Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Pembimbing klinik : Irma Sofiani Kusmara, Ners

DISUSUN OLEH :
NIDA NUROKTAVIANI
P27901119036

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Resiko Perilaku Kekerasan

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Pengertian
Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap
kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang
konstruktif dapat membuat perasaan lega. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan
suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis (Riyadi & Purwanto, 2009). Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan
Hartono (2011) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk dan aduh, gelisah yang tidak terkontrol.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi seseorang
yang ditunjukan dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri,
orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowits, 2000 dalam Yosep, 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan diri sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang
(Maramis, 2009).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa perilaku kekerasan
adalah suatu tindakan dengan tenaga yang dapat membahyakan diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan yang bertujuan untuk melukai yang disebabkan karena adanya
konflik dan permasalahan pada seseorang baik secara fisik maupun psikologis.
2. Etiologi
A. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang mendasari atau mempermudah terjadinya
perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, nilai-nilai kepercayaan maupun
keyakinan berbagai pengalaman yang dialami setiap orang merupakan faktor
predisposisi artinya mungkin terjadi mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
(Direja, 2011).
1) Faktor biologis
Beberapa hal yang dapat mmpengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan yaitu
sebagai berikut:
a. Pengaruh neurofisiologi, beragam komponen sistem neurulogis mempunyai
implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
b. Pengaruh biokimia yaitu berbagai neurotransmiter (epineprin, noreineprin,
dopamin, asetil kolin dan serotonin sangat berperan dalam menfasilitasi
danmengahambat impuls negatif).
c. Pengaruh genetik menurut riset Murakami (2007) dalam gen manuasia
terdapat doman (potensi) agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal.
d. Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan gangguan sistem
serebral, tumor otak, trauma otak, penyakit enchepalits epilepsi terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2) Faktor psikologis menurut Direja (2011)


a. Terdapat asumsi bahwa sesorang untuk mencapai tujuan mengalami
hambatan akan timbul serangan agresif yang memotivasi perilau kekerasan.
b. Berdasarkan mekanisme koping individu yang masa kecil tidak
menyenangkan.
c. Rasa frustasi
d. Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, atau lingkungan.
e. Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya kepuasan
dan rasa aman dapat mengkibatkan tidak berkembangnya ego dan dapat
membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat memberikan
kekuatan yang dapat meningkatkan citra diri serta memberi arti dalam
kehidupan.
f. Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupak perilaku yang dipelajari,
individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran eksternal dibanding anak-
anak tanpa faktor predisposisi biologik.
3) Faktor sosio kultural
a. Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan
marah. Budaya tertutup dan membalas terhadap perilaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan di terima.
b. Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses
sosialisasi.
B. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetus perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan :
1) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidarotas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal, dan
lain-lain.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidak mampuan
menempatkan diri sebagai seorang yang dewasa.
4) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa
frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga
3. Jenis Resiko Perilaku Kekerasan
a) Kekerasan fisik: yaitu jenis kekerasan yang kasat mata. Artinya, siapapun bisa
melihatnya karena terjadi sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Contohnya
adalah: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak,
melempar dengan barang, dll.
b) Kekerasan non fisik: yaitu jenis kekerasan yang tidak kasat mata. Artinya, tidak bisa
langsung diketahui perilakunya apabila tidak jeli memperhatikan, karena tidak terjadi
sentuhan fisik antara pelaku dengan korbannya. Kekerasan non fisik ini dibagi
menjadi dua, yaitu;
1) Kekerasan verbal: kekerasan yang dilakukan lewat kata-kata.
Contohnya: membentak, memaki, menghina,menjuluki, meneriaki, memfitnah,
menyebar gosip, menuduh, menolak dengan kata kata kasar, mempermalukan
didepan umum dengan lisan, dll
2) Kekerasan psikologis/psikis : kekerasan yang dilakukan lewat bahasa tubuh,
contohnya memandang sinis, memandang penuh ancaman, mempermalukan,
mendiamkan, mengucilkan, memandang yang merendahkan, mencibir dan
memelototi.
4. Fase Fase
a) Triggering incidents
Ditandai dengan adanya pemicu sehingga muncul agresi klien. Beberapa faktor
yang dapat menjadi pemicu agresi antara laian: provokasi, responterhadap
kegagalan, komunikasi yang buruk, situasi yang menyebabkan frustrasi,
pelanggaran batas terhadap jarak personal, dan harapan yang tidak terpenuhi.
Pada fase ini klien dan keluarga baru datang.

b) Escalation phase
Ditandai dengan kebangkitan fisik dan emosional, dapat diseterakan dengan respon
fight or flight. Pada fase escalasi kemarahan klien memuncak, dan belum terjadi
tindakan kekerasan. Pemicu dari perilaku agresif klien gangguan psikiatrik
bervariasi misalnya: halusinasi, gangguan kognitif, gangguan penggunaan zat,
kerusakan neurologi/kognitif, bunuh diri dan koping tidak efektif.

c) Crisis point
Sebagai lanjutan dari fase escalasi apabila negosiasi dan teknik de escalation gagal
mencapai tujuannya. Pada fase ini klien sudah melakukan tindakan kekerasan.

d) Settling phase
Klien yang melakukan kekerasan telah melepaskan energi marahnya.
Mungkin masih ada rasa cemas dan marah dan berisiko kembali ke fase awal.

e) Post crisis depression


Klien pada fase ini mungkin mengalami kecemasan dan depresi dan berfokus pada
kemarahan dan kelelahan.

f) Return to normal functioning


Klien kembali pada keseimbangan normal dari perasaan cemas, depresi, dan
kelelahan.

5. Rentang Respon
Menurut Yosep (2007) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panik).

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Asertif Frustasi Pasif Agresif


Kekerasan

Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai
kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa :
a) Asertif: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
b)Frustasi: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat
menemuka alternatif.
c) Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d)Agresif: perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol.
e) Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan
yang dimanivestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan
suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang
yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia
”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau
diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal
(asertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).
6. Mekanisme Koping
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain. Mekanisme koping klien
sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum
digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displancement, sublimasi,
proyeksi, depresi, dan reaksi formasi.
a) Displacement
Melepaskan perasaan tertekannya bermusuhan pada objek yang begitu seperti pada
mulanya yang membangkitkan emosi.
b) Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai keinginannya yang tidak baik.
c) Depresi
Menekan perasaan yang menyakitkan atau konflik ingatan dari kesadaran yang
cenderung memperluas mekanisme ego lainnya
d) Reaksi formasi
Pembentukan sikap kesadaran dan pola perilaku yang berlawanan dengan apa yang
benar-benar di lakukan orang lain.

III. A. POHON MASALAH


Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan Akibat

Risiko perilaku kekerasan Core

gangguan konsep diri : Harga diri rendah Penyebab isolasi social

B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

No. Data Masalah


1. Subjektif Resiko Perilaku Kekerasan

1. Mengatakan pernah melakukan


tindak kekerasan
2. Informasi dari keluarga tentang
tindak kekerasan yang dilakukan
oleh pasien
3. Mendengar suara-suara
4. Merasa orang lain mengancam
5. Menganggap orang lain jahat
Objektif

1. Ada tanda / jejas perilaku


kekerasan pada anggota tubuh
2. Tampak tegang saat bicara
3. Pembicaraan kasar ketika
menceritakan marahnya
2. Data subyektif : Gangguan konsep diri :
1. Mengungkapkan ingin diakui jati harga diri rendah
dirinya. (Masalah Utama)
2. Mengungkapkan tidak ada lagi yang
peduli.
3. Mengungkapkan tidak bisa apa-apa.
4. Mengungkapkan dirinya tidak
berguna.
5. Mengkritik diri sendiri.
6. Perasaan tidak mampu.
Data obyektif :
1. Merusak diri sendiri.
2. Merusak orang lain.
3. Ekspresi malu.
4. Menarik diri dari hubungan sosial.
5. Tampak mudah tersinggung.
6. Tidak mau makan dan tidak tidur
3. DS : Resiko mencederai diri
1. Mengancam sendiri, orang lain, dan
2. Mengumpat dengan kata-kata kasar lingkungan
3. Suara keras
4. Bicara ketus
DO :
1. Menyerang orang lain
2. Melukai diri sendiri/orang lain
3. Merusak lingkungan
4. Perilaku agresif/amuk

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Risiko perilaku kekerasan

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Resiko Perilaku TUM : a. Setelah 3 x SP I p
Kekerasan Pasien mampu pertemuan pasien 1. Mengidentifikasi
mengatasi atau mampu penyebab PK
mengendalikan menceritakan 2. Mengidentifikasi
perilaku kekerasan penyebab perilaku tada dan gejala PK
yang pernah kekerasan yang 3. Mengidentifikasi
dilakukannya dilakukan PK yang dilakukan
b. Setelah 3 x 4. Mengidentifikasi
pertemuan pasien akibat PK
mampu 5. Menyebutkan cara
menceritakan mengontrol PK
tanda-tanda 6. Membantu pasien
perilaku kekerasan mempraktikan
yang dilakukan latihan cara
c. Setelah 3 x mengontrol fisik I
pertemuan pasien dan fisik II
mampu 7. Menganjurkan
menceritakan jenis pasien memasukan
perilaku kekerasan dalam kegiatan
yang dilakukan harian
SP II p
d. Setelah 3 x
1. Mengevalusai
pertemuan pasien
jadwal kegiatan
mampu
harian pasien
menceritakan
2. Menjelaskan cara
akibat perilaku
mengontrol PK
kekerasan yang
dengan minum
dilakukan
obat
e. Setelah 3 x
3. Menganjurkan
pertemuan pasien
pasien memasukan
mampu
dalam jadwal
menjealaskan cara-
kegiatan harian
cara sehat dalam
SP III p
mengungkapkan
1. Mengevaluasi
marah
jadwal kegiatan
f. Setelah 3 x
haria
pertemuan pasien
2. Melatih pasien
mampu
mengontrol PK
memperagakan
dengan cara verbal
cara mengontrol
3. Menganjurkan
perilaku kekerasan
pasien dalam
secara fisik, verbal
jadwal kegiatan
dan spiritual
harian
g. Setelah 3 x SP IV p
pertemuan pasien 1. Mengevaluasi
mampu jadwal kegiatan
menjelaskan obat harian pasien
yang dikonsumsi 2. Melatih pasien
mengontrol PK
dengan cara
spiritual
3. Menganjurkan
pasien memasukan
jadwal dalam
kegiatan harian
TUM : a. Setelah 3 x SP I k
Keluarga mampu pertemuan 1. Mendiskusikan
merawat pasien di keluarga mampu masalah yang
rumah dan menjadi menyebutkan dirasakan keluarga
sistem pendukung penyebab, tanda dalam merawat
gejala, akibat dan pasien
cara mengontrol 2. Menjelaskan
perilaku kekerasan pengertian PK,
b. Setelah 3 x tanda dan gejala
pertemuan serta proses
keluarga mampu terjadinya PK
merawat pasien di 3. Menjelaskan cara
rumah merawat pasien
dengan PK
SP II k
1. Melatih keluarga
mempraktikan cara
merawat pasien
dengan PK
2. Melatih keluarga
melakukan cara
mearawat pasien
dengan PK

SP III k
1. Membantu
keluarga membuat
jadwal aktivitas di
rumah termasuk
minum obat
2. Menjelaskan follo
up pasien setelah
pulang

VI. SUMBER
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP . Jakarta: Selemba
Medika.
Keliat, Budi Anna dan Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC
Yosep. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi.  Bandung: PT.Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai