Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
HAK ASASI MANUSIA

Disusun Oleh:

Aldi Renaldi
Farhan Syamsa Ramadhan
Fatur Rahman
M. Ryan Evrizal
Moh Yasin Ismaya

PROGRAM STUDI S1
FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN
UNIVERSITAS MANDIRI SUBANG
Tahun 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “HAK ASASI MANUSIA’’
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak hingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Subang, November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1 Pegertian Hak Asasi Manusia 4
2.2 Tujuan Hak Asasi Manusia 5
2.3 Perkembangan Pemikira Hak Asasi Manusia 6
2.4 Hak Asasi Manusia Pada Tatanan Global dan di Indonesia 12
2.5 Permasalahan dan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia 15
2.6 Lembaga Penegak Hak Asasi Manusia 17
2.7 Kajian Kasus Untuk Hak Asasi Manusia 21
BAB III PENUTUP 25
3.1 Kesimpulan 25
DAFTAR PUSTAKA 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hak asasi manusia (HAM) sebagai gagasan serta kerangka konseptual
tidak lahir secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam Universal Declaration
of Human Right 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses yang cukup
panjang dalam sejarah peradaban manusia. Awal perkembangan HAM dimulai
ketika ditandatangani Magna Charta (1215), oleh Raja Jhon Lacklaand.
kemudian juga penandatanganan Petition of Right pada tahun 1628 oleh Raja
Charles I. Dalam hubungan inilah maka perkembangan hak asasi manusia ini
sangat erat hubungannya dengan perkembangan demokrasi.
Indonesia merupakan negara hukum yang mana di dalam negara
hukum selalu ada pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Semua manusia akan mendapat perlakuan yang sama kedudukannya dalam
hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Termasuk juga hak seorang anak ini
semua telah di atur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28B ayat 2 yang berbunyi “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekersan dan diskriminasi”. Dapat terlihat jelas bahwa di
negara Republik Indonesia dijamin adanya perlindungan hak asasi manusia
berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum dan bukan kemauan seseorang atau
golongan yang menjadi dasar kekuasaan.
Di Indonesia sendiri hak asasi manusia sebenarnya tidak dapat di
pisahkan dengan pandangan filsafat Indonesia yang terkandung dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
(UUD NKRI 1945) yang dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 “Kemerdekaan adalah hak segala
bangsa”. Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya
menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.

1
Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara
individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan
negara. Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian
dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada makalah ditujukan untuk merumuskan
permasalahan yang akan dibahas pada pembahasan dalam makalah. Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah, sebagai berikut :
a. Pengertian Hak Asasi Manusia
b. Tujuan Hak Asasi Manusia
c. Perkembangan Pemikiran HAM
d. HAM pada Tatanan Global dan di Indonesia
e. Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
f. Lembaga Penegak HAM
g. Kajian Kasus unuk Hak Asasi Manusia

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari
dibahasnya pembahasan atas rumusan masalah dalam makalah . Adapun
tujuan penulisan makalah , sebagai berikut :
a. Memahami Pengertian Hak Asasi Manusia

2
b. Memahami Tujuan Hak Asasi Manusia
c. Memahami serta mempelajari Perkembangan Pemikiran HAM
d. Mempelajari atas HAM pada Tatanan Global dan di Indonesia
e. Memahami Permasalahan dan Penegakan HAM di Indonesia
f. Memperlajari Lembaga Penegak HAM
g. Mempelajari serta memahami Kajian Kasus unuk Hak Asasi Manusia

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hak Asasi Manusia


hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodratif dan
fundamental sebagai suatu anugrah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau Negara. Sedangkan dalam UU
tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa pengertian Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum,
Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Hakekat HAM merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi
manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan
tanggung jawab bersama anatara individu, pemerintah (aparatur pemerintah
baik sipil maupun militer) dan Negara.
Pengertian HAM Menurut Para Ahli
Berikut definisi Hak Asasi Manusia berdasarkan pendapat dari beberapa ahli
antara lain akan diterangkan sebagai berikut :
 Menurut Jhon Locke => Hak asasi manusia merupakan hak yang
langsung Tuhan berikan kepada manusia sebagai bentuk hak secara
kodrati. Oleh karena itu tidak ada kekuatan dari dunia ini yang dapat
mencabutnya. HAM mempunyai sifat yang mendasar serta suci.
 Menurut Jan Materson => Jan Materson ialah anggota dari komisi HAM
pada PBB. Menurut beliau HAM ialah hak-hak yang ada di setiap manusia
tanpanya maka manusia mustahil hidup sebagai seorang manusia.
 Menurut Miriam Budiarjo => HAM adalah hak merupakan kepemilikan
setiap orang dari lahir di dunia. Hak ini bersifat universal, karena hak yang

4
dimiliki tanpa adanya sebuah perbedaan. Seperti ras, budaya, suku,
kelamin, dan juga agama.
 Menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto => HAM ialah sebuah hak
yang sifatnya mendasar. Hak yang telah dimiliki manusia sesuai sebagai
kodratnya yang dasarnya tidak dapat dipisahkan sehingga sifat HAM
adalah suci.
Hak asasi manusia berkaitan dengan hak dasar (basic rights) yang
merupakan hak yang menjadi prioritas mutlak dalam masyarakat nasional
maupun internasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia
baik dalam arti material maupun non-material. Hak-hak tersebut antara lain
hak hidup, hak atas keamanan minimum, hak untuk tidak diganggu, bebas dari
perbudakaan dan perhambaan, bebas dari penyiksaan, pengurangan kebebasan
yang tidak berdasar hukum, diskriminasi dan tindakan lain yang mengurangi
martabat manusia.
Hak asasi manusia di Indonesia tertulis dalam UU No. 39 Tahun 1999
yang berbunyi HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.

2.2 Tujuan Hak Asasi Manusia


 Adanya HAM sangat penting karena melindungi hak seseorang untuk
hidup dengan harga diri, yang meliputi hak untuk hidup, hak atas
kebebasan dan keamanan.
 Hidup dengan harga diri berarti bahwa seseorang harus memiliki sesuatu,
seperti tempat yang layak untuk tinggal dan makanan yang cukup.
 Hal itu berarti bahwa seseorang dapat berpartisipasi dalam masyarakat,
untuk menerima pendidikan, bekerja, dan mempraktikkan agama kita,
berbicara dalam bahasa kita sendiri, dan hidup dengan damai.

5
 HAM juga bertujuan untuk melindungi orang dari kekerasan dan
kesewenang-wenangan. HAM mengembangkan saling menghargai antara
manusia.
 HAM mendorong tindakan yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab
untuk menjamin bahwa hak-hak orang lain tidak dilanggar. Misalnya,
setiap orang memiliki hak untuk hidup bebas dari segala bentuk
diskriminasi, tetapi di saat yang sama, setiap orang juga memiliki
tanggung jawab untuk tidak mendiskriminasi orang lain.

2.3 PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan rejim hukum internasional
yang menjadi capaian paling penting dalam sejarah peradaban manusia
modern. Sebagai sebuah teori dan praktik, rejim HAM yang diakui secara
internasional saat ini tidak berdiri di ruang hampa. Alih-alih mewujud
secara langsung dan utuh seperti yang kita lihat sekarang, HAM merupakan
wacana yang terus mengalami evolusi pemikiran sesuai konteks ideologi,
sosial, politik, ekonomi, dan budaya dunia.
Rejim HAM internasional telah mendekonstruksi sifat tradisional
dari hukum internasional. Berbeda dengan hukum internasional yang hanya
mengakui hak-hak negara, rejim HAM internasional mengakui hak-hak
individu dan klaim individu atas hak-hak itu. Dalam hukum internasional
tradisional, suatu negara memegang sepenuhnya kebebasan bertindak dalam
hubungannya dengan warga dan wilayahnya, termasuk domain publik
seperti laut, atmosfir, dan angkasa luar (Mun’im 2006). Kebebasan
semacam ini dikoreksi rejim HAM internasional yang memungkinkan
dilakukannya intervensi oleh rejim HAM internasional terhadap negara
pihak yang melakukan pelanggaran HAM di wilayahnya.

Perkembangan Teoritik dan Konteks Sosial


HAM secara singkat dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang
dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia, dan bukan karena

6
diberikan oleh masyarakat atau hukum positif (Donnely dalam Asplund
2008). Definisi ini telah melalui berbagai pergulatan teoritik dan perubahan
sesuai dengan konteks sosial yang melatar belakanginya. Jika dirunut jauh
ke belakang, sesungguhnya wacana HAM telah hidup bahkan sejak jaman
Yunani Kuno dan Romawi ketika terjadi perdebatan kontroversial yang
menggeser hak objektif dan hak subjektif. Ketika itu sudah dikenal konsep
hak, namun hak ini tidak melekat pada semua orang, melainkan hanya
dimiliki sebagian orang sesuai status, kolektivitas, dan kelas. Magna Carta
pada 1215 kemudian menekankan hak atas kepemilikan melampaui kelas
baron (Freeman 2002).
Tiga Generasi Hak Pemikiran tentang HAM terus berkembang
mengikuti konteks sosial dunia yang terus berubah. Perkembangan ini
secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam kategorisasi hak yang terkenal
sebagai tiga generasi hak. Kategorisasi generasi ini seperti mengikuti slogan
Revolusi Perancis yang terkenal, yaitu: kebebasan, persamaan, dan
persaudaraan. Semangat generasi hak pertama, kebebasan, tercemin dalam
hak-hak sipil dan politik (sipol). Adapun spirit generasi hak kedua,
persamaan, tercemin di dalam hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
Sementara roh generasi hak ketiga, persaudaraan, layaknya tampak pada
hak-hak solidaritas dan kelompok. Bagian berikut menguraikan watak dan
perbedaan ketiga generasi hak tersebut.
1. Generasi Hak Pertama Hak-hak sipil dan politik (Sipol) disebut sebagai
generasi hak pertama. Hak-hak dalam generasi ini di antaranya hak
hidup, keutuhan jasmani, hak kebebasan bergerak, hak suaka dari
penindasan, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir,
beragama dan berkeyakinan, kebebasan untuk berkumpul dan
menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan
sewenang-wenang, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas dari hukum
yang berlaku surut, dan hak mendapatkan proses peradilan yang adil.
Rumpun hak ini disebut juga hak negatif yang mensyaratkan tiadanya
campur tangan negara di dalam perwujudan hak. Negara justru lebih

7
rentan melakukan pelanggaran HAM jika bertindak aktif terkait hak-hak
ini (Asplund 2008, Brown 2002).
2. Generasi Hak Kedua Hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob)
disebut sebagai generasi hak kedua. Hak-hak Ekosob merupakan
kontribusi dari negara -negara sosialis yang menomor satu kan
pemenuhan kesejahteraan warganya (Ishay 2007). Hak-hak yang
termasuk dalam rumpun hak ini antara lain, hak atas pekerjaan dan upah
yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas
kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, dan hak
atas lingkungan yang sehat. Hak ini disebut pula sebagai hak positif yang
mensyaratkan peran aktif negara dalam pemenuhannya. Oleh karena
itulah, hak-hak generasi kedua ini dirumuskan dalam bahasa yang positif:
“hak atas” (“right to”), bukan dalam bahasa negatif: “bebas dari”
(“freedom from”). Pada dasarnya, generasi hak kedua ini merupakan
tuntutan akan persamaan sosial (Asplund 2008, Brown 2002).
3. Generasi Hak Ketiga Rumpun hak generasi ketiga disebut hak-hak
solidaritas. Rumpun hak ini merupakan tuntutan negara-negara
berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang lebih adil.
Hak-hak yang termasuk rumpun ini, antara lain hak atas pembangunan,
hak atas perdamaian, hak atas sumber daya alam sendiri, hak atas
lingkungan hidup yang baik, dan hak atas warisan budaya sendiri.
Hakhak kelompok, seperti imigran, masyarakat hukum adat (indigeneous
people), dan kelompok minoritas harus dilindungi oleh negara. Hak
kelompok ini melahirkan teorisasi ulang atas HAM yang menempatkan
hak kelompok sebagai HAM dalam generasi ketiga hak. Klaim budaya,
tradisi, bahasa, agama, etnisitas, lokalitas, suku bangsa, atau ras menjadi
elemen yang karib dalam proses pemikiran HAM kontemporer (Cowan
2001: 8-11).
Pemikiran HAM Kontemporer
Wacana HAM terus berkembang seiring dengan perkembangan sosial
dunia. Beberapa isu besar yang selama ini dipandang terpisah dari HAM,

8
misalnya globalisasi, bisnis, dan pembangunan, mulai diperhitungkan
sebagai fenomena yang tak terpisahkan dan mengalami proses yang sama
dengan HAM dalam proses perubahan sosial.
Masalah keadilan yang merupakan inti dari hukum alam menjadi
pendorong bagi upaya penghormatan perlindungan harkat dan martabat
kemanusiaan universal. Perkembangan pemikiran HAM dunia bermula
dari :
1. Piagam Madinah
Piagam Madinah (shahifatul madinah / mitsaaqu al-Madiinah)
juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen
yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, yang merupakan suatu
perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-
kaum penting di Yatsrib (kemudian bernama Madinah) di tahun 622.
Dokumen tersebut disusun dengan tujuan utama untuk menghentikan
pertentangan antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu
dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak dan kewajiban bagi kaum
Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah;
sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang
dalam bahasa Arab disebut Ummah. Hak asasi manusia yang terkandung
dalam Piagam Madinah dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu hak untuk
hidup, kebebasan, dan hak mencari kebahagiaan.
a. Hak untuk hidup Pasal 14 mencantumkan larangan pembunuhan
terhadap orang mukmin untuk kepentingan orang kafir dan tidak boleh
membantu orang kafir untuk membunuh orang mukmin. Bahkan pada
pasal 21 memberikan ancaman pidana mati bagi pembunuh kecuali
bila pembunuh tersebut dimaafkan oleh keluarga korban.
b. Kebebasan Dalam konteks ini, kebebasan dapat dibagi menjadi empat
kategori, yaitu:
 Kebebasan mengeluarkan pendapat Musyawarah merupakan salah
satu media yang diatur dalam Islam dalam menyelesaikan perkara

9
yang sekaligus merupakan bentuk penghargaan terhadap kebebasan
mengeluarkan pendapat.
 Kebebasan beragama Kebebasan memeluk agama masing-masing
bagi kaum Yahudi dan kaum Muslim tertera di dalam pasal 25.
 Kebebasan dari kemiskinan Kebebasan ini harus diatasi secara
bersama, tolong menolong serta saling berbuat kebaikan terutama
terhadap kaum yang lemah. Di dalam Konstitusi Madinah upaya
untuk hal ini adalah upaya kolektif bukan usaha individual seperti
dalam pandanagn Barat.
 Kebebasan dari rasa takut Larangan melakukan pembunuhan,
ancaman pidana mati bagi pelaku, keharusan hidup bertetangga
secara rukun dan dami, jaminan keamanan bagi yang akan keluar
dari serta akan tinggal di Madinah merupakan bukti dari kebebasan
ini.
c. Hak mencari kebahagiaan Dalam Piagam Madinah, seperti diulas
sebelumnya, meletakkan nama Allah SWT pada posisi paling atas,
maka makna kebahagiaan itu bukan hanya semata-mata karena
kecukupan materi akan tetapi juga harus berbarengan dengan
ketenangan batin.
2. Magna Charta
Magna carta telah menghilangkan hak absolutisme raja. Sejak itu
dipraktikan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan
mempertanggungjawabkan kebijakan pemerintahannya kepada parlemen
The American Declaration. Deklarasi ini berpandangan bahwa manusia
adalah merdeka sejak didalam perut ibunya, sehingga tidaklah logis bila
sesudah lahir ia harus dibelenggu.
3. The French Declaration
The French Declaration “tidak boleh ada penangkapan dan
penahanan yang semena-mena, termasuk penangkapan tanpa alasan yang
sah dan penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat
yang sah. Dalam kaitan itu berlaku prinsip presumption of innoncent,

10
artinya orang- orang yang ditangkap, kemudian ditahan dan dituduh,
berhak dinyatakan tidak bersalah, sampai ada keputusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah”
4. The Four Freedom
 Generasi pertama Pengertian HAM hanya terpusat pada bidang hukum
dan politik. Focus pemikiran Ham generasi pertama pada bidang
hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia
II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara - Negara yang baru
merdeka untuk menciptakan suatu tertib hukum yang baru.
 Generasi kedua Pemikiran HAM tidak saja menunut hak yuridis
melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya.
 Generasi ketiga Keadilan dan pemenuhan hak asasi haruslah dimulai
sejak mulainya pembangunan itu sendiri, bukan setelah pembangunan
itu selesai. Agaknya pepatah kuno “justice delayed, justice deny” tetap
berlaku untuk kita semua.
 Generasi keempat Pengertian HAM generasi keempat dipelopori oleh
Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan
deklarasi hak asasi manusia yang disebut “Declaration of The Basic
Duties of Asia People and Goverment”. Deklarasi ini lebih maju dari
rumusan ketiga, karena tidak saja mencakup tuntutan structural tetapi
juga berpihak kepada terciptanya tatanan sosial ynag berkeadilan.
Beberapa masalah dalam deklarasi yang terkait dengan HAM dalam
kaitan pembangunan sebagai berikut :
 Pembangunan berdikari
 Perdamaian
 Partisipasi Rakyat
 Hak-hak Berbudaya
 Hak Keadilan Sosial

11
2.4 HAM PADA TATANAN GLOBAL DAN INDONESIA
Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama
mengenai HAM, yaitu:
a. HAM menurut konsep Negara-negara Barat
 Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
 Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, Negara sebagai
coordinator dan pengawas.
 Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
 Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.
b. HAM menurut konsep Sosialis
 Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat.
 Hak asasi manusia tidak ada sebelum Negara ada.
 Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi
menghendaki.
c. HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika
 Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan
kodratnya.
 Masyarakat sebagai keluarga besar dengan penghormatan utama
terhadap kepala keluarga.
 Individu tunduk kepada kepala adat yang merupakan tugas dan
kewajiban anggota masyarakat.
d. HAM menurut konsep PBB
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang
dipimpin oleh Elenor Roosevelt (10 Desember 1948) dan secara resmi
disebut “Universal Declaration of Human Rights”. Di dalamnya
menjelaskan tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan
kebudayaan yang dinikmati manusia di dunia yang mendorong
penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia. Sejak tahun 1957, konsep
HAM tersebut dilengkapi dengan tiga perjanjian, yaitu:
1. Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,

12
2. Perjanjian internasional tentang hak sipil dan politik,
3. Protokol opsional bagi Perjanjian hak sipil dan politik internasional.
Pada Sidang Umum PBB tanggal 16 Desember 1966 ketiga dokumen
tersebut diterima dan diklarifikasi.
Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai :
 Hak untuk hidup.
 kemerdekaan dan keamanan badan.
 hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum.
 hak untuk memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut
hukum.
 hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana seperti
diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang
sah.
 hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara.
 hak untuk mendapat hak milik atas benda.
 hak untuk bebas untuk mengutarakan pikiran dan perasaan.
 hak untuk bebas memeluk agama serta mempunyai dan mengeluarkan
pendapat.
 hak untuk berapat dan berkumpul.
 hak untuk mendapatkan jaminan sosial.
 hak untuk mendapatkan pekerjaan.
 hak untuk berdagang.
 hak untuk mendapatkan pendidikan.
 hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.
 hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada
Pancasila,yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah
bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa

13
pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis - garis yang
telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila.
Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti
melaksanakan dengan sebebas - bebasnya, melainkan harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa
Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak
ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak
orang lain. Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam
melaksanakan hak, kita tidak memperhatikan hak orang lain, maka yang terjadi
adalah benturan hak atau kepentingan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat
dan tidak terpisah dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan
ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusisan, kesejahteraan,
kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Berbagai instrumen hak asasi
manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia, yakni :
 Undang - Undang Dasar 1945.
 Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
 Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu
dapat dibeda -bedakan menjadi sebagai berikut :
1. Hak - hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, dan kebebasan
bergerak.
2. Hak - hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk
memiliki sesuatu, hak untuk membeli dan menjual serta
memanfaatkannya.
3. Hak - hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk
mendirikan partai politik.

14
4. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan ( rights of legal equality).
5. Hak - hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights).
Misalnya hak untuk memilih pendidikan dan hak untuk mengembangkan
kebudayaan.
6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan (procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal
penahanan, penangkapan, penggeledahan, dan peradilan. Secara konkret
untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak
Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat
Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.

2.5 Permasalahan dan Penegakannya HAM di Indonesia


Sejalan dengan amanat Konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa
pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak-
hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hak pembangunan merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan,
pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya (Wirayuda, 2005). Sesuai
dengan pasal 1 (3), pasal 55 dan 56 Piagam PBB upaya pemajuan dan
perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu konsep kerjasama
internasional yang berdasarkan pada prinsip saling menghormati,
kesederajatan, dan hubungan antar negara serta hukum internasional yang
berlaku.
HAM di Indonesia didasarkan pada Konstitusi NKRI, yaitu:
Pembukaan UUD 1945 (alinea I), Pancasila sila ke-4, Batang Tubuh UUD
1945 (pasal 27, 29 dan 30), UU no. 39/1999 tentang HAM dan UU No.
26/2000 tentang Pengadilan HAM. HAM di Indonesia menjamin hak untuk
hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri,
hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan, hak atas rasa aman, hak atas
kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.

15
Program penegakan hukum dan HAM (PP No. 7 tahun 2005) meliputi
pemberantasan korupsi, antiterorisme dan pembasmian penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM
harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten. Kegiatan-
kegiatan pokok meliputi:
a. penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan
Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009.
b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari
2004-2009 sebagai gerakan nasional.
c. peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana
terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya.
d. peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun
lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah dan memberantas korupsi.
e. peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun
lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
f. peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warganegara di
depan hukum melalui keteladanan Kepala Negara dan pimpinan lainnya
untuk mematuhi dan mentaati hukum dan hak asasi manusia secara
konsisten dan konsekuen.
g. penyelenggaraan audit reguler atas seluruh kekayaan pejabat pemerintah dan
pejabat Negara.
h. peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka
mewujudkan proses hukum yang lebih sederhana, cepat, tepat dan dengan
biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
i. peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi
manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika
masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
j. pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses
public, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel.
k. pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan.

16
l. penyelamatan barang bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip
lembaga Negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan
hukum dan HAM.
m. peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas
penegakan hukum dan HAM.
n. pembaharuan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
o. peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan
perjalanan baik ke luar maupun masuk ke wilayah Indonesia.
p. peningkatan fungsi intelejen agar aktivitas terorisme dapat dicegah pada
tahap yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan
ketertiban; serta
q. peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan
peredarannya, meningkatkan penyidikan, penyelidikan, penuntutan serta
menghukum para pengedarnya secara maksimal.

2.6 LEMBAGA – LEMBAGA HAM di INDOONESIA


Sebagai bentuk pengupayaan memberikan perlindungan HAM
kepada masyarakat Indonesia, negara Indonesia membentuk beberapa
lembaga sebagai pelindung HAM seperti Komnas HAM, Komisi Nasional
Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Pengadilan HAM, Lembaga Bantuan
Hukum, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi Perlindungan Anak
Indonesia, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

1. Komnas HAM
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal dengan
sebutan Komnas HAM merupakan lembaga perlindungan HAM di
Indonesia yang berdiri secara mandiri. Artinya, Komnas HAM memiliki
kedudukan setingkat dengan lembaga-lembaga negara lain. Komnas HAM
Indonesia dibentuk pada 7 Juni 1993 melalui Keppres Nomor 50 Tahun
1993 dan keberadaannya diatur pada pasal 75 sampai pasal 99. Sesuai dalam

17
Pasal 75 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM pada
laman Komnas HAM Republik Indonesia memiliki tujuan sebagai berikut :
- Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi
manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
- Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Sebagai lembaga yang berfungsi sebagai lembaga bertugas untuk
mengkaji, meneliti, melakukan penyuluhan, melakukan pemantauan, dan
melakuan mediasi HAM, Komnas HAM memiliki wewenang-wewenang
khusus sebagai berikut :
a. Melakukan perdamaian pada kedua belah pihak yang bermasalah.
b. Menyelesaikan masalah secara konsultasi maupun negosiasi.
c. Menyampaikan rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi
manusia kepada pemerintah dan DPR untuk ditindaklanjuti.
d. Memberi saran kepada pihak yang bermasalah untuk menyelesaikan
sengketa di pengadilan.
2. Komnas Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau lebih
dikenal sebagai Komnas HAM merupakan lembaga independent yang
bergerak pada bidang perlindungan HAM terkhusus perempuan Indonesia.
Dari laman Komnas Perempuan, pembentukan Komnas Perempuan bermula
pada kasus kekerasan terhadap perempuan etnis Tionghoa pada kerusuhan
Mei 1998 di Indonesia. Sehingga, berdasarkan Keputusan Presiden No. 181
Tahun 1998, Komnas Perempuan dibentuk pada 9 Oktober 1998 dan
diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005, dan tumbuh
menjadi salah satu Lembaga Hak Asasi Manusia (LNHAM) berkiprah
kepada kriteria-kritera dikembangan oleh The Paris Principles. Sebagai
bentuk dari penanganan kasus serta perlindungan HAM terhadap
perempuan, Komnas HAM berlandaskan kepada dua tujuan, yaitu:

18
- Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia
perempuan di Indonesia;
- Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk
kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi
perempuan.
Pengadilan HAM Pengadilan Hak Asasi Manusia atau lebih dikenal
sebagai Pengadilan HAM merupakan Pengadilan Khusus di lingkungan
Peradilan Umum. Dari laman DPR Republik Indonesia, Pengadilan HAM
diatur melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000
tentang Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM memiliki wewenang untuk
memeriksa serta memutus perkara pelanggaran hak asasi manuai yang berat.
Pelanggaran HAM berat dalam Pasal 7 dalam UU Pengadilan HAM
termasuk dalam kasus kejahatan genosida dan kasus kejahatan terhadap
kemanusiaan. Selain itu, Pengadilan HAM juga memiliki wewenang dalam
memutus perkara pelanggaran HAM berat yang dilakukan di luar batas
territorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia
sesuai dalam pasal 5 dalam UU Pengadilan HAM. Pengadilan HAM tidak
memiliki wewenang dalam memeriksa serta memutus perkara pelanggaran
HAM berat dilakukan oleh seseorang berumur di bawah 18 tahun saat
kejahatan dilakukan.
3. LBH Jakarta
Melalui laman LBH Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
Jakarta atau dikenal sebagai LBH Jakarta dibentuk ketika dilakukan
penyampaian gagasan yang diadakan pada Kongres Persatuan Advokat
Indonesia (Peradin) ke III tahun 1969. Selanjutnya, gagasan tersebut
mendapat persetujuan oleh Dewan Pimpinan Pusat Peradin melalui Surat
Keputusan Nomor 001/Kep/10/1970 tanggal 26 Oktober 1970 berisikan
tentang penetapan pendirian Lembaga Bantuan Hukum Jakarta dan
Lembaga Pembela Umum yang mulai berlaku tanggal 28 Oktober 1970.
LBH didirikan untuk memberikan bantuan hukum berkaitan dengan

19
kemiskinan di Indonesia serta sebagai yayasan yang memperjuangkan hak
rakyat miskin yang tidak mampu mengakses keadilan (bantuan hukum).
Saat ini, LBH telah berkembang menjadi Yayasan Lembaga Bantuan
Hukum Indonesia (YLBHI) dan memiliki 15 cabang kantor tersebar di
seluruh Indonesia.
4. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Dari laman DPR Republik Indonesia, Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi merupakan lembaga independen yang dibentuk untuk
mengungkapkan kebenaran atas pelanggaran HAM berat serta
melaksanakan rekonsiliasi. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk
beradasarkan beberapa asas, terdiri dari: kemandirian, bebas dan tidak
memihak, kemaslahatan, keadilan, kejujuran, keterbukaan, perdamiaan dan
persatuan bangsa. Melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, memiliki tujuan
pembentukan sebagai berikut: - Menyelesaikan pelanggaran hak asasi
manusia yang berat yang terjadi pada masa lalu di luar pengadilan, guna
mewujudkan perdamaian dan persatuan bangsa; dan - Mewujudkan
rekonsiliasi dan persatuan nasional dalam jiwa saling pengertian.
5. Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau juga biasa disingkat
sebagai Polri merupakan Kepolisian Nasional, seperti diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1997 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, bertujuan untuk menjamin tertib serta tegaknya
hukum di Indonesia. Selain itu, Polri juga memiliki tujuan untuk mencapai
ketentraman masyarakat untuk mencapai keamanan dan ketertiban
masyarakat Indonesia. Melalui laman DPR Republik Indonesia, Polri
berfungsi sebagai pemerintahan negara dalam bidang penegakan hukum,
perlindungan masyarakat, dan pembimbingan masyarakat untuk menjamin
ketertiban dan penegakan hukum di Indonesia.
6. Komisi Nasional Perlindungan Anak

20
Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan
Anak Indonesia Komisi National Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir
berawal dari gerakan nasional perlindungan anak yang sebenarnya telah
dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada era reformasi, tanggung jawab
untuk memberikan perlindungan anak diserahkan kepada masyarakat. Tugas
KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya:
diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan,
kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah
yang lain. KNPA juga yang mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak. Disamping KNPA juga dikenal KPAI
(Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk berdasarkan amanat
pasal 76 UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia bertugas :
a) melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perlindungan anak
b) mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan perlindungan anak.
c) memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden
dalam rangka perlindungan anak.

2.7 KAJAN KASUS HAM


Dihimpun dari berbagai pemberitaan Kompas.com, berikut adalah
beberapa pelanggaran HAM berat yang termasuk dalam 5 berkas Komnas
HAM :
1. Pembunuhan Massal 1965 Pada tahun 2012,
Komnas HAM menyatakan penemuan adanya pelanggaran HAM
berat usai terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965. Adapun
sejumlah kasus yang ditemukan antara lain adalah penganiayaan,
pemerkosaan, pembunuhan, penghilangan paksa, hingga perbudakan.
Kasus ini masih belum ditindaklanjuti kembali di Kejaksaan Agung.

21
Korban dari peristiwa 1965 diperkirakan mencapai 1,5 juta orang di mana
sebagian besar merupakan anggota PKI ataupun ormas yang berafiliasi
dengannya.
2. Peristiwa Talangsari Lampung 1989 Pada Maret 2005, Komnas HAM
membentuk Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM untuk melakukan
penyelidikan terhadap peristiwa Talangsari Lampung tahun 1989.
Kemudian, pada 19 Mei 2005, tim tersebut memperoleh kesimpulan
bahwa ditemukan adanya unsur pelanggaran berat pada peristiwa ini.
Berkas penyelidikan kemudian diserahkan ke Jaksa Agung pada tahun
2006 untuk ditindaklanjuti. Namun, kasus ini belum kunjung tuntas diusut
hingga kini. Dalam peristiwa Talangsari, korban diperkirakan mencapai
803 orang. Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989. Menurut rilis yang
dikeluarkan oleh KontraS, saat itu terjadi penyerbuan ke desa Talangsari
yang dipimpin oleh Danrem Garuda Hitam 043, Kolonel Hendropriyono.
Penyerbuan tersebut dilakukan atas dugaan makar ingin mengganti
Pancasila dengan Al-Qur'an dan Hadits oleh jamaah pengajian Talangsari
yang dimpimpin oleh Warsidi. Akibatnya, sejumlah jama'ah hingga kini
dinyatakan hilang, perkampungan habis dibakar, dan ditutup untuk umum.
Baca juga: Soal Kawin Tangkap di Sumba dan Budaya Kekerasan
terhadap Perempuan.
3. Tragedi Penembakan Mahasiswa Trisakti 1998 Komnas HAM juga telah
melakukan penyelidikan pada tragedi penembakan mahasiswa Trisakti
1998 dan selesai pada Maret 20002. Kasus ini sempat masuk ke Kejaksaan
Agung berkali-kali. Namun, berkali-kali juga berkas kasus ini
dikembalikan. Bahkan, berkas sempat dikatakan hilang pada 13 Maret
2008 oleh Jampidsus Kejaksaan Agung, Kemas Yahya Rahman. Tragedi
penembakan Trisakti ini sendiri diperkirakan menyebabkan korban hingga
685 orang.
4. Kasus Wasior dan Wamena (2001 dan 2003) Kasus Wasior dan Wamena
juga telah diserahkan ke Kejaksaan Agung. Sebelumnya, tim ad hoc Papua
Komnas HAM telah melakukan penyelidikan Pro Justisia yang mencakup

22
Wasior dan Wamena sejak 17 Desember 2003 hingga 31 Juli 2004. Namun
setelah diserahkan ke Kejaksaan Agung, kasus ini sempat ditolak dengan
alasan tidak lengkapnya laporan yang diberikan Komnas HAM. Kasus
Wasior dan Wamena sendiri terjadi pada tahun 2001 dan 2003. Melansir
BBC, pada 13 Juni 2001, terduga aparat Brimob Polda Papua melakukan
penyerbuan kepada warga di Desa Wonoboi, Wasior, Manokwari, Papua.
Tindakan ini dipicu oleh 5 anggota Brimob dan satu orang sipil perusahaan
PT Vatika Papuana Perkasa yang dibunuh. Menurut laporan KontraS,
perusahaan kayu PT VPP dianggap warga mengingkari kesepakatan yang
dibuat masyarakat. Tercatat empat orang tewas, satu orang mengalami
kekerasan seksual, lima hilang, dan 39 disiksa. Sementara, untuk Kasus
Wamena terjadi pada 4 April 2003, saat masyarakat sipil Papua tengah
merayakan Hari Raya Paskah. Masyarakat dikejutkan dengan penyisiran
terhadap 25 kampung. Penyisiran ini dilakukan akibat sekelompok masa
tidak dikenal membobol gudang senjata Markas Kodim 1702/Wamena.
Komnas HAM melaporkan kasus ini menyebabkan 9 orang tewas dan 38
orang luka berat. Selain itu, pemindahan paksa dilakukan terhadap 25
warga kampung dan menyebabkan 42 orang meninggal dunia karena
kelaparan dan 15 orang korban perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang. Baca juga: Mengenang HS Dillon, dari Pejuang HAM
hingga Turban Khasnya yang Ikonik
5. Peristiwa Paniai (2014) Peristiwa Paniai juga masuk ke dalam deretan
kasus HAM yang belum tuntas hingga kini. Menurut KontraS dilansir dari
BBC, kejadian bermula pada 8 Desember 2014 tengah malam. Saat itu,
sebuah mobil hitam dari Enaro menuju kota Madi yang diduga dikendarai
oleh dua oknum anggota TNI, dihentikan tiga remaja warga sipil. Tiga
remaja tersebut menahan mobil karena warga tengah mengetatkan
keamanan jelang natal. Tidak terima ditahan, terduga anggota TNI kembali
ke Markas TNI di Madi Kota dan mengajak beberapa anggota lainnya
kembali ke Togokotu, tempat ketiga remaja menahan mobil mereka
sebelumnya. Mereka pun mengejar ketiga remaja tadi. Keesokan paginya,

23
warga Paniai berkumpul dan meminta aparat bertanggungjawab terhadap
remaja yang dipukul. Namun, sebelum pembicaraan dilakukan, aparat
gabungan TNI dan Polri sudah melakukan penembakan ke warga. Akibat
peristiwa ini, empat orang tewas di tempat, 13 orang terluka dilarikan ke
rumah sakit. Sementara satu orang akhirnya meninggal dalam perawatan di
rumah sakit Mahdi. Baca juga: Mengenal Putra-putra Papua di
Pemerintahan Jokowi (Sumber: Kompas.com/ Nabilla Tashandra, Kristian
Erdianto | Editor: Bayu Galih, Aprillia Ika).

24
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
HAM adalah masalah yang universal. Masalah ini selalu ada selama
manusia ada. Perjuangan HAM di tanah air muncul ketika adanya penindasan
pada masa kolonial pada dasarnya pelecehan terhadap HAM. Munculnya
perjuangan mendapatkan pemerintahan pada dasarnya juga untuk
mendapatkan HAM. HAM mendapatkan kekuatan hukum dalam
pelaksanaannya, baik dalam kerangka hukum internasional maupun nasional.
Bangsa Indonesia mengalami gangguan tentang HAM ini setelah masa
reformasi, dengan adanya Ketetapan MPR RI no.XVII/MPR/1998 tentang
HAM dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2000 tentang HAM serta
perangkat-perangkat hukum lain sebagai aturam oprasional. Adanya
perumusan HAM yang tertuang dalam hukum positif ini diharapkan mampu
mengurangi pelanggaran HAM di tanah air, karena ketentuan hukum ini
mengikat negara atau warna negara. Adanya undang-undang HAM
merupakan upaya preventif mencegah pelanggaran HAM. Namun demikian,
dalam masalah ini kehendak baik dari pemerintah dan masyarakat untuk
menghormati HAM jauh lebih penting.

25
DAFTAR PUSTAKA

https://dosenpintar.com

https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2020/7/13/1480/penegakan-ham-

di-indonesia-belum-mengalami-kemajuan.html

https://tirto.id/apa-saja-lembaga-lembaga-perlindungan-ham-di-indonesia-gjmF

https://www.kompas.com/tren/read/2019/12/10/201100665/5-kasus-ham-yang-

belum-tuntas-dari-peristiwa-trisakti-hingga-paniai?page=all.

Equitas, Zonareferensi

26

Anda mungkin juga menyukai