Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

ASKEP KEHILANGAN/BERDUKA
Disusun oleh :
1. Atzexa Tyas Ayunda V.T.P (K.015.019.001 )
2. Luluk Yuliana (K.015.019.002)

STIKES DUTA GAMA KLATEN


TA- 2021/2022

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………….

BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………………………..


A. Kehilangan…………………………………………………………………………….
1. Definisi kehilangan …………………………………………………………………
2. Faktor faktor kehilangan…………………………………………………………….
3.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan taufik dan
hidayahnya sehingga ASKEP BERDUKA/KEHILANGAN ini dapat diselesaikan dengan
kemampuan terbatas dari kami.
Berkat bantuan dan bimbingan serta dorongan yang diberikan oleh berbagai pihak yaitu
Dosen pembimbing dan rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan saran dan petunjuk serta
banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas ini
sehingga dapat juga terlesaikan. Oleh karena itu, kami sepatutnya mengucapkan banyak terima
kasih.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami
memohon maaf serta mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tugas ini dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kami dan
pembaca.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya
unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu
kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih
banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.

Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi
sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari
bentuan kepada orang lain.

Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila


menghadapi kondisi yang demikian.  Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan
perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang
tidak tetap (Suseno, 2004).

Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme
koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan.
Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur
mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak
berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka
akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.

Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami
kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-
kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat
mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).

B. PERMASALAHAN

Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kehilangan dan berduka disfungsional.

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:

1. Tujuan umum
a. Mengetahui konsep kehilangan dan berduka.
b. Mengetahui  asuhan keperawatan pada kehila.ngan dan berduka disfungsional
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
b. Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
c. Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KEHILANGAN
1. Definisi Kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian
tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau
tidak dapat kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:


1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu

3. Tipe Kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:


1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang yang
sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang
berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi
menurun.

4. Jenis-jenis Kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai


Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah
satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.

Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri
atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental,
peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau
menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan,
uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.

Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian
baru.

Kehilangan kehidupan/ meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan
orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda
tentang kematian.

5. Rentang Respon Kehilangan

Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance

1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat,
menangis, gelisah.

2. Fase anger / marah


a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Mara\

h diproyeksikan pada orang lain


c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “ seandainya
saya hati-hati “.

4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya
harus operasi “

B. Berduka

.1  Definisi berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan
adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.

2 Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori
berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional
klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami
kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan
dukungan dalam bentuk empati.

Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan pada
seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau
pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung
cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena


kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan
untuk mengalihkan kehilangan seseorang.

Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

Teori Kubler-Ross

Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku dan
menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a)                Penyangkalan (Denial)


Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai
bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau
“Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

b)               Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif
sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.

c)                Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah
kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.

d)               Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan tersebut.
Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.

e)                Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap
penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada
pengunduran diri atau berputus asa.

Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang
tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya
reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.

Teori Rando

Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:

Penghindaran

Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.

Konfrontasi
Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang-ulang
melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.

Akomodasi pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani
hidup dengan kehidupan mereka.

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA

ENGEL (1964) KUBLER-ROSS MARTOCCHIO RANDO (1991)


(1969) (1985)

Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran

Berkembangnya  kesadaran Marah Yearning and


protest

Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi


disorganization and
despair

Idealization Depresi Identification in


bereavement

Reorganization / the out Penerimaan Reorganization and akomodasi


come restitution

ASKEP BERDUKA DISFUNGSIONAL

Pengkajian

Data yang dapat dikumpulkan adalah:


a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

Diagnosa keperawatan: Berduka disfungsional

Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang dirasakan dimana
individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk suatu periode waktu yang terlalu
lama, atau gejala berduka yang normal menjadi berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang
mengganggu fungsi kehidupan.

Kemungkinan Etiologi (“yang berhubungan dengan”)

Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk individu

Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan multiple yang belum
terselesaikan)

Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan

Tidak adanya antisipasi proses berduka

Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan konsep kehilangan.

Batasan Karakteristik (“dibuktikan dengan”)

Idealisasi kehilangan (konsep)

Mengingkari kehilangan

ü  Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat

ü  Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau

ü  Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-basarkan tidak sesuai dengan
ukuran situasi.

Regresi perkembangan

Gangguan dalam konsentrasi


Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan

Afek yang labil

Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas, libido.

Sasaran/Tujuan

Sasaran jangka pendek

Pasien akan mengekspresikan kemarahan terhadap konsep kehilangan dalam 1 minggu.

Sasaran jangka panjang

Pasien akan mampu menyatakan secara verbal perilaku-perilaku yang berhubungan dengan
tahap-tahap berduka yang normal. Pasien akan mampu mengakui posisinya sendiri dalam proses
berduka sehingga ia mampu dengan langkahnya sendiri terhadap pemecahan masalah.

Intervensi dengan Rasional Tertentu

Tentukan pada tahap berduka mana pasian terfiksasi. Identifikasi perilaku-perilaku yang
berhubungan dengan tahap ini.

Rasional

Pengkajian data dasar yang akurat adalah penting untuk perencanaan keperawatan yang efektif
bagi pasien yang berduka.

Kembangkan hubungan saling percaya dengan pasien. Perlihatkan empati dan perhatian. Jujur
dan tepati semua janji

Rasional

Rasa percaya merupakan dasar unutk suatu kebutuhan yang terapeutik.

Perlihatkan sikap menerima dan membolehkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya


secara terbuka

Rasional

Sikap menerima menunjukkan kepada pasien bahwa anda yakin bahwa ia merupakan seseorang
pribadi yang bermakna. Rasa percaya meningkat.

Dorong pasien untuk mengekspresikan rasa marah. Jangan menjadi defensif jika permulaan
ekspresi kemarahan dipindahkan kepada perawat atau terapis. Bantu pasien untuk
mengeksplorasikan perasaan marah sehingga pasien dapat mengungkapkan secara langsung
kepada objek atau orang/pribadi yang dimaksud.
Rasional

Pengungkapan secara verbal perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam dapat
membantu pasien sampai kepada hubungan dengan persoalan-persoalan yang belum
terpecahkan.

Bantu pasien untuk mengeluarkan kemarahan yang terpendam dengan berpartisipasi dalam
aktivitas-aktivitas motorik kasar (mis, joging, bola voli,dll)

Rasional

Latihan fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk mengeluarkan kemarahan
yang terpendam.

Ajarkan tentang tahap-tahap berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan dengan setiap
tahap. Bantu pasien untuk mengerti bahwa perasaan seperti rasa bersalah dan marah terhadap
konsep kehilangan adalah perasaan yang wajar dan dapat diterima selama proses berduka.

Rasional

Pengetahuan tentang perasaan-perasaan yang wajar yang berhubungan dengan berduka yang
normal dapat menolong mengurangi beberapa perasaan bersalah menyebabkan timbulnya
respon-respon ini.

Dorong pasien untuk meninjau hubungan dengan konsep kehilangan. Dengan dukungan dan
sensitivitas, menunjukkan realita situasi dalam area-area dimana kesalahan presentasi
diekspresikan.

Rasional

Pasien harus menghentikan persepsi idealisnya dan mampu menerima baik aspek positif maupun
negatif dari konsep kehilangan sebelum proses berduka selesai seluruhnya.

Komunikasikan kepada pasien bahwa menangis merupakan hal yang dapat diterima.
Menggunakan sentuhan merupakan hal yang terapeutik dan tepat untuk kebanyakan pasien.

Bantu pasien dalam memecahkan masalahnya sebagai usaha untuk menentukan metoda-metoda
koping yang lebih adaptif terhadap pengalaman kehilangan. Berikan umpan balik positif untuk
identifikasi strategi dan membuat keputusan.

Rasional

Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan mendorong pengulangan perilaku yang
diharapkan.
10.  Dorong pasien untuk menjangkau dukungan spiritual selama waktu ini dalam bentuk apapun
yang diinginkan untuknya. Kaji kebutukan-kebutuhan spiritual pasien dan bantu sesuai
kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang

Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses berduka yang normal dan
perilaku yang berhubungan debgab tiap-tiap tahap.

Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses berduka dan mengekspresikan
perasaan-perasaannya yang berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur.

Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan perilaku-perilaku yang berlebihan
yang berhubungan dengan disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup
sehari-hari secara mandiri.
Kasus :
Kehilangan/Berduka

Ibu M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu perusahaan sebagai
tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami Ibu M meninggal karena kecelakaan.
Sejak kejadian tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum
meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan merasa
gelisah sehingga susah tidur.

A. Pengkajian
1. Pengertian
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-
lain.
2. Data yang didapat
Data Subjektif Data Objektif
 Merasa sedih  Menangis
 Merasa putus asa dan kesepian  Mengingkari kehilangan
 Kesulitan mengekspresikan perasaan  Tidak berminat dalam berinteraksi
 Konsentrasi menurun dengan orang lain
 Merenungkan perasaan bersalah
secara berlebihan
 Adanya perubahan dalam kebiasaan
makan, pola tidur, tingkat aktivitas.
B. Diagnosa
Diagnosa yang dapat ditegakkan dalam kasus ini adalah:
 Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap respon
kehilangan pasangan
 Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa yang akan datang setelah kehilangan
pasangan
 Ketidakberdayaan dalam melakukan peran berhubungan dengan kehilangan dan berduka
 Harga diri rendah berhubungan dengan kehilangan dan berduka

C. Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien. Perlihatkan sikap empati dan perhatian
kepada klien
Rasional: hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar terbinanya
hubungan terapeutik
2. Berikan motivasi pada klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaannya
Rasional: motivasi akan membuat klien lebih terbuka mengenai pikiran dan perasaannya
3. Dengarkan klien dengan penuh empati. Berikan respon dan tidak menghakimi
Rasional:  hal ini menunjukkan rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat
secara emosi. Klien akan merasa aman dan nyaman saat bercerita kepada perawat
4. Libatkan klien dalam aktivitas kelompok sesuai dengan aktivitas yang disenanginya
Rasional: aktivitas fisik memberikan suatu metode yang aman dan efektif untuk
mengeluarkan emosi dan kemarahan yang terpendam.
5. Ajarkan klien mengenai cara meminum obat yang benar.
Rasional: dengan meminum obat sesuai anjuran, klien akan merasa lebih tenang dan
nyaman untuk tidur.
D. Implementasi
1. Sapa klien dengan nama yang disenanginya. Memberikan sentuhan akan menunjukkan
rasa empati klien dan pertahankan kontak mata
2. Dorong klien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaannya
3. Dengarkan segala keluhan klien. Berikan respon dan jangan menghakimi
4. Ajak klien jika ada kegiatan kelompok, terutama kegiatan yang disenanginya
5. Bimbing klien untuk meminum obat sesuai cara yang dianjurkan

E. Evaluasi
1. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
2. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
3. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
4. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
5. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka
(SP 1)

A. Proses keperawatan
1. Kondisi klien
Ibu M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu perusahaan sebagai
tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami Ibu M meninggal karena
kecelakaan. Sejak kejadian tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu mengatakan jika
suaminya belum meninggal. Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan orang
lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap respon kehilangan
pasangan
3. Tujuan khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan klien dapat merasa
aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat
 Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya
 Klien merasa lebih tenang
4. Tindakan keperawatan
 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara mengucapkan salam
terapeutik, memperkenalkan diri perawat sambil berjabat tangan dengan klien
 Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Dengarkan setiap
perkataan klien. Beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi
 Ajarkan klien teknik relaksasi

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M. Saya Rensita, Ibu bisa
memanggil saya suster Rensi. Saya perawat yang dinas pagi ini dari pukul 07.00 sampai
14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya dipanggil
apa?”
- Evaluasi validasi: “Baiklah, bagaimana keadaan Ibu M hari ini?”
- Kontrak: “Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar? Saya rasa 30
menit cukup Bu. Ibu bersedia?”
“Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Baiklah.”

2. Tahap kerja
- “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan Ibu M saat ini?”
- “Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi kondisi sebenarnya
memang suami Ibu telah meninggal. Sabar ya, Bu ”
- “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba Ibu pikir, jika Ibu pulang
ke rumah nanti, Ibu tidak akan bertemu dengan suami Ibu karena beliau memang sudah
meninggal. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima
kenyataan ini.”
- “Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan. Meninggalnya suami
Ibu juga merupakan kehendak-Nya sebagai Maha Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang
pun yang dapat mencegahnya, termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
- “Ibu sudah bisa memahaminya?”
- “Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa mencoba mencari pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ibu. Saya percaya Ibu mempunyai keahlian yang
bisa digunakan. Ibu juga tidak akan hidup sendiri. Ibu masih punya saudara-saudara,
anak-anak dan orang lain yang sayang dan peduli sama Ibu.”
- “Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti teknik relaksasi yang saya
lakukan. Coba sekarang Ibu tarik napas yang dalam, tahan sebentar, kemudian
hembuskan perlahan-lahan.”
- “Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”

3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai
memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?”
(objektif): “Kalau begitu, coba Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu dapatkan dari
perbincangan kita tadi dan coba Ibu ulangi teknik relaksasi yang telah kita lakukan.”
- RTL: “Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu dapat melakukan
teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan kenyataan ini, Ibu
dapat mengingat kembali perbincangan kita hari ini.
- Kontrak yang akan datang: ”Sudah 30 menit ya, Bu. Saya rasa perbincangan kita kali ini
sudah cukup. Besok sekitar jam 09.00 saya akan datang kembali untuk membicarakan
tentang hobi Ibu. Mungkin besok kita bisa berbincang-bincang di taman depan ya
Bu.”“Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya
Bu. Assalamu’alaykum.”
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka
(SP 2)

A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan kedua, Ibu M sudah mulai menunjukkan rasa penerimaan terhadap
kehilangan. Namun, ia masih menarik diri dari lingkungan dan orang-orang sekitarnya. Ia
juga masih melamun dan merasa gelisah sehingga tidurnya tidak nyenyak.
2. Diagnosa keperawatan
Isolasi sosial berhubungan dengan koping individu tidak efektif terhadap respon
kehilangan pasangan
3. Tujuan khusus
Klien tidak menarik diri lagi daan dapat membina hubungan baik kembali dengan
lingkungannya maupun dengan orang-orang di sekitarnya
4. Tindakan keperawatan
 Libatkan klien dalam setiap aktivitas kelompok, terutama aktivitas yang ia sukai
 Berikan klien pujian setiap kali klien melakukan kegiatan dengan benar

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M. Masih ingat dengan saya
Bu? Ya, betul sekali. Saya suster rensi, Bu. Seperti kemarin, pagi ini dari pukul 07.00
sampai 14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa sudah lebih baik dari
kemarin? Bagus kalau begitu”
- Kontrak: “Sesuai janji yang kita sepakati kemarin ya, Bu. Hari ini kita bertemu untuk
membicarakan hobi Ibu di taman depan. Saya rasa 30 menit seperti kemarin cukup ya,
Bu.”

2. Tahap kerja
- “Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang Ibu senangi?”
- “Ternyata Ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua orang bisa bermain voli lho, Bu.”
- “Selain bermain voli, apa Ibu mempunyai hobi yang lain lagi?”
- “Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti suara Ibu bagus. Bisa Ibu menunjukkan
sedikit bakat menyanyi Ibu pada saya?”
- “Wah ternyata Ibu memang berbakat menyanyi, suara Ibu juga cukup bagus.”
- “Ngomong-ngomong tentang hobi Ibu bermain voli, berapa sering Ibu biasanya
bermain voli dalam seminggu?”
- “Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu dalam bermain voli sudah terlatih.”
- “Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata Ibu hebat juga ya dalam
bermain voli. Buktinya, Ibu pernah memenangi lomba voli antarwarga di daerah
rumah Ibu.”
- “Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak bergabung dengan yang lain untuk
bermain voli? Tampaknya di sana banyak orang yang juga ingin bermain voli. Ibu bisa
melakukan hobi Ibu ini bersama-sama dengan yang lain.”
- “Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M. Ibu M juga akan bermain voli bersama-sama. Ibu M ini
jago bermain voli, lho.”
- “Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik yang baik dalam bermain bola voli?”
- “Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.”
- “Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak mampu meluapkannya, Ibu bisa
melakukan kegiatan ini bersama-sama yang lain. Selain itu, kegiatan ini juga dapat
membuat Ibu berhubungan lebih baik dengan yang lainnya dan Ibu tidak merasa
kesepian lagi.”

3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa sudah lebih baik
dibandingkan kemarin?”
(objektif): “Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja manfaat yang dapat Ibu dapatkan
dengan melakukan kegiatan yang Ibu senangi.”
- RTL: “Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain voli saat Ibu sedang merasa emosi.
Atau Ibu dapat melakukan kegiatan ini paling tidak dua kali dalam seminggu.”
- Kontrak yang akan datang: “Nah, waktu kita sudah hampir habis ya Bu. Besok jam
08.00 setelah makan pagi, saya akan kembali lagi untuk mengajarkan Ibu cara
meminum obat dengan benar. Kita ketemu di ruangan Ibu saja, ya? Apa ada yang
ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak, saya permisi dulu ya, Bu.
Assalamu’alaykum.”
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka
(SP 3)

A. Proses keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan ketiga, Ibu M sudah mulai tidak banyak melamun dan mulai membuka
dirinya kepada orang-orang sekitarnya. Ibu M juga mau membalas sapaan ataupun
senyuman jika ada perawat ataupun orang lain yang menyapanya ataupun tersenyum
padanya. Namun, Ibu M mengaku ia masih terbayang akan suaminya saat ia akan tidur.
Hal tersebut membuat Ibu M merasa gelisah, tidur tidak nyenyak, bahkan sulit tidur.
2. Diagnosa keperawatan
Ansietas berhubungan dengan keadaan di masa yang akan datang setelah kehilangan
pasangan
3. Tujuan khusus
 Klien dapat mengetahui aturan yang benar dalam meminum obat
 Ansietas klien berkurang sehingga klien dapat tidur dengan nyenyak
4. Tindakan keperawatan
 Ajarkan klien cara meminum obat dengan benar
 Awasi klien saat minum obat

B. Strategi pelaksanaan
1. Tahap orientasi
- Salam terapeutik: “Assalamu’alaykum, selamat pagi Ibu M.”
- Evaluasi validasi: “Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa semalam Ibu bisa tidur
dengan nyenyak?”
- Kontrak: “Ibu tidak bisa tidur dengan nyenyak ya? Baiklah, sesuai dengan janji kita
yang kemarin, saya akan memberitahu Ibu obat yang harus Ibu minum untuk
mengurangi kecemasan Ibu dan agar Ibu dapat tidur dengan nyenyak. Saya rasa 15
menit saja cukup ya Bu, di kamar ini saja.”
2. Tahap kerja
- “Nah, kita langsung mulai saja ya Bu. Ini ada beberapa macam obat-obatan yang harus
Ibu minum.”
- “Ini obatnya ada dua macam ya Bu. Yang warna putih ini namanya BDZ. Fungsi dari
obat ini agar pikiran Ibu bisa lebih menjadi tenang. Kalau pikiran Ibu tenang, Ibu bisa
tidur dengan nyenyak.”
- “Kemudian, yang warna kuning ini adalah HLP. Ini juga harus Ibu minum agar
perasaan Ibu bisa rileks dan Ibu tidak lagi merasakan cemas yang berlebihan.”
- “Nah Bu, semua obat ini diminum tiga kali sehari ya Bu, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan
jam 7 malam. Masing-masing obat satu butir saja. Obat-obatan ini juga harus
diminum setelah Ibu makan.”
- “Apa Ibu mempunyai keluhan dalam meminum obat?”
- “Ooh, jadi Ibu tidak tahan dengan rasa pahitnya ya? Kalau begitu, setelah Ibu minum
obat Ibu bisa memakan permen agar rasa pahitnya dapat berkurang.”
- “Jika setelah minum obat ini mulut Ibu menjadi terasa kering sekali, Ibu bisa minum
banyak air untuk mengatasinya agar mulut Ibu tidak kering.”
- “Tapi jika ada efek samping yang berlebihan seperti gatal-gatal, pusing, atau mual, Ibu
bisa panggil saya atau perawat lain yang sedang bertugas.”
- “Nah, sebelum ibu meminum obatnya, pastikan dulu ya Bu, obatnya sesuai atau tidak.
Ibu juga jangan lupa perhatikan waktunya agar obat tersebut dapat diminum tepat
waktu.”

3. Tahap terminasi
- Evaluasi: (subjektif): “Apa Ibu sudah mengerti apa saja obat yang harus Ibu minum
dan bagaimana prosedur sebelum meminumnya?”
(objektif): “Bagus. Kalau Ibu sudah mengerti, coba ulangi lagi apa saja obat yang
harus Ibu minum dan apa saja prosedur meminum obatnya.”
- RTL: “Seperti yang sudah saya katakan tadi ya Bu, jika setelah minum obat mulut Ibu
terasa kering, Ibu dapat meminum air yang banyak. Dan kalau Ibu merasa gatal-gatal,
ousing, atau bahkan muntah, Ibu dapat menghubungi saya atau perawat lain yang
sedang bertugas.”
- Kontrak yang akan datang: “Baiklah Bu, nanti jam 14.00 setelah makan siang, saya
akan datanhg kembali untuk memantau perkembangan Ibu. Kita bertemu di ruangan
ini saja ya Bu.”
“Sebelum saya pergi apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah Bu, kalau tidak ada,
saya permisi dulu. Assalamu’alaykum.”
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon
kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya
dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori
kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang  seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang
sangat dikenal, kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan
kehilangan kehidupan/meninggal.

Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran,
marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan
Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk
Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

stikes.fortdekock.ac.id

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

cre : 06 PSIK USK

Anda mungkin juga menyukai