Anda di halaman 1dari 5

Pikiran anak muda itu seperti ini …

1. Hidup tanpa tujuan dan cita-cita


2. Hidup hanya ingin bergaul
3. Hidup hanya ingin mencari pacar
4. Hidup hanya ingin memuaskan diri
5. Hidup hanya ingin memamerkan kekayaan
6. Dikira hidupnya masih panjang

Ingat, Waktu Mudamu Akan Ditanya


Dari Abu Barzah Al-Aslami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ‫الَ َت ُزو ُل َقدَ َما َع ْب ٍد َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة َح َّتى يُسْ أ َ َل َعنْ عُمْ ِر ِه فِي َما أَ ْف َناهُ َو َعنْ عِ ْل ِم ِه فِي َما َف َع َل َو َعن‬
ُ‫َمالِ ِه ِمنْ أَي َْن ْاك َت َس َب ُه َوفِي َما أَ ْن َف َق ُه َو َعنْ ِجسْ ِم ِه فِي َما أَ ْبالَه‬
“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya
mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3)
hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di
manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Manfaatkanlah Waktu Mudamu untuk Kebaikan


Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ك‬ ِ
َ ‫ َوفَرا َغ‬، ‫ َو ِغنَاءَ َك َقْب َل َف ْق ِر َك‬، ‫ك‬
َ ‫ك َقْب َل َس َق ِم‬ َ ‫ك َقْب َل َهَرِم‬
َ َ‫ َو ِص َّحت‬، ‫ك‬ ٍ ْ‫اِ ْغتَنِ ْم مَخْ ًسا َقْبل مَخ‬
َ َ‫ َشبَاب‬: ‫س‬ َ
ِ
َ ِ‫ك َقْب َل َم ْوت‬
‫ك‬ َ ِ‫ َو َحيَات‬، ‫ك‬
َ ‫َقْب َل ُش ْغل‬
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: waktu mudamu sebelum masa tuamu,
waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, waktu kayamu sebelum waktu fakirmu, waktu
luangmu sebelum waktu sibukmu, dan waktu hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al-Hakim
dalam Al-Mustadrok, 4: 341. Hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Ghanim bin Qais berkata,

‫ ويِف‬، ‫ك لِ ِكرَبِ َك‬


َ ِ‫ َويِف َشبَاب‬، ‫ك‬
ِ ِ ‫ اِ ْعمل يِف َفر‬، ‫ اِبن آدم‬: ‫ظ يِف َّأو ِل ا ِإلسالَِم‬
َ ‫اغك َقْب َل ُش ْغل‬ ُ ‫اع‬
َ َ َ َ َْ ْ َ ‫ُكنَّا َنَت َو‬
ِ ِ‫ ويِف حيات‬. ‫اك آِل ِخرتِك‬ ِ ِ‫ِص َّحت‬
‫ك‬َ ِ‫ك ل َم ْوت‬
َ َ َ َ َ َ َ َ‫ َويِف ُد ْني‬، ‫ك‬ َ ‫ك ل َمَر ِض‬
َ
“Di awal-awal Islam, kami juga saling menasehati: wahai manusia, beramallah di waktu
senggangmu sebelum datang waktu sibukmu, beramallah di waktu mudamu untuk masa
tuamu, beramallah di kala sehatmu sebelum datang sakitmu, beramallah di dunia untuk
akhiratmu, dan beramallah ketika hidup sebelum datang matimu.” (Disebutkan
dalam Hilyatul Auliya’. Dinukil dari Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 387-388).

Tujuan Hidupmu untuk Ibadah


Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫وما خلَ ْقت اجْلِ َّن واإْلِ نْس إِاَّل لِيعب ُد‬
‫ون‬ ُْ َ َ َ ُ َ ََ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-
Ku.” (QS. Adz- Dzariyat: 56)

Allah Ta’ala berfirman,

‫أَفَ َح ِسْبتُ ْم أَمَّنَا َخلَ ْقنَا ُك ْم َعبَثًا َوأَنَّ ُك ْم إِلَْينَا اَل ُت ْر َجعُو َن‬

“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-
main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mu’minun:
115).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan
hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya?”
(Madaarijus Salikin, 1: 98). Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin,
manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa
diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,

‫ب اإْلِ نْ َسا ُن أَ ْن يُْتَر َك ُس ًدى‬


ُ ‫أَحَيْ َس‬
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa
pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).

Imam Asy-Syafi’I rahimahullah mengatakan,

‫الَ يُ ْؤ َم ُر َوالَ يُْن َهى‬

“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”

Ulama lainnya mengatakan,

‫ب‬
ُ َ‫ب َوالَ يُ َعاق‬
ُ َ‫الَ يُثا‬
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1:
98)

Waktumu yang Sia-Sia Sungguh Derita


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau
bersabda,

‫ِم ْن ُح ْس ِن إِ ْسالَِم الْ َم ْر ِء َت ْر ُكهُ َما الَ َي ْعنِ ِيه‬

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR.
Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al-Fawaid berkata,

ِ ‫اآلخر ِة واملو‬
ِ ِ ِ ْ‫ضاعةَ الوق‬ِ ‫ت اَش ُّد ِمن ِ اِل‬
ِ ُ‫ضاعة‬ِ
‫ك َع ِن‬
َ ُ‫ت َي ْقطَع‬ ْ َ َ ‫ك َع ِن اهلل َوالدَّا ِر‬
َ ُ‫ت َت ْقطَع‬ َ َ َ ‫املوت َ َّن ا‬
ْ َ َ ْ‫الوق‬ َ َ َ‫ا‬
‫الد ْنيَا َواَ ْهلِ َها‬
ُّ

“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu
memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya
memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
 

Kurangi Maksiat Karena Usiamu Terbatas


Karena tak ada satu pun yang yakin, ia bisa hidup terus hingga waktu tua.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu


berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma.
(Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah Syaikh Shalih Alu Syaikh, hlm. 294). Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,

‫ أ َْو َعابُِر َسبِْي ٍل‬, ‫ب‬


ٌ ْ‫َّك َغ ِري‬ ُّ ‫ُك ْن يِف‬
َ ‫الد ْنيَا َكأَن‬
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR.
Bukhari no. 6416)

Apa maksud ibarat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas?

Ath Thibiy mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang


hidup di dunia ini dengan orang asing (al-gharib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan
tempat tinggal. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu
memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal ini berbeda
dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang jauh, di kanan kirinya
terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang membinasakan, dia akan melewati
padang pasir yang menyengsarakan dan juga terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah
tinggal kecuali hanya sebentar sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fath Al-Bari, 18: 224)

Ada juga ibarat lain dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫اح َوَتَر َك َها‬ ٍ


َ ‫ت َش َجَرة مُثَّ َر‬
َ ْ‫استَظَ َّل حَت‬
ْ ‫ب‬ٍ ِ‫الد ْنيَا إِالَّ َكراك‬
َ ُّ ِ‫َما ىِل َو َما ل‬
ُّ ‫لد ْنيَا َما أَنَا ىِف‬

“Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang
berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR.
Tirmidzi no. 2377 dan Ibnu Majah no. 4109, hadits dari ‘Alqamah, dari ‘Abdullah. Al-Hafizh
Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

 
Teman Dekatmu Akan Membuatmu Sengsara atau Selamat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫َح ُد ُك ْم َم ْن خُيَالِ ُل‬ ِِ ِ ِ


َ ‫الْ َمْرءُ َعلَى دي ِن َخليله َف ْلَيْنظُْر أ‬
“Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah
siapa yang akan menjadi teman karib kalian”. (HR. Abu Daud no. 4833, Tirmidzi no. 2378,
Ahmad 2: 344, dari Abu Hurairah. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits
ini hasan).

Imam Al-Ghazali rahimahullah berkata, “Bersahabat dan bergaul dengan orang-orang yang


pelit, akan mengakibatkan kita tertular pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang
zuhud, membuat kita juga ikut zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya
seseorang akan mencocoki teman dekatnya. Bahkan kecocokan dengan teman dekat bisa
terjadi tanpa disadari.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94)

Semoga membuka kesadaran para pemuda lewat tulisan ini.

Nabi Syu’aib ‘alaihis salam pernah berkata,

‫ت‬
ُ ‫استَطَ ْع‬ ْ ِ‫يد إِاَّل اإْل‬
ْ ‫صاَل َح َما‬ ُ ‫إِ ْن أُِر‬
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan.” (QS. Hud: 88)

Hanya Allah yang memberi taufik.

Selesai disusun di Darush Sholihin Panggang, Gunungkidul, 15 Muharram 1437 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

artikel : rumaysho

Anda mungkin juga menyukai