Indonesia
Penjelasan secara umum diutarakan pula pada bagian rumah adat Bali yang
memiliki desain tampak luar yang serupa dengan rumah adat Jawa. Namun
dalam hal ini terdapat perbedaan pada material bahan bangunan yang digunakan
yakni ukiran yang tidak hanya terbuat dari kayu namun juga pada bahan yang
terbuat dari batu. Kemudian di daerah provinsi lain yaitu Sumatera Barat yang
juga tak kalah unik dari bangunan adat lain, dimana memiliki arstitektur luar
yang cukup rumit dan terinspirasi dari tanduk kerbau yang melengkung dan
menunjuk ke atas. Disebutkan bahwa ciri khas rumah masyarakat Sumatra
adalah rumah panggung. Bentuk dasar rumah yang merupakan balok segi empat
yang mengambang ke atas dan bagian bawah ditopang dengan penyangga
berupa tiang-tiang kayu yang kokoh. Pada bangunan ini pula tidak terlepas dari
struktur tanah Melayu yang berupa rawa-rawa.
Desain arsitektur bangunan adat di Indonesia pun tidak hanya monoton, terlihat
dari penjelasan pada rumah adat di pulau Kalimantan. Terdapat dua tipe rumah,
yaitu rumah Suku Banjar di Kalimantan Selatan dan rumah Suku Dayak di
Kalimantan Tengah, Barat, dan Timur. Ciri khas bangunan ini adalah rumah
panggung dengan bubungan tinggi dengan penyangga di tiap-tiap kakinya
seperti rumah adat Sumatera hanya ukuran bangunan ini memanjang sehingga
di sebut Rumah Panjang. Adanya warna kuning dan hitam mendominasi warna
utama pada bangunan adat ini. Dengan letak geografis dan kondisi lingkungan,
bangunan tipe panggung sangat direkomendasikan mengingat tanah gambut dan
rawa-rama cenderung tidak stabil dan mengandung air. Dalam hal ini juga
diperkuat oleh banyaknya sungai, baik sungai besar maupun sungai kecil.
Setelah mengupas wawasan bangunan adat di pulau Jawa, Bali, Sumatra, dan
Kalimantan, didalam buku yang memiliki 67 halaman ini mengupas pula
bangunan adat di pulau lain yaitu : Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku,
dan Papua. Dalam hal ini, penulis memberikan cakupan informasi yang bersifat
umum dan eksternal. Dijelaskan seperti pada bagian rumah adat Nusa Tenggara
Timur dimana memiliki ciri khas yakni ukuran bentuk atapnya yang tinggi
melebihi bentuk bangunan utama. Selain itu ukuran bangunannya tidak terlalu
besar seperti bangunan adat lainnya di berbagai daerah Indonesia. Keunikan dari
bangunan ini adalah atapnya yang berbentuk kerucut dan dinamakan rumah
mbaru niang.
Dilanjut dengan penjelasan umum dari rumah adat Toraja di Sulawesi Selatan
yang memiliki ciri khas bentuk atap yang menjulang tinggi dan melengkung.
Ukuran rumah adat Toraja terlihat kecil serupa dengan rumah mbaru niang.
Dalam satu areal, bangunan ini dibangun berjejer lurus sehingga terkesan rapih
dan indah saat dilihat dari jauh. Tak banyak informasi detail yang dipaparkan
oleh penulis seperti struktur bangunan dalam dan konsep desain yang dikatakan
cukup rumit tersebut dan hal ini menjadi salah satu poin kekurangan dari buku
ini.
Penulis juga mengupas kembali informasi lain yaitu pada rumah adat Maluku.
Dimana dalam hal ini pula tidak dijelaskan secara spesifik dari bangunan unik
tersebut. Cakupan informasi yang diberikan hanya pada bagian eksternal seperti
karakter khusus yang dimiliki bangunan ini adalah bentuk limas segi lima atau
enam bahkan lebih, tergantung dari ukuran rumahnya. Begitu pula dengan
struktur atap rumahnya yang memiliki bentuk limas, atap ini memiliki ukuran
lebih tinggi dari bangunan utama, seperti yang diutarakan penulis pada rumah
adat Nusa Tenggara Timur.
Hal berikutnya yang dikupas didalam buku ini yaitu mengenai ruang publik
pada rumah adat Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa ruang publik terdiri atas
berbagai ruangan dalam suatu bangunan atau bahkan dalam bangunan yang
berbeda. Contohnya rumah adat kasepuhan Cirebon yang memiliki ruang publik
yang begitu luas, berupa ruang depan rumah yang berbentuk pendopo.
Bentuk ruang publik pada umumnya terdiri atas ruangan yang lebih luas
daripada ruangan lainnya. Tetapi, ruang publik di setiap rumah adat berbeda-
beda sesuai dengan adat atau kebiasaan masyarakat setempat dalam menerima
tamu.
Pada bagian berikutnya, dijelaskan juga bahwa keberadaan ruang publik dalam
suatu rumah adat tidak hanya dipergunakan untuk menerima tamu saja, tetapi
bisa digunakan untuk menjadi tempat pertemuan untuk membahas suatu
kepentingan sosial bahkan dipakai untuk latihan menari anak-anak seperti
pendopo rumah adat joglo di Jawa.