Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“VENTILATOR MEKANIK ”

Oleh :

NAMA : YULI NOPITA SARI


NIM : 21117141

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
A. Ventilator Mekanik (VM)
1. Definisi
Ventilator adalah suatu alat mekanis yang mampu membantu
pernafasan. Ventilator berfungsi membantu seseorang untuk memenuhi
oksigen paru, mengeluakan karbondioksida dalam tubuh, membantu
pasien untuk lebih mudah bernafas, membantu pasien yang kehilangan
kemampuan bernafas. Ventilator menyalurkan gas ke paru-paru dengan
menggunakan tekanan positif pada tingkat tertentu. Jumlah gas
disampaikan dapat dibatasi oleh waktu, tekanan atau volume. Durasi bisa
dikontrol dengan waktu, tekanan atau aliran (Smeltzer, et al., 2010)
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan
positif atau negative yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan
napas pasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan pemasangan ventilator
mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal
dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki
hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen. (Iwan Purnawan,
2010).

2. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan

Anatomi Pernapasan:
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring,
trakea, karina, bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus
segmentalis, bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratoryus, saccus
alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus, dextra ada 3 lobus
yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2 lobus
yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura
horizontal yang membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan
fissura oblique membagi lobus media dengan lobus inferior. Pulmo
sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus superior dan lobus
inferior. Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis
(luar) dan Visceralis (dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga
pleura (cavum pleura).
a. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior
yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang
rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea
besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis silindris
bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal. Didalamnya ada
konka nasalis superior, medius dan inferior. Lamina propria pada
mukosa hidung umumnya mengandung banyak pleksus pembuluh
darah.
b. Alat Penghidu
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet,
dengan lamina basal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis
sel: sel penyokong, sel basal dan sel olfaktoris.
c. Sinus Paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang
tengkorak yang berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus:
maksilaris, frontalis, etmoidalis dan sphenoidalis
d. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan
menyatu dan menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke
oesophagus. Pada saat bernapas udara dihantarkan ke laring. Ada 3
rongga : nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Mukosa pada
nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan orofaring dan
laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak
memilki muskularis mukosa. Lamina propria tebal, mengandung
serat elastin. Lapisan fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat
interstisiel. Orofaring dan laringofaring dilapisi epitel berlapis
gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni
e. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm.
Terletak antara faring dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang
rawan tiroid dan krikoid. Muskulus ekstrinsik mengikat laring pada
tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada tulang tiroid
dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan
epitel bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng, tidak
ada kelenjar. Fungsi laring untuk membentuk suara, dan menutup
trakea pada saat menelan (epiglotis). Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita
suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat suara). Celah
diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat
mukosa dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat,
otot suara ( otot rangka). Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan
Inferior. Inervasi: N Laringealis superior.
f. Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya
dilapisi oleh jaringan ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari:
tulang rawan, mukosa, epitel bersilia, jaringan limfoid dan kelenjar.
g. Broncus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama.
Bronki primer bercabang menjadi bronki lobar  bronki segmental 
bronki subsegmental. Struktur bronkus primer mirip dengan trakea
hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak teratur. Makin ke
distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang sama
sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun
atas lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan
banyak sel goblet dan kelenjar submukosa. Lamina propria : serat
retikular, elastin, limfosit, sel mast, eosinophil
h. Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang
rawan, tidak mengandung kelenjar submukosa. Otot polos
bercampur dengan jaringan ikat longgar. Epitel kuboid bersilia dan
sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet.
i. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru.
Lapisan : epitel kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung
kantong tipis (alveoli).
j. Duktus alveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat
alveoli bermuara.
k. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan
udara yang dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat
poligonal, septa antar alveoli disokong oleh serat kolagen, dan
elastis halus. [9] Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel alveolar
tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng
( tipe I) jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel
alveolar besar (tipe II) jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar.
Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya
lebih tebal, apikal bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan
licin, memilki badan berlamel. Sel alveolar besar menghasilkan
surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk mengurangi
kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel
disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel
mast, sedikit limfosit. Septa tipis diantara alveoli disebut pori
Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut makrofag alveolar.
Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran.
Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel lainnya.
l. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung
serat elastin, fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut
pleura viseral, yang melekat pada dinding toraks disebut pleura
parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan pembuluh
limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal.

Fisiologi Pernapasan:
a. Sistem Respirasi
1) Fisioogi Ventilasi Paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru.
Pergerakan udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
a) Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara
pleura paru dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal
sekitar -5 cm H2O, yang merupakan nilai isap yang
dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap terbuka
sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi
normal, pengembangan rangka dada akan menarik paru ke
arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan
menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif (sekitar -7,5 cm
H2O).
b) Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli
paru. Ketika glotis terbuka dan tidak ada udara yang
mengalir ke dalam atau keluar paru, maka tekanan pada
semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan
tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu
tekanan 0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus
sedikit di bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1
cm H2O) dapat menarik sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru
selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi tekanan yang
berlawanan.
c) Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli
dan tekanan pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai
daya elastis dalam paru yang cenderung mengempiskan paru
pada setiap pernafasan, yang disebut tekanan daya lenting
paru
2) Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan Terdapat dua mekanisme
neural terpisah bagi pengaturan pernafasan.
a) Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter.
Pusat volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke
neuron motorik otot pernafasan melalui jaras kortikospinal.
b) Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat
pernafasan otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan
keluaran eferen dari sistem ini terletak di rami alba medulla
spinalis di antara bagian lateral dan ventral jaras kortikospinal.
Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada
neuron motorik N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta neuron
motorik intercostales externa pada kornu ventral sepanjang segmen
toracal medulla. Serat saraf yang membawa impuls ekspirasi, bersatu
terutama pada neuron motorik intercostales interna sepanjang segmen
toracal medulla
Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila
neuron motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya.
Meskipun refleks spinal ikut berperan pada persarafan timbal-balik
(reciprocal innervation), aktivitas pada jaras descendens-lah yang
berperan utama. Impuls melalui jaras descendens akan merangsang
otot agonis dan menghambat yang antagonis. Satu pengecualian kecil
pada inhibisi timbal balik ini aadalah terdapatnya sejumlah kecil
aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka waktu singkat, setelah
proses inspirasi. Fungsi keluaran pasca inspirasi ini nampaknya adalah
untuk meredam daya rekoil elastik jaringan paru dan menghasilkan
pernafasan yang halus (smooth)
c) Pengaturan aktivitas
Pernafasan Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri
maupun penurunan PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron
pernafasan di medulla oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang
berlawanan mengakibatkan efek inhibisi ringan. Pengaruh perubahan
kimia darah terhadap pernafasan berlangsung melalui kemoreseptor
pernafasan di glomus karotikum dan aortikum serta sekumpulan sel di
medulla oblongata maupun di lokasi lain yang peka terhadap
perubahan kimiawi dalam darah. Reseptor tersebut membangkitkan
impuls yang merangsang pusat pernafasan. Bersamaan dengan dasar
pengendalian pernafasan kimiawi, berbagai aferen lain menimbulkan
pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi pernafasan pada keadaan
tertentu
d) Pengendalian kimiawi pernafasan
Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi
sedemikian rupa sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal
dipertahankan tetap. Dampak kelebihan H + di dalam darah akan
dilawan, dan PO2 akan ditingkatkan apabila terjadi penurunan
mencapai tingkat yang membayakan. Volume pernafasan semenit
berbanding lurus dengan laju metabolisme, tetapi penghubung antara
metabolisme dan ventilasi adalah CO2, bukan O2. Reseptor di glomus
karotikum dan aortikum terangsang oleh peningkatan PCO2 ataupun
konsentrasi H+ darah arteri atau oleh penurunan PO2. Setelah
denervasi kemoreseptor karotikum, respons terhadap penurunan PO2
akan hilang, efek utama hipoksia setelah denervasi glomus karotikum
adalah penekanan langsung pada pusat pernafasan. Respon terhadap
perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada pH 7,3-7,5 juga
dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih besar masih dapat
menimbulkan efek. Sebaliknya, respons terhadap perubahan PCO2
darah arteri hanya sedikit dipengaruhi,; dengan penurunan tidak lebih
dari 30-35%.
e) Sistem pengangkut
Oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem kardiovaskuler.
Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu bergantung pada:
jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas
dalam paru yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan kapasitas
darah untuk mengangkut oksigen. Aliran darah bergantung pada
derajat konstriksi jalinan vaskular di dalam jaringan serta curah
jantung. Jumlah oksigen di dalam darah ditentukan oleh jumlah
oksigen yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah dan afinitas
hemoglobin terhadap oksigen

3. Tujuan
a. Memberikan kekuatan mekanis pada system paru untuk
mempertahankan ventilasi yang fisiologis
b. Membantu otot nafas yang lelah/lemah
c. Memperbaiki ventilasi paru
d. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas

4. Indikasi VM
Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO 2),
peningkatan kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persistem
(penurunan pH), maka ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Selain
itu pada kondisi kondisi di bawah ini diindikasikan menggunakan
ventilator mekanis.
a. Gagal Napas
Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnue) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan
indikasi ventilator mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi
dan pemasangan ventilator mekanik sebelum terjadi gagal napas yang
sebenarnya. Distress pernapasan disebabkan ketidakadekuatan
ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat berupa kerusakan
(seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot pernapasan
dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).
Penyebab Gagal Napas:
1) Penyebab sentral:
a) Trauma kepala              :    Contusio cerebri
b) Radang otak                  :    Encepalitis.
c) Gangguan vaskuler       :    Perdarahan otak, infark otak.
d) Obat-obatan                  :    Narkotika, Obat anestesi.
2) Penyebab perifer:
a) Kelainan Neuromuskuler:
b) Guillian Bare syndrom
c) Tetanus
d) Trauma servikal.
e) Obat pelemas otot.
f) Kelainan jalan napas.
g) Obstruksi jalan napas.
h) Asma broncheal.  
i) Kelainan di paru.
j) Edema paru, atelektasis, ARDS
k) Kelainan tulang iga / thorak.
l) Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
m) Kelainan jantung.
n) Kegagalan jantung kiri.
b. Insufisiensi Jantung
Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan
pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (system
pernapasan sebagai akibat peningkatana kerja napas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan kolaps. Pemberian ventilator untuk
mengurangi beban kerja system pernapasan sehingga beban kerja
jantung juga berkurang
c. Disfungsi Neurologis
Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe
berulang juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator
mekanik berfungsi untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator
mekanik juga memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien
dengan peningkatan tekanan intra cranial.
Tindakan operasi
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan
sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya
gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa
tertangani dengan keberadaan ventilator mekanik.
d. Kegagalan Ventilasi
1) Neuromuscular Disease
2) Central Nervous System disease
3) Depresi system saraf pusat
4) Musculosceletal disease
5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi
e. Kegagalan pertukaran gas
1) Gagal napas / Respiratory failure akut maupun kronik
2) Penyakit paru-gangguan difusi
3) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch

5. Klasifikasi VM
a. Klasifikasi Kerja Ventilator
Ventilator tekanan negatif Mengeluarkan tekanan negative pada dada
eksternal. Dengan mengurangi tekanan intrathoraks selama inspirasi
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memeuhi
volumenya. Pada jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik
yang berhubungan dengan kondisi neurovascular seperti polymyelitis,
distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis.
Penggunaan tak sesuai untuk pasien yang tak stabil atau pasien yang
kondisinya membutuhakn perubahan ventilasi sering
b. Ventilator tekanan positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian
mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada
ventilator jenis ini diperlukan intubasi endrotrakeal atau
trakeostomi.Ventilator ini secaar luas digunakan pada klien dengan
penyakit paru primer. Jenis ini ada 3, yaitu:
1) Time Cycled
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan
waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu
inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah
napas permenit). Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.
Ventilator mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu
ditentukan.Bantuan yang diberikan berdasarkan waktu. Biasa
digunakan pada neonatus dan bayi.
2) Volume Cycled
Prinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator
adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan
volume tidal yang konsisten. Ventilator ini mengalirkan volume
udara pada setiap inspirasi yang telah ditentukan. Jika volume
preset telah dikirimkan pada klien, siklus ventilator mati dan
ekhalasi terjadi secata pasif. Merukan jenis yang paling banyak
digunakan.
3) Pressure Cycled
Ventilator yang mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah
tercapai. Dengan kata lain siklus ventilator hidup mengantarkan
aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
seluruhnya tercapai dan kemudian siklus mati.Prinsip dasar
ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan
yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi
tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif.Kerugian pada type ini
bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang
diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus
parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak
dianjurkan.
6. Komplikasi VM
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
a. Pada Kardiovaskuler
1) Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax à darah yang
kembali ke jantung terhambat à venous return menurun maka
cardiac output menurun.
2) Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi
microvaskuler akibat tekanan (+) à sehingga darah berkurang à
cardiac output menurun.
3) Bila tekanan terlalu tinggi à bisa terjadi ex oksigenasi.
b. Pada paru
1) Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli
udara vaskuler.
2) Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
3) Infeksi paru
4) Keracunan oksigen
5) Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
6) Aspirasi cairan lambung
7) Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
8) Kerusakan jalan nafas bagian atas
c. Pada sistem saraf pusat
1) Vasokonstriksi cerebral Terjadi karena penurunan tekanan CO2
arteri (PaCO2) dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
2) Oedema cerebral Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri
diatas normal akibat dari hipoventilasi.
3) Gangguan tidur
4) Gangguan kesadaran

7. Mekanisme Inspirasi Pada VM


Mekanisme inspirasi pada ventilator mekanik adalah:
a. Triger : Sinyal untuk memulai proses inspirasi( katup inspirasi
membuka
b. Limit : Batas dari aliran udara yang mengalir ke dalam paru
selama proses inspirasi
c. Cycle : sinyal untuk menghentikan proses inspirasi (katup
inspirasi menutup dan katup ekspirasi membuka

8. Setting VM

Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat beberapa


parameter yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume
cycle ventilator, yaitu :

a. Frekuensi pernafasan permenit


Frekuensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan
ventilator dalam satu menit. Setting normal pada pasien dewasa
adalah 10-20 x/mnt. Parameter alarm RR diseting diatas dan
dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit,
maka setingan alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah
8x/menit. Sehingga cepat mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau
hipoventilasi.
b. Tidal volume
Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh
ventilator ke pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara
8 - 10 cc/kgBB, tergantung dari compliance, resistance, dan jenis
kelainan paru. Pasien dengan paru normal mampu mentolerir volume
tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK cukup dengan
5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidal volume diseting diatas dan
dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu
jika pasien menggunakan time cycled. 
c. Konsentrasi oksigen (FiO2)
FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi
yang diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar
21-100%. Settingan FiO2 pada awal pemasangan ventilator
direkomendasikan sebesar 100%. Untuk memenuhi kebutuhan FiO2
yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah pemasangan ventilator
dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan pemeriksaan
AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat
bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi
Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi
Waktu inspirasi + waktu istirahat
Waktu ekspirasi
Keterangan :
1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk
memberikan volume tidal atau mempertahankan tekanan.
2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi
dengan ekspirasi
3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan udara pernapasan
4) Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang
merupakan nilai normal fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan
tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi yang sama atau lebih
lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.
e. Limit pressure / inspiration pressure
Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari
ventilator volume cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan
barotrauma.
f. Flow rate/peak flow
Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan
volume tidal pernapasan yang telah disetting permenitnya.
g. Sensitifity/trigger
Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha
yang diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator.
Pressure sensitivity memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20
cmH2O, sedangkan untuk flow sensitivity adalah antara 2-20
L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity maka semakin
mudah seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya
digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas
spontan, dimana sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O.
Sebaliknya semakin rendah pressure sensitivity maka semakin susah
atau berat pasien untuk bernapas spontan. Settingan ini biasanya
diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan untuk bernaps
spontan.
h. Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm
perlu untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm
tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien
(ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi
menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,
cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm volume rendah
menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak
dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.
i. Positive end respiratory pressure (PEEP)
PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif
pada alveoli diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas
residu fungsional paru dan sangat penting untuk meningkatkan
penyerapan O2 oleh kapiler paru.

9. Wearing VM
Penyapihan adalah proses untuk melepaskan bantuan ventilasi mekanik
yang dilakukan secara bertahap.
Syarat-syarat Penyapihan:
a. Proses penyakit yang menyebabkan pamasangan ventilator sudah
dapat diatasi/kurangi
b. Pasien dalam keadaan sadar
c. Hemodinamik stabil dan normal
d. Pada pemberian PEEP tidak lebih dari 5 cm H2O atau pada FiO2 50%
dapat mempertahankan PaO2≥60 mmHg
e. PaCO2 < 45mmHg
f. Volume tidal >10-15 cc/kgBB g. Kapasitas vital paru > 10cc/kg/BB
atau 2 kali lebih besar dari volum tidal
g. Volum semenit < 10L/menit
h. Tekanan maksimum inpirasi

Metode Penyapihan :
a. Metode T.Piece
Teknik penyapihan dengan menggunakan suatu alat yang bentuknya
seperti huruf T. pemberian oksigen harus lebih tinggi 10% dari
oksigen saat penggunaan ventilator. Pasien dinyatakan siap
diekstubasi jka penggunaan T Piece lebih banyak dari penggunaan
ventilator.keuntungannya adalah proses penyapihan lebih cepat.
b. Metode SIMV
Metode dengan cara mengurangi bantuan ventilasi dengan cara
mengurangi frekuensi pernafasan yang diberikan oleh mesin. Dengan
metode ini pasien dapat melatih otot –otot pernapasan, lebih aman dan
pasien tak merasakan ketakutan, tapi kerugiannya berlangsung lambat
c. Metode PSV
Dengan cara mengurangi jumlah tekanan yang diberikan ventilator.

Prosedur Penyapihan:
a. Beritahu pasien tentang rencana weaning, cara, perasaan tak enak pada
awal weaning. Lakukan support mental pada pada pasien terutama
yang sudah mengguanakan ventilator dalam waktu lama
b. Obat-obat sedasi diminimalkan
c. Lakukan pada pagi atau siang hari dimana masih banyak stah ICU dan
kondisi pasien stabil
d. Bersihkan jalan nafas, posisikan senyaman mungkin
e. Gunakan T piece atau CPAP dengan FiO2 sesuai semula
f. Monitoring : keluhan subjektif, nadi, frekuensi nafas, irama jantung,
kerja nafas dan saturasi oksigen
g. Analisa gas darah 30 menit setelah prosedur
h. Dokumentasi : teknik weaning respon pasien, dan lamanya weaning

10. Faktor yang mempengaruhi Penggunaan VM


a. Usia
b. Lama Penggunaan Ventilator Mekanik
c. Oral hygiene
d. Kejadian VAP

11. Monitoring Pasien Dengan VM


a. Monitoring tanpa alat:
1) Frekuensi nafas
2) Pola nafas
3) Gerak nafas kanan kiri
4) Tanda hipoksia
5) Kerja otot nafas tambahan
6) Komunikasi penilaian kesadaran, kekooperatifan klien
7) Mencegah data palsu
b. Monitoring dengan alat:
1) Saturasi oksigen
2) End tidal CO2 (alat copnogram)
3) Frekuensi nafas
4) FiO2
5) Tekanan jalan nafas
6) Expiratory minute volume/tidal volume
7) PEEP
12. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan VM
A. Pengkajian
1) Anamnesa
Berupa tanggal mrs, tanggal pengkajian, no. Registrasi, dan
diagnosa medis
2) Pengumpulan Data
Berupa Identitas: Nama Pasien, Usia, Jenis Kelamin, Alamat,
Pendidikan, Pekerjaan, Agama
Perawat mempunyai peranan penting mengkaji status pasien dan
fungsi ventilator. Dalam mengkaji klien, perawat mengevaluasi
hal-hal berikut :
1) Survey Primery
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine
control, breathing, circulation and hemorrhage control,
disability, exposure/environment). Jalan nafas merupakan
prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak
terhambat. Temuan kritis seperti obstruksi karena cedera
langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan
kesadaran.
Pada survei primer, hal yang perlu dikaji adalah:
a) Dangers
Kaji kesan umum : observasi keadaan umum klien:
 Bagaimana kondisi saat itu
 Kemungkinan apa saja yang akan terjadi
 Bagaimana mengatasinya
 Pastikan penolong selamat dari bahaya
 Hindarkan bahaya susulan menimpa orang-orang
disekitar
 Segera pindahkan korban’jangan lupa pakai alat
pelindung diri
b) Respons
Kaji respon / kesadaran dengan metode AVPU, meliputi :
 Alert (A)   : berespon terhadap lingkungan sekitar/sadar
terhadap kejadian yang dialaminya
 Verbal (V) : berespon terhadap pertanyaan perawat
 Paintfull (P)  : berespon terhadap rangsangan nyeri
 Unrespon (U)   : tidak berespon terhadap stimulus
verbal dan nyeri
Cara pengkajian :
 Observasi kondisi klien saat datang
 Tanyakan nama klien
 Lakukan penepukan pundak / penekanan daerah
sternum
 Lakukan rangsang nyeri misalnya dengan mencubit
c) Airway (Jalan Napas)
 Lihat, dengar, raba (Look, Listen, Feel)
 Buka jalan nafas, yakinkan adekuat
 Bebaskan jalan nafas dengan proteksi tulang cervical
dengan menggunakan teknik Head Tilt/Chin Lift/Jaw
Trust, hati-hati pada korban trauma
 Cross finger untuk mendeteksi sumbatan pada daerah
mulut
 Finger sweep untuk membersihkan sumbatan di daerah
mulut
 Suctioning bila perlu
d) Breathing (Pernapasan)
Lihat, dengar, rasakan udara yang keluar dari
hidung/mulut, apakah ada pertukaran hawa panas yang
adekuat, frekuensi nafas, kualitas nafas, keteraturan nafas
atau tidak
e) Circulation (Pendarahan)
 Lihat adanya perdarahan eksterna/interna
 Hentikan perdarahan eksterna dengan Rest, Ice,
Compress, Elevation (istirahatkan lokasi luka,
kompres es, tekan/bebat, tinggikan)
 Perhatikan tan       da-tanda syok/ gangguan
sirkulasi : capillary refill time, nadi, sianosis, pulsus
arteri distal

2) Survey Sekundary
Mencari perubahan-perubahan yang dapat berkembang
menjadi lebih gawat dan mengancam jiwa apabila tidak segera
diatasi dengan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to
toe) Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan
setelah memulai fase resusitasi. Nilai lagi tanda vital, lakukan
survei primer ulangan secara cepat untuk menilai respons atas
resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari
riwayat, termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau
korban lain.
Pada survei sekunder, hal yang perlu dikaji, meliputi :
a) Disability
Ditujukan untuk mengkaji kondisi neurimuscular klien :
 Keadaan status kesadaran lebih dalam (GCS)
 Keadaan ekstremitas (kemampuan motorik dan
sensorik)
b) Eksposure
Melakukan pengkajian head to toe pada klien, meliputi :
1) Pemeriksaan kondisi umum menyeluruh (Posisi saat
ditemukan, Tingkat kesadaran, Sikap umum, keluhan,
Trauma, kelainan, Keadaan kulit).
2) Pemeriksaan Kepala dan Leher:
a. Raut Muka
 Bentuk muka : bulat, lonjong, dan lain-lain
 Ekspresi  muka : tampak sesak, gelisah,
kesakitan
 Tes syaraf : menyeringai, mengerutkan dahi,
untuk memeriksa nervus V, VII.
b. Bibir
 Biru ( sianosis )
 Pucat ( anemia )
c. Mata
 Konjungtiva : Pucat (anemia), Ptechiae
(perdarahan bawah kulit/ selaput lendir) pada
endokarditis bacterial
 Skela: Kuning ( ikterus ) pada gagal jantung
kanan, penyakit hati, dan lain-lain
 Kornea: Arkus senilis ( garis melingkar
putih/abu-abu di tepi kornea ) berhubungan
dengan peningkatan kolesterol/ penyakit
jantung koroner.
 Eksopthalmus: Berhubungan dengan
tirotoksikosis
d. Pemeriksaan dada
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk,
tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan (luka
terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi,
suara nafas
e. Pemeriksaan perut
Perlukaan, distensi, tegang, kendor, nyeri tekan,
undulasi
f. Pemeriksaan tulang belakang
Kelainan bentuk, nyeri tekan, spasme otot
g. Pemeriksaan pelvis/genetalia
Perlukaan, nyeri, pembengkakan, krepitasi,
inkontinensia
h. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan,
gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna luka

Pengkajian Peralatan:
 Ventilator juga harus dikaji untuk memastikan bahwa
ventilator berfungsi dengan tepat dan bahwa pengesetannya telah
dibuat dengan tepat. Meski perawat tidak benar-benar
bertanggung jawab terhadap penyesuaian pengesetan pada
ventilator atau pengukuran parameter ventilator (biasanya ini
merupakan tanggung jawab dari ahli terapi pernapasan). Perawat
bertanggung jawab terhadap pasien dan karenanya harus
mengevaluasi bagaimana ventilator mempengaruhi status pasien
secara keseluruhan.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi  perfusi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat
pernafasan
c. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan benda asing
pada trakea

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria hasil Intervensi


1. Gangguan pertukaran gas NOC NIC
b.d ketidakseimbangan  Respiratory status: gas Airway management
ventilasi  perfusi exchange (1-5)  Posisikan pasien untuk
 Respiratory status: memaksimalkan Ventilasi
ventilation (1-5)  Pasang mayo bila perlu
 Vital sign status (1-5)  Lakukan fisioterapi dada jika
Kriteria Hasil: perlu
 Mendemonstrasikan  Keluarkan sekret dengan batuk
peningkatan ventilasi dan atauSuction
oksigenasi yang adekuat  Auskultasi suara nafas, catat
 Memelihara kebersihan paru adanyasuara tambahan
paru dan bebas dari tanda-  Berikan bronkodilator ;
tanda distress pernafasan  Berikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan batuk  Atur intake untuk cairan
efektif dan suara nafas  mengoptimalkankeseimbangan.
yang bersih, tidak ada  Monitor respirasi dan status O2
sianosis dan dyspneu  Catat pergerakan dada,amati
(mampu mengeluarkan kesimetrisan, penggunaan otot
sputum, mampu bernafas tambahan,retraksi otot
dengan mudah, tidak ada supraclavicular dan Intercostals
pursed lips) Respiratory monitoring
 Tanda tanda vital dalam  Monitor suara nafas, seperti
rentang normal dengkur
 AGD dalam batas normal  Monitor pola nafas : bradipena,
 Status neurologis dalam batas takipenia,kussmaul,
normal hiperventilasi, cheyne stokes,biot
 Auskultasi suara nafas, catat
areapenurunan / tidak adanya
ventilasi dansuara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit
dan ststus Mental
 Observasi sianosis khususnya
membrane Mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluargatentang persiapan
tindakan dan tujuanpenggunaan
alat tambahan (O2,
Suction,Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
iramadan denyut jantung
2. Pola nafas tidak efektif b.d NOC: NIC:
depresi pusat pernafasan   Respiratory status: Airway management:
Ventilation  (1-5)  Posisikan pasien untuk
  Respiratory status :Airway memaksimalkan ventilasi
patency  (1-5)  Pasang mayo bila perlu
   Vital sign Status  (1-5)  Lakukan fisioterapi dada jika
 Kriteria hasil: perlu
Mendemonstrasikan batuk  Keluarkan sekret dengan batuk
efektif dan suara nafas atau suction
yang bersih, tidak ada  Auskultasi suara nafas, catat
sianosis dan dyspneu adanya suara tambahan
(mampu mengeluarkan  Berikan bronkodilator
sputum, mampu bernafas  Berikan pelembab udara Kassa
dengan mudah, tidak ada basah NaCl Lembab
pursed lips)  Atur intake untuk cairan
 Menunjukkan jalan nafas mengoptimalkan keseimbangan.
yang paten (klien tidak Oxygen therapy:
merasa tercekik, irama  Monitor respirasi dan status O2
nafas, frekuensi pernafasan  Bersihkan mulut, hidung dan
dalam rentang normal, secret Trakea
tidakada suara nafas  Pertahankan jalan nafas yang
abnormal) paten
 Tanda Tanda vital dalam  Observasi adanya tanda
rentang normal (tekanan tandaHipoventilasi
darah, nadi, pernafasan)  Monitor adanya kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan padapasien dan
keluarga entang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkanbagaimana batuk efekti
Monitor pola nafas
3. Tidak efektif bersihan jalan NOC NIC:
napas b.d benda asing pada  Respiratory status:  Pastikankebutuhan oral / tracheal
trakea Ventilation  (1-5) suctioning.
  Respiratory status : Airway  Berikan O2, l/mnt,
patency  (1-5)  Anjurkan pasien untuk istirahat
  Aspiration Control  (1-5) dan napas dalam
Kriteria hasil :  Posisikan pasien
 Mendemonstrasikan batuk untukmemaksimalkanventilasi
efektif dan suara nafas  Lakukan fisioterapi dada jika
yang bersih, tidak ada perlu
sianosis dan dyspneu  Keluarkan sekretdengan batuk
(mampu mengeluarkan atau suction
sputum, bernafas dengan  Auskultasi suaranafas, catat
mudah, tidak ada pursed adanya suara tambahan
lips)  Berikanbronkodilator :
 Menunjukkan jalan nafas  Monitor status hemodinamik
yang paten (klien tidak  Berikan pelembab
merasa tercekik, irama udara Kassa basah NaClLembab
nafas, frekuensi pernafasan  Berikan antibiotik :
dalam rentang normal,  Atur intake untuk cairan
tidak ada suara nafas mengoptimalkan keseimbangan.
abnormal)  Monitor respirasi dan status O2
 Mampu  Pertahankanhidrasi yang adekuat
mengidentifikasikan dan untukmengencerkan secret
mencegah faktor yang  Jelaskan pada pasien dan keluarga
penyebab. tentangpenggunaanperalatan : O2,
 Saturasi O2 dalam batas Suction, inhalasi
normal
 Foto thorak dalam batas
normal
Daftar Pustaka

Pierce, Lynelle N.B. (1995). Guide to mechanical ventilation and intensive


respiratory care, 1st edition. Philadelphia: WB. Saunders Company)

Pilbeam, P. Susan. (1998). Mechanikal ventilation Physiological and clinical


application. 3rd ed. Philadelphia : Mosby.

Sanders, K. Jordan. (2000). Emergency Nursing Core Curriculum. 5th ed.


Philadelphia: Saunders.

Smeltzer, S. C., Bare, B., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing (12th Ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins

Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan.


EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai