia begitu lahir ke dunia, perlu mendapatkan uluran orang lain untuk melangsungkan
kehidupannya.
2). Manusia lahir tidak langsung dewasa.
3). Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Artinya makhluk yangmembutuhkan orang
lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya bisa disebut jugamanusia yang tidak bisa hidup
sendiri

4. a. Manusia memiliki berbagai dimensi dasar, baik secara pribadi, jiwa, kelompok, dll. Semua
itu bercampur aduk menjadi potensi dasar atau bawaan manusia, sehingga disadari atau tidak,
manusia telah mengembangkan potensi tersebut, baik secara maksimal atau tidak, dengan baik
atau buruk. Semuanya tergantung manusia itu sendiri dan lingkungan yang mempengaruhinya.
Kaitanya dengan hal tersebut, dengan akal manusia yang bisa dikatakan jenius, manusia dapat
menemukan jalan untuk mengembangkan potensi-potensi mereka dengan baik. Yaitu dengan
pendidikan. Manusia mulai sadar akan arti penting pendidikan bagi kehidupan mereka.
Dalam hal ini, saya mencoba mencari keterkaitan antara pendidikan dengan manusia. Atau,
apakah arti penting pemahaman tentang hakekat manusia tadi terhadap proses pendidikan.
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana, sistematis dan berkelanjutan untuk mengembangkan
potensi-potensi bawaan manusia, memberi sifat dan kecakapan, sesuai dengan tujuanpendidikan.
Pendidikan adalah bagian dari suatu proses yang diharapkan untuk mencapai suatu tujuan.
Melihat pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hubungan pendidikan dengan manusia itu
sangat erat. Adanya pendidikan untuk mengembangkan potensi manusia, menuju manusia yang
lebih baik.
Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan manusia.
Sebaliknya, berbicara tentang kehidupan manusia berarti harus mempersoalkan masalah
kependidikan. Jadi, antara manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena
manusia, pendidikan mutlak ada; dan karena pendidikan, manusia semakin menjadi diri sendiri
sebagai manusia yang manusiawi.
Manusia merupakan subyek pendidikan, tetapi juga sekaligus menjadi objek pendidikan itu
sendiri. Pedagogik tanpa ilmu jiwa, sama dengan praktek tanpa teori. Pendidikan tanpa mengerti
manusia, berarti membina sesuatu tanpa mengerti untuk apa, bagaimana, dan mengapa manusia
dididik. Tanpa mengerti atas manusia, baik sifat-sifat individualitasnya yang unik, maupun
potensi-potensi yang justru akan dibina, pendidikan akan salah arah. Bahkan tanpa pengertian
yang baik, pendidikan akan merusak kodrat manusia. Apabila digunakan secara negative.
Esensia kepribadian manusia, yang tersimpul dalam aspek-aspek: individualitas, sosialitas dan
moralitas hanya mungkin menjadi relita (tingkah laku, sikap) melalui pendidikan yang diarahkan
kepada masing-masing esensia itu. Harga diri, kepercayaan pada diri sendiri (self-respect, self-
reliance, self confidence) rasa tanggung jawab, dan sebagainya juga akan tumbuh dalam
kepribadian manusia melalui proses pendidikan. Jadi, hubungan antara filsafat, pendidikan dan
manusia secara singkat adalah sebagai berikut; filsafat digunakan untuk mencari hakekat
manusia, sehingga diketahui apa saja yang ada dalam diri manusia. Hasil kajian dalam filsafat
tersebut oleh pendidikan dikembangkan dan dijadikannya (potensi) nyata berdasarkan esensi
keberadaan manusia.

b. Peran Pendidikan dalam Memanusiakan Manusia


Memanusiakan manusia berarti menghantar manusia menemukan kesempurnaannya melalui
kesadaran pertama-tama akan kesatuan dimensi kemanusiaan, yaitu tubuh, jiwa, pikiran, dan
perasaan, juga kesadaran akan kebebasannya sebagai manusia untuk memilih dan bertindak.
Melalui Pendidikan yang Memanusiakan. Pendidikan yang memanusiakan adalah pendidikan
yang mengantarkan manusia pada perkembangan yang signifikan dalam menemukan,
mengembangkan, dan menunjukkan kesempurnaan kemanusiaannya. Segala muatan
pembelajaran, informasi yang diberikan, serta proses belajar menjadi media yang menantang
tubuh, pikiran, jiwa, dan perasaan menemukan dinamikanya dengan seimbang. Di bawah ini
dijabarkan penelusuran mengenai peran pendidikan dalam memanusiakan manusia dan
pendidikan yang memanusiakan manusia.
Kesempurnaan manusia yang dianugerahkan Sang Pencipta melalui dimensi kemanusiaan
membuat manusia mampu memilih bahkan menciptakan pilihan, dan bertindak sesuai
pilihannya. Pendidikan berperan dalam pilihan-pilihan manusia, yaitu kehancuran atau
pengembangan kemanusiaan, yang merusak atau membangun, yang mematikan atau memberi
kehidupan, yang mencipta atau menghancurkan. Louis, mengutip Levi Strauss, dalam buku
manusia sebuah misteri bahwa tujuan terakhir ilmu-ilmu manusia bukan membentuk manusia,
melainkan menghancurkannya (1984: 185). Kutipan ini memang dapat dinilai terlalu
mengeneralisasi ilmu-ilmu manusia karena tidak semua ilmu menghancurkan kemanusiaan
manusia. Namun, tidak berlebihan juga jika kita waspada terhadap keberadaan ilmu-ilmu yang
dapat merusak kemanusiaan, ilmu-ilmu yang seakan mencipta tetapi pada kenyataannya
menghancurkan, ilmu-ilmu yang berpenampilan apik seakan menolong namun ternyata
menjerumuskan. Ilmu-ilmu yang seakan membangun tetapi ternyata menghancurkan
kemanusiaan. Belum lagi, strategi mendidik, gaya mendidik, pola didik yang ternyata dapat juga
menghancurkan kemanusiaan manusia.

5. a. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
mempunyai tujuan, yaitu arah yang ingin dicapai oleh segenap upaya pengajaran dan pelatihan.
Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai nilai yang sifatnya abstrak.
Pelaksanaannya tujuan ini harus dirumuskan secara jelas dan konkret agar dapat direalisasikan.
Tujuan pendidikan, khususnya sistem persekolahan , kira kira dapat dirumuskan sebagai berikut :
1).Tujuan umum pendidikan. Tujuan umum pendidikan di Indonesia adalah manusia Pancasila.
2).Tujuan Institusional yaitu tujuan yang harus dicapai oleh lembaga pendidikan tertentu,
misalnya SD, SMP dll.
3). Tujuan kurikuler adalah tujuan bidang studi atau mata pelajaran
4). Tujuan instruksional . Tujuan ini mencakup tujuan pokok pokok bahasan dan sub sub pokok
bahasan.
Demi terlaksananya pendidikan maka ada proses pendidikan yang merupakan kegiatan
memobilisasi semua komponen pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan. Karena
sasarannya adalah manusia maka pendidikan bersifat sangat kompleks. Batasan apapun tidak
akan memadai . Berdasarkan fungsinya, maka ada beberapa batasan , misalnya : pendidikan
sebagai proses transformasi budaya, pendidikan sebagai proses pendidikan pribadi, pendidikan
sebagai proses penyiapan warga negara, pendidikan sebagai proses penyiapan tenaga kerja .
Lembaga pendidikan utamanya sekolah harus mampu mengikuti dan menjawab tantangan zaman
yang terus berubah. Oleh karena itu diperlukan konsep landasan pendidikan yang kokoh dan
teruji ysng mengsndung asas asas pendidikan yang merupakan suatu kebenaran yang menjadi
tumpuan berpikir baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Khusus untuk
Indonesia, kita mempunyai sejumlah asas yang memberikan arah dalam merancang dan
melaksanakan pendidikan, yaitu asas Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri
handayani ( di depan menjadi contoh, di tengah menjadi pembangkit kehendak, di belakang
mengikuti dengan bijak ). Kemudian ada asa belajar sepanjang hayat ( seluruh hidup manusia
hakikatnya adalah belajar, tidak ada kata berhenti untuk belajar ) dan asa kemandirian dalam
belajar. Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan
merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar pijakan ini
dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat pula bersifat konseptual
(contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun
asumsi dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis
tersembunyi. Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama dari sudut
praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga
kita kenal istilah studi pendidikan. Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk
mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan dapat berupa
pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa kegiatan pendidikan
(bimbingan, pengajaran dan atau latihan). Studi pendidikan adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau
titik tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.

b. Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah usaha-usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan


dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-
segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian
dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan
pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi, dengan kata lain ilmu terbentuk dari 3
cabang filsafat yakni ontologi, epistemologi dan aksiologi, jika ketiga cabang itu terpenuhi
berarti sah dan diakui sebagai sebuah ilmu.
Ilmu alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani
(material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup
pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan
dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan
bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.
c. Pendidikan sebagai ilmu karena dalam pendidikan melibatkan landasan keilmuan, bersifat
teoritis dan praktis sedanglan pendidikan sebagai seni karena hasil dari proses pendidikan adalah
karya yang memiliki nilai. Pendidikan sebagai ilmu yang diarahkan kepada perbuatan mendidik
yang bertujuan untuk memahami dan mempersiapkan praktek pendidikan. Menurut aliran
Konstruksivisme bahwa “Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstuksi
pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkrit maka strategi mengajar perlu juga
disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Mengajar merupakan seni yang menuntut
bukan hanya penguasaan teknik, melainkan juga intuisi”. Jadi esensinya bahwa praktek
pendidikan hendaknya merupakan perpaduan antara ilmu dan seni.

6. a. Pemerintahan telah mencanangkan wajib belajar 9 tahun bagi anak


Indonesia, Kemudian diteruskan menjadi 12 tahun (dibeberapa daerah) , akan lebih baik jika
dimasa yang akan datang pemerintah mewajibkan anak Indonesia wajib belajar selama 16 tahun
yaitu sampai ke Perguruan Tinggi.
Langkah-langkah dalam pengelolaan pendidikan, yaitu :
1. Menganalisis fungsi dan peran lembaga pendidikan
2. Menetapkan visi dan misi
3. Mencari kesenjangan yang muncul antara apa yang telah dihasilkan dengan kebutuhan dan
harapan masyarakat.
4. Mengevaluasi respon masyarakat terhadap layanan pendidikan yang diberikan
5. Mencermati dan menganalisa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
6. Menyikapi problem yang dihadapi masyarakat untuk mencarikan solusi lewat kegiatan
akademis
7. Menganalisis kebutuhan kompetensi SDM masa depan
8. Mengatur strategi dan kegiatan preventif dalam menghadapi persoalan masa depan
9. Menganalisis dan memberdaya gunakan pihak-pihak terkait dalam perencanaan, proses, dan
hasil ( Jurnal Pendidikan Penabur-No.6/Th.V/Juni 2006 Manajemen Pendidikan di Era
Reformasi dan Feedback)
10. Menentukan strategi pencapaian tujuan.

Periode Pendidikan Pada Orde Reformasi


1. Kurikulum 1994
Pada era pemerintahan Habibie masih menggunakan kurikulum 1994 yang disempurnakan
sampai masa pemerintahan Abdurrachman Wahid. Berikut penjelasan tentang Kurikulum 1994 :
a. Konsep Dasar Kurikulum 1994
Kurikulum ini merupakan pengembangan dari kurikulum sebelumnya dengan dasar kurikulum
1984 pada kurikulum 1994 muncul istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kegiatan belajar
cenderung didalam kelas, mengejar target berupa materi yang harus dikuasai, berorientasi
kognitif. Yang dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa berbudi luhur, memiliki keterampilan dan pengetahuan, sehat
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Jika ditelaah dengan cermat, dapat dipahami bahwa kurikulum 1994 yang menekankan aspek
kebermaknaan merupakan perbaikan atau penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya yang
menggunakan model pembelajaran CBSA. Inti pokok persamaan yang dapat dilihat adalah
bahwa :
1). Siswa mendapat subyek yang berperan aktif dalam melakukan tindak pembelajaran
2). Tindak pembelajaran lebih menggunakan proses dari pada produk
3). Kesalahan yang dilakukan siswa dalam memahami dan atau melakukan proses pembelajaran
tidak dianggap sebagai kegagalan namun dianggap sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Perbedaannya adalah kurikulum 1994 menekankan unsur atau asaz kebermaknaan sedangkan
CBSA menekankan keaktifan siswa. Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar diwajibkan menjadi
9 tahun (SD dan SMP). Berdasarkan strukturnya, kurikulum 1994 berusaha menyatuka
kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1994
dengan tujuan pendekatan proses.

b. Landasan yuridis pendidikan adalah seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang


menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945
meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Ketetapan MPR, Undang-Undang
Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, Keputusan Presiden
peraturan pelaksanaan lainnya, seperti peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lain.

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek
kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, bangsa Indonesia melalui DPR dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah
mensahkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-
undang Sisdiknas Nomor 2 Tahun 1989.

Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab dan 77 pasal tersebut
juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan reformasi yang marak sejak tahun
1998. Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang baru
tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran serta masyarakat,
tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.

Tiap-tiap Negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Semua tindakan yang


dilakukan di Negara itu didasarkan pada perundang-undangan tersebut. Negara Republik
Indonesia mempunyai berbagai peraturan perundang-undangan yang bertingkat, mulai dari UUD
1945, UU, Peraturan Pemerintah, Ketetapan dan Surat Keputusan. Semuanya mengandung
hukum yang harus ditaati, dimana UUD 1945 merupakan hukum yang tertinggi. Landasan
hukum merupakan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksakan
kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan.

Sebagai penyelenggaraan pendidikan nasional yang utama, perlu pelaksanaannya berdasarkan


undang-undang. Hal ini sangat penting karena hakikatnya pendidikan nasional adalah
perwujudan dari kehendak UUD 1945 utamanya pasal 31 tentang Pendidikan dan Kebudayaan,
pasal 31:

1). Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

2). Setiap warga negara wajib mengikuti pendid ikan dasar pemerintah wajib membiyayainya.

3). Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
4). Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendid ikan nasional.

5). Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pentingnya undang-undang sebagai tumpuan bangunan pendidikan nasional di samping untuk


menunjukkan bahwa pendidikan sangat penting sebagai penjamin kelangsungan hidup bangsa
Indonesia, juga dapat dipedomani bagi penyelenggaran pendidikan secara utuh yang berlaku
untuk seluruh tanah air. Landasan yuridis bukan semata-mata landasan bagi penyelenggaraan
pendidikan namun sekaligus dijadikan alat untuk mengatur sehingga penyelenggaraan
pendidikan yang menyimpang, maka dengan landasan yuridis tersebut dikenakan sanksi.

Dalam praktek penyelenggraan pendidikan tidak sedikit ditemukan penyimpangan. Memang


penyimpangan tersebut tidak begitu langsung tetapi dalam jangka panjang bahkan dalam skala
nasional dapat menimbulkan kerugian bukan hanya secara material tapi juga spiritual.
Penyelenggaraan pendidikan yang sangat komersial dan instan dapat merusak pendidikan
sebagai proses pembentukan watak dan kepribadian bangsa sehingga dalam jangka panjang
menjadikan pendidikan bukan sebagai sarana rekonstruksi sosial tetapi dekonstruksi sosial.
Itulah sebabnya di samping dasar regulasi sangat penting juga harus pula dilandasi dengan dasar
yuridis untuk sanksi.

7. a.  Landasan sosial pendidikan mencakup kekuatan sosial masyarakat yang selalu


berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Kekuatan tersebut dapat berupa
kekuatan nyata dan potensial yang berpengaruh dalam perkembangan pendidikan dan sosial
budaya seiring dengan dinamika masyarakat. Dasar sosial pendidikan mengkaji kondisi sosial
dan pendidikan berdasarkan prinsip pemecahan masalah secara ilmiah dan berdasarkan nilai
demokrasi. Kajian sosial pendidikan mengkombinasikan konsep, instrumen, dan metode dari
ilmu sosial dan filsafat untuk membentuk kajian terpadu tentang asal usul, tujuan, dan fungsi
lembaga pendidikan dalam suatu masyarakat. Manan (1989:5) mengemukakan sebuah program
pendidikan mencerminkan kehidupan dan kondisi suatu masyarakat dan tidak dapat dipisahkan
dari aspek sosial budaya, sejarah, dan filosofi yang semuanya memberi arah dalam bidang
pendidikan. Kajian mengenai dasar sosial dan budaya dari pendidikan bertujuan untuk
membekali guru dengan pengetahuan yang mendalam tentang masyarakat dan kebudayaan di
mana mereka hidup dan untuk membantu calon guru untuk mengetahui bahwa pengertian
mengenai masyarakat dan kebudayaan sangat penting artinya guna memahami tentang masalah
pendidikan. Kajian sosial budaya menghubungkan pengetahuan tentang masyarakat dan
kebudayaan dengan pendidikan sebagai institusi untuk memelihara kesinambungan dan
pengembangan masyarakat dan kebudayaan. Sekolah harus memahami isu dan masalah sosial
budaya dalam masyarakat terutama yang berkaitan dengan perubahan sosial budaya yakni
modernisasi. Pemahaman tentang sosial budaya dan proses perubahan sosial budaya diharapkan
sekolah dapat mempertahankan dan meningkatkan fungsinya sebagai agent of change dan
membentuk generasi yang berkualitas. Suatu masyarakat dibentuk oleh orang-orang, cara-cara
mereka bertingkah laku merupakan kebudayaan mereka.

b. Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara
optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama
dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan
bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya.
Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari
akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan
baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang
asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.
Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di
lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu
budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh tidak mengenal dengan baik
budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi
demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk
menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan (valueing). Kecenderungan itu terjadi karena
dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar
untuk melakukan pertimbangan (valueing).
Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk
tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan
nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa.
Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan,
cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri
ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU
Sisdiknas, “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang
mengatur pendidikan nasional (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang
kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat
dan bangsa. Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan nilai-nilai dan
prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan kebanggaan
bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan,
pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai  budaya dan prestasi masa
lalu itu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa
yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter dan budaya baru
bangsa. Oleh karena itu, landasan budaya dalam pendidikan bangsa merupakan inti dari suatu
proses pendidikan. Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari budaya itu
menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang
ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi,
bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta
ketrampilan). Dalam mengembangkan pendidikan bangsa, kesadaran akan siapa dirinya dan
bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun
dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri
bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Selain itu,
pendidikan harus membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan, dan nilai berkenaan
dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat
(antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), system
ketatanegaraan, pemerintahan, dan politik  (ketatanegaraan/politik/ kewarganegaraan), bahasa
Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi, dan seni. Artinya,
perlu ada upaya terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai nilai budaya yang menjadi
dasar bagi pendidikan bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai budaya yang
dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam
kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.

8. 1. Sejarah Pendidikan pada Zaman Hindu-Budha

Masuknya kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal zaman sejarah
tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi sastra, agama, sejarah, etika
menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan bangsawan. Pendidikan mengharuskan anak-
anak, pemuda dan orang dewasa mempelajari huruf Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga
(990-1049) banyak buku-buku bahasa, sastra, hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa
kuno (Kawi) sehingga lahirlah guru-guru profesional pada zamannya. Seorang guru profesional
harus lahir dari kasta Brahmana sedang muridnya bisa terdiri dari kasta Brahmana sendiri sandar
2 kasta di bawahnya, sebab kasta sudra tidak diperkenankan menjadi murid.

56Puncak pendidikan Budha dicapai pada zaman Sriwijaya. Guru terkenal pada zaman Sriwijaya
ialah Darmapala dari Nalanda. Tahun 685, I Tsing (seorang Budhis Cina) yang pulang dari India
singgah di Sriwijaya menerjemahkan 100 buku agama Budha ke dalam bahasa Cina. Bermula
dari hal ini, agama Budha banyak dipelajari orang-orang sehingga akhirnya Budha berkembang
di pulau Jawa.

2. Sejarah Pendidikan pada Zaman Kerajaan Islam

     Pada abad ke-13 Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah Demak, di
Aceh Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan di daerah Maluku
Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat penyebaran agama Islam
sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula dari penyebaran Islam di dalamnya
inklusif pendidikan bercorak Islam tradisional dikembangkan. Sebagai pusat perkembangan
Islam, para kiai mendirikan pondok pesantren. Dalam pondok pesantren itu para kiai hidup
bersama santri memperdalam agama Islam.
    Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat perorangan. Para kiai membina umat
Islam di daerahnya masing-masing dengan mendirikan pondok pesantren. Terkenallah peran
Walisanga di Jawa, para syeh Minangkabau dan pada akhirnya berdiri kesultanan-kesultanan
sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran Islam.

    Tujuan pendidikan Islam pada saat itu adalah mengabdi sepenuhnya kepada Allah sesuai
dengan  tuntunan rasul Muhammad SAW ( Al Qur’an dan Sunah). Materi pendidikan yang
diberikan para kiai adalah keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq. Untuk memperdalam ilmu tauhid
diberikan juga Arkanul Iman.

Untuk mencapai tujuan tersebut diberikan program belajar yang meliputi:

1. membaca Al Qur’an;

2. ibadat (berwudlu, shalat);

3. keimanan;

4. akhlaq.

    Cara belajar saat itu adalah dengan model sorogan dan klasikal. Model sorogan atau individual
dilakukan dengan anak santri duduk bersila berhadapan dengan guru gaji untuk membaca Al
Qur’an, secara bergantian satu persatu sesuai dengan kemajuannya masing-masing. Demikian
pula dalam hal belajar berwudlu, salat seorang santri dibimbing langsung oleh guru. Pendidikan
akhlaq diberikan secara klasikal, guru bercerita tentang tarikh nabi, Sabat nabi, sifat-sifat terpuji
atau yang tercela dengan materi para tokoh pada zamannya. Lama belajar tidak ditentukan,
sangat bergantung pada kemampuan, kerajinan dan kemauan anak. Karena itu belajar tidak
dipungut biaya. Hal ini berlangsung sampai masuknya kebudayaan barat. 

B. Sistem Pendidikan di Indonesia pada Masa Kolonial


Tahun  1596, di bawah pimpinan Cornelis Ed Houtman, Belanda pertama kalinya datang ke
Indonesia. Misi kedatangannya adalah berdagang. Dengan menyusuri pantai Jawa, Belanda
akhirnya mencapai daerah Timur (Ambon dan sekitarnya). Mereka kembali dengan membawa
rempah-rempah yang cukup banyak. Sejak saat itu pedagang Belanda yang datang ke Indonesia
semakin ramai. Untuk menghindari persaingan, tahun 1602 Belanda mendirikan VOC (Persatuan
Dagang Hindia Timur). Dengan dalih perdagangan inilah, VOC terus memperkuat
perdagangannya. Lewat politik yang dilakukannya dengan raja-raja Jawa, VOC sebagai
kepanjangan tangan Belanda akhirnya menjadikan Indonesia sebagai daerah jajahan (koloni).

Untuk lebih memperkuat kedudukan, Belanda mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak


Indonesia. Sekolah ini bertujuan menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik untuk pegawai
negeri maupun pegawai swasta. Pembukaan sekolah itu didorong oleh kebutuhan praktis
berkaitan dengan pekerjaan di berbagai bidang dan kejuruan. Secara umum kecenderungan
penyelenggaraan pendidikan kolonial adalah sebagai berikut:

Membiarkan terselenggaranya pendidikan Islam tradisional serta membantu mendirikan


beberapa madrasah Islamiah di Nusantara misalnya:
Melanjutkan sistem lama dalam bentuk pengajian Al-qur’an dan Kitab Kuning.
Mendirikan pondok pesantren modern misalnya di Jombang Ponpes Tebuireng, di
Ponorogo Ponpes Gontor.
Mendirikan sekolah agama atau madrasah misalnya madrasah adabiah di Aceh, Madrasah
maktab Islamiah di Tapanuli medan.
Mendirikan sekolah Zending (misionaris) yang bertujuan menyebarkan agama Kristen
untuk orang-orang Belanda dan buni putra. Beberapa sekolah yang didirikan Belanda
misalnya:

 1607 mendirikan sekolah di Ambon dengan bahasa Melayu dan Belanda.


 1622 mendirikan sekolah di Kepulauan Banda lengkap dengan asrama.
 1630 mendirikan sekolah Warga Masyarakat di Jakarta untuk tingkat sekolah dasar yang
mendidik budi pekerti.
 16422 mendirikan sekolah latin (tingkat SMP) di Jakarta.
 1745 mendirikan Seminari Theologika untuk mendidik calon pendeta.
 1817 mendirikan sekolah dasar Eropa, untuk penduduk Eropa (semua orang Belanda,
semua orang yang asalnya dari Eropa, semua orang Jepang). Sekolah dasar ini terus berkembang,
pada tahun 1902 menjadi 173 buah.
 1860 mendirikan Gymnasium  (sekolah lanjutan) Willem III, merupakan sekolah lanjutan
tingkat pertama untuk orang Eropa di Batavia.
 1848 atas keputusan Raja mendirikan 20 sekolah dasar Bumiputera di setiap Karesidenan
Jawa.
 1892 sekolah dasar dibagti menjadi dua kategori, yaitu: sekolah dasar Kelas Pertama ( de
schoolen der eerste klasse) untuk golongan Bumiputera (bangsawan & penduduk yang kaya) dan
sekolah dasar Kelas Dua (de schoolen der tweede klasse) untuk Bumiputera umum.
 1856 mendirikan sekolah guru (kweeksschool) di Surakarta, 1874 di Ambon, 1875 di
Probolinggo, 1875 di Banjarmasin, 1876 di Makassar, 1879 di Padang Sidempuan.k.      1851
mendirikan sekolah dokter Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun setelah sekolah rakyat 5
tahun.Dari sekolah-sekolah yang didirikan Belanda dapat dilihat beberapa ciri khas, antara lain:

Anda mungkin juga menyukai