Anda di halaman 1dari 5

Makalah

PAHAM-PAHAM YANG MENIMBULKAN KERAGUAN AGAMA :


EMPIRISME,POSITIVISME

Disusun guna Memenuhi Tugas

Mata kuliah : Filsafat Agama

Dosen Pengampu: Tsuwaibah M.Ag

Disusun Oleh

1. Haidar Sanditia Rahma Nurissada (1804016021)

PRODI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Istilah filsafat dan agama mengandung pengertian yang dipahami secara
berlawanan oleh banyak orang. Filsafat dalam cara kerjanya bertolak dari akal,
sedangkan agama bertolak dari wahyu. Oleh sebab itu, banyak kaitan dengan berfikir
sementara agama banyak terkait dengan pengalaman. Filsafat mebahas sesuatu dalam
rangka melihat kebenaran yang diukur, apakah sesuatu itu logis atau bukan. Agama
tidak selalu mengukur kebenaran dari segi logisnya karena agama kadang-kadang
tidak terlalu memperhatikan aspek logisnya.
Perbedaan tersebut menimbulkan konflik berkepanjangan antara orang yang
cenderung berfikir filosofis dengan orang yang berfikir agamis, pada hal filsafat dan
agama mempunyai fungsi yang sama kuat untuk kemajuan, keduanya tidak
bisadipisahkan dari kehidupan manusia. Untuk menelusuri seluk-beluk filsafat dan
agama secara mendalam. Perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
agama dan filsafat itu.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian dan Sejarah Empirisme
2. Pengertian dan Sejarah Positivisme

Bab II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Empirisme dan sejarahnya

Empirisme berkembang pesat di inggris yang sangat menghargai penemuan-


penemuan ilmiah, pandangan ini secara meluas di mulai dari John Loke. Ada berbagai
macam definisi tentang empirisisme yang dikemukakan para ahli filsafat. Dalam
Katsoff (2004:132-135) empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang
menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme
menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya
ketika dilahirkan. John Locke adalah bapak empirisme Britania, menurut pendapatnya
sebuah pengetahuan dapat diperoleh dengan perantaraan indera, bahwa pada waktu
manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong, dan di
dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman - pengalaman indrawi.1

Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata
empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata yunaninya,
pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin
karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia mencicipinya.

Mengenai empirisme. David Hume yang juga sebagai tokoh fisafat Barat yang
mengembangkan filsafat empirisisme Locke dan Barkley secara konsekuen. Menurut
David Hume sendiri, manusia tidak membawa pengetahuan bawaan dalam hidupnya.
Sumber pengetahuannya dari pengamatan-Pengamatan memberikan dua hal yaitu :

1. Kesan-kesan ( Empressions ) Kesan-kesan adalah pengamatan langsung yang


diterima dari pengalaman, baik pengalaman lahiriah atau batiniah, yang menampak
kan diri dengan jelas, hidup dan kuat seperti merasakan tangan terbakar.
2. Idea-idea (ideas) Gambaran tentang pengamatan yang redup, samar - samar yang
dihasilkan dengan merenungkan kembali atau terefleksikan dalam kesadaran kesan-
kesan yang diterima dari pengalaman.

David Hume menegaskan bahwa pengalaman lebih memberi keyakinan


dibanding kesimpulan logika atau kemestian sebab-akibat. Menurut Hume akal tidak
bisa bekerja tanpa bantuan pengalaman. Untuk pertama kali kita tidak mungkin
menangkap ide sebab-akibat karena kekuatan-kekuatan partikular yang berjalan
secara alami belum tertangkap oleh indranya. Begitu juga akal tidak mampu sekaligus
menyimpulkan berdasarkan satu peristiwa bahwa suatu sebab menimbulkan akibat
tertentu karena hubungan itu bias berubah-ubah dan kasuistik.

Dengan penolakan terhadap teori kausalitas, Hume menghujat argument


ontologis dan kosmologis tentang keberadaan Tuhan dan sekaligus membatasi
kemampuan akal. Munculnya positivism yang dipelopori oleh Auguste Comte
diwarnai oleh ide David hume, bahkan materialism yang biasa dikatakan sebagai
puncak dari empirisisme sangat terpengaruh oleh pandangan David Hume ini.2

B. Pengertian dan sejarah positivisme


Tokoh aliaran ini adalah august comte (1798-1857). Ia menganut paham
empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh
pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen
memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur jarak kita harus

1
Muliadi M.Hum, filsafat umum , Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung,juli 2020 hal 76
2
Dr.Kasno,filsafat agama,alpha, desember 2018 surabaya,hal 52
menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat menggunakan
neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains benar benar
dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan
alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme
bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan
empirisme dan rasionalisme.

Positivisme adalah aliran filsafat ilmu pengetahuan yang muncul pada abad ke-
17 yang merupakan elaborasi oleh Francis Bacon dari aliran empirisme yang telah
dikembangkan sebelumnya oleh Galileo dan rekan-rekannya.

Aliran positivisme bertolak dari pandangan bahwa pemikiran manusia


berlangsung melalui tiga tahap, yaitu tahap religious, filosofis, dan positivif.
Pengetahuan ilmiah adalah tahap positif, yang pada tahap ini tidak berlaku pemikiran
filosofis dan nilai-nilai agama. Ilmu pengetahuan yang dikembangkan berdasarkan
prinsip positivisme itu disebut ilmu-ilmu positif.

Positivisme diterima secara umum pada abad ke-17 dan mengalami prestasi
dengan munculnya revolusi sains di Inggeris. Bacon sendiri bertujuan meyakinkan
“peluasan kerajaan manusia” dan mencapai “segala sesuatu menjadi mungkin”. Tuhan
secara perlahan terlepas dari konteks persoalan masyarakat melalui revolusi sains itu,
yang memberi kesadaran bahwa manusia mampu menciptakan kemajuan duniawi
yang tidak perlu dinikmati di alam akhirat.3

Menurut Auguste Comte, sejarah manusia itu meningkat dari tingkatan pertama
yang dilakukan tingkatan keagamaan kepada tingkatan yang kedua yang dikatakan
tingkatan Metafisik dan akhirnya sampai kepada tingkatan yang ketiga yang
dinamakan tingkatan Positif, yaitu tingkatan pengetahuan (sains) yang didalamnya
manusia tidak lagi suka memikirkan apa yang tak dapat mereka cobakan, akan tetapi
manusia membatasi dan mendasarkan pengetahuannya kepada apa yang dapat dilihat
(observable), apa yang dapat diukur (measurable) dan dapat dibuktikan (verifiable). 4

Memang pada dasarnya ,Pandangan dunia yang dianut Positivisme adalah


pandangan dunia objektivistik, adalah pandangan dunia yang menyatakan bahwa
objek-objek fisik hadir independen dari subjek dan hadir secara langsung melalui data
inderawi. Semata dan data inderawi adalah satu. Sesungguhnya apa yang di persepsi
semata.

3
Darwis. A Soelaiman, filsafat ilmu pengetahuan, bandar publishing,september 2019 ,hal 78-79
4
M.Rasjidi filsafat agama (jakarta,bulan bintang 2002) hal133
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Empirisme : Bahwasanya pandangan Hume , dia menghujat argument ontologis dan


kosmologis mengenai keberadaan tuhan dan membatasi kemampuan akal manusia.
2. Positivisme : seperti pernyataan dari august comte, bahwasanya indera itu sangat
pentung dalam memperoleh pengetahuan , Akan tetapi harus di pertajam lagi dengan
alat bantu serta di perkuat dengan penemuan-penemuan atau eksperimen

Daftar Pustaka

1. Dr. H. Kasno, Filsafat agama, alpha, Desember 2018, Surabaya


2. Muliadi,M.Hum, filsafat umum,Uin Sunan Gunungjati Bandung 20202
3. Darwis A Soelaiman, filsafat ilmu pengetahuan (perspektif barat dan islam) ,bandar
publishing seprember 2019
4. M.Rasjidi ,filsafat agama,jakarta ,(bulan bintang 2002).

Anda mungkin juga menyukai