Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ETIKA DAN METODE PEMBELAJARAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hadits Tarbawi yang diampu oleh:

Bapak Awan Gunawan, M.Ag.

Disusun oleh:

Aidal Fitri S 1901046

Cucu Siti Nurlatifah 1901047

Nina Yulianti 1901051

Syahrul Gunawan 1901038

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL FALAH

CIHAMPELAS

2020-2022
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabaraakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul: Etika dan Metode Pembelajaran. Shalawat
dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW., para keluarga,
para sahabat, dan para tabi’in tabi’atnya.

Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi tugas dalam mata kuliah Hadits Tarbawi dan semoga segala yang tertuang dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun bagi para pembaca dalam membangun
khasanah keilmuan.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih terdapat kekurangan dan
belum sempurna. Untuk itu penulis berharap akan kritik dan saran yang bersifat membangun
kepada para pembaca supaya makalah ini dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat kesalahan pada makalah ini penyusun mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Bandung, 18 Desember 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan masalah............................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Etika Pembelajaran..........................................................................................................5
B. Metode Pembelajaran......................................................................................................8
1. Metode Demontrasi.....................................................................................................9
2. Metode Pembiasaan dan Pemberian Hukuman.........................................................10
3. Metode Ceramah.......................................................................................................11
4. Metode Tanya jawab.................................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
Kesimpulan...........................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mencari ilmu adalah pekerjaan mulia. Karena kemuliaannya orang yang menuntut
ilmu diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-
Mujaadilah (58):11. Allah menjanjikan beberapa derajat yang tinggi bagi mereka yang
berilmu dan beriman baik di dunia maupun di akhirat. Ayat di atas menjelaskan bahwa ilmu
yang terangkat derajatnya adalah ilmu yang disertai iman atau iman yang disertai ilmu. Ilmu
yang dapat memperkuat keimanan atau iman yang diperkuat dengan keilmuan.

Untuk memperoleh ilmu yang disertai iman yang tinggi itu perlu diusahakan sejak
dini dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT baik melaui etika yang baik, maupun
melalui moral, perilaku, perbuatan, dan ucapan yang baik pula. Etika yang baik berhubungan
dengan Allah maupun berhubungan dengan yang terkait dengan ilmu seperti guru, buku, dan
ilmu itu sendiri. Bahkan ada sebuah buku yang membimbing pelajar dalam beretika, seperti
kitab Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Tha’alum karya al-Zarnujiy, kitab Ihya Ulum al-Din
karya al-Ghazaliy dan lain-lain.

Metode pembelajaran yang ditawarkan Ta’lim ada dua, yaitu metode rasional atau
fisik dan metode irasional atau nonfisik. Metode rasional atau fisik pada umumnya di
kalangan santri disebut dengan usaha lahir, yaitu sebagaimana yang diajarkan dalam
pendidikan modern seperti metode drill, trail and error, dan lain-lain. Sedangan metode
irasional atau nonfisik disebut dengan usaha bathin, yaitu metode etika yang berbentuk
akhlak dalam bukti pekerti yang sekaligus merupakan tujuan pendidikan. Metode berganda
inilah salah satu keistimewaan metode kitab Ta’lim yang dipraktikkan oleh mayoritas santri
diberbagai pondok pesantren di Indonesia.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan etika dan metode pembelajaran?
2. Bagaimana hadits tentang etika dan metode pembelajaran?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan etika dan metode pembelajaran.
2. Untuk mengetahui hadits tentang etika dan metode pembelajaran.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etika Pembelajaran
Etika adalah usaha yang mengatur dan mengarahkan manusia kejenjang akhlak yang
luhur dan meluruskan perbuatan manusia dibawah pancaran sinar petunjuk Allah SWT untuk
menuju keridhoannya.

Etika pembelajaran adalah nilai atau ajaran tentang apa yang baik dan buruk dalam
proses pembelajaran. Tujuan dari etika pembelajaran ini adalah menjadikan peserta didik
menjadi muslim yang unggul dalam ilmu pengetahuan maupun akhlak dan budi pekertinya.

1. Hormat dan santun kepada guru

َ ‫واالع ْل َم َوتَ َعلّ ُموْ ا لِ ْل ِع ْل ِم ال ّس ِك ْينَةَ َو ْال َوقَا َر َوتَ َو‬


ُ‫اضعُوْ ا لِ َم ْن تَتَ َعلّ ُموانَ ِم ْنه‬ ِ ‫تَ َعلّ ُم‬

"Belajarlah kalian ilmu untuk ketentraman dan ketenangan serta rendah hatilah pada orang yang
kamu belajar darinya". HR. At-Tabrani.

Penjelasan hadits

Hadits ini mempertegas perbedaan kedudukan antara orang berilmu dan yang tidak
berilmu. Secara retoris Allah SWT bertanya, “Katakanlah, apakah sama orang-orang yang
mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. al-Zumar/39: 9). 

Dalam sejarah Ali bin Abi Thalib diketahui sebagai orang yang sangat memuliakan
guru. Hal ini seperti perkataannya yang diabadikan oleh Syaikh al-Zarnuji dalam kitab al-
Ta’lim al-Muta’allim. Kitab ini dikenal secara luas dan dipelajari sebagai standardisasi moral
dalam proses belajar-mengajar selama berabad-abad pada pondok pesantren di Indonesia.

Ali bin Abi Thalib berkata, “Aku menjadi hamba bagi orang yang mengajariku satu
huruf ilmu. Terserah orang yang mengajariku. Ia mau menjualku, memerdekakanku, atau
tetap menjadikan aku sebagai hamba sahayanya.”   Dalam kesempatan lain Ali bin Abi
Thalib berkata, “Barangsiapa mengajari aku satu huruf, maka baginya seribu dinar.”
Cara Ali bin Abi Thalib dalam memuliakan gurunya, senada dengan sabda Nabi
SAW, “Barangsipa yang mengajarkan satu ayat dari Kitab Allah kepada seseorang, maka
orang itu menjadi hamba baginya.” (HR. Thabrani). Hamba yang dimaksud dalam konteks
ini bukanlah hamba sahaya atau budak, tapi orang yang harus mengabdi sepenuh hati kepada
guru.

Bagi Syaikh al-Zarnuji, di antara perbuatan menghormati guru adalah tidak melintas
di hadapannya, tidak menduduki tempatnya, tidak memulai berbicara kecuali atas izinnya,
tidak banyak bicara di sebelahnya, dan seorang murid hendaknya tidak mengetuk pintu
rumahnya. Syaikh al-Zarnuji juga berpesan agar tidak bertanya yang pernah ditanyakan. 

Diceritakan oleh Syaikh al-Zarnuji bahwa Khalifah Harun al-Rasyid menyerahkan


anaknya kepada Imam al-Ashma’i untuk belajar ilmu agama dan akhlak mulia. Pada suatu
hari ketika menjenguk anaknya, Khalifah melihat Imam al-Ashma’i sedang berwudhu dan
membasuh sendiri kakinya sedang yang menuangkan airnya adalah putra Khalifah sendiri.
Menyaksikan hal itu, Khalifah menegur Imam al-Ashma’i seraya berkata kepadanya, “Aku
menyerahkan anakku kepada Anda agar Anda mengajar dan mendidiknya. Mengapa Anda
tidak memerintahkan kepada anakku agar satu tangannya menuangkan air dan tangan yang
satu lagi membasuh kakimu?” Inilah cara Khalifah Harun al-Rasyid memuliakan guru
anaknya. 

2. Bertanya dan menghargai perbedaan

ُ ‫ُور قَا َل َح َّدثَنَا أَبُو َج ْعفَ ِر بْنُ نُفَ ْي ٍل قَا َل قَ َر ْأ‬


‫ت َعلَى َم ْعقِ ِل ب ِْن ُعبَ ْي _ ِد هَّللا ِ ع َْن ِع ْك ِر َم_ ةَ ب ِْن‬ ٍ ‫أَ ْخبَ َرنِي َع ْمرُو بْنُ َم ْنص‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َ_م س‬
ً‫ُورة‬ َ ِ ‫أَ ْق َرأَنِي َرسُو ُل هَّللا‬ ‫ال‬
َ َ‫ب ق‬ ٍ ‫س ع َْن أُبَ ِّي ْب ِن َك ْع‬ ٍ ‫خَالِ ٍد ع َْن َس ِعي ِد ب ِْن ُجبَي ٍْر ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
َ _َ‫ورةَ فَق‬
‫_ال‬ َ _‫الس‬ُّ ‫ت لَ_هُ َم ْن َعلَّ َم__كَ هَ_ ِذ ِه‬ ُ ‫ْت َر ُجاًل يَ ْق َر ُؤهَا يُخَ__الِفُ قِ_ َرا َءتِي فَقُ ْل‬
ُ ‫فَبَ ْينَا أَنَا فِي ْال َم ْس ِج ِد َجالِسٌ إِ ْذ َس ِمع‬
ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي_ ِه َو َس_لَّ َم فَأَتَ ْيتُ_هُ فَقُ ْل‬
‫ت يَ__ا‬ _َ ‫ار ْقنِي_ َحتَّى نَأْتِ َي َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ َ‫ت اَل تُف‬ُ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقُ ْل‬
َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
‫ا ْق َر ْأ يَ__ا أُبَ ُّي‬ :‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ُّور ِة الَّتِي َعلَّ ْمتَنِي فَق‬َ ‫َرسُو َل هَّللا ِ إِ َّن هَ َذا خَالَفَ قِ َرا َءتِي فِي الس‬
ُ‫_ال لَ_ه‬َ _َ‫_را َءتِي فَق‬ َ _ِ‫_رأَ فَخَ__الَفَ ق‬ َ _َ‫_ر ْأ فَق‬
َ _‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَحْ َس ْنتَ ثُ َّم قَا َل لِل َّرج ُِل ا ْق‬ َ َ‫فَقَ َر ْأتُهَا فَق‬
َ ِ ‫ال لِي َرسُو ُل هَّللا‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَا أُبَ ُّي إِنَّهُ أُ ْن ِز َل ْالقُ__رْ آنُ َعلَى‬
َ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَحْ َس ْنتَ ثُ َّم قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
‫اف‬ٍ ‫اف َك‬ ٍ ‫ُف ُكلُّه َُّن َش‬ ٍ ‫َس ْب َع ِة أَحْ ر‬
ِّ ‫ك ْالقَ ِو‬
‫ي‬ َ ‫ال أَبُو َعبْد الرَّحْ َم ِن َم ْعقِ ُل بْنُ ُعبَ ْي ِد هَّللا ِ لَي‬
َ ِ‫ْس بِ َذل‬ َ َ‫ق‬
“Telah mengabarkan kepadaku Amr bin Manshur dia berkata; Telah menceritakan kepada
kami Abu Ja'far bin Nufail dia berkata; Saya telah membacakan kepada Ma'qil bin
Ubaidullah dari Ikrimah bin Khalid dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas dari Ubay bin
Ka'ab dia berkata; "Rasulullah SAW pernah membacakan suatu surat kepadaku, dan tatkala
aku sedang duduk di masjid tiba-tiba aku mendengar seorang lelaki membaca dengan
bacaan yang berbeda dengan bacaanku, maka aku bertanya kepadanya, Siapa yang
mengajari bacaan surat ini? ' ia menjawab, 'Rasulullah SAW". Aku lalu berkata: 'Jangan
pergi dariku hingga kita datang kepada Rasulullah SAW". Lalu aku mendatangi
Rasulullah  SAW  dan berkata, 'Wahai Rasulullah, orang ini membaca sebuah surat dengan
bacaan yang berbeda dengan bacaan yang engkau ajarkan kepadaku'. Kemudian beliau
bersabda: 'Wahai Ubay, bacalah'. Lalu akupun membacanya. Rasulullah SAW bersabda
kepadaku, 'Bacaanmu baik. Kemudian beliau bersabda kepada laki-laki tersebut,
'Bacalah'. Ia pun membacanya dan beliau bersabda kepada laki-laki tersebut, 'Bacaanmu
baik. Lalu beliau bersabda; 'Wahai Ubay, al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf (dialek),
dan semuanya benar dan mencukupi'." Abu Abdurrahman berkata; Ma'qil bin Ubaidullah
orangnya lemah. (HR. Al-Nasa’i)

Penjelasan hadits
Hadits di atas memberitakan bahwa Nabi SAW mengajarkan cara membaca Al-Quran
secara langsung (musyafahah) kepada para sahabat. Namun pernah terjadi perbedaan cara
membaca satu ayat. Mereka komplain kepada Nabi mana yang benar di antara bacaan
mereka. Semua dinilai benar oleh Nabi SAW. Para sahabat sangat memperhatikan apa yang
datang dari Nabi. Jika mereka mengalami perbedaan tidak segan-segan bertanya kepada
Nabi, demikian juga ketika mereka tidak paham sesuatu atau mengalami kesulitan memahami
wahyu dan lain-lain.

3. Tekun Belajar
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫أَ َّن َرس‬ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ك ع َْن نَافِ ٍع ع َْن اب ِْن ُع َم َر َر‬ ٌ ِ‫ُف أَ ْخبَ َرنَا َمال‬
_َ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ يُوس‬
‫ت‬ ْ َ‫ب اإْل ِ بِ ِل ْال ُم َعقَّلَ ِة إِ ْن عَاهَ َد َعلَ ْيهَا أَ ْم َس َكهَا َوإِ ْن أ‬
ْ َ‫طلَقَهَا َذهَب‬ ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ‫ب ْالقُرْ آ ِن َك َمثَ ِل‬ِ ‫صا ِح‬َ ‫َو َسلَّ َم قَا َل إِنَّ َما َمثَ ُل‬
“Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami, Malik telah mengabarkan kepada
kami dari Nafi' dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, bahwasanya
Rasulullah  SAW  bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan para penghafal al-Qur’an adalah
seperti seorang yang memiliki unta yang terikat, jika ia selalu menjaganya, maka ia pun
akan selalu berada padanya, dan jika ia melepaskannya, niscaya akan hilang dan
pergi.” (HR. Bukhari)
Penjelasan hadits
Rasulullah SAW menegaskan perlunya kesungguhan dalam memelihara ilmu yang
bersumber dari al-Qur’an atau memelihara al-Qur’an itu sendiri baik dengan hafalan ayat-
ayatnya maupun dari segi pemahaman dan pengamalannya.
Pada hadis di atas Rasulullah SAW menggambarkan sulitnya membaca atau menghafal al-
Qur’an, sebagaimana sabda beliau:
‫ب ْالقُرْ آ ِن َك َمثَ ِل ا ِإلبِ ِل ال ُم َعقَّلَ ِة‬ َ ‫إنَّ َما َمثَ ُل‬
ِ ‫صاح‬
“Sesungguhnya perumpamaan pemilik (menguasai) al-Qur’an itu adalah seperti menguasai
seekor unta yang terikat”
Kata “innama” berfungsi sebagai peringkas makna. Artinya sesungguhnya
perumpamaan orang yang membaca atau menghafal al-Qur’an hanya seperti menguasai unta.
Unta dijadikan perumpamaan karena karakter binatang unta adalah binatang ternak yang
sangat cepat larinya dan jika sudah lari sangat sulit ditangkap kembali.
Pelajaran yang dapat diambil dari hadis di atas ialah:
1. Dorongan sungguh-sungguh dalam mencari ilmu dengan cara membaca, mencatat
atau menulis ilmu dari berbagai referensi ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
2. Perintah membaca secara berulang-ulang sehingga lancar, tidak lupa dan fasih
bacaannya.
3. Perintah menghafal al-Qur’an dan ilmu serta larangan melalaikannya.
4. Ilmu dan al-Qur’an tidak akan hilang apabila dipelihara dengan baik yakni dibaca,
dipahami dan diamalkan.

B. Metode Pembelajaran
Metode dalam bahasa Arab disebut dengan al-thariq, artinya jalan. Jalan adalah
sesuatu yang dilalui supaya sampai ke tujuan. Mengajarkan materi pelajaran agar dapat
diterima peserta didik hendaknya menggunakan jalan yang tepat, atau dalam bahasa yang
lebih tepatnya cara dan upaya yang dipakai pendidik. Muhammad ‘Abdu Rahim Ghunaimat
mendefinisikan metode mengajar sebagai cara-cara yang praktis yang menjalankan tujuan-
tujuan dari maksud-maksud pengajaran.

Metode Pembelajaran merupakan (cara) yang dipergunakan untuk mencapai tujuan


yang telah di tetapkan. Metode Pembelajaran adalah sebagai proses dan hasil belajar
mengajar untuk mengamalkan ilmu yang telah dipelajari melalui teknik-teknik belajar agar
menimbulkan gairah belajar pelajar dengan mantap.
Dalam proses pembelajaran metode diperlukan oleh guru untuk mempermudahkan
proses pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu guru harus
menguasai metode pembelajaran dan mampu menerapkannya dengan baik sehingga peserta
didik tidak merasa jenuh ketika proses pembelajaran berlangsung. Adapun delapan Metode
pembelajaran dalam pendidikan agama islam sebagai berikut:

1. Metode Demontrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk
memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu
kepada anak didik. Hadits yang berkaitan dengan metode ini antara lain:

‫ال َجا َء َر ُج ٌل‬ َ َ‫ح َّدثَنَا آ َد ُم قَا َل َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ َح َّدثَنَا ْال َح َك ُم ع َْن َذ ٍّر ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ب ِْن أَ ْبزَى ع َْن أَبِي ِه ق‬
‫ب أَ َما ت َْذ ُك ُر أَنَّا‬ ِ ُ‫ْت فَلَ ْم أ‬
ِ ‫صبْ ْال َما َء فَقَا َل َع َّما ُر بْنُ يَا ِس ٍ_ر لِ ُع َم َر ْب ِن ْالخَطَّا‬ ُ ‫ب فَقَا َل إِنِّي أَجْ نَب‬ ِ ‫إِلَى ُع َم َر ْب ِن ْالخَطَّا‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَق‬
‫ال‬ َ ‫ت لِلنَّبِ ِّي‬ ُ ْ‫ْت فَ َذكَر‬ُ ‫صلَّي‬
َ َ‫ت ف‬ ُ ‫ص ِّل َوأَ َّما أَنَا فَتَ َم َّع ْك‬
َ ُ‫ُكنَّا فِي َسفَ ٍر أَنَا َوأَ ْنتَ فَأ َ َّما أَ ْنتَ فَلَ ْم ت‬
‫ض َونَفَ َخ‬ َ ْ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ َكفَّ ْي ِه اأْل َر‬َ ‫ب النَّبِ ُّي‬َ ‫ض َر‬ َ َ‫ك هَ َك َذا ف‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِنَّ َما َكانَ يَ ْكفِي‬
َ ‫النَّبِ ُّي‬
‫(فِي ِه َما ثُ َّم َم َس َح بِ ِه َما َوجْ هَهُ َو َكفَّ ْي ِه )رواه البخاري‬

“Menceritakan kepada kami Adam, ia berkata, memberitakan kepada kami Syu’bat,


memberitakan kepadaku Hakam, dari Jar, dari Sa’id ibn Abdurrahman ibn Abza’, dari
Ayahnya, ai berkata, “Telah datang Ammar bin Yasir berkata kepada Umar bin Khatthab,
“Tidaklah anda ingat seseorang kepada Umar bin Khatthab, lalu ia berkata, “Sesungguhnya
aku sedang junub, dan aku tidak menemukan air?” Maka berkata Umar ibn Yasir kepada
Umar bin Khatthab, “Ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan. Adapun anda belum
salat, sedangkan saya berguling-guling ditanah kemudian saya salat. Saya pun
menceritakannya kepada Rasulullah SAW, kemudian Beliau bersabda, “Sebenarnya anda
cukup begini. Rasulullah memukulkan kedua telapak tangannya ketanah dan meniupnya,
kemudian mengusap keduanya pada wajah dan tangan beliau”. (H.R. Bukhari).

Penjelasan Hadits

Hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh orang perawi, adapun urutan perawi tersebut,
adalah sebagai berikut: periwayat ke-1 (sanad 6) adalah ayahnya Sa’id ibn Abdurrahman,
periwayat ke-2 (sanad 5) adalah Sa’id ibn Abdurrahman ibn Abza’, periwayat ke-3 (sanad 4)
adalah Jar, periwayat ke-4 (sanad 3) adalah Hakam, periwayat ke-5 (sanad 2) adalah Syu’bat,
periwayat ke-6 (sanad 1) adalah Adam, dan periwayat ke-7 (Mukharrij) adalah Bukhari.
Hadits tersebut menjelaskan bahwa ketika dalam sebuah perjalanan dan belum salat (tidak
ditemukannya air) maka dianjurkan untuk tayamum seperti yang diajarkan oleh Rasulullah
dengan cara memukulkan kedua telapak tangannya ketanah dan meniupnya, kemudian
mengusapkan keduanya pada wajah dan tangan.

2. Metode Pembiasaan dan Pemberian Hukuman


Metode hukuman adalah metode yang dilakukan dengan cara memberikan sanksi
kepada orang atau peserta didik yang telah melakukan kesalahan. Hadits yang berkaitan
denagan metode tersebut adalah:

‫_ َوهُ َو‬،‫ال أَبُوْ ادَا ُود‬َ َ‫ ق‬-َ‫ ع َْن ُس َّوا َرأَبِ ْ_ي َح ْمزَ ة‬،‫ َح َدثَنَا إِ ْس َما ِعيْل‬- ْ‫ يَ ْعنِي ْاليَّ ْش ُك ِري‬-‫َح َدثَنَا ُمؤَ َّمر بْن ِه َشام‬
َ َ‫ ق‬،‫ال‬
‫ال‬ َ َ‫ ع َْن ِج َّد ِه ق‬،‫ ع َْن أَبِ ْي ِه‬،‫ب‬ ِ ‫ ع َْن َع ْم ِرو بْن ُش َع ْي‬-‫ص ْي َرفِي‬ َ ‫الح ْمزَ ِة ْال ُمزَ انِّي ْال‬
َ ‫س َُوار بْنُ دَا ُود أَبُو‬
‫ َواضْ ِربُوْ اهُ ْم َعلَ ْيهَا َوهُ ْم‬،‫صالَ ِة َوهُ ْم أَ ْبنَا ُء َس ْب ُح ِسنِيْن‬
َّ ‫ " ُمرُّ وْ ا أَوْ اَل َد ُك ْ_م بِال‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ‫َرسُوْ ُل هللا‬
‫")رواه أبو داود‬.‫ح‬ ِ ‫اج‬ِ ‫ض‬ َ ‫ َوفَ َرقُوْ ا بَ ْينَهُ ْم فِ ْي ْال َم‬، َ‫(أَ ْبنَا ُء َع ْش ُر ِسنِ ْين‬

“Menceritakan kepada kami Mu’ammar ibn Hisyam, yakni al-Yasykuri, menceritakan


kepada kami Isma’il, dari Suwwar ibn Abi Hamzah- berkata Abu Dawud, “Dia adalah
Suwwar ibn Dawud Abu Hamzah al-Muzanni al-Shairafi- dari ‘Amr ibn Syu’aib, dari
ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “perintahkanlah anak-
anakmu salat ketika usia mereka tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya
saat mereka berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (H.R. Abi
Dawud).

Penjelasan hadits

Rasulullah SAW menyuruh orang tua memukul anak apabila meninggalkan sholat
setelah berusia 10 tahun. Anak yang berusia 10 tahun tetapi masih meninggalkan sholat,
dipandang telah melakukan pelanggaran. Oleh sebab itu sepantasnya orang tua memberikan
hukuman. Hal itu dimaksudkan agar anak menyadari kesalahannya sehingga tidak mau lagi
mengulangi kesalahan tersebut.

Menurut M. Ngalim Purwanto, menurutnya, hukuman adalah pederitaan yang


diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua atau guru) sesudah
terjadi suatu pelanggaran, kejahatan, atau kesalahan. Sebagai bukti alat pendidikan, hukuman
hendaklah (a) senantiasa merupakan jawaban atau suatu pelanggaran, (b) sedikit banyaknya
selalu bersifat tidak menyenangkan, dan (c) selalu bertujuan kearah perbaikan. Hukuman itu
hendaknya diberikan untuk kepentingan anak itu sendiri. (M. Ngalim Puewanto, 2009)

3. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara menyampaikan suatu pelajaran tertentu dengan jalan
penuturan secara lisan kepada anak didik atau khalayak ramai. Metode ceramah ini pernah
dilakukan oleh Rasulullah ketika turun wahyu yang memerintahkan untuk dakwah secara
terang-terangan, seperti hadits berikut:

ِ ِ‫ ع َْن َع ْب ِد ْال َما ل‬،ٌ‫ َح َد ثَنَا َج ِر ْير‬،‫ال‬


‫ ع َْن ُموْ َسى بْن‬،‫ك بْن ُع َمر‬ ِ ْ‫َح َد ثَنَا قُتَ ْيبَة بْن َس ِع ْي ٌد َو ُزهَي ِْربْن َحر‬
َ َ ‫ ق‬،‫ب‬
‫ َدعَا َرسُوْ ُل‬،)125:‫ت هَ ِذ ِه األَيَ ِة " َوأَ ْن ِذرع َِشي َْر نَكَ ْاألَ ْق َربِ ْينَ " (الشعراء‬ ْ َ‫ لَ َّماأَ ْن َز ل‬،‫ ع َْن أَبِ ْي هُ َري َْرةَ قَا َل‬،‫طَ ْل َحة‬
َ‫ أَ ْنقِ ُذوا أَ ْنفُ ِس ُك ْم ِمن‬، ْ‫ "يَابَنِ ْ_ي َك َعبْ بِ ْن لُؤَ ي‬،‫ فَقَا َل‬. ُّ‫ فَ َع ُّم َوخَ ص‬،‫ فَاجْ تَ َمعُوْ ا‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم قُ َر ْي ِسيَّا‬
َ ‫هللا‬
، ْ‫ يَابَنِ ْي َع ْب ُد ْال ُمطَلِب‬.‫ار‬ ِ َّ‫ أَ ْنقِ ُذوا أَ ْنفُ ِس ُك ْم ِمنَ الن‬،‫ يَابَنِ ْي هَا ِش َم‬.‫ار‬
ِ َّ‫ أَ ْنقِ ُذوااَ ْنفَ ِس ُك ْ_م ِمنَ الن‬،‫ب‬
ِ ‫ يَابَنِ ْي ُم َر ْة بْن َك َع‬.‫ار‬ِ َّ‫الن‬
‫ َغي َْر أَ َّن لَ ُك ْم‬.‫ فَإِنِّ ْي اَل أَ ْملَكَ لَ ُك ْم ِمنَ هللاِ َش ْيئَا‬،‫ار‬ ِ َّ‫ك ِمنَ الن‬ِ ‫ أَ ْنقِ ِذيْ أَ ْنفُ ِس‬،ُ‫ يَا فَا ِط َمة‬.‫ار‬ ِ َّ‫اُ ْنقِ ُذوا أَ ْنفُ ِس ُك ْم ِمنَ الن‬
‫ " )رواه مسلم‬.‫( َر ِح ًما َسا بِلُهَا بِبِاَل لِهَا‬

“Menceritakan kepada kami Qutaibah ibn Sa’id dan Zuhair ibn Harb, berkata,
“Menceritakan kepada kami Jarir, dari ‘Abdul Malik ibn ‘Umair, dari Musa ibn Thalhah,
dari Abu Hurairah, ia berkata, “Tatkala diturunkan ayat ini: “Dan peringatkanlah para
kerabatmu yang terdekat (Q.S. Al-Syu’ara:125), maka Rasulullah SAW memanggil orang-
orang Quraisy. Setelah meraka berkumpul, Rasulullah SAW berbicara secara umum dan
khusus. Beliau bersabda, “Wahai Bani Ka’ab ibn Luaiy, selamatkanlah diri kalian dari
neraka! Wahai Bani ‘Abdi Syams, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani ‘Abdi
Manaf, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Hasyim, selamatkanlah diri
kalian dari neraka! wahai Fatimah, selamatkanlah dirimu dari neraka! Karena aku tidak
kuasa menolak sedikitpun siksaan Allah terhadap kalian. Aku hanya punya hubungan
kekeluargaan dengan kalian yang akan aku sambung dengan sungguh-sungguh”. (H.R.
Muslim)

Penjelasan Hadits:

Hadits tersebut menjelaskan bahwa menyampaikan suatu wahyu, atau mengajak orang
lain untuk mengikuti ajaran yang telah ditentukan, bahkan memberi peringatan kepada
siapapun dapat menggunakan metode ceramah. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah SAW
berbicara secara umum dan khusus dihadapan orang-orang Quraisy dengan tujuan mengajak
orang-orang Quraisy dan lainnya untuk menyelamatkan diri dari neraka dengan usahanya
sendiri, karena Rasulullah tidak kuasa menolak sedikitpun siksaan Allah terhadap umatnya.

4. Metode Tanya jawab


Metode tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan
beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau
bacaan yang telah mereka baca sambil memperhatikan proses berfikir di antara peserta didik.
Metode tanya jawab merupakan salah satu teknik mengajar yang dapat membantu
kekurangan-kekurangan yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan karena guru
dapat memperoleh gambaran sejauh mana murid dapat mengerti dan dapat mengungkapkan
apa yang telah diceramahkan.

 Hadits
‫صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل يَا َرسُوْ َل هللاِ َم ْن‬َ ِ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل َجا َء َر ُج ٌل إلَى َرسُوْ ِل هللا‬ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ َر‬
َ‫ال ثُ َّم أَبُوْ ك‬ َ َ‫ال ثُ َّم أُ ُّمكَ ق‬
َ َ‫ال ثُ َّم َم ْن ق‬ َ َ‫ال ثُ َّم َم ْن ق‬ َ ‫ال ثُ َّم َم ْن قَا َل ثُ َّم أُ ُّم‬
َ َ‫ك ق‬ َ َ‫ص َحابَتِ ْي قَال أُ ُّمكَ ق‬
َ ‫اس بِ ُح ْسنِي‬ ِ َّ‫ق الن‬ُّ ‫أَ َح‬
“Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulallah SAW
lalu bertanya, “Ya Rasulallah, siapa orang yang paling berhak (pantas) mendapat perlakuan
baikku?” Rasulallah menjawab “ibumu”. Laki-laki itu berkata lagi, “siapa lagi” Rasulallah
menjawab “kemudian ibumu”. Laki-laki itu bertanya lagi, kemudian siapa lagi?” Rasulallah
menjawab, “ibumu”. Laki-laki itu berkata lagi (untuk kali yang keempat), “kemudian siapa
lagi?” Rasulullah menjawab, “sesudah itu ayahmu.” (HR. Al-Bukhari).

  Penjelasan Hadits
            Hadist di atas menerangkan bahwa suatu ketika ada seseorang laki-laki datang kepada
Rasulullah, kemudian bertanya tentang orang-orang yang paling berhak untuk dihormatinya.
Kemudian terjadilah dialog antara Rasulullah dan laki-laki tersebut dan Rasulullahpun
mengajarinya tentang akhlak terhadap orang tuanya terutama ibunya, maka terjadilah tanya
jawab antar keduanya.
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa, di dalam hadist tersebut terdapat anjuran
untuk berbuat baik kepada kerabat dekat, ibu adalah yang paling berhak mendapatkan itu,
baru kemudian ayah dan kemudian kerabat yang paling dekat. Para ulama mengatakan bahwa
sebab didahulukannya ibu adalah karena kelelahan, beban berat dan pengorbanannya di saat
mengandung, melahirkan, menyusui, perawatan pendidikan dan lain sebagainya.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan
kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap
seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali,
sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa
menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan
ketika melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh
seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah
tidak memilikinya.
Dari penjelasan hadis diatas, Rasulallah menggunakan metode tanya jawab sebagai
strategi pembelajarannya. Beliau sering menjawab pertanyaan dari sahabatnya ataupun
sebaliknya. Metode tanya jawab adalah metode pembelajaran yang memungkinkan adanya
komunikasi langsung antara pendidik dan peserta didik. Sehingga komunikasi ini terlihat
adanya timbal balik antara guru dengan siswa. Tujuan terpenting dari metode tanya jawab
adalah guru dapat mengetahui sejauh mana murid dapat mengerti dan mengungkapkan apa
yang telah diajarkan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dalam pendidikan Islam etika dan metode belajar menjadi hal yang penting dibahas,
karena keduanya dapat membantu anak didik dalam mempermudah tercapainya ilmu yang
bermanfaat baik ilmu kasby, ilmu yang harus diusahakan melalui pelajaran yang tekun.
Maupun ilmu wahby, ilmu pemberian Allah tanpa melalui usaha pembelajaran (autodidak).
Ilmu pertama diperoleh dengan kesungguhan, ketekunan, dan mudzakarah. Sedangkan ilmu
kedua dengan jalan kecerdasan dan amal shalih sebagaimana firman Allah dalam QS al-
Baqarah ayat 282, diantara:

- Taat beragama
- Banyak bertanya dan menghargai perbedaan
- Belajar bersama
- Tekun/sungguh-sungguh dalam belajar

Anda mungkin juga menyukai