“HERPESZOSTER”
1. Enggar
2. Hadija batara
3. Apriani mangalik
4. Marni
5. Ilonia tahapary
6. Nur Indah Rosmalia
7. Delsi waropen
8. Isak
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan hikmat
dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “HERPESZOSTER
KATA PENGATAR……………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………
Latar Belakang ………………………………………………………………….
Tujuan……………………………………………………………………………
BAB II TINJAUAN TEORI……………………………………………………
A. Definisi…………………………………………………………………...
B. Etiologi…………………………………………………….......................
C. Patofisiologi……………………………………………………………...
D. Penatalaksanaan………………………………………………………….
E. Pemeriksaan penunjang………………………………………………….
F. Asuhan Keperawatan……………………………………………………..
BAB III
Kesimpulan……………………………………………………………………….
Saran………………………………………………………………………………
Daftar pustaka……………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan
oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster
ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang
terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion
serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.Insiden herpes zoster tersebar merata di
seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka
kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 3-5 per
1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari
10% kasus berusia di bawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya
diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi
kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara
sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi
infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada
umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat.
Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan
dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk
pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.Komplikasi herpes zoster dapat terjadi
pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu
berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi
pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60
tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah
sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek
imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi.Secara umum pengobatan
herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi inveksi virus akut,
mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah
timbulnya neuralgia paska herpetik.
B. TUJUAN
Tujuan Mengerti dan memahami mengenai definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, klasifikasi, penatalaksanaan, pemerksaan penunjang,
komplikasi, serta konsep keperawatan mengenai penyakit Herpes Zoster, terapi
farmakologis dan diet.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Herpes zoster (shingles, cacar monyet) merupakan kelainan inflamatorik
viral dimana virus penyebabnya menimbulkan erupsi vesikular yang terasa
nyeri di sepanjang distribusi saraf sensorik dari satu atau lebih ganglion
posterior. Infeksi ini disebabkan oleh virus varisela, yang dikenal sebagai
virus varisela zoster. Virus ini merupakan anggota kelompok virus DNA.
Virus cacar air dan herpes zoster tidak dapat dibedakan sehingga diberi nama
virus varisela zoster. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui.
Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit
dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransformasikan secara
sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion
teradi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi,
tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes
zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam
varisela yang terdapat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena
keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi dan imunitas seluler
yang merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi
endogen.
B. ETIOLOGI
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ)
dan tergolong virus berinti DNA. Virus ini berukuran 140-200 mm, yang
termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya
seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sototoksik, dan sel tempat hidup
laten diklasiikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma.
VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi
primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskular. Selanjutnya
setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap
dalam bentuk laten didalam neurongari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro
virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relaktif luas dengan
siklus pertumbuhan yang pendek, serta mempunyai enzim yang penting
untuk replikasi virus spesifik DNA polymerase dan virus spesifik
deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis kedalam sel yang
terinfeksi.
C. PATOFISIOLOGI
Sesudah seseorang menderita cacar air, virus varisela zoster yang
diyakini sebagai penyebab terjadinya penyakit ini hidup secara inaktif
(dormant) didalam sel-sel saraf di dekat otak dan medula spinalis.
Kemudian hari ketika virus yang laten ini mengalami reaktivasi, virus
tersebut berjalan lewat saraf perifer kulit. Virus varisela yang dorman
diaktikan dan timbul vesikel-vesikel meradang unilateral disepanjang satu
dermatom. Kulit di sekitarnya mengalami edema dan perdarahan.
Kejadian ini biasanya didahului atau disertai nyeri hebat dan atau rasa
terbakar. Meskipun setiap saraf dapat terkena, tetapi saraf torakal, lumbal
atau kranial agaknya paling sering terserang. Herpes zoster dapat
berlangsung selama kurang lebih 3 minggu. Adanya keterlibatan saraf
perifer secara lokal memberikan respons nyeri, kerusakan integritas
jaringan terjadi akibat adanya vesikula. Respons sistemik memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh, perasaan tidak enak badan dan
gangguan gastrointestinal. Respon psikologis pada kondisi adanya lesi
pada kulit memberikan respons kecemasan dan gangguan gambaran diri.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
a. Tzanck Smear: mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat
membedakan herpes zoster dan herpes simplex.
b. Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk
membedakan diagnostik herpes virus.
c. Immunoflourescence: mengidentifikasi varicella di sel kulit.
d. Pemeriksaan histopatologik
e. Pemeriksaan mikroskop elektron
f. Kultur virus Cairan dari lepuh yang baru pecah dapat diambil dan
dimasukkan ke dalam media virus untuk segera dianalisa di
laboratorium virologi. Apabila waktu pengiriman cukup lama, sampel
dapat diletakkan pada es cair. Pertumbuhan virus varisela zoster akan
memakan waktu 3-14 hari dan uji ini memiliki tingkat sensitivitas 30-
70% dengan spesifitas mencapai 100%.
g. Deteksi antibody terhadap infeksi anti virus
h. Deteksi antigen, Uji antibodi fluoresens langsung lebih sensitif bila
dibandingkan dengan teknik kultur sel. Sel dari ruam atau lesi diambil
dengan menggunakan scapel (semacam pisau) atau jarum kemudian
dioleskan pada kaca dan diwarnai dengan antibodi monoklonal yang
terkonjugasi dengan pewarna fluoresens. Uji ini akan mendeteksi
glikoproten virus.
i. Uji serologi, Uji serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi
herpes zoster adalah ELISA.
j. PCR (Polymerase Chain Reaction), PCR digunakan untuk mendeteksi
DNA virus varicella-zoster di dalam cairan tubuh, contohnya cairan
serebrospinal
E. PENATALAKSANAAN
a) Pasien diistirahatkan.
b) Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik. Untuk nyerinya diberi
analgetik, dapat pula ditambahkan neurotropik : vit B1, B6, B1
c) Penting segera mengeringkan vesikel. Usahakan supaya vesikel tidak
pecah untuk menghindari infeksi sekunder, yaitu dengan bedak salisil
2%. Jika terjadi infeksi sekunder, dapat diberi antibiotik lokal, misal
salep kloramfenikol 2%.
d) Terapi triamsinolon atau prednison per oral pada pasien tua bisa
menurunkan kemungkinan neuralgia pasca herpetik. Pemberian secara
oral prednison 30 mg/hari atau triamsinolon 48 mg/hari akan
memperpendek masa neuralgia pasca herpetik, terutama pada orang
tua diberikan sejak awal timbulnya erupsi. Indikasi lain pemberian
kortikosteroid ialah untuk Syndrome Ramsay-Hunt. Pemberian harus
sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa
diberikan adalah prednison dosis 3 x 20 mg/hari, setelah seminggu
dosis diturunkan secara bertahap.
ASUHAN KEPERAWATAN HERPES ZOSTER
A. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi Nama, Alamat, Pekerjaan, Agama, Umur, Jenis Kelamin,
dan Tanggal Masuk RS.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengalami dema, sakit kepala, fatige,malaise,
kemerahan, sensitive, sore skin ( Penekanan Kulit ), (rasa
Terbakar atau tertusuk), Gatal, kesemutan dan Nyeri.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat menderita penyakit cacar
Riwayat immunocompromised ( HIV/AIDS,
Leukimia
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan ada anggota yag menderita penyakit yang
sama dengan pasien karena penyakit herpes zoster dapat
menular.
c. Riwayat Psikososial
Kondisi psikologis pasien
Kecemasan
Respon terhadap penyakit
d. Pola Kebiasaan sehari-hari
Aktivitas dan istirahat :
Apakah pasien mengeluh merasa cemas, tidak bisa tidur
karena nyeri dan gatal.
Pola Nutrisi dan Metabolik :
Bagaiman pola nutrisi pasien, Apakah terjadi penurunan
nafsu makan, anoreksia.
Pola aktivitas dan latihan:
Dengan adanya nyeri dan gatal yang dirasakan, terjadi
penurunan pola aktivitas pasien .
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan sedikit mengalami penurunan psikologis, sosial
karena adanya gangguan citra tubuh.
B. Diagnosa
A. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi virus
B. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imunodefisiensi
C. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
D. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
E. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit.
C. INTERVENSI
N Diagnosa Intervensi Roasional
O
1 Nyeri akut b/d 1. Kaji karakteritas dan 1. Untuk
infeksi virus letak nyeri menetukan
2. Ubah posisi klien bila tindakan dalam
terjadi nyeri, arahkan ke mengatuk nyeri
posisi yang paling 2. Posisi yang
nyaman. nyaman dapat
3. Observasi nyeri mengurangi
berkurang atau tidak nyeri
4. Ajarkan teknik relaksasi 3. Mengetahui skla
dan distraksi (teknik nyeri saat ini
pengurangan rasa nyeri 4. Mengurangi rasa
non farmokologi) nyeri
5. Diskusikan dengan 5. Keluarga
keluarga tentang nyeri berpartisipasi
yang di alami klien dalam
6. Kolaborasi untuk pengobatan
mendapatkan obat 6. Untuk memblok
analgetik saraf-saraf yang
menimbulkan
nyeri.
2 Kerusakan 1. Anjurkan untuk latihan 1. Memantau
intekgritas rom dan mobilisasi perubahan suhu
kulut b/d 2. Ubah posisi tiap 2 jam tubuh
imunodefisien 3. Gunakan bantal air atau 2. Suhu 38,-41,1
si pengajal yang lunak di ‘C menujukan
bawah daerah-daerah proses penyakit
yang menojol infeksius
4. Lakukan masase pada 3. Dapat
daerah yang menojol membantu
yang baru mengalami menguragi
tekanan pada waktu demam
berubah posisi. 4. Mempertahan
5. Bersikan dan keringkan intake
kulit 5. Menurunkan
6. Observasi adanya eritema suhu tubuh
dan kepucatan dan 6. Untuk
palpasi kehangatan dan menguragi
pelunakan. demam denngan
aksi sentralnya
hipotalamus
3 Hepertermia 1. Kaji suhu dan tanda- 1. Memantau
b/d penyakit tanda vital, keadaan perubahan suhu
klien. tubuh
2. Pantau suhu klien, 2. Suhu 38,-41,1
perhatikan mengigil ‘C menujukan
3. Berikan kompres mandi proses penyakit
hangat infeksius.
4. Anjurkan pasein untuk 3. Dapat
banyak minum membantu
5. Anjurkan pasein mengurangi
memakai pakian yang demam
tipis dan menyerap 4. Mepertahankan
keringat intake
6. Kolaborasi pemberian 5. Menurunkan
antipiretik suhu tubuh
6. Untuk
mengurangi
demam dengan
aksi sentalnya
hipotalamus
4 Ketidak 1. Timbang BB tiap hari 1. Untuk
seimbangan 2. Beri sedikit makanan mengetahui
nutrisi kurang yang tidak merangsang terjadinya
dari lunak atau bubur penurunan berat
kebutuhan 3. Anjurkan klien untuk BB dan
tubuh b/d makan dalam keadaan mengetahui
anoreksia hangat. tingkat
4. Anjurkan klien untuk perubahan.
makan sedikit tapi sering 2. Untuk
5. Berikan diet tinggi membantu
kalori,protein dan perbaikan
mineral serta renda zat absorbsi usus.
sisa. 3. Keadaan hangat
6. Kolaborasi pemberian dapat
obat antipiretik. meningkatkan
nafsu makan
4. Untuk
memenuhi
asupan makanan
5. Untuk memnuhi
gizi yang cukup
6. Untuk
menguragi
bahkan
menghilangkan
rasa mual dan
muntah
5 Gaguan citra 1. Kaji secara ferbal dan 1. Untuk
tubuh b/d non ferbal respon pasein mengetahui
penyakit terhadap perubahan respon pasien
tubunya terhadap
2. Jelaskan tentang perubahan-
pengobatan,perawatan,ke perubahan pada
majuan dan prognosis tubuhnya
penyakit 2. Meningkatkan
3. Dorong pasien pengetahuan
mengungkapakan pasien mengenai
perasaanya penyakitnya
4. Jelaskan arti serta membatu
pengurangan melalui pasien atau
pemakaian alat bantu keluarga
mengetahui
perkembangan
kesehatan
pasien.
3. Menguragi
beban pikiran
pasien,
menciptakan
perasaan lega.
4. Membantu
proses
kesembuhan
pasien dan
melatih pasien
untuk
melakukan
akifitas tanpa
alat bantu.
Jenis Obat-obatan
Kesimpulan
Herpeszoster adalah penyakit neurodermal ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi
vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf
kranialis atau spinalis. Penyebabnya adalah virus varicella zoster. Herpeszoster hanya terjadi
pada individu yang pernah mengalami infeksi virus varicella zoster primer. Penderita herpes
zoster biasanya pada dewasa kadang-kadang juga pada anak-anak. Insidensinya meningkat
sesuai pertambahan usia. Menurunnya imunitas seluler karena usia lanjut merupakan faktor
utama penyebab reaktivasi.
Saran
Sebaiknya Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta mampu
menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana dan memadai yang dapat membantu
kesembuhan pasien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya
dan pada pasien dengan Herpeszoster.
Daftar Pustaka