Anda di halaman 1dari 15

IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA


DI SEKOLAH DASAR

Jefrey Oxianus Sabarua, M.Pd


Program Studi PGSD FKIP Uniera
sabarua.jr@gmail.com

ABSTRAK

Keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada beberapa faktor, antara lain guru,
siswa, kurikulum, metode, teknik, pendekatan, dan bahan pengajaran. Berdasarkan faktor-faktor tersebut,
maka gurulah yang memiliki peran paling dominan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh
karena itu, guru harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang bidang studi yang digelutinya.
Selain menjadi penyampai pengetahuan, guru diharapkan mampu memupuk sifat positif siswa terhadap
bidang studi yang disampaikannya. Kedudukan guru dalam dunia pendidikan dan pengajaran merupakan
kunci utama dan figur sentral. Kualitas guru yang rendah dapat berakibat buruk bagi siswa
Guru harus mempunyai pengetahuan tentang berbagai metode atau teknik mengajar. Para ahli
berpendapat bahwa setiap metode atau teknik mengajar bergantung pada guru yang mengaplikasikannya.
Salah satu teknik yang digunakan dalam pembelajaran bahasa yaitu teknik uji rumpang. Teknik uji
rumpang merupakan metode penangkapan pesan dari sumbernya (penulis atau pembicara), mengubah
pola bahasa dengan jalan melesapkan bagian-bagiannya dan menyampaikan kepada si penerima
(pembaca dan penyimak), sehingga mereka berupaya untuk menyempurnakan kembali pola-pola
keseluruhan yang menghasilkan sejumlah unit-unit kerumpangan yang dapat dipertimbangkan
(Harjasujana, 1997:140). Metode atau teknik ini jelas memiliki cara kerja yang bertumpu pada kegiatan
siswa. Siswa dengan bimbingan guru diarahkan untuk dapat mengidentifikasikan masalah, kemudian
mencari penyelesaiannya.

Kata kunci: pembelajaran bahasa Indonesia, sekolah dasar, teknik uji rumpang,
Teknik Uji Rumpang
Teknik Uji Rumpang (TUR) atau Teknik Isian Rumpang mula-mula diperkenalkan oleh Wilson
Taylor (1953) dengan nama Cloze Procedure. Teknik ini diilhami oleh suatu konsep ilmu jiwa Gestal
yang dikenal dengan istilah closure. Konsep ini menjelaskan tentang kecenderungan manusia untuk
menyempurnakan suatu pola yang tidak lengkap secara mental menjadi suatu kesatuan yang utuh;
kecenderungan untuk mengisi atau melengkapi suatu yang sesungguhnya ada namun tampak dalam
keadaan yang tidak utuh; melihat bagian-bagian sebagai suatu keseluruhan. Melalui prosedur isi
rumpang, pembaca diminta untuk dapat memahami wacana yang tidak lengkap (karena bagian-bagian
tertentu dari wacana telah dengan sengaja dilesapkan) dengan pemahaman yang sempurna (Hajasujana,
1996:139-140).
Terkait dengan pengertian Teknik Uji Rumpang, Hittleman (dalam Haryadi, 2014:191) menyatakan
bahwa teknik uji rumpang ialah sebuah teknik penghilangan kata-kata sistematis dari wacana dan
pembaca diharapkan dapat mengisi kata-kata yang hilang tersebut dengan kata yang sesuai. Seperti
halnya teknik pengajaran membaca lainnya, teknik uji rumpang juga memiliki kegunaan. Kegunaan
tersebut yakni untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah wacana dan melatih keterampilan serta
kemampuan siswa melalui kegiatan belajar mengajar (Astuti, 2000: 10). Pembaca disuruh memahami
wacana yang tidak lengkap (kata-kata tertentu dari wacana dilesapkan atau dihilangkan) dengan
pemahaman yang sempurna. Setelah paham, pembaca diminta untuk mengisi kata-kata dari bagian yang
dihilangkan. Kata-kata yang diisikan merupakan kata-kata yang sama atau sinonimnya dari kata aslinya,
yaitu kata semula sebelum dihilangkan. Lain halnya dengan Robert (dalam Damaianti, 1995:71) yang
mendefinisikan pengertian Teknik Uji Rumpang sebagai berikut.
The cloze procedure as a method of intercepting a message from „trasnmitter‟
(writer or speaker), mutilating it‟s language patterns by deleting parts, and so
administering it to „receivers‟ (readers and listeners) that their attempts to make
patterns whole again yield a considerable number of cloze units

Berdasarkan definisi tersebut, teknik uji rumpang merupakan suatu metode yang sengaja dirancang
untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan penulis dengan jalan memotong pola bahasa pada
bagian-bagian yang dilesapkan/dirumpangkan. Setelah itu para pembaca dituntut mampu
mengolahnya menjadi pola yang utuh seperti wujudnya semula, dengan cara mengisi bagian yang
dirumpangkan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik uji rumpang adalah sebuah
teknik untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan penulis dengan cara menyajikan bacaan yang
tidak utuh (dirumpangkan) dan pembaca bertugas untuk mengisinya sehingga menjadi bacaan seperti
semula. Teknik uji rumpang merupakan salah satu alat ukur keterbacaan wacana.

1
Fungsi Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam pembelajaran, teknik uji rumpang mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai alat ukur dan
sebagai alat ajar (Harjasujana dan Mulyati, 1997:140-141).
1) Teknik Uji Rumpang sebagai Alat Ukur
Fungsi TUR yang pertama adalah sebagai alat ukur untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana.
Suatu wacana dapat ditentukan tingkat kesukaran dan dapat diketahui kelayakan pemakainnya oleh siswa
tertentu setelah melalui pengukuran dengan prosedur ini. Alat ukur TUR berupa wacana yang telah
dirumpangkan atau telah dihilangkan. Wacana tersebut diberikan kepada orang atau siswa yang akan
diukur untuk diisi. Jika isian banyak yang salah, wacana tersebut sulit, jika isian betul semua, wacana
tersebut mudah, dan jika isian yang benar 6, 7, atau 8, wacana tersebut layak atau sesuai dengan tingkatan
siswa yang mengisi.
Jika dibandingkan dengan formula keterbacaan (Grafik Fry dan Raygor), TUR mempunyai
kesamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah formula keterbacaan dan TUR sama-sama berfungsi
sebagai alat penentu tingkat keterbacaan sebuah wacana. Perbedaannya adalah formula keterbacaan
(Grafik Fry dan Raygor) digunakan untuk menentukan tingkat keterbacaan wacana dari aspek visual
(tulisan atau bentuk), sedangkan TUR untuk menentukan tingkat keterbacaan wacana dari aspek konsep
(isi atau makna). Formula keterbacaan terkait dengan kerja mata memandang simbol-simbol tulis. TUR
terkait dengan kerja otak untuk menangkap makna dari simbol-simbol tertulis.
Pengukuran kedua cara tersebut didasarkan atas pendapat bahwa membaca dapat dilihat dari dua
segi, yaitu proses dan hasil. Proses membaca menitikberatkan pada bagaimana pembaca mengerakan
mata dalam menatap simbol tulisan. Hasil membaca ditinjau dari apa yang diperoleh oleh pembaca.
Dalam pembelajaran membaca, proses membaca mencakup kajian mengenai model, metode, dan teknik
yang digunakan pembaca. Tujuan yang ingin dicapai dan manfaat yang diperoleh oleh pembaca
merupakan ruang lingkup kajian yang berhubungan dengan hasil baca seorang pembaca.
Pelaksanaan pengukuran menggunakan TUR memerlukan tiga unsur, yaitu wacana rumpang,
pengukur, dan yang diukur. Wacana rumpang digunakan sebagai alat pengukur untuk mengukur orang
yang diukur. Pengukur merupakan orang yang mengukur tingkat keterbacaan yang diukur, sedangkan
yang diukur ialah orang yang diukur tingkat keterbacaannya. Orang yang mengukur bisa guru, dosen,
orang tua, orang yang mahir, dan peneliti. Orang yang diukur bisa siswa, mahasiswa, orang yang belum
mahir, dan yang diteliti.
Pembaca yang baik adalah pembaca yang bisa membaca secara cepat dan efektif (Nurhadi
2010:13). Pembaca yang efektif adalah pembaca yang dapat memahami isi bacaan yang dibaca.
Kecepatan dan keefektifan membaca bergantung pada bacaan yang dibacanya. Bacaan yang mudah akan
dapat dibaca secara cepat dan bisa dipahami, sedangkan bacaan yang sulit akan dapat dibaca relatif lama
dan relatif sulit dipahami. Bacaan yang dibaca oleh pembaca perlu dipertimbangkan tingkat kesulitan dari

2
aspek visual dan konsep. Untuk itu, wacana yang dibaca perlu ditentukan tingkat keterbacaannnya
dengan menggunakan formula keterbacaan dan TUR.

2) Teknik Uji Rumpang sebagai Alat Ajar


Fungsi TUR yang kedua adalah sebagai alat pembelajaran membaca. Dalam fungsinya sebagai alat
ajar, penggunaan TUR dapat dipergunakan untuk melatih kemampuan dan keterampilan membaca siswa.
Dalam kenyataannya, penggunaan teknik uji rumpang, tidak selalu menuntut jawaban persis dari
siswanya. Kata-kata yang bersinonim atau kata-kata yang dapat menggantikan kedudukan asli, baik
ditinjau dari sudut makna atau struktur kalimatnya, dapat juga diterima sebagai jawaban yang benar. Cara
ini biasanya dipergunakan dalam teknik pengajaran, yang dimaksudkan untuk melatih keterampilan
membaca siswa.
Selain dalam pembelajaran membaca, TUR bisa juga dipakai dalam pembelajaran menyimak.
Dalam pembelajaran membaca dan menyimak, pembaca diberi wacana yang berupa wacana yang sudah
dirumpangkan. Saat pembelajaran membaca, wacana diberikan kepada siswa, kemudian siswa diminta
untuk memahami wacana tersebut dan mengisi delisi (kata yang dihilangkan) pada wacana. Saat
pembelajaran menyimak, penyimak mendengarkan simakan terlebih dahulu, baru kemudian mengisi
delisi yang ada pada wacana. Setelah wacana terisi, siswa mendiskusikan isian delisi yang benar.
Guru dapat menggunakan TUR sebagai metode pembelajaran untuk mengatasi kejenuhan. Dalam
pembelajaran membaca, umumnya guru meminta siswa membaca teks bacaan, kemudian mereka diminta
menjawab pertanyaan. Pemahaman hasil baca siswa menggunakan soal yang berupa pertanyaan tes
objektif dan atau isian. Guru beranggapan hanya cara seperti itulah yang bisa dilakukan. Akibatnya, siswa
merasa jenuh dengan model pembelajaran seperti itu. Untuk itu, TUR bisa digunakan guru dalam
mengatasi masalah tersebut.
Guru perlu mempunyai kemahiran di dalam mempersiapkan wacana rumpang. Wacana rumpang
bisa dibuat sendiri atau dicari dari berbagai sumber. Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat atau
mencari wacana rumpang adalah wacana harus sesuai dengan peringkat siswa dan sesuai dengan aturan
pembuatan wacana rumpang. Wacana rumpang untuk alat ajar berbeda dengan wacana rumpang untuk
alat ukur. Penghilangan (delisi) dalam fungsinya sebagai alat ukur, harus selalu dengan jarak yang
konsisten, yaitu kata ke-n (ke-5). Penghilangan (delisi) untuk isian rumpang dalam fungsinya sebagai alat
ajar, tidak harus selalu dengan jarak yang konsisten, yaitu sesuai pertimbangan guru.

Manfaat Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia


Teknik uji rumpang mempunyai dua manfaat, yaitu untuk mengukur tingkat keterbacaan dan
melatih keterampilan membaca (Harjasujana dan Mulyati 1997:140-141). Ada tiga manfaat yang terkait
dengan hal ini, yaitu: (1) menguji tingkat kesukaran dan kemudahan bahan bacaan; (2) Menglasifikasikan
tingkat baca siswa (pembaca); dan (3) mengetahui kelayakan wacana sesuai dengan kegiatan belajar.

3
Kedua manfaat teknik uji rumpang di atas berbeda. Mengukur tingkat keterbacaan terkait antara
wacana rumpang dan tingkatannya. Manfaatnya guru bisa mempersiapkan bacaan yang sesuai dengan
tingkatan siswanya. Melatih keterampilan dan kemampuan baca berkaitan dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam pembelajaran. Jika tujuannya melatih siswa dalam kepekaan mengenal kata kerja, delisi
atau kata yang dirumpangkan dalam wacana adalah kata kerja.
Berdasarkan kedua manfaat yang telah diuraikan di atas, guru dalam waktu relatif singkat akan
segera dapat mengetahui tingkat keterbacaan wacana, tingkat kepahaman siswa, dan latar belakang
pengalaman minat dan bahasa siswa. Dengan demikian, guru akan dapat dengan tepat membuat
keputusan interaksional untuk membantu anak didiknya dalam belajar, khusus dalam kegiatan membaca.
Terkait dengan keterbacaan wacana, guru secara cepat dapat menyediakan bacaan yang sesuai dengan
peringkat siswa yang diajar. Terkait dengan melatih siswa, guru dapat memilihkan materi ajar yang sesuai
dengan keterampilan yang akan diajarkan.

Keunggulan dan Kelemahan Teknik Uji Rumpang


Dalam penerapannya, teknik uji rumpang mempunyai keunggulan dan kelemahan. Beberapa
keunggulan teknik uji rumpang menurut para ahli akan dipaparkan sebagai berikut.
Harjasujana (dalam Salem, 1999:49) mengatakan bahwa TUR diakui sebagai tes keterbacaan
yang valid untuk pembaca yang berbahasa ibu. Menurut beliau hal ini sesuai dengan pembaca bahasa
Indonesia yang umumnya mempunyai bahasa ibu, bahasa daerah atau bahasa Indonesia. Pandangan
senada dikemukakan pula oleh Damaianti (1995:78) bahwa TUR terbukti sebagai tes yang sangkil dan
mangkus.
Pengukuran keterbacaan wacana, TUR dipandang sebagai teknik yang relatif lebih
objektif dibandingkan dengan teknik lain. TUR dapat digunakan untuk mengukur keefektifan suatu
wacana langsung kepada pembacanya, sedangkan teknik lain mengukur keterbacaan hanya dari
wacananya. Selain itu, TUR juga berfungsi sebagai alat ukur pemahaman wacana di samping sebagai alat
ukur keterbacaan (Nadeak dan Djajasudarma, 1996:64).
Heilman (dalam Damaianti, 1995:72) mengungkapkan pula bahwa TUR berfungsi sebagai sumber
informasi mengenai kemampuan pemahaman bacaan seseorang. Pandangan ini pun dikuatkan oleh
Bourmuth (dalam Mulyati, 1995:47) yang menyatakan bahwa terdapat dua keunggulan dari TUR.
Pertama, teknik ini mencerminkan keseluruhan pengaruh yang berinteraksi dalam menentukan
keterbacaan sebuah wacana. Kedua, teknik ini mengombinasikan hampir seluruh unsur yang
berhubungan dengan penentuan keterbacaan.
Beberapa keunggulan teknik uji rumpang menurut Haryadi (2014:203-204) adalah sebagai berikut.
a. Dalam menentukan keterbacaan sebuah teks, teknik uji rumpang mencerminkan pola interaksi
antara pembaca dan penulis.

4
b. Pengukuran keterbacan dengan teknik uji rumpang tidak dilakukan secara terpisah antara teks dan
pembacanya sehingga teknik ini digunakan untuk menilai keterbacaan dan menilai pemahaman
pembaca.
c. Teknik uji rumpang bersifat fleksibel sehingga dalam waktu yang relatif singkat guru mendapatkan
informasi mengenai latar belakang kemampuan dan kebutuhan siswa.
d. Teknik isian rumpang dapat menjangkau sejumlah besar individu pada saat yang sama.
e. Sebagai teknik pembelajaran, teknik isian rumpang merupakan alat yang ideal untuk mendorong
siswa tanggap terhadap bacaan.
f. Teknik isian rumpang dapat dipergunakan sebagai latihan dan ukuran praktis akan pengetahuan dan
pemahaman tata bahasa siswa.
g. Teknik isian rumpang dapat melatih kesiapan dan ketanggapan dalam upaya memikirkan dan
memahami maksud dan tujuan penulis atau penulisan wacana.

Selain mempunyai keunggulan, teknik uji rumpang mempunyai kekurangan. Ahli Schlezinger pada
tahun 1968 meragukan kevaliditasan penggunaan teknik uji rumpang. Menurutnya ketepatan seseorang
dalam pengisian bagian-bagian yang dihilangkan belum tentu berdasarkan atas pemahamannya terhadap
wacana melainkan didasarkan atas pola-pola ungkapan yang telah dikenalnya. Untuk mengatasi hal
tersebut, guru bisa memilih wacana atau bahan dan disertai dengan diskusi untuk mengetahui lebih jauh
alasan-alasan atau jawaban yang diberikan oleh siswa. Kelemahan TUR yang lain yaitu hanya cocok
digunakan untuk kepentingan membaca dalam hati atau membaca pemahaman. Dengan demikian,
kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring seperti pelafalan, intonasi, penggunaan tanda
baca, dan lain-lain tidak bisa dideteksi dengan teknik ini.

PEMBAHASAN
Cara Pembuatan Wacana Rumpang
Kriteria pembuatan tes uji rumpang harus disesuaikan dengan fungsinya yaitu sebagai alat ukur dan
alat ajar. Menurut Taylor (dalam Hardjasujana, 1996:144) suatu prosedur yang baku untuk sebuah
konstruksi wacana rumpang, yaitu:
a. Memilih teks wacana yang tidak tergantung pada informasi sebelumnya.
b. Melakukan penghilangan atau pelesapan setiap kata ke-n, tanpa memperhatikan arti dan fungsi kata-
kata yang dihilangkan tersebut.
c. Mengganti bagian yang dihilangkan tersebut dengan tanda-tanda tertentu, misal garis mendatar
(________) yang sama pajangnya.
d. Memberi semua salinan dari bagian yang direproduksi kepada siswa.
e. Mengingatkan kepada siswa untuk mengisi bagian yang dihilangkan.
f. Menyediakan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.

5
Wacana rumpang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai alat ukur dan alat ajar. Perbedaan antara
wacana rumpang sebagai alat ukur dan alat ajar dapat dilihat sebagai berikut.

SEBAGAI UKUR
KARAKTERISTIK SEBAGAI ALAT AJAR
ALAT
Panjang wacana Antara 250-350 kata dan Wacana yang terdiri atas maksimal
wacana terpilih 150 perkataan
Deliasi Setiap kata ke-n hingga Delisi secara selektif bergantung
berjumlah lebih kurang 50 pada kebutuhan siswa dan
buah pertimbangan guru
Evaluasi Jawaban berupa kata, Jawaban boleh berupa sinonim
persis atau kata yang secara struktur dan
sesuai dengan kunci/teks makna dapat menggantikan
aslinya, metode “exact struktur dan makna kata
word” menggantikan kedudukan kata
yang dihilangkan, metode
“contextual methode”
Tindak lanjut Lakukan diskusi untuk membahas
jawaban-jawaban siswa

Berdasarkan tabel di atas, ada dua cara dalam membuat wacana rumpang, yaitu cara membuat
wacana rumpang sebagai alat ukur dan cara membuat wacana rumpang sebagai alat. Cara membuat
wacana rumpang sebagai ukur berikut ini.
a. Pilihlah wacana yang relatif sempurna dengan panjang antara 250-350 kata!
b. Biarkan kalimat pertama dan kalimat terakhir utuh atau tidak ada delisinya!
c. Lakukanlah penghilangan kata (delisi) pada kalimat kedua, yakni pada setiap kata kelima (ke-5)
sehingga delisi berjumlah 50 buah!
d. Jika kebetulan kalimat ke-5 jatuh pada kata bilangan, janganlah melakukan lesapan pada kata
tersebut. Biarkan kata itu hadir secara utuh. Sebagai gantinya mulailah kembali dengan hitungan
kelima berikutnya!
e. Gantilah kata yang dikosongkan dengan tanda garis lurus atau titik mendatar yang sama
panjangnya!
f. Berikanlah wacana yang telah dirumpangkan kepada peserta tes!
g. Mintalah peserta tes untuk berusaha mengisi semua lesapan dengan jalan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan terhadap wacana, memperhatikan konteks wacana, atau memperhatikan kata-kata
sisanya!

6
h. Berilah waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada peserta tes untuk mengisi
delisi!
i. Mintalah peserta tes untuk mengumpulkan wacana yang telah diisi sesuai waktu yang ditentukan!
j. Cocokkanlah jawaban peserta tes dengan perpatokan jawaban yang benar adalah jawaban yang
berupa kata yang sama dengan kunci jawaban atau teks aslinya!
k. Berilah penilaian terhadap hasil jawaban peserta tes!

Sedangkan cara membuat wacana rumpang sebagai alat ajar adalah sebagai berikut.
a. Pilihlah wacana yang relatif sempurna dengan panjang kurang lebih 150 kata!
b. Biarkan kalimat pertama dan kalimat terakhir utuh atau tidak ada delisinya!
c. Lakukanlah penghilangan kata (delisi) secara selektif bergantung pada kebutuhan siswa dan
pertimbangan guru. Misalnyakata yang dihilangkan adalah setiap kata kerja, benda atau kata
hubung!
d. Gantilah kata yang dikosongkan dengan tanda garis lurus atau titik mendatar yang sama
panjangnya!
e. Berikanlah wacana yang telah dirumpangkan kepada siswa!
f. Mintalah siswa untuk berusaha mengisi semua lesapan dengan jalan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan terhadap wacana, memperhatikan konteks wacana, atau memperhatikan kata-kata
sisanya!
g. Berilah waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk mengisi delisi!
h. Cocokkanlah jawaban siswa dengan cara berdiskusi. Jawaban yang benar adalah jawaban yang
berupa kata yang sama dengan kunci jawaban atau teks aslinya atau kata yang bersinonim atau kata
yang secara struktur dan makna dapat menggantikan struktur dan makna kata menggantikan
kedudukan kata yang dihilangkan!
i. Berilah penilaian terhadap hasil jawaban siswa!

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyimpulkan langkah-langkah dalam membuat tes uji
rumpang adalah sebagai berikut.
a. Memilih wacana yang berjumlah lebih dari 250 kata.
b. Membiarkan kalimat pertama dan terakhir utuh.
c. Melakukan penghilangan kata (delisi) pada kalimat kedua, yakni pada setiap kata kelima (ke-5)
sehingga delisi berjumlah 50 buah.
d. Jika kata ke-5 adalah kata bilangan, pelesapan dijatuhkan pada kata ke-5 berikutnya.
e. Mengganti kata yang dilesap dengan garis sama panjang (__________) kemudian diikuti dengan
angka (1), (2), (3), dan seterusnya.
f. Menyediakan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.

7
g. Memberi penilaian terhadap hasil jawaban siswa.

Penilaian dan Interpretasi Hasil Uji Rumpang


a. Penilaian Hasil Uji Rumpang
Penilaian kemampuan siswa atau yang dites dalam mengisi lesapan atau delisi pada wacana rumpang
menggunakan kriteria persentasi dan dua metode penialaian. Kriteria persentasi dilakukan dengan cara
jawaban yang benar dibagi semua delisi yang ada pada wacana rumpang. Misalnya, jawaban yang benar
adalah 6 dan lesapan yang ada pada wacana rumpang 10, maka nilainya adalah 60%. Untuk menentukan
apakah jawaban itu benar atau salah, penilai mengguanakan metode penilaian uji rumpang. Metode
penilaian tersebut ada dua, yaitu exact words methode dan synonmy methode (contextual method).
Exact words methode merupakan cara menilai isian lesapan dengan membenarkan jawaban yang
sama dengan kata aslinya dan menyalahkan jawaban yang tidak sama. Penilai hanya memberi angka
kepada jawaban yang sama dengan kata aslinya. Isian kata atau jawaban lain yang tidak sama, tidak
dibenarkan (salah), walaupun jawaban atau kata yang maknanya bisa diterima secara konteks. Metode
penilaian ini digunakan untuk menilai hasil uji rumpang sebagai alat ukur.
Contoh menilai dengan mengguanakan exact words methode berikut ini.
1) Wacana rumpang yang diisi oleh orang yang dites.
Pesulap Pemula
Aku mempunyai paman yang baik hati. Ia juga sangat lucu. ... (1) baru belajar sulap. Ia ...
(2) pentas nanti malam. Ini ... (3) pentas pertamanya. Paman belum ... (4) sulap. Terjadi kesalahan
waktu ... (5) topi. Tikus kecil di ... (6) topi keluar sendiri. Kelinci ... (7) tikus keluar. Burung kecil
... (8) keluar. Paman menjadi gugup. ... (9) tertawa melihatnya. Hal itu membuat pesta lebih
meriah.

2) Jawaban atau kata yang diisi oleh orang yang dites:


(1) ia, (2) mau, (3) adalah, (4) mahir, (5) pertunjukan, (6) dalam, (7) ikut, (8) ikut, (9) aku.

3) Kunci jawaban:
(1) ia, (2) akan, (3) merupakan, (4) mahir, (5) pertunjukan, (6) dalam, (7) menyusul, (8) ikut, (9)
aku.

Jawaban yang benar (sesuai kunci jawaban) ada 6, yaitu isian nomor (1), (4), (5), (6), (8), dan
(9). Jawaban yang salah (tidak sesuai kunci jawaban) ada 3, yaitu isian nomor (2), (3), dan (7)
karena jawaban tersebut tidak sama dengan kunci jawaban atau kata aslinya. Maka nilai yang
diterima oleh siswa adalah 6/9 x 100% = 66%

8
Synonmy Methode (Contextual Method) merupakan cara menilai isian lesapan dengan
membenarkan jawaban yang sama dengan kata aslinya dan jawaban atau kata yang bersinonim atau
bisa diterima secara konteks. Syaratnya adalah kata isian dapat menggantikan kedudukan kata yang
dihilangkan. Makna dan struktur konteks kalimat kata diduduki tetap utuh dan dapat diterima.
Metode penilaian ini digunakan untuk menilai hasil uji rumpang sebagai alat ajar. Adapun yang
melakukan penilaian adalah siswa dan guru bersama-sama dalam situasi pembelajaran melalui
diskusi.
Contoh menilai dengan menggunakan Synonmy Methode (Contextual Method) adalah sebagai
berikut:
1. Wacana rumpang yang diisi oleh siswa atau orang yang belajar.
Pesulap Pemula
Aku mempunyai paman yang baik hati. ... (1) juga sangat lucu. ... (2) baru belajar sulap. ...
(3) akan pentas nanti malam. Ini merupakan pentas pertamanya. ... (4) belum mahir sulap.
Terjadi kesalahan waktu pertunjukkan ... (5). Tikus kecil di dalam topi keluar sendiri. Kelinci
menyusul ... (6) keluar. ... (7) kecil ikut keluar. Paman menjadi gugup. ... (8) tertawa melihatnya.
Hal itu membuat pesta lebih meriah.
2. Jawaban atau kata yang diisi oleh siswa atau orang yang belajar
(1) ia, (2) paman, (3) dia, (4) paman, (5) topi, (6) tikus, (7) burung, dan (8) saya.

3. Kunci jawaban:
(1) ia, (2) paman, (3) ia, (4) paman, (5) topi, (6) tikus, (7) burung, dan (8) aku.

Jawaban sesuai kunci jawaban ada 6, yaitu isian nomor (1), (2), (4), (5), dan (6). Jawaban
tidak sesuai kunci jawaban ada 2, yaitu isian nomor (3) dan (8). Walaupun kedua jawaban tersebut
tidak sama dengan kunci jawaban atau kata aslinya, namun jawaban tersebut benar. Kedua kata
tersebut merupakan sinonim dari kata yang dihilangkan. Kata ia bersinonim dengan dia dan kata
aku bersinonim dengan kata saya. Maka nilai yang diperoleh siswa adalah: 8/8 x 100% = 100%
(betul semua).
Berdasarkan pemaparan tentang penilaian hasil uji rumpang, dapat disimpulkan bahwa
penilaian uji rumpang memiliki dua metode. Metode pertama, membenarkan jawaban yang sama
dengan jawaban aslinya, dan menyalahkan jawaban yang tak sama dengan jawaban aslinya. Metode
kedua, membenarkan jawaban yang sama dengan jawaban aslinya, dan membenarkan jawaban yang
bersinonim dengan jawaban aslinya. Teknik penilaian uji rumpang yaitu dengan membagi jumlah
jawaban benar dengan jumlah seluruh jawaban dikalikan 100%.

9
b. Interpretasi Hasil Uji Rumpang
Penetapan interpretasi didasarkan atas hasil penelitian para ahli. Penelitian tersebut dilakukan dengan
cara membandingkan kemampuan siswa dan kemampuan isian rumpang terhadap sebuah teks atau
wacana yang sama. Hasil membandingkan dua hal tersebut menghasilkan pedoman untuk
menginterpretasi hasil uji rumpang. Para ahli yang penelitian terhadap interpretasi hasil uji rumpang
adalah Rankin, Culhane, dan Zint.
Hasil penelitian Rankin dan Culhane tahun 1969 menetapkan interprestasi hasil uji rumpang berikut
ini.
1) Pembaca berada pada tingkat independen atau bebas, jika persentase skor tes uji rumpang yang
diperoleh di atas 60%.
2) Pembaca berada pada tingkat instruksional, jika persentase skor tes uji rumpang yang diperolehnya
berkisar antara 41% - 60%.
3) Pembaca berada pada tingkat frustasi atau gagal, jika persentase skor tes uji rumpang yang
diperolehnya sama dengan atau kurang dari 40%.
Ada pendapat lain yang menetapkan interprestasi hasil uji rumpang berbeda dengan pendapat di
atas. Penetapan interprestasi hasil uji rumpang tersebut berikut ini.
1) Perolehan hasil uji rumpang di atas 53,5% tergolong ke dalam tingkatan independen (mandiri atau
bebas).
2) Perolehan hasil uji rumpang antara 44,5% sampai dengan 53,5% tergolong ke dalam tingkatan
instruksional.
3) Perolehan hasil uji rumpang kurang dari 40% tergolong ke dalam tingkatan frustasi atau gagal.
Zint tahun 1972 berdasarkan hasil penelitiannya menetapkan interprestasi hasil uji rumpang yang
berbeda dengan kedua pendapat di atas. Penetapan interprestasi hasil uji rumpangnya adalah sebagai
berikut.
1) Perolehan hasil uji rumpang di atas 50% tergolong ke dalam tingkatan independen (mandiri
atau bebas).
2) Perolehan hasil uji rumpang antara 40% sampai dengan 50% tergolong ke dalam tingkatan
instruksional.
3) Perolehan hasil uji rumpang kurang dari 40% tergolong ke dalam tingkatan frustasi
atau gagal.
Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, penetapan interprestasi hasil uji rumpang yang sesuai
dengan kriteria penetapan nilai keberhasilan belajar di Indonesia adalah pendapat Rankin dan Culhane.
Batas kelulusan untuk sistem evaluasi di Indonesia, pada umumnya ditetapkan jika peserta tes mampu
menjawab dengan benar minimal 50% dari jumlah soal yang diujikan. Hal tersebut didasarkan atas
kriteria penilaian dengan menggunakan sistem penilaian acuan patokan (PAN). Namun, kriteria penilaian

10
sekarang ini menggunakan kriteria nilai ketuntasan. Nilai ketuntasan masing-masing sekolah bergantung
pada kondisi sekolah masing-masing.
Ketiga interprestasi hasil uji rumpang tersebut belum mengakomodasi dari sudut pandang bahan
bacaan. Interpretasi tersebut ditentukan dari sudut pandang klasifikasi pembacanya. Padahal, teknik uji
rumpang salah fungsinya adalah untuk mengukur tingkat keterbacaan wacana. Namun, interpretasi
tersebut dapat dijadikan patokan dalam mengklasifikasikan bahan bacaan. Pengklasifikasian yang dipakai
untuk menginterpretasikan bahan bacaan adalah pendapat Rankin dan Culhane. Klasifikasi bahan bacaan
ada tiga, yaitu perolehan hasil tes di atas 60% digolongkan mudah, 41%-60% digolongkan sedang, dan
kurang dari 40% digolongkan sukar.

Aplikasi Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia, Kompetensi Membaca di
Sekolah Dasar
Teknik uji rumpang ialah sebuah teknik penghilangan kata-kata sistematis dari wacana dan pembaca
diharapkan dapat mengisi kata-kata yang hilang tersebut dengan kata yang sesuai (Hittleman, dalam
Haryadi, 2014:191).
Berikut ini salah satu contoh aplikasi teknik uji rumpang dalam pembelajaran membaca di sekolah
dasar.
Langkah 1
Guru menyiapkan wacana yang sudah dirumpangkan. Wacana tersebut dapat disesuaikan dengan
tema pembelajaran maupun indikator yang akan dicapai.
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menelaah dan membaca dalam hati wacana
yang diberikan berdasarkan ketentuan waktu yang telah ditetapkan. Kemudian siswa disuruh untuk
mengisi wacana yang rumpang. Guru dapat mengelompokkan siswa agar dapat berdiskusi dalam
mengisi lesapan tersebut. Namun, jangan sampai mereka saling menyontek.

Langkah 2
Setelah kegiatan baca senyap dan kegiatan mengisi lesapan oleh siswa dianggap cukup, guru
menyuruh 3 – 4 orang siswa membacakan hasil lesapan yang telah mereka sempurnakan. Kemudian,
guru memberikan komentar secara umum terhadap hasil kerja siswa.

Langkah 3
Guru membacakan bagian demi bagian dari wacana tersebut dan berhenti pada setiap bagian yang
dikosongkan. Salah seorang siswa diminta untuk mengajukan alternatif jawaban. Guru meminta siswa
tersebut untuk menuliskan kata-kata jawaban di papan tulis. Kemudian, mendiskusikan setiap
alternatif jawaban itu disertai alasan-alasannya sampai pada keputusan yang disepakati bersama.

11
Langkah 4
Teruskan kegiatan seperti pada langkah tiga di atas, sampai pada semua bagian wacana yang
dikosongkan itu terisi. Suruh 1 – 2 siswa untuk membacakan wacana yang telah disempurnakan
berdasarkan kesepakatan kelompok tersebut.

Langkah 5
Jika kegiatan pada langkah empat dianggap selesai, perlihatkanlah teks aslinya sebagai bahan
perbandingan bagi siswa.

Langkah 6
Selanjutnya, untuk mengetahui kemampuan hasil uji rumpang siswa secara individu, guru
menyuruh siswa untuk menghitung berapa banyak jumlah lesapan yang dianggap benar/cocok sesuai
dengan konteks kalimat. Hal ini (kunci jawaban berikut alternatif-alternatifnya) telah didiskusikan
pada langkah sebelumnya. Untuk menjamin kejujuran mereka, suruhlah mereka untuk
mempertukarkan pekerjaan mereka dengan teman sebangkunya. Setelah itu, mereka menghitung
persentase kebenaran jawaban dengan rumus yang ditetapkan, yaitu:

Jumlah jawaban benar x 100%


Jumlah seluruh lesapan

Prosedur penilaian
Penilaian untuk alat ukur dilakukan pada jawaban yang sama dengan kata pada wacana. Adapun
sebagai alat ajar, penilaian dilakukan dengan jawaban yang hampir sama dengan kata pada wacana.

Kriteria penilaian adalah seperti berikut ini.


1. Pembaca berada pada tingkat independen jika memperoleh skor di atas 60%.
2. Pembaca berada pada tingkat instruksional jika memperoleh skor antara 41% - 60%.
3. Pembaca berada pada tingkat frustrasi atau gagal jika persentasi skor kurang dari 40% .

SIMPULAN
Teknik uji rumpang adalah sebuah teknik untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan
penulis dengan cara menyajikan bacaan yang tidak utuh (dirumpangkan) dan pembaca bertugas untuk
mengisinya sehingga menjadi bacaan seperti semula. Teknik uji rumpang mempunyai dua fungsi utama
yaitu sebagai alat ukur dan sebagai alat ajar. Manfaatnya, yaitu untuk mengukur tingkat keterbacaan dan
melatih keterampilan membaca (Harjasujana dan Mulyati, 1997:140-141).

12
Bourmuth (dalam Mulyati, 1995:47) menyatakan bahwa terdapat dua keunggulan dari TUR.
Pertama, teknik ini mencerminkan keseluruhan pengaruh yang berinteraksi dalam menentukan
keterbacaan sebuah wacana. Kedua, teknik ini mengombinasikan hampir seluruh unsur yang
berhubungan dengan penentuan keterbacaan. Disamping memiliki keunggulan, TUR juga memiliki
kelemahan antara lain hanya cocok digunakan untuk kepentingan membaca dalam hati atau membaca
pemahaman. Dengan demikian, kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring seperti
pelafalan, intonasi, penggunaan tanda baca, dan lain-lain tidak bisa dideteksi dengan teknik ini.
Pembuatan tes uji rumpang harus disesuaikan dengan fungsinya yaitu sebagai alat ukur dan alat
ajar. Penilaian uji rumpang memiliki dua metode. Pertama, membenarkan jawaban yang sama dengan
jawaban aslinya, dan menyalahkan jawaban yang tak sama dengan jawaban aslinya. Kedua,
membenarkan jawaban yang sama dengan jawaban aslinya, dan membenarkan jawaban yang bersinonim
dengan jawaban aslinya.

REFERENCES

Astuti, Wiwiek Dwi dan K. Biskoyo. 2000. Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku
Pelajaran SLTP. Jakarta: Pusat Bahasa.

Damaianti, Vismaia Sabariah. 1995. Kecendrungan Pola Sintaksis dan Semantis Wacana Ilmiah dan
Wacana Sastra Terpilih Dilihat dari Segi Tingkat Keterpahamannya (Tesis). Bandung: Program
Pascasarjana IKIP.

Harjasujana, A.S. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.

Harjasujana, A.S. dan Mulyati Y. 1997. Bahan Ajar Membaca dan Keterbacaan” dalam Membaca 2.
Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Haryadi. 2013. Pokok-Pokok Membaca: Tinjauan Teoretis. Semarang: UNNES PRESS.


_______. 2014. Dasar-dasar Membaca: Bermuatan Kreativitas Berpikir dan Nilai-Nilai Pendidikan
Karakter. Semarang: UNNES PRESS.

Mulyati, Yeti. 1995. Teknik Rumpang: Suatu Alternatif Metode Pengujian Keterbacaan Wacana dan
Strategi Pembelajaran Membaca dalam Media Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia No.1.
Bandung: FPBS-IKIP.

Nadeak dan Djajasudarma. 1996. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Wina.

13
Nurhadi. 2010. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Salem, Laurensius. 1999. Tingkat Keterbacaan Bahan Mulok bagi Murid SD Berdasarkan Pertimbangan
Pakar dan Hasil Tes (Tesis). Bandung: Pascasarjana UPI.

14

Anda mungkin juga menyukai