Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konstipasi atau sembelit adalah gangguan buang air besar (BAB) yang ditandai dengan
berkurangnya frekuensi BAB kurang dari tiga kali dalam seminggu, perasaan sulit saat BAB,
atau kombinasi keduanya. Konstipasi atau sembelit bukanlah suatu penyakit, namun
merupakan gejala yang dirasakan oleh pasien. Konstipasi dapat terjadi pada atau akibat suatu
penyakit. Namun lebih banyak yang tidak diketahui penyebabnya.  

Konstipasi dapat dibagi menjadi konstipasi akut dan konstipasi kronik. Perbedaan dari kedua
jenis konstipasi tersebut adalah lamanya konstipasi yang dirasakan. Pada konstipasi akut,
gejala dirasakan kurang dari tiga bulan, sedangkan pada konstipasi kronik, gejala dirasakan
lebih dari tiga bulan. Konstipasi sering juga disebut IBS (irritable bowel syndrome – sindrom
iritasi usus besar), padahal sebenarnya keduanya berbeda. IBS adalah penyakit pada saluran
cerna yang ditandai nyeri perut dan gangguan pola BAB. IBS dapat memiliki indikasi
konstipasi, namun dapat pula menunjukkan gejala diare.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Konstipasi
2. Bagaimana Gejala Konstipasi
3. Apa penyebab Konstipasi
4. Bagaimana diagnosis Konstipasi
5. Seperti apa pengobatan Konstipasi
6. Komlipaksi Konstipasi
7. Pencegahan Konstipasi
8. Factor Risiko Konstipasi
9. Bagaimana Penaganan Konstipasi

C. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Agar mengetahui pengertian Konstipasi
2. Agar mengetahui Gejala Konstipasi
3. Agar mengetahui penyebab Konstipasi
4. Agar mengetahui diagnosis Konstipasi
5. Agar mengetahui pengobatan Konstipasi
6. Agar mengetahui Komlipaksi Konstipasi
7. Agar mengetahui Pencegahan Konstipasi
8. Agar mengetahui Factor Risiko Konstipasi
9. Agar mengetahui Penaganan Konstipasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstipasi
Konstipasi atau sembelit adalah frekuensi buang air besar yang lebih sedikit dari biasanya.
Jarak waktu buang air besar pada setiap orang berbeda-beda. Namun umumnya dalam satu
minggu, manusia buang air besar setidaknya lebih dari 3 kali. Jika frekuensi buang air besar
kurang dari 3 kali dalam seminggu, maka seseorang disebut mengalami konstipasi.
Akibatnya, tinja menjadi kering dan keras sehingga lebih sulit dikeluarkan dari anus.
Buang air besar merupakan tahap terakhir proses pencernaan. Dalam sistem pencernaan
manusia, makanan yang dikonsumsi menuju lambung, usus kecil, kemudian usus besar.
Setelah air dan nutrisi yang diperlukan tubuh diserap dalam usus, sisa makanan tersebut lalu
dikeluarkan melalui anus sebagai tinja.
Setiap orang sesekali bisa mengalami konstipasi, namun biasanya bukan merupakan kondisi
serius dan berlangsung hanya sebentar. Tingkat keparahan konstipasi pada setiap orang
berbeda-beda, Pada beberapa kasus, konstipasi dapat menjadi kronis jika kondisi ini berulang
hingga beberapa kali dalam waktu 3 bulan. Gangguan sembelit kronis ini dapat mengganggu
kegiatan penderita setiap hari.
Penyabab konstipasi bisa lebih dari satu faktor, dari pola makan dan hidup yang buruk, atau
kondisi medis tertentu. Sementara pada anak-anak, selain beberapa penyebab yang telah
disebutkan, kebiasaan menahan keinginan untuk buang air besar atau stres juga dapat
membuat mereka mengalami sembelit. Untuk mengatasi konstipasi, langkah penanganan
yang bisa dilakukan adalah dengan mengubah pola makan dan gaya hidup, pemberian obat
(laksatif atau pencahar), atau prosedur operasi.
B. Gejala Konstipasi
Gejala utama konstipasi adalah frekuensi buang air besar lebih jarang dari biasanya atau
kurang dari tiga kali dalam seminggu. Gejala utama konstipasi adalahGejala konstipasi
lainnya meliputi:

 Harus mengejan saat buang air besar.


 Merasa tidak tuntas setelah buang air besar.
 Tinja terlihat kering, keras, atau bergumpal.
 Terasa ada yang mengganjal pada rektum atau bagian paling akhir dari usus besar.
 Perut kembung.
 Sakit perut.
 Perlu bantuan untuk mengeluarkan tinja, seperti menggunakan tangan untuk
mengeluarkan tinja dari anus.

Terutama pada anak-anak, konstipasi dapat ditandai dengan gejala berupa lesu, gampang
marah, gelisah (agitasi), serta terdapat bercak kotoran di celana.
C. Penyebab Konstipasi
Konstipasi umumnya terjadi ketika tinja bergerak terlalu lamban dalam sistem pencernaan
dan tidak bisa dikeluarkan secara efektif dari rektum, Akibatnya, tinja menjadi keras dan
kering sehingga lebih sulit lagi dikeluarkan dari rektum.
Penyakit ini bisa dipicu oleh berbagai faktor yang meliputi:

 Pola makan yang buruk, misalnya kurang mengonsumsi serat atau kurang minum.
 Kurang aktif bergerak, termasuk juga jarang olahraga.
 Penyakit pada usus atau rektum, contohnya fisura ani, penyumbatan usus, kanker usus
besar, dan kanker rektum.
 Ganguan saraf. Gangguan ini menghambat pergerakan tinja melalui usus, dan
biasanya terjadi pada penderita penyakit Parkinson, cedera saraf tulang belakang,
stroke, dan multiple sclerosis.
 Gangguan pada otot yang mengerakkan usus. Kondisi ini dapat ditemui pada kondisi
otot panggul yang melemah atau dyssynergia.
 Gangguan hormon. Beberapa jenis hormon berfungsi menyeimbangkan cairan dalam
tubuh. Gangguan pada hormon ini dapat membuat cairan dalam tubuh tidak stabil
sehingga memicu terjadinya konstipasi. Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan
gangguan ini, antara lain adalah diabetes, hiperparatiroidisme, kehamilan, atau
hipotiroidisme.
 Efek samping konsumsi obat, contohnya obat antasida, antikonvulsan, antagonis
kalsium, diuretik, suplemen besi, obat untuk penyakit Parkinson, dan antidepresan.
 Mengabaikan keinginan untuk buang air besar.
 Gangguan mental, seperti kecemasan atau depresi.

Sementara pada bayi dan anak-anak, konstipasi biasanya dipicu oleh kurangnya konsumsi
makanan berserat dan kurang minum, pertama kali minum susu formula, serta merasa cemas
atau tertekan saat menjalani latihan buang air besar di kamar mandi.
D. Diagnosis Konstipasi
Dokter dapat mencurigai pasien menderita konstipasi jika terdapat gejala-gejalanya, yang
didukung dengan pemeriksaan fisik. Guna memastikan diagnosis, dokter perlu melakukan
beberapa pemeriksaan penunjang yang meliputi:

 Tes darah, untuk memeriksa kadar hormon dalam tubuh, serperti hormon tiroid.
 Kolonoskopi, untuk memeriksa kondisi usus dan rektum dengan alat kolonoskop,
seperti penyumbatan dalam usus.
 Manometri anorektal, untuk mengetahui koordinasi otot yang menggerakkan anus.
 Defacography atau foto Rontgen rektum dengan barium, untuk mengetahui masalah
pada fungsi dan koordinasi otot pada rektum.
 MRI defacography, sama dengan defacography namun menggunakan teknologi MRI.
 Tes pendorong balon, untuk mengukur lamanya balon berisi air, yang sebelumnya
dimasukkan melalui dubur, untuk dikeluarkan dari rektum, sehingga dapat
diperkirakan berapa lama seseorang buang air besar.

E. Pengobatan Konstipasi
Langkah penanganan konstipasi bertujuan untuk mempercepat gerakan tinja melalui usus,
sehingga penderita bisa buang air besar kembali secara teratur. Penanganan yang pertama
dilakukan adalah dengan mengubah pola makan atau gaya hidup. Perubahan tersebut
meliputi:
 Memperbanyak konsumsi makanan pelancar BAB yang mengandung banyak
serat, serta lebih sering minum air putih dan menghindari minuman beralkohol.
 Lebih rutin melakukan olahraga.
 Jangan mengabaikan keinginan buang air besar dan upayakan buang air besar secara
teratur.

Jika penanganan awal tidak memperbaiki kondisi sembelit, terutama jika perut menjadi nyeri
atau kram, serta tidak bisa buang angin atau buang air besar, maka dokter dapat memberi
beberapa jenis obat pelancar BAB yang terdiri dari:

 Obat pencahar osmotik. Pencahar ini akan meningkatkan jumlah cairan dalam usus,
sehingga feses akan menjadi lebih lunak dan merangsang usus untuk mendorong tinja
keluar. Contoh obat ini adalah laktulosa dan macrogol.
 Obat pencahar pelembut tinja. Obat ini menarik cairan dalam usus sehingga tinja
menjadi lembut dan mudah dikeluarkan. Contohnya natrium docusate dan magnesium
hidroksida.
 Obat pencahar stimulan. Obat ini akan merangsang konstraksi usus. Beberapa contoh
obat stimulan adalah bisacodyl.
 Suplemen serat. Obat ini menambah massa pada tinja. Contoh obat ini
adalah psyllium, calcium polycarbophil, dan methylcellulose fiber.
 Pelumas, untuk memudahkan pergerakan tinja melalui usus. Contohnya adalah
minyak mineral.

Sementara pada kasus konstipasi kronis, obat yang dapat diberikan salah
satunya misoprostol.
Konsumsi obat pencahar sebaiknya digunakan dengan hati-hati, usahakan dalam waktu
singkat, dan dihentikan setelah kondisi konstipasi membaik. Di sisi lain, obat pencahar dapat
menimbulkan efek samping, seperti perut kembung, sakit perut, atau dehidrasi. Pemakaian
obat pencahar dalam waktu lama dapat membuat penderita diare, mengalami gangguan usus,
serta mengalami ketidakseimbangan kadar garam dan mineral dalam tubuh.
Selain pemberian obat pencahar, penderita juga perlu melatih otot panggul sehinga otot
tersebut dapat mengencang atau mengendur. Buang air besar akan lebih mudah jika otot
panggul dalam keadaan mengendur. Latihan untuk ini bisa dilakukan dengan terapi yang
dinamakan biofeedback.
Untuk mengatasi konstipasi karena penyumbatan atau obstruksi usus, maka dokter dapat
melakukan prosedur operasi. Operasi tersebut dilakukan dengan menghilangkan sebagian
kolon sehingga pergerakan tinja dapat lebih cepat.
F. Komplikasi Konstipasi
Konstipasi jarang menyebabkan komplikasi, kecuali konstipasi tersebut dalam jangka
panjang atau kronis. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

 Hemoroid atau wasir, yaitu pembengkakan dinding anus akibat pelebaran pembuluh


darah yang biasanya disebabkan oleh proses mengejan yang terlalu lama.
 Fisura ani. Mengejan terlalu lama dan tinja yang keras atau besar dapat
mengakibatkan fisura atau robeknya kulit pada dinding anus dan buang air besar
berdarah.
 Impaksi feses, yaitu menumpuknya tinja yang kering dan keras di rektum akibat
konstipasi yang berlarut-larut.
 Prolaps rektum. Pada kondisi ini, rektum pindah dari posisinya di dalam tubuh dan
menonjol keluar dari anus akibat terlalu lama mengejan.

G. Pencegahan Konstipasi
Konstipasi termasuk kondisi kesehatan yang bisa kita hindari. Beberapa langkah sederhana
untuk mencegah kondisi ini adalah:

 Memperbanyak konsumsi serat, misalnya dengan makan sayur, buah, beras merah,


sereal, biji-bijian, serta kacang-kacangan.
 Meningkatkan konsumsi cairan, setidaknya 1,5-2 liter tiap hari.
 Menghindari terlalu banyak mengonsumsi susu dan kafein. Konsumsi terlalu banyak
susu dapat meningkatkan kemungkinan konstipasi, sedangkan kafein dapat
menimbulkan dehidrasi yang bisa memicu sembelit.
 Rutin berolahraga setidaknya 30 menit sehari.
 Jangan mengabaikan keinginan untuk buang air besar. Kebiasaan menahan keinginan
buang air besar akan meningkatkan risiko konstipasi.
 Mengatur kebiasaan buang air besar agar dapat dilakukan dengan leluasa dan nyaman.

H. Faktor Risiko Konstipasi

Beberapa faktor yang bisa menyebabkan seseorang mengalami konstipasi, antara lain:

 Jenis kelamin. Konstipasi lebih sering dialami oleh perempuan daripada pria, terutama
pada masa sebelum menstruasi dan masa kehamilan.
 Usia. Konstipasi juga lebih sering dialami oleh lansia.
 Makan makanan yang rendah serat.
 Jarang atau tidak berolahraga sama sekali.
 Minum obat-obatan tertentu, termasuk obat penenang, atau obat untuk tekanan darah
tinggi.
 Memiliki kondisi kesehatan mental, seperti depresi.

I. Penanganan Konstipasi

Jika konstipasi merupakan gejala dari suatu penyakit, pengobatannya bertujuan untuk
mengatasi penyakit yang mendasarinya. Pada umumnya, penanganan konstipasi dimulai dari
perubahan pola makan dan gaya hidup, seperti meningkatkan konsumsi air dan makanan
berserat, memperbaiki pola makan, dan memperbanyak aktivitas fisik. Jika konstipasi sudah
sangat mengganggu, dokter dapat memberikan obat yang dapat melancarkan pencernaan,
seperti suplemen serat, dan obat pencahar.
BAB III

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai