Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWAT JIWA PADA KLIEN

DENGAN ISOLASI SOSIAL DI RSJ. PROF.DR. SUROJO


MAGELANG

Di Susun Oleh :

ELIS ROSI FEBRIANA


183203013

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIII


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWAT JIWA PADA KLIEN


DENGAN ISOLASI SOSIAL DI RSJ. PROF.DR. SUROJO
MAGELANG

Di Susun Oleh :

ELIS ROSI FEBRIANA


183203013

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(……………………………) (……………………………….)

Mahasiswa

(ELIS ROSI FEBRIANA)


LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN
ISOLASI SOSIAL

A. PENGERTIAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian,
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Yosep,
2009).
Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak
(Purba, dkk, 2008).

B. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri
adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan. Tanda dan gejala harga diri rendah adalah perasaan malu terhadap
diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak
karena terapi), rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan
diri sendiri), gangguan hubungan sosial (menarik diri), percaya diri kurang
(sukar mengambil keputusan), dan mencederai diri (akibat dari harga diri yang
rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri
kehidupannya. Selain itu, menurut Fitria (2009) ada empat faktor predisposisi
yang menyebabkan isolasi sosial, yaitu:
1. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa
ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu
dalam berhubungan terdiri dari:
a. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya
yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
b. Masa Kanak-Kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila
tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat
anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak
tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
c. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis
akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada
masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi
apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
d. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan
pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling
memberi dan menerima (mutuality).
e. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat
meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
f. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
2. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi
untuk mengembangkan gangguan tingkah laku.
a. Sikap bermusuhan/hostilitas
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang
tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan
masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
e. Ekspresi emosi yang tinggi
f. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
3. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan
sosial.
4. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia
adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.
Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.

C. FAKTOR PRESIPITASI
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi:
1. Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
2. Stresor Biokimia
a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
b. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya
peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali
dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
d. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-
gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah
stuktur sel-sel otak.

3. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial


Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
4. Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas
kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya
kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan
berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena
ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas
yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan
terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien
sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian
nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan
pada masing-masing tingkah laku adalahsebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi,
represi dan regrasi.
D. POHON MASALAH

Resiko perilaku kekerasan

Resiko perubahan persepsi sensori:


halusinasi

Core
Problem Isolasi sosial: Menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

E. TANDA DAN GEJALA


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

F. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan
salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien
menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/rangsangan
eksternal. Tanda dan gejala halusinasi adalah:
1. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2. Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3. Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
4. Tidak dapat memusatkan perhatian.
5. Curiga, takut, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya),
6. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Metode Biologik
Metode biologik yang digunakan pada pasien dengan isolasi sosial
adalah sebagai berikut:
a. Terapi Psikofarmaka
Terapi psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan pada
gangguan fungsi neurotransmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat
dihilangkan atau dengan kata lain skizofrenia dapat diobati (Hawari,
2008). Obat antipsikotik terpilih untuk skizofrenia terbagi dalam dua
golongan yaitu antipsikotik tipikal (Klorpromazim, Trifluferazin,
Haloperidol) dan antipsikotik atipikal (Klozapin, Risperidon).
Antipsikotik golongan tipikal tersebut bekerja dengan memblokir
reseptor dopamin terpilih, baik diarea striatal maupun limbik di otak
dan antipsikoti atipikal menghasilkan reseptor dopamin dan serotonin
selektif yang menghambat sistem limbik. Memberikan efek antipsikotik
(gejala positif) dan mengurangi gejala negatif.
Prosedur diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fungsi otak
pada penderita gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
a. Coputerized Tomografi (CT Scan)
Induvidu dengan gejala negatif seringkali menunjukkan abnormalitas
struktur otak dalam sebuah hasil CT scan.
b. Magnetik Resonance Imaging (MRI)
Mengukur anatomi dan status biokimia dari berbagai segmen otak.
c. Positron Emission Tomography
Mengukur fungsi otak secara spesifik seperti metabolisme glukosa,
aliran darah terutama yang terkait dengan psikiatri.
d. Elektroconvulsif Therapy (ECT)
Digunakan untuk pasien yang mengalami depresi. Pengobatan dengan
ECT dilakukan 2 sampai 3 kali per minggu dengan total 6 sampai 12
kali pengobatan.
2. Metode Psikososial
Menurut Hawari (2008) ada beberapa terapi untuk pasien
skizofrenia, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Psikoterapi
Psikoterapi pada penderita skizofrenia baru dapat diberikan apabila
penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik.
b. Terapi Psikososial
Dengan terapi psikososial ini dimaksudkan agar penderita mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak bergantung pada orang lain
sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
c. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan terhadap penderita skizofrenia ternyata mempunyai
manfaat. Diantaranya yaitu gejala-gejala klinis gangguan jiwa lebih
cepat hilang, lamanya perawatan lebih pendek, hendaya lebih cepat
teratasi, dan lebih cepat dalam beradaptasi dengan lingkungan. Terapi
keagamaan yang dimaksud adalah berupa kegiatan ritual keagamaan
seperti sembahyang, berdoa, shalat, ceramah keagamaan, kajian kitab
suci dan lain sebagainya. (Hawari, 2008).
H. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari dasar utama dari proses
keperawatan, tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual. (Nurjannah, 2004)
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa
faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping
dan kemampuan koping yang dimiliki klien. (Stuart dan Sundeen dalam
Nurjannah, 2004)
Menurut Keliat, dkk (2010) untuk melakukan pengkajian pada pasien
dengan isolasi sosial dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi.
Pengkajian yang ditemukan pada teknik wawancara adalah sebagai berikut:
1. Pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
2. Pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta
untuk sendirian.
3. Pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
4. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
5. Pasien merasa tidak aman dengan orang lain.
6. Pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup.
7. Pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
8. Pengkajian yang ditemukan dari hasil observasi adalah sebagai berikut:
9. Ekspresi wajah kurang berseri
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
11. Mengisolasi diri
12. Tidak ada/kurang kontak mata
13. Aktivitas menurun
14. Asupan makanan dan minuman terganggu
15. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan.
16. Tampak sedih, afek tumpul
I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Diagnosa utama : Isolasi sosial
2. Diagnosa lain yang menyertai diagnosa isolasi sosial menurut Keliat, dkk
(2010) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
d. Ketidakefektifan penatalaksanaan program teraupetik
e. Defisit perawatan diri
J. RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
TUM dan TUK/SP Kriteria Evaluasi Intervensi
Keperawatan
Isolasi Sosial TUM: Setelah ….x pertemuan, pasien
Klien dapat berinteraksi menunjukan tanda-tanda
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan:
dengan orang lain percaya kepada perawat : a. Beri salam setiap berinteraksi.
1. Wajah cerah tersenyum. b. Perkenalkan nama, nama panggilan
TUK: 2. Mau berkenalan. perawat dan tujuan perawat berkenalan.
1. Klien dapat membina 3. Ada konyak mata. c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan
hubungan saling percaya 4. Bersedia menceritakan pasien.
perasaan. d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji
5. Bersedia mengungkapkan setiap kali berinteraksi.
perasaannya. e. Tanyakan perasaan pasien dan masalah
yang dihadapi pasien.
f. Buat kontak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan dengan penuh perhatian
ekspresi perasaan pasien.
2. Klien mampu menyebutkan Setelah ….x pertemuan, pasien 2.1. Tanyakan pada pasien tentang:
penyebab menarik diri mampu menyebutkan minimal a. Orang yang tinggal serumah/ teman
satu penyebab menarik diri: sekar pasien.
1. Diri sendiri b. Orang yang paling dekat dengan pasien
2. Orang lain di rumah/ diruang perawatan.
3. Lingkungan c. Apa yang membuat pasien dekat dengan
orang tersebut.
d. Orang yang tidak dekat dengan pasien
dirumah/ diruang perawatan.
e. Apa yang membuat pasien tidak dekat
dengan orang tersebut.
f. Upaya yang sudah dilakukan agar dekat
dengan orang lain.
2.2. Diskusikan dengan pasien penyebab
menarik diri atau tidak mau bergaul dengan
orang lain.
2.3. Beri pujian terhadap kemampuan pasien
mengungkapkan perasaan.
3. Klien mampu menyebutkan Setelah ….x pertemuan pasien 3.1 Tanyakan pada pasien tentang:
keuntungan berhubungan mampu menyebutkan  Manfaat hubungan sosial.
sosial dan kerugian menarik keuntungan melakukan  Kerugian menarik diri.
diri hubungan sosial, misalnya: 3.2 Diskusikan bersama pasien tentang manfaat
1. Banyak teman berhubungan sosial dan kerugian menarik
2. Tidak kesepian diri.
3. Saling menolong 3.3 Berikan pujian terhadap kemampuan pasien
Dan kerugian menarik diri mengungkapkan perasaannya.
misalnya:
1. Sendiri
2. Kesepian
3. Tidak bisa diskusi
4. Klien dapat melaksanakan Setelah ….x pertemuan pasien 4.1 Observasi perilaku pasien saat berhubungan
hubungan sosial secara mampu melaksanakan sosial.
bertahap hubungan sosial secara 4.2 Beri motivasi dan bantu pasien untuk
bertahap dengan: berkenalan/ berkomunikasi dengan:
1. Perawat  Perawat lain.
2. Pasien lain  Pasien lain.
3. Kelompok  Kelompok.
4.3 Libatkan pasien dalam terapi aktivitas
kelompok sosialisasi
4.4 Diskusikan jadwal harian yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
pasien bersosialisasi.
4.5 Beri motivasi pasien untuk melakukan
kegiatan sesuuai dengan jadwal yang telah
dibuat.
4.6 Beri pujian terhadap kemampuan pasien
memperluas pergaulannya melalui aktivitas
yang dilaksanakan.
5. Klien mampu menjelaskan Setelah ….x pertemuan pasien 5.1 Diskusikan dengan pasien tentang
perasaannya setelah mampu menjelaskan perasaan perasaannya setelah berhungan sosial dengan
berhubungan social setelah melakukan hubungan orang lain dan kelompok.
sosial dengan: 5.2 Beri pujian terhadap kemampuan pasien
1. Orang lain mengungkapkan perasaannya.
2. Kelompok

6. Klien mendaat dukungan Setelah ….x pertemuan 6.1 Diskusikan pentingnya peran serta keluarga
dari keluarga dalam keluarga mampu menjelaskan sebagai pendukung untuk mengatasi perilaku
memperluas hubungan tentang: menarik diri.
sosial 1. Pengertian menarik 6.2 Diskusikan potensi keluarga untuk membantu
diri pasien mangatasi perilaku menarik diri.
2. Tanda dan gejala 6.3 Jelaskan pada keluarga tentang:
3. Penyebab dan akibat  Pengartian menarim diri.
menarik diri  Tanda dan gejala menarik diri
4. Cara merawat pasien  Penyebab dan akibat menarik diri
menarik diri  Cara merawat pasien menarik diri
          6.4 Latih keluarga cara merawat pasien menarik
diri.
6.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba
cara yang dilatihkan.
6.6 Beri motivasi keluarga agar membantu
pasien untuk bersosialisasi.
6.7 Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya erawat pasien di rumah sakit.
7. Klien dapat memanfaatkan Setelah ….x pertemuan pasien 7.1 Diskusikan dengan pasien tentang manfaat
obat dengan baik mampu menyebutkan: dan kerugian tidak minum obat, nama,
1. Manfaat minum obat warna, dosis, cara, efek terapi dan efek
2. Kerugian tidak minum samping penggunaan obat.
obat 7.2 Pantau pasien saat penggunaan obat.
3. Nama, warna, dosis, 7.3 Beri pujian jika pasien menggunakan obat
efek terapi dan efek dengan benar.
samping obat. 7.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dengan dokter.
7.5 Anjurkan pasien untuk konsultasi pasa dokter
atau perawat jika terjadi hal-hal yang tidak di
iginkan.
Gangguan TUM: Setelah ….x pertemuan klien 1.1. Bina hubungan saling percaya dengan
persepsi Klien dapat mengontrol mampu menunjukkan tanda- menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
sensori: halusinasi yang dialaminya tanda percaya kepada perawat: dengan cara :
halusinasi TUK: 1. Wajah cerah,tersenyum. a. Sapa klien dengan ramah baik
pendengaran 1. 2. Mau berkenalan. verbal maupun non verbal
hubungan saling percaya 3. Ada konyak mata. b. Perkenalkan diri dengan sopan
dasar untuk kelancaran 4. Bersedia menceritakan c. Tanyakan nama lengkap klien
hubungan interaksi perasaan. dan nama panggilan yang disukai
seanjutnya 5. Bersedia d. Jelaskan tujuan pertemuan
mengungkapkan e. Jujur dan menepati janji
perasaannya. f. Tunjukkan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien
dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Setelah ….x pertemuan klien 2.1. Adakan kontak sering dan singkat secara
halusinasinya menyebutkan: bertahap
a. Isi 2.2. Observasi tingkah laku klien terkait dengan
b. Waktu halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa
c. Frekuensi stimulus memandang ke kiri/ke kanan/
d. Situasi dan kondisi kedepan seolah-olah ada teman bicara
yang menimbulkan 2.3. Bantu klien mengenal halusinasinya
halusinasi a. Tanyakan apakah ada suara yang
didengar
b. Apa yang dikatakan halusinasinya
c. Katakan perawat percaya klien
mendengar suara itu , namun perawat
sendiri tidak mendengarnya.
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang
seperti itu
e. Katakan bahwa perawat akan membantu
klien
2.4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
b. Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore, malam)
2.5. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan
jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Setelah ….x pertemuan klien 3.1 Identifikasi bersama klien cara
halusinasinya menyebutkan tindakan yang tindakan yang dilakukan jika terjadi
1. biasa dilakukan untuk halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri
mengendalikan halusinasi, dll)
menyebutkan cara mengontrol 3.2 Diskusikan manfaat cara yang
halusinasi, memilih dan digunakan klien, jika bermanfaat ber
memperagakan cara pujian
mengatakasi halusinasi, 3.3 Diskusikan cara baru untuk
melaksanakan cara yang dipilij memutus/mengontrol timbulnya
untuk mengendalikan halusinasi:
halusinasi, mengikuti TAK a. Katakan “ saya tidak
mau dengar”
b. Menemui orang lain
c. Membuat jadwal
kegiatan sehari-hari
d. Meminta
keluarga/teman/perawat untuk
menyapa jika klien tampak bicara
sendiri
3.4 Bantu klien memilih dan
melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
3.5 Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang telah dilatih
3.6 Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil
3.7 Anjurkan klien mengikuti
TAK, orientasi, realita, stimulasi perseps
4. Setelah ...x pertemuan keluarga 4.1 Anjurkan klien untuk
dukungan dari keluarga menyatakan setuju mengikuti memberitahu keluarga jika mengalami
dalam mengontrol pertemuan dengan perawat, halusinasi
halusinasi keluarga mampu menyebutkan 4.2 Diskusikan dengan keluarga
pegertian, tanda, gejala, proses (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
terjadinya halusinasi rumah):
a. Gejala halusinasi yang
dialami klien
b. Cara yang dapat
dilakukan klien dan keluarga untuk
memutus halusinasi
c. Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan
sendiri, makan bersama, bepergian
bersama
d. Beri informasi waktu
follow up atau kenapa perlu mendapat
bantuan : halusinasi tidak terkontrol,
dan resiko mencederai diri atau orang
lain
5. Setelah ...x pertemuan klien 5.1 Diskusikan dengan klien dan
dengan baik menyebutkan: keluarga tentang dosis, frekuensi dan
1. Manfaat minum obat manfaat minum obat
2. Kerugian tidak minum 5.2 Anjurkan klien meminta
obat sendiri obat pada perawat dan merasakan
3. Nama, warna, dosis, manfaatnya
efek terapi dan efek 5.3 Anjurkan klien bicara
samping obat. dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasakan
5.4 Diskusikan akibat berhenti
obat-obat tanpa konsultasi
5.5 Bantu klien menggunakan
obat dengan prinsip 5 benar.
Harga Diri TUM: Setelah ….x pertemuan klien 1.2. Bina hubungan saling percaya dengan
Rendah Klien dapat berhubungan mampu menunjukkan tanda- menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan orang lain secara tanda percaya kepada perawat: dengan cara :
optimal 1. Wajah cerah,tersenyum. a. Sapa klien dengan ramah baik verbal
TUK: 2. Mau berkenalan. maupun non verbal
1. Klien dapat membina 3. Ada konyak mata. b. Perkenalkan diri dengan sopan
hubungan saling percaya 4. Bersedia menceritakan c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
dasar untuk kelancaran perasaan. panggilan yang disukai
hubungan interaksi 5. Bersedia d. Jelaskan tujuan pertemuan
seanjutnya mengungkapkan e. Jujur dan menepati janji
perasaannya. f. Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek
mengidentifikasi mampu menyebutkan : positif yang dimiliki klien
kemampuan dan aspek a. Aspek positif dari 2.2 Setiap bertemu klien hindarkan dari
positif yang dimiliki kemampuan yang memberi penilaian negative
dimiliki klien 2.3 Utamakan memberikan pujian yang
b. Aspek positif keluarga realistik
c. Aspek positif
lingkungan klien
3. Klien dapat menilai Setelah ….x pertemuan klien 3.1. Diskusikan dengan klien kemampuan
kemampuan yang mampu menyebutkan yang masih dapat digunakan selama
digunakan kemampuan yang dapat sakit.
dilakukan 3.2. Diskusikan kemampuan yang dapat
dilanjutkan penggunaannya.

4. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang
(menetapkan) mampu membuat rencana dapat dilakukan setiap hari sesuai
merencanakan kegiatan kegiatan harian kemampuan
sesuai dengan a. Kegiatan mandiri
kemampuan yang b. Kegiatan dengan bantuan sebagian
dimiliki c. Kegiatan yang membutuhkan
bantuan total
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi klien.
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan
yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan Setelah ….x pertemuan klien 5.1 Beri kesempatan pada klien untuk
kegiatan sesuai kondisi mampu melakukan kegiatan mencoba kegiatan yang telah
sakit dan kemampuannya sesuai jadwal yang dibuat direncanakan
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di
rumah

6. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
memanfaatkan sistem mampu memanfaatkan sistem tentang cara merawat klien dengan harga
pendukung yang ada pendukung yang ada dalam diri rendah.
keluarga 6.2 Bantu keluarga memberikan dukungan
selama klien dirawat.
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan
di rumah

Resiko Perilaku TUM: Setelah ….x pertemuan klien 1.3. Bina hubungan saling percaya dengan
Kekerasan Klien terhindar dari mampu menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
mencederai diri, orang lain dengan cara :
dan lingkungan. h. Sapa klien dengan ramah baik verbal
TUK: maupun non verbal
1. Klien dapat membina i. Perkenalkan diri dengan sopan
hubungan saling percaya j. Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai
k. Jelaskan tujuan pertemuan
l. Jujur dan menepati janji
m. Tunjukkan sikap empati dan menerima
klien apa adanya
n. Berikan perhatian kepada klien dan
perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 2.1. Beri kesempatan
mengidentifikasi mampu mengidentifikasi mengungkapkan perasaan.
penyebab perilaku penyebab perilaku kekerasan 2.2. Bantu klien mengungkapkan
kekerasan. perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah
dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.

3. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 3.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang
mengidentifikasi mampu mengidentifikasi dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
tanda-tanda perilaku tanda-tanda dan gejala perilaku 3.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
kekerasan. kekerasan 3.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda
jengkel / kesal yang dialami klien.

4. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 4.1. Anjurkan mengungkapkan


mengidentifikasi perilaku mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
kekerasan yang biasa perilku kekerasan yang pernah 4.2. Bantu bermain peran sesuai
dilakukan dilakukannya dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara
yang dilakukan masalahnya selesai?"

5. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat mampu mengidentifikasikan dilakukan.
perilaku kekerasan akibat perilaku kekerasan 5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari
cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara
baru yang sehat.
6. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 6.1. Beri pujian jika mengetahui cara
mengidentifikasi cara mampu mengidentifikasikan lain yang sehat.
konstruktif dalam cara konstruksi dalam 6.2. Diskusikan cara lain yang
berespon terhadap mengungkapkan kemarahan sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
kemarahan sedang kesal, berolah raga, memukul
bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa
anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdoa,
sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat Setelah ….x pertemuan klien 7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
mengidentifikasi cara mampu mendemonstrasikan 7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang
mengontrol perilaku cara mengontrol perilaku telah dipilih.
kekerasan kekerasan 7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah
dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas
keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah
dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan Setelah ….x pertemuan klien 8.1. Beri pendidikan kesehatan
dari keluarga mampu mendapat dukungan tentang cara merawat klien melalui
dari keluarga untuk pertemuan keluarga.
mengontrol perilaku kekerasan 8.2. Beri reinforcement positif atas
keterlibatan keluarga
9. Klien dapat menggunakan Setelah ….x pertemuan klien 9.1. Diskusikan dengan klien
obat dengan benar (sesuai mampu menggunakan obat tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
program) sesuai program yang telah dan efek samping).
ditentukan: 9.2. Bantu klien mengunakan obat
1. Manfaat minum obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
2. Kerugian tidak minum dosis, cara dan waktu).
obat 9.3. Anjurkan untuk membicarakan
3. Nama, warna, dosis, efek dan efek samping obat yang
efek terapi dan efek dirasakan.
samping obat.
K. DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Hawari, D. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI.

Keliat, B. A. (2009). Model praktik keperawatan professional jiwa. Jakarta.


ECG

Keliat, B.A., Panjaitan, R.U., Helena, N. (2010). Proses keperawatan


kesehatan jiwa. Ed.2. EGC: Jakarta.

Nurjannah, I. (2004). Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa


Manajemen, Proses Keperawatan dan Hubungan Terapeutik
Perawat-Klien. Yogyakarta : Penerbit Moco Media.

Purba dkk, (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press.

Yosep, I. (2009). Keperawatan jiwa. Bandung: PT.Refika aditama.

Anda mungkin juga menyukai