Anda di halaman 1dari 9

UJIAN AKHIR SEMESTER IMUNOLOGI IKAN DAN UDANG

SEMESTER II PROGRAM S2 BIOTEKNOLOGI PERIKANAN & KELAUTAN


SEKOLAH PASCASARJANA – UNIVERSITAS AIRLANGGA

Waktu / Tempat : JUMAT, 14 JANUARI 2022, GEDUNG C R 402


SIFAT : Take Home Test dikumpulkan paling lambat
Senin, 17 JANUARI 2022, Pukul 08.00 WIB.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Nama : MUHAMMAD SHODIQUL WAHIB

NIM : 142024153007
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

JAWABAN DIKUMPULKAN KE PJ MATA KULIAH , KEMUDIAN DIKIRIM KE EMAIL


BU GUN, SAAT MENGIRIM JAWABAN (Senin, 17 – 01 – 2022) SEMUA MAHASISWA
YANG SUDAH MENGUMPULKAN HARUS MENGISI DAFTAR HADIR DI AULA

BUAT ANALISIS TENTANG IMUNOLOGI IKAN DAN UDANG DI BAWAH


INI DENGAN MENGGUNAKAN LITRATUR DAN SEBUTKAN LITERATURNYA :
MENURUT SIAPA TAHUN BERAPA

1. Sistem Pertahanan Tubuh Alami dan Adaptif (Nilai 10)


2. Antigen dan Antibody : Pengertian Antigen, Antigenitas dan Antigenik, Sifat Dasar
Antibodi, Struktur Imunoglobulin, Kelas Imunoglobulin, Imunoglobulin sebagai Antigen
dan Terjadinya Keragaman Antibodi (Nilai 20)
3. Mekanisme Pertahanan tubuh ikan dan udang (Nilai 20)
4. Fagositosis : Pengertian dan mekanisme jika benda asing masih ke dalam tubuh
(Nilai 5)
5. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan Akibat infeksi parasit , bakteri dan Virus (Nilai 30)
6. Metode ELISA dan Metode Imunohistokimia (Nilai 15)

Surabaya, 14 JANUARI 2022


PJMK Imunologi Ikan dan Udang

Dr.Ir. Gunanti Mahasri, M.Si


NIP. 19600912 198603 2 001
JAWABAN :

1. Ikan memiliki sistem pertahanan imun bawaan dan adaptif. Parameter bawaan berada di
garis depan pertahanan kekebalan dan merupakan faktor penting dalam resistensi
penyakit. Respon adaptif ikan biasanya tertunda tetapi sangat penting untuk kekebalan
jangka panjang dan merupakan faktor kunci dalam keberhasilan vaksinasi. Peningkatan
besar-besaran dalam akuakultur dalam beberapa dekade terakhir telah memberikan
penekanan yang lebih besar pada studi tentang sistem kekebalan ikan dan pertahanan
terhadap penyakit yang umumnya terkait dengan pemeliharaan intensif beberapa spesies
yang penting secara ekonomi. Penelitian tersebut telah membantu menentukan kondisi
optimal untuk memelihara ikan imunokompeten dalam budidaya, untuk pemilihan stok
ikan (pemuliaan), serta mengembangkan dan meningkatkan tindakan profilaksis seperti
vaksinasi, dan penggunaan probiotik dan imunostimulasi pada spesies budidaya.
Namun, ada variasi yang besar dalam kerentanan penyakit dan pertahanan
kekebalan antara spesies ikan yang berbeda, cerminan dari waktu yang lama teleost saat
ini telah dipisahkan selama evolusi kelompok ikan ini. Jadi respon imun yang dijelaskan
pada satu spesies mungkin tidak sama pada spesies lain. Memang, sistem kekebalan
sebagian besar tidak diketahui di sebagian besar spesies ikan, terutama pada spesies yang
baru dibudidayakan, membatasi pengembangan strategi pengendalian kekebalan terhadap
penyakit menular. Bab ini akan menjelaskan apa yang diketahui tentang komponen utama
sistem imun bawaan dan adaptif ikan. (C.J. Secombes dan T. Wang, Universitas
Aberdeen, Inggris. 2012, Sistem imun bawaan dan adaptif ikan)

2. Antibodi dan Antigen


A. Antigen adalah Setiap zat (molekul) yang mampu menginduksi respon imun spesifik
(humoral atau seluler) terhadap zat tersebut, atau dapat dikenali oleh produk respon
imun, seperti antibodi atau limfosit, biasanya disebut antigen. Antigen ada dalam
berbagai bentuk: biasanya mereka dapat berupa molekul sederhana, racun, bahan
kimia, protein, karbohidrat, lipid atau asam nukleat yang berasal dari mikroorganisme
yang menyerang, seperti virus, bakteri, protozoa, dan jamur, atau zat asing lainnya
yang biasanya tidak ditemukan. dalam tubuh (non-self atau heteroantigen). Selain itu,
jaringan dan sel tubuh, termasuk sel kanker, juga dapat memiliki antigen (self or
autoantigens, atau mutated neoantigens) dan dapat menimbulkan respon imun
(Zamvil et al., 1986; Khodadoust et al., 2017).

B. Antigenitas adalah keasingannya dalam struktur normal suatu makhluk hidup.


Penentuan antigenisitas suatu molekul dapat dilakukan dengan tiga pendekatan atau
sudut pandang, pertama secara konseptual atau teoritis dari sisi imunologi. Kedua,
dari sisi analisis bioinformatik yang menganalisis tapak antigenik dan imunogenik
suatu molekul bersadarkan urutan asam aminonya. Ketiga, secara empiris dengan
membandingkan struktur molekul protein target dengan molekul yang ada dalam
tubuh suatu makhluk hidup. Pendekatan ketiga ini merupakan pendekatan yang
sangat sulit bahkan mungkin tidak realistis untuk dilakukan, sehingga yang tersedia
hanya pendekatan pertama dan kedua. (Didik T Subekti,2013. Kajian Antigenisitas
Dan Imunogenisitas Protein Gra1 Dari Toxoplasma gondii).

C. Sifat dasar Antigen adalah Antigen eksogen, Antigen endogen, Asing (untuk
Antigen), Ukuran Molekul (> 14 kDa; > 20kDa), Kompleksitas: Biasanya protein dan
beberapa polisakarida, Dosis antigen, Jalur administrasi Adjuvant (zat penambah).

D. Struktur Imunoglobulin yaitu Struktur dasar imunoglobulin terdiri dari 2 macam


rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino yang dikenal sebagai
rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan rantai L (rantai ringan)
dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar imunoglobulin terdiri dari 2 rantai H
dan rantai L. Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfide sedemikian rupa
sehingga membentuk struktur simetris. Terdapat daerah domain yaitu bagian dari
rantai H atau rantai L, yang terdiri dari hampir 110 asam amino yang diacpoimt
moliethtoikuasetarn disulfide interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai
dihubungkan oleh ikatan disulfide interchain. Pada Ig E rantai L terdiri dari 2 tipe
yaitu kappa dan lamda, sedangkan rantai H terdiri rantai E yang memiliki 5 domain
(Zakiudin dan Dadi, 2010; Juffrie, 2010).

E. Kelas Imunoglobulin yaitu Berdasarkan jenis rantai-H yang dimiliki, maka


pengklasifikasian kelas Imunoglobulin adalah sebagai berikut :
1. ImunoglobulinG (IgG) Adalah reaksi imun yang diproduksi terbanyak sebagai
antibodi utama dalam proses sekunder dan merupakan pertahanan inang yang
penting terhadap bakteri yang terbungkus dan virus. Mampu menyebar dengan
mudah ke dalam celah ekstravaskuler dan mempunyai peranan penting
menetralisir toksin kuman, serta melekat pada kuman sebagai
persiapanfagositosis. Merupakan proteksi utama pada bayi terhadap infeksi
selama beberapa minggu pertama setelah lahir, dikarenakan mampumenembus
jaringan plasenta. IgG yang dikeluarkan melalui cairan kolostrum dapat
menembus mukosa usus bayi dan menambah daya kekebalan.IgG mempunyai dua
tempat pengikatan antigen yang sama (divalen) dan dikenal 4 subkelas, yaitu
IgG1 IgG1, IgG2, IgG3 danIgG4. Perbedaannya terletak pada rantai-H dengan
beberapa fungsi biologis serta jumlah dan lokasi ikatan disulfida. IgG1merupakan
65% dari keseluruhan IgG. IgG2 berguna untuk melawan antigen polisakarida dan
menjadi pertahanan yangpenting bagi inang untuk melawan bakteri yang
terbungkus.
2. Imunoglobulin A (IgA)
Adalah Imunoglobulin utama dalam sekresi selektif, misalnya pada susu, air liur,
air mata dan dalam sekresi pernapasan, saluran genital serta saluran pencernaan
atau usus (Corpo Antibodies ). Imunoglobulin ini melindungi selaput mukosa
dariserangan bakteri dan virus. Ditemukan pula sinergisme antara IgA dengan
lisozim dan komplemen untuk mematikan kumankoliform. Juga kemampuan IgA
melekat pada sel polimorf dan kemudian melancarkan reaksi komplemen melalui
jalanmetabolisme alternatif.Tiap molekul IgA sekretorik berbobot molekul
400.000 terdiri atas dua unit polipeptida dan satu molekul rantai-J sertakomponen
sekretorik. Sekurang-kurangnya dalam serum terdapat dua subkelas IgA1 dan
IgA2. Terdapat dalam serumterutama sebagai monomer 7S tetapi cenderung
membentuk polimer dengan perantaraan polipeptida yang disintesis oleh sel epitel
untuk memungkinkan IgA melewati permukaan epitel, disebut rantai-J. Pada
sekresi ini IgA ditemukan dalam bentukdimer yang tahan terhadap proteolisis
berkat kombinasi dengan suatu protein khusus, disebut Secretory Component
yang disintesa oleh sel epitel lokal dan juga diproduksi secara lokal oleh sel
plasma.
3. Imunoglobulin M (IgM)
Imunoglobulin utama yang pertama dihasilkan dalam respon imun primer. IgM
terdapat pada semua permukaan sel B yang tidak terikat. Struktur polimer IgM
menurut Hilschman adalah lima subunit molekul 4-peptida yang dihubungkan
oleh rantai-J.Pentamer berbobot molekul 900.000 ini secara keseluruhan memiliki
sepuluh tempat pengikatan antigen Fab sehinggabervalensi 10, yang dapat
dibuktikan dengan reaksi Hapten .Polimernya berbentuk bintang, tetapi apabila
terikat padapermukaan sel akan berbentuk kepiting. Disebabkan bervalensi tinggi,
maka antibodi ini paling sering bereaksi di antara semua Imunoglobulin, sangat
efisien untukreaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik, pengikatan komplemen, reaksi
antibodi-antigen yang lain dan karena timbulnya cepatsetelah terjadi infeksi dan
tetap tinggal dalam darah, maka IgM merupakan daya tahan tubuh yang penting
untuk bakteremiadan virus. Antibodi ini dapat diproduksi oleh janin yang
terinfeksi.
4. ImunoglobulinE (IgE)
Didalam serum ditemukan dalam konsentrasi sangat rendah. IgE apabila
disuntikkan ke dalam kulit akan terikat pada Mast Cells dan Basofil. Kontak
dengan antigen akan menyebabkan degranulasi dari Mast Cells dengan
pengeluaran zat amin yang vasoaktif. IgE yang terikat ini berlaku sebagai reseptor
yang merangsang produksinya dan kompleks antigen-antibodi yangdihasilkan
memicu respon alergi Anafilaktik melalui pelepasan zat perantara. Pada orang
dengan hipersensitivitas alergi berperantara antibodi, konsentrasi IgE akan
meningkat dan dapat muncul padasekresi luar. IgE serum secara khas juga
meningkat selama infeksi parasit cacing.
5. ImunoglobulinD (IgD)
Antibodi ini fungsi keseluruhannya belum diketahui secara jelas. Dalam serum
IgD ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikitdan IgD merupakan antibodi inti
sel. Zat ini juga terdapat pada sel penderita leukemia getah bening. Telah
dibuktikan pula bahwa IgD dapat bertindak sebagai reseptor antigen apabila
berada pada permukaan limfosit B tertentudalam darah tali pusar janin dan
mungkin merupakan reseptor pertama dalam permulaan kehidupan sebelum
diambil alih fungsinya IgM dan Imunoglobulin lainnya, setelah sel tubuh
berdiferensiasi lebih jauh.

F. Imunoglobulin sebagai Antigen dan Terjadinya Keragaman Antibodi

3. Mekanisme Pertahanan Tubuh Ikan dan Udang


Sistem Imunitas atau kekebalan adalah Mekanisme pertahanan diri terhadap partikel
asing / Patogen. Setiap adanya infeksi mikroorganisme baik bakteri, virus dan
parasit/jamur ke dalam tubuh, maka ikan atau udang akan memberikan respon dengan
sistem pertahanan tubuh.
Pada ikan Sistem kekebalan tubuh terdiri dari :
 Sistem pertahanan innate atau sistem pertahanan bawaan /alami yang bereaksi
pada semua bahan yang asing bagi tubuh seperti kolonisasi dan infeksi oleh organisme
patogen. Sistem pertahanan ini juga disebut sistem pertahanan non spesifik
 Sistem pertahanan dapatan atau yang diinduksi (Acruired) yaitu sistem pertahanan
yang akan berfungsi dengan baik harus diinduksi antara lain dengan pemaparan pada
patogen atau produk-produk yang berasal dari patogen (misalnya : LPS dan vaksin).
Sistem pertahanan ini juga disebut pertahanan spesifik yang hanya bereaksi pada antigen
tertentu.

Ikan telah diketahui lebih mengandalkan mekanisme sistem kekebalan non-spesifiknya


/alamiah /bawaan (innate immune system) dari pada sistem kekebalan spesifiknya
(Anderson, 1992). Pertahanan non-spesifik merupakan sistem pertahanan tubuh yang
sangat penting pada sistem kekebalan tubuh ikan. Pada ikan, respon imun baru terbentuk
secara sempurna manakala ikan telah dewasa. Ikan-ikan muda tidak mempunyai respon
imun spesifik yang sempurna (Ellis, 1999) dan bergantung pada respon selular non-
spesifik untuk bertahan dari serangan infeksi mikroba. Pertahanan non-spesifik
merupakan pertahanan utama pada ikan stadia benih dan ikan muda (Vadstein, 1997).
Sebagaian besar sistem pertahanan tubuh pada ikan berupa protein seperti antibodi,
Mayor Histocompatability Complex (MHC), protein reseptor baik sel B atau sel T dan
lain-lainnya. Protein-protein dalam komponen sistem pertahanan tubuh ikan dikode
dengan suatu gen yang terletak pada DNA inti atau DNA kromosomal. Gen-gen tersebut
akan diaktifkan ketika sel mendapatkan rangsangan berupa infeksi mikroorganisme,
untuk disintesis menjadi mRNA yang mengkode protein-protein yeng berhubungan
dengan sistem pertahanan tubuh. Kemudian protein-protein tersebut akan bekerja sesuai
dengan perannya masing-masing untuk mendegradasi antigen yang masuk. Ketika
antigen telah didegradasi oleh protein sistem pertahanan tubuh tadi, gen-gen tersebut
akan dinonaktifkan sehingga sintesis mRNA yang mengkode protein dihentikan
(http://id.wikipedia.org/immunity).
Udang, sama dengan invertebrate lainnya tidak mempunyai antibodi oleh karena itu
pertahanannya tertumpu pada sistem kekebalan alami, yang kemampuannya hanya
mengenali benda-benda asing dan meresponnya dengan melawan dan merusak
mikroorganisma penyerang. (inem onde,2013. Kajian Sistem Imunitas Untuk
Pengendalian Penyakit Pada Ikan Dan Udang. Jurnal Ilmiah agribisnis dan
Perikanan (agrikan UMMU-Ternate))

4. Fagositosis
Fagositosis merupakan proses penelanan yang dilanjutkan dengan pencernaan seluler
terhadap bahan-bahan asing yang digantikan lateks masuk ke dalam tubuh oleh sel
makrofag. (Istini, Raden budisantoso, Pengaruh Penambahan Serum Dan Lama
Waktu Inkubasi Lateks Terhadap Aktivitas Fagositosis Makrofag Tikus Sprague
Dawley (SD) Dalam Menunjang Kegiatan Penelitian. INDONESIAN JOURNAL OF
LABORATORY).
Proses fagositosis dapat berlangsung melalui 4 tahap yaitu : 1. Tahan perlekatan
(attachment) bakteri atau benda asing pada membran sel fagosit,2. Tahap penelanan
(ingestion), yang diawali invaginasi membran plasma dari sel fagosit, sehingga partikel
yang akan difagosit masuk ke dalam sitoplasma yang kemudian ditutup oleh vakuola (
fagosom). Selanjutnya terjadi fusi antara lisosom dengan fagosom membentuk
fgolisosom, 3. Tahap pembunuhan (killing) yang dalam prosesnya bisa bergantung
oksigen maupun tidak tergantung oksigen, 4. Tahapan penghancuran (digestion). (
Ahmad Syaify. Pengaruh level HBA1C terhadap fungsi fagositosis neutrofil (pmn)
pada penderita periodotitis diabetika. ISSN: 1978-0206).

5. Sistem Pertahanan Tubuh Ikan Akibat infeksi parasit , bakteri dan Virus
Terlepas dari mesin pengenalan patogen yang terbatas, kekuatan pertahanan bawaan
melawan patogen sangat mengesankan. Hal ini ditunjukkan oleh pertahanan kekebalan
invertebrata yang sangat efisien, yang secara eksklusif mengandalkan parameter bawaan
untuk mengatasi berbagai macam patogen dalam kondisi lingkungan yang beragam.
Sistem kekebalan bawaan juga sangat penting dalam memerangi infeksi pada ikan.
Alasannya pada dasarnya adalah inefisiensi intrinsik dari respon imun yang didapat dari
ikan karena status evolusi dan sifat poikilothermic. Ini menghasilkan repertoar antibodi
yang terbatas, pematangan afinitas dan memori dan proliferasi limfosit yang lambat. Oleh
karena itu, respon imun didapat dari ikan lamban (sampai 12 minggu) dibandingkan
dengan respon imun bawaan yang instan dan relatif tidak bergantung pada suhu.

Sistem imun bawaan juga penting dalam mengaktifkan respon imun yang didapat. Dalam
beberapa tahun terakhir, komunikasi antara sistem bawaan dan sistem yang didapat telah
mendapat perhatian yang meningkat dalam penelitian mamalia. Beberapa penelitian,
misalnya, dari tikus yang berbeda '' knock-out '' dan respons fase akut, telah menunjukkan
bahwa sistem kekebalan bawaan sangat penting untuk fungsi kekebalan yang didapat dan
menentukan sifat respons yang didapat. Aktivasi komponen pengenalan bawaan, melalui
stimulasi fagosit, produksi sitokin dan kemokin dan aktivasi sistem komplemen dan
berbagai reseptor sel, merangsang sel T dan B dan sel penyaji antigen. Meskipun kurang
dipelajari pada ikan, komunikasi serupa mungkin terjadi antara sistem bawaan dan sistem
yang didapat pada ikan.

Partisipasi sistem bawaan dalam homeostasis juga telah banyak dipelajari pada spesies
mamalia. Studi tikus '' knock-out '' yang tidak memiliki mesin bawaan yang berbeda
seperti komponen pelengkap atau antibodi alami telah menunjukkan peran penting dari
sistem kekebalan bawaan dalam menjaga keseimbangan seluler dan molekuler. Ini
berlaku untuk proses alami kematian sel (apoptosis) dan pembaruan dan pemeliharaan
setelah cedera atau selama fase akut dan reaksi inflamasi yang terkait dengan infeksi.

Sistem kekebalan bawaan dari semua organisme multiseluler dilayani oleh berbagai
reseptor pengenalan pola yang dikodekan germline (PRR) atau protein pengenalan pola
(PRP). Berbeda dengan molekul pengenalan dari resistensi yang diperoleh, reseptor
pengenalan dari sistem bawaan relatif sedikit dan ditransmisikan secara vertikal, yang
mencerminkan pertempuran pertahanan evolusioner spesies dan adaptasinya terhadap
kondisi lingkungan tertentu.

Dua kategori pola molekuler diyakini menginduksi respon imun: Pola molekul asing atau
patogen terkait dan pola molekuler yang terpapar melalui kerusakan jaringan inang
sendiri karena infeksi, perubahan nekrotik dan kematian sel alami, menandakan bahaya
bagi sistem kekebalan.

Pola molekuler yang dikenali oleh parameter tersebut misalnya peptidoglikan dan
lipopolisakarida (LPS) pada dinding sel bakteri, b1,3-glukan jamur, RNA untai ganda
virus dan DNA bakteri. Pola molekul terkait patogen (PAMP) adalah istilah kolektif yang
digunakan untuk molekul yang sangat terkonservasi ini yang umumnya tidak
diekspresikan dalam organisme multiseluler.

Sinyal bahaya, di sisi lain, adalah molekul yang dilepaskan atau terpapar melalui cedera,
infeksi, peradangan atau apoptosis sel normal tetapi tidak secara normal diekspresikan
pada permukaan sel. Ini termasuk molekul seperti DNA inang, RNA, protein kejutan
panas dan pendamping lainnya dan oligomannosa dari glikoprotein yang disekresikan
sebelumnya. Demikian pula, karbohidrat permukaan sel apoptosis diketahui mengalami
perubahan halus dalam kandungan asam sialat terminal yang diidentifikasi oleh reseptor
sel tertentu.

PRR dapat berupa komponen terlarut seperti protein komplemen C3, lektin dan berbagai
komponen bawaan humoral lainnya atau dapat diekspresikan sebagai reseptor pada
fagosit dan sel lain dari sistem imun. Ada bukti untuk reseptor b1,3-glukan pada
makrofag salmon dan neutrofil ikan lele. Reseptor dengan aktivitas pengikatan LPS juga
telah dijelaskan dalam trout pelangi dan makrofag seabream. PRR serupa Tol telah
mendapat perhatian yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir. Tol pertama kali
dideskripsikan pada lalat buah Drosophilia melanogaster dan gen seperti Toll sejak itu
telah ditunjukkan pada vertebrata dan terbukti terlibat dalam pengenalan non-diri .
Homolog diduga dari keluarga TLR juga telah dijelaskan pada ikan.
Telah dikemukakan bahwa beberapa sel sendiri mengekspresikan pola molekuler seperti
asam sialat, dan dikenali oleh ligan pelindung seperti lektin siglec, yang ketika terikat
pada asam sialat, melindungi sel dari, misalnya, kaskade komplemen. Jika pola molekuler
ini berubah seperti yang terjadi selama apoptosis, sinyal bahaya menginduksi respon
PRR. Beberapa bakteri patogen memiliki asam sialat permukaan, yang dapat
memfasilitasi masuknya mereka ke dalam inang dan menghindari serangan bawaan yang
normal.

Setelah diaktifkan, molekul pengenalan dapat menginduksi osponisasi dan fagositosis


patogen, merangsang sel sitotoksik alami atau mengaktifkan proses pensinyalan/eksekutif
yang berbeda seperti sistem komplemen dan jalur litik atau respons fase akut. Molekul
pengenalan, seperti lisozim atau makroglobulin a2, juga dapat mengambil bagian dalam
eliminasi langsung. . (Bergljo´ t Magnado´ ttir, 2006. Innate immunity of fish
(overview). Fish & Shellfish Immunology 20 (2006) 137-151)

6. Metode ELISA dan Metode Imunohistokimia

Teknik Elisa merupakan salah satu dari Teknik imunologi yang bertujuan untuk
mengetahui atau mengukur kadar dari aktivitas/respon ekspresi protein dan status reaksi
imun dari reaksi individu/ respon imun. Dalam perkembangannya teknik imunologi tidak
hanya bisa dilakukan dengan metoda ELISA tetapi juga imunohistokimia (IHC), Western
blot, Amino Acid seq, FACS analysis. Pada metoda ELISA spesimen yang biasa dipakai
berupa cairan misalnya serum atau hasil ekstraksi dalam bentuk infusa berbagai bahan.
Apabila spesimen berupa serum maka masuk dalam ranah pemeriksaan serologik yang
mempelajari reaksi antigen dan antibodi secara invitro. Pemeriksaan serologik sering
dilakukan sebagai upaya menegakkan diagnosis, walaupun saat ini pemeriksaan serologik
tidak terbatas pada penyakit infeksi, namun untuk menunjang diagnosis penyakit infeksi
memang hal yang sering dilkukan. Pengamatan secara in vitro terhadap perubahan
kompleks antigen-antibodi (Ag-Ab) sangat mungkin dapat dilakukan dengan berbagai
metode termasuk Elisa dan sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
pengembangan penelitian.

ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben


dengan menggunakan antibodi sekunder berlabel enzim merupakan uji serologis yang
umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Keunggulan uji ini antara lain
adalah memiliki teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki
sensitivitas yang cukup tinggi. Pada tahun 1971, Peter Perlmann dan Eva Engvall
memperkenalkan teknik ELISA dalam bidang imunologi (ELISA konvensional) yang
pada waktu itu bertujuan untuk menganalisis interaksi antigen dengan antibodi di dalam
suatu sampel yang ditandai dengan menggunakan indicator enzim sebagai
pelapor/reporter label/signal.

ELISA adalah suatu teknik biokimia yang terutama digunakan dalam bidang imunologi
untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau antigen dalam suatu sampel. Jika sedang
mencari antibodi maka plate ELISA di coated dengan antigen yang sesuai demikian pula
sebalikknya jika sedang mencari antigen maka plate yang disediakan di coated dengan
antibodi yang sesuai. Dalam perkembanggan kemajuan teknologi, teknik ELISA telah
banyak digunakan untuk berbagai bidang baik diagnostik dalam bidang medis, patologi
tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri. Kelebihan metoda ELISA dibandingkan
dengan metoda imun lainnya adalah penggunaan antibodi dengan spesifitas yang tinggi
sehingga akurasi bahan atau analit yang ditemukan sangat dapat diandalkan. Berdasarkan
uraian diatas maka penulis akan membahas tentang ELISA dan aplikasinya pada infusa
daun padi IR bagendit.

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah salah satu metoda dalam bidang
laboratorium terutama imunologi untuk mengetahui ekspresi protein, reaksi imunitas,
respon imun. Dalam bidang imunologi teknik ini digunakan untuk menentukan adanya
antigen atau antibodi dalam sampel/serum. ELISA merupakan suatu teknik biokimia
yang dalam perkembangannya banyak diaplikasikan dalam berbagai bahan baik human,
rat, tumbuhan dan lain lain yang juga berfungsi sebagai alat diagnostik dalam bidang
medis maupun non medis misalnya industri. Prinsip dasar reaksi ELISA adalah
mereaksikan antigen dengan antibodi yang berlabel enzim yang kemudian ditambah
dengan substrat sehingga akan dihidrolisis menjadi presipitat warna yang dapat dideteksi
menggunakan Elisa reader. Pada tahapan akhir Teknik Elisa selalu ditambah dengan stop
solution yang berfungsi untuk menghentikan reaksi. Bahan asam kuat biasanya
digunakan sebagai larutan stop solution.

Pada Teknik ELISA, kita harus menetapkan dulu apa yang dicari, jika antigen yang dicari
maka reagen yang disiapkan adalah antibodi demikian sebaliknya jika mencari antibodi
maka reagen yang disiapkan adalah antigennya. Pada deteksi antigen, maka antibodi yang
memiliki spesifisitas tinggi untuk antigen tersebut harus disiapkan. Selanjutnya antigen
yang dari sampel dimasukkan dalam lempeng mikrotiter polisterene yang sudah dikoated
dengan antibodi spesifik. Kemudian ditambah dengan antibodi pendeteksi sehingga
terdapat komplek antigen antibodi. Antibodi pendeteksi dapat berikatan dengan antibodi
sekunder yang berlabel enzim melalui proses biokonjugasi. Setiap akhir tahapan proses
ini harus dilakukan pencucian plate dengan deterjen yang sudah ada dalam kit. Tahapan
berikutnya pemberian substrat enszimatik untuk memproduksi presipitat warna yang
menunjukkan kadar dari sampel. Substrat yang digunakan bisa dari kromogen atau
fluorogenik. Tahapan yang diuraikan ini adalah metede ELISA Sandwich, secara rinci
akan dibahas dalam sub bab buku ini.

DASAR TEORI ELISA Sebelum mempelajari Teknik Elisa, kita perlu mengingat
kembali pengertian antigen dan antibodi serta reaksi antigen dan antibodi. Pada Teknik
Elisa selalu menggunakan prinsip pertemuan antara antigen dan antibodi. Di bawah ini
pengertian antigen dan antibodi serta prinsip reaksi antigen dan antibody.
(Dr. Budi Santosa, S.KM., M.Si.Med. TEKNIK ELISA. ISBN : 978-602-5614-93-4)

Metode Imunohistokimia
Imunohistokimia merupakan proses untuk mendeteksi antigen (protein, karbohidrat, dsb)
pada sel dari jaringan dengan prinsip reaksi antibodi yang berikatan terhadap antigen
pada jaringan. Nama imunohistokimia diambil dari nama “immune” yang menunjukkan
bahwa prinsip dasar dalam proses ini ialah penggunaan antibodi dan “histo”
menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Imunohistokimia seringkali digunakan untuk
mengukur dan mengidentifikasi proses proliferasi sel dan apoptosis sel. munohistokimia
juga sering digunakan untuk penelitian dasar dalam rangka mengetahui distribusi dan
lokasi biomarker ataupun protein terekspresi pada berbagai macam jaringan pada tubuh
(Ramos-Vara, 2005). Untuk memvisualisasikan hasil interaksi antara antigen dan
antibodi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, dimana cara yang paling sering
digunakan ialah dengan konjugasi antibodi dengan enzim seperti peroksidase. Selain itu
juga bisa digunakan fluorophore seperi fluorescen atau rhodamin. Untuk mempelajari
morfologi sel, sel dalam jaringan difiksasi kemudian dilokalisasi diantara sel dan
divisualisasikan dengan mikroskop elektron atau mikroskop cahaya (Rantam, 2003).
Imunohistokimia merupakan pemeriksaan imunopatologik yang sangat potensial untuk
memeriksa antigen secara lokal di jaringan yang menggunakan antibodi spesifik.
Pemeriksaan imunohistokimia mempunyai kemampuan yang tinggi untuk memisahkan,
menseleksi, dan bersifat spesifik. Pemeriksaan imunohistokimia untuk mendeteksi
adanya antigen, hal ini disebabkan adanya ikatan spesifik antara antigen dan antibodi
(Ambari 2003; Roitt et al., 1989; Haines and Chelack, 1991). Interaksi antara antigen
dengan antibodi dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 : Interaksi antara antigen dengan antibodi (Roitt et al., 1989)

Imunohistokimia merupakan gabungan antara histologi atau sitologi dan imunologi.


Imunohistokimia adalah suatu metode pewarnaan substansi atau bahan aktif di dalam
jaringan dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar imunologi yaitu pengikatan bahan
aktif (antigen) pada sisi aktif yang spesifik oleh suatu anti bahan aktif (antibodi). Hasil
reaksi antigen dan antibodi ini dapat diidentifikasi pada spesimen bila antibodi diikat oleh
suatu penanda (marker) berupa fluoresin, enzim, bahan partikel, atau isotop yang dapat
divisualisasikan, sehingga dapat menandai keberadaan bahan aktif tersebut dalam
jaringan. Bahan aktif tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, asam nukleat, lemak,
bahan-bahan alami lainnya serta bahan-bahan sintetik (Nurhidayat 2002; Setijanto
2002).

Anda mungkin juga menyukai