Ventilator Mekanik Yuli Nopita Sari 21117141
Ventilator Mekanik Yuli Nopita Sari 21117141
“VENTILATOR MEKANIK ”
Oleh :
Anatomi Pernapasan:
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring,
trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus
segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus
alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3 lobus
yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus
yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura
horizontal yang membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan
fissura oblique membagi lobus media dengan lobus inferior. Pulmo
sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus superior dan lobus
inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis
(luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga
pleura (cavum pleura).
a. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior
yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang
rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea
besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis silindris
bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal. Didalamnya ada
konka nasalis superior, medius dan inferior. Lamina propria pada
mukosa hidung umumnya mengandung banyak pleksus pembuluh
darah.
b. Alat Penghidu
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet,
dengan lamina basal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis
sel: sel penyokong, sel basal dan sel olfaktoris.
c. Sinus Paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang
tengkorak yang berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus:
maksilaris, frontalis, etmoidalis dan sphenoidalis
d. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan
menyatu dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke
oesophagus. Pada saat bernapas udara dihantarkan ke laring. Ada 3
rongga : nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada
nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan
laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak
memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal, mengandung
serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat
interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel berlapis
gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni
e. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm.
Terletak antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang
rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada
tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid
dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan
epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng, tidak
ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan menutup
trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita
suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah
diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat
mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat,
otot suara ( otot rangka). Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan
Inferior. Inervasi: N Laringealis superior.
f. Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya
dilapisi oleh jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari:
tulang rawan, mukosa, epitel bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar.
g. Broncus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama.
Bronki primer bercabang menjadi bronki lobar bronki segmental
bronki subsegmental. Struktur bronkus primer mirip dengan trakea
hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak teratur. Makin ke
distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang sama
sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun
atas lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan
banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina propria : serat
retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinophil
h. Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang
rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos
bercampur dengan jaringan ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan
sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet.
i. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru.
Lapisan : epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung
kantong tipis (alveoli).
j. Duktus alveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat
alveoli bermuara.
k. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan
udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat
poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan
elastis halus. [9] Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar
tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng
( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel
alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar.
Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya
lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan
licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan
surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi
kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel
disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel
mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori
Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar.
Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran.
Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel lainnya.
l. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung
serat elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut
pleura viseral, yang melekat pada dinding toraks disebut pleura
parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan pembuluh
limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal.
Fisiologi Pernapasan:
a. Sistem Respirasi
1) Fisioogi Ventilasi Paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru.
Pergerakan udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
a) Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara
pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal
sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai isap yang
dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap terbuka
sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi
normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru ke
arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan
menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm
H2O).
b) Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli
paru. Ketika glotis terbuka dan tidak ada udara yang
mengalir ke dalam atau keluar paru, maka tekanan pada
semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan
tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu
tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus
sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1
cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru
selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang
berlawanan.
c) Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli
dan tekanan pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai
daya elastis dalam paru yang cenderung mengempiskan paru
pada setiap pernafasan, yang disebut tekanan daya lenting
paru
2) Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan Terdapat dua mekanisme
neural terpisah bagi pengaturan pernafasan.
a) Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter.
Pusat volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke
neuron motorik otot pernafasan melalui jaras kortikospinal.
b) Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat
pernafasan otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan
keluaran eferen dari sistem ini terletak di rami alba medulla
spinalis di antara bagian lateral dan ventral jaras kortikospinal.
Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada
neuron motorik N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta neuron
motorik intercostales externa pada kornu ventral sepanjang segmen
toracal medulla. Serat saraf yang membawa impuls ekspirasi, bersatu
terutama pada neuron motorik intercostales interna sepanjang segmen
toracal medulla
Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila
neuron motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya.
Meskipun refleks spinal ikut berperan pada persarafan timbal-balik
(reciprocal innervation), aktivitas pada jaras descendens-lah yang
berperan utama. Impuls melalui jaras descendens akan merangsang
otot agonis dan menghambat yang antagonis. Satu pengecualian kecil
pada inhibisi timbal balik ini aadalah terdapatnya sejumlah kecil
aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka waktu singkat, setelah
proses inspirasi. Fungsi keluaran pasca inspirasi ini nampaknya adalah
untuk meredam daya rekoil elastik jaringan paru dan menghasilkan
pernafasan yang halus (smooth)
c) Pengaturan aktivitas
Pernafasan Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri
maupun penurunan PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron
pernafasan di medulla oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang
berlawanan mengakibatkan efek inhibisi ringan. Pengaruh perubahan
kimia darah terhadap pernafasan berlangsung melalui kemoreseptor
pernafasan di glomus karotikum dan aortikum serta sekumpulan sel di
medulla oblongata maupun di lokasi lain yang peka terhadap
perubahan kimiawi dalam darah. Reseptor tersebut membangkitkan
impuls yang merangsang pusat pernafasan. Bersamaan dengan dasar
pengendalian pernafasan kimiawi, berbagai aferen lain menimbulkan
pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi pernafasan pada keadaan
tertentu
d) Pengendalian kimiawi pernafasan
Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi
sedemikian rupa sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal
dipertahankan tetap. Dampak kelebihan H + di dalam darah akan
dilawan, dan PO2 akan ditingkatkan apabila terjadi penurunan
mencapai tingkat yang membayakan. Volume pernafasan semenit
berbanding lurus dengan laju metabolisme, tetapi penghubung antara
metabolisme dan ventilasi adalah CO2, bukan O2. Reseptor di glomus
karotikum dan aortikum terangsang oleh peningkatan PCO2 ataupun
konsentrasi H+ darah arteri atau oleh penurunan PO2. Setelah
denervasi kemoreseptor karotikum, respons terhadap penurunan PO2
akan hilang, efek utama hipoksia setelah denervasi glomus karotikum
adalah penekanan langsung pada pusat pernafasan. Respon terhadap
perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada pH 7,3-7,5 juga
dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih besar masih dapat
menimbulkan efek. Sebaliknya, respons terhadap perubahan PCO2
darah arteri hanya sedikit dipengaruhi,; dengan penurunan tidak lebih
dari 30-35%.
e) Sistem pengangkut
Oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskuler.
Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu bergantung pada:
jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas
dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan kapasitas
darah untuk mengangkut oksigen. Aliran darah bergantung pada
derajat konstriksi jalinan vaskular di dalam jaringan serta curah
jantung. Jumlah oksigen di dalam darah ditentukan oleh jumlah
oksigen yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah dan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen
3. Tujuan
a. Memberikan kekuatan mekanis pada system paru untuk
mempertahankan ventilasi yang fisiologis
b. Membantu otot nafas yang lelah/lemah
c. Memperbaiki ventilasi paru
d. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas
4. Indikasi VM
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2),
peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem
(penurunan pH), maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Selain
itu pada kondisi kondisi di bawah ini diindikasikan menggunakan
ventilator mekanis.
a. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan
indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi
dan pemasangan ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang
sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan
ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan
(seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan
dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
Penyebab Gagal Napas:
1) Penyebab sentral:
a) Trauma kepala : Contusio cerebri
b) Radang otak : Encepalitis.
c) Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d) Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
2) Penyebab perifer:
a) Kelainan Neuromuskuler:
b) Guillian Bare syndrom
c) Tetanus
d) Trauma servikal.
e) Obat pelemas otot.
f) Kelainan jalan napas.
g) Obstruksi jalan napas.
h) Asma broncheal.
i) Kelainan di paru.
j) Edema paru, atelektasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga / thorak.
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
m) Kelainan jantung.
n) Kegagalan jantung kiri.
b. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan
pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (system
pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga beban kerja
jantung juga berkurang
c. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe
berulang juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator
mekanik berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator
mekanik juga memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien
dengan peningkatan tekanan intra cranial.
Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan
sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya
gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa
tertangani dengan keberadaan ventilator mekanik.
d. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease
2) Central Nervous System disease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
e. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik
2) Penyakit paru-gangguan difusi
3) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch
5. Klasifikasi VM
a. Klasifikasi Kerja Ventilator
Ventilator tekanan negatif Mengeluarkan tekanan negative pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intrathoraks selama inspirasi
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memeuhi
volumenya. Pada jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik
yang berhubungan dengan kondisi neurovascular seperti polymyelitis,
distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis.
Penggunaan tak sesuai untuk pasien yang tak stabil atau pasien yang
kondisinya membutuhakn perubahan ventilasi sering
b. Ventilator tekanan positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian
mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada
ventilator jenis ini diperlukan intubasi endrotrakeal atau
trakeostomi.Ventilator ini secaar luas digunakan pada klien dengan
penyakit paru primer. Jenis ini ada 3, yaitu:
1) Time Cycled
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan
waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu
inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah
napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.
Ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
ditentukan.Bantuan yang diberikan berdasarkan waktu. Biasa
digunakan pada neonatus dan bayi.
2) Volume Cycled
Prinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator
adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan
volume tidal yang konsisten. Ventilator ini mengalirkan volume
udara pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume
preset telah dikirimkan pada klien, siklus ventilator mati dan
ekhalasi terjadi secata pasif. Merukan jenis yang paling banyak
digunakan.
3) Pressure Cycled
Ventilator yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah
tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan
aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
seluruhnya tercapai dan kemudian siklus mati.Prinsip dasar
ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan
yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi
tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif.Kerugian pada type ini
bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang
diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak
dianjurkan.
6. Komplikasi VM
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Pada Kardiovaskuler
1) Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax à darah yang
kembali ke jantung terhambat à venous return menurun maka
cardiac output menurun.
2) Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi
microvaskuler akibat tekanan (+) à sehingga darah berkurang à
cardiac output menurun.
3) Bila tekanan terlalu tinggi à bisa terjadi ex oksigenasi.
b. Pada paru
1) Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli
udara vaskuler.
2) Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
3) Infeksi paru
4) Keracunan oksigen
5) Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
6) Aspirasi cairan lambung
7) Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
8) Kerusakan jalan nafas bagian atas
c. Pada sistem saraf pusat
1) Vasokonstriksi cerebral Terjadi karena penurunan tekanan CO2
arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
2) Oedema cerebral Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri
diatas normal akibat dari hipoventilasi.
3) Gangguan tidur
4) Gangguan kesadaran
8. Setting VM
9. Wearing VM
Penyapihan adalah proses untuk melepaskan bantuan ventilasi mekanik
yang dilakukan secara bertahap.
Syarat-syarat Penyapihan:
a. Proses penyakit yang menyebabkan pamasangan ventilator sudah
dapat diatasi/kurangi
b. Pasien dalam keadaan sadar
c. Hemodinamik stabil dan normal
d. Pada pemberian PEEP tidak lebih dari 5 cm H2O atau pada FiO2 50%
dapat mempertahankan PaO2≥60 mmHg
e. PaCO2 < 45mmHg
f. Volume tidal >10-15 cc/kgBB g. Kapasitas vital paru > 10cc/kg/BB
atau 2 kali lebih besar dari volum tidal
g. Volum semenit < 10L/menit
h. Tekanan maksimum inpirasi
Metode Penyapihan :
a. Metode T.Piece
Teknik penyapihan dengan menggunakan suatu alat yang bentuknya
seperti huruf T. pemberian oksigen harus lebih tinggi 10% dari
oksigen saat penggunaan ventilator. Pasien dinyatakan siap
diekstubasi jka penggunaan T Piece lebih banyak dari penggunaan
ventilator.keuntungannya adalah proses penyapihan lebih cepat.
b. Metode SIMV
Metode dengan cara mengurangi bantuan ventilasi dengan cara
mengurangi frekuensi pernafasan yang diberikan oleh mesin. Dengan
metode ini pasien dapat melatih otot –otot pernapasan, lebih aman dan
pasien tak merasakan ketakutan, tapi kerugiannya berlangsung lambat
c. Metode PSV
Dengan cara mengurangi jumlah tekanan yang diberikan ventilator.
Prosedur Penyapihan:
a. Beritahu pasien tentang rencana weaning, cara, perasaan tak enak pada
awal weaning. Lakukan support mental pada pada pasien terutama
yang sudah mengguanakan ventilator dalam waktu lama
b. Obat-obat sedasi diminimalkan
c. Lakukan pada pagi atau siang hari dimana masih banyak stah ICU dan
kondisi pasien stabil
d. Bersihkan jalan nafas, posisikan senyaman mungkin
e. Gunakan T piece atau CPAP dengan FiO2 sesuai semula
f. Monitoring : keluhan subjektif, nadi, frekuensi nafas, irama jantung,
kerja nafas dan saturasi oksigen
g. Analisa gas darah 30 menit setelah prosedur
h. Dokumentasi : teknik weaning respon pasien, dan lamanya weaning
2) Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang
menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera
diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to
toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan
setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan
survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas
resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari
riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau
korban lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
a) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan
sensorik)
b) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
1) Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat
ditemukan, Tingkat kesadaran, Sikap umum, keluhan,
Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Raut Muka
Bentuk muka : bulat, lonjong, dan lain-lain
Ekspresi muka : tampak sesak, gelisah,
kesakitan
Tes syaraf : menyeringai, mengerutkan dahi,
untuk memeriksa nervus V, VII.
b. Bibir
Biru ( sianosis )
Pucat ( anemia )
c. Mata
Konjungtiva : Pucat (anemia), Ptechiae
(perdarahan bawah kulit/ selaput lendir) pada
endokarditis bacterial
Skela: Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung
kanan, penyakit hati, dan lain-lain
Kornea: Arkus senilis ( garis melingkar
putih/abu-abu di tepi kornea ) berhubungan
dengan peningkatan kolesterol/ penyakit
jantung koroner.
Eksopthalmus: Berhubungan dengan
tirotoksikosis
d. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk,
tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka
terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
e. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan,
undulasi
f. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
g. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi,
inkontinensia
h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan,
gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka
Pengkajian Peralatan:
Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa
ventilator berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah
dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar-benar
bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada
ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya ini
merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat
bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus
mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien
secara keseluruhan.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan
c. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing
pada trakea
C. Intervensi Keperawatan
Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th Ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins