Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Typhoid fever adalah suatu penyakit infeksi oleh

bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam

penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam typhoid adalah infeksi

sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013).

Typhoid fever ( typhus abdominalis ,enteric fever ) adalah infeksi sistemik

yang disebabkan kuman salmonella enterica, khususnya varian varian

turunanya, yaitu salmonella typhi, Paratyphi A, Paratyphi B, Paratyphi C.

Kuman kuman tersebut menyerang saluran pencernaan, terutama di perut

dan usus halus. Typhoid fever sendiri merupakan penyakit infeksi akut

yang selalu ditemukan di masyarakat (endemik) Indonesia. Penderitanya

juga beragam, mulai dari usia balita, anak- anak, dan dewasa (Suratun dan

Lusianah, 2010).

Berdasarkan pengertian tentang typhoid fever di atas maka penulis

dapat menarik kesimpulan bahwa typhoid fever adalah penyakit yang

disebabkan oleh bakteri yang bernama salmonella typhi yang menyerang

system pencernaan yang masuk melalui makanan atau minuman yang

terkontaminasi (Cahyono, 2010; Elsiver, 2013; Suratun dan Lusianah,

2010).

Asuhan Keperawatan Pada..., ROHMAT HIDAYAT Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
10

B. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah kuman Salmonella typhi, Salmonella

para typhi A, dan Salmonella para typhi B. Wujudnya berupa basil gram

negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga

macam antigen (antigen O, H, dan VI). Dalam serum penderita terdapat zat

(aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada

suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41 ˚C (option 37˚C)

dan pH pertumbuhan 6-8.

Salmonella typhi merupakan basil gram (-) dan bergerak dengan

rambut getar. Transmisi Salmonella typhi kedalam tubuh manusia dapat

melalui (Arif M, 2003) hal –hal berikut.

1. Transmisi oral, melalui makanan yang terkontaminasi kuman

salmonella typhi.

2. Transmisi dari tangan ke mulut, di mana tangan yang tidak higenis yang

mempuyai Slmonella typhi langsung bersentuhan dengan makanan yang

di makan.

3. Transmisi kotoran, di mana kotoran individu yang mempunyai basil

Salmonella typhi kesungai atau sumber air yang digunakan sebagai air

minum yang kemudian langsung di minum tanpa di masak.

Asuhan Keperawatan Pada..., ROHMAT HIDAYAT Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
C. Tanda gejala

Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodroma

( gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas )

1. Perasaan tidak enak badan

2. Nyeri kepala

3. Pusing

4. Diare

5. Anoreksia

6. Batuk

7. Nyeri otot

8. Muncul gejala klinis yang lain

Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen,

biasanya menurun pagi hari, dan meningkat pada sore dan malam

hari. Minggu kedua: demam terus. Minggu ketiga: demam mulai turun

secara berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah

kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi

kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa membesar yang

nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu apatis-

samnolen. Gejala lain ”RESEOLA” (bintik-bintik kemerahan karena

emboli hasil dalam kapiler kulit).


D. Anatomi dan fisiologi

1. Anatomi

2. Fisiologis

Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut

sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi

untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan

energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang

bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses

tersebut dari tubuh.

Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),

kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.


Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar

saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.

1. Rongga Mulut

Secara umum berfungsi untuk menganalisis makanan sebelum

menelan, proses penghancuran makanan secara mekanis oleh gigi,

lidah dan permukaan palatum, lubrikasi oleh sekresi saliva serta

digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak.

a. Mulut

Mulut dibatasi oleh mukosa mulut, pada bagian atap terdapat

palatum dan bagian posterior mulut terdapat uvula yang tergantung

pada palatum.

b. Lidah

Lidah terdiri dari jaringan epitel dan jaringan epitelium lidah

dibasahi oleh sekresi dari kelenjar ludah yang menghasilkan sekresi

berupa air, mukus dan enzim lipase. Enzim ini berfungsi untuk

menguraikan lemah terutama trigleserida sebelum makanan di

telan. Fungsi utama lidah meliputi, proses mekanik dengan cara

menekan, melakukan fungsi dalam proses menelan, analisis

terhadap karakteristik material, suhu dan rasa serta mensekresikan

mukus dan enzim.

c. Kelenjar saliva

Kira-kira 1500 mL saliva disekresikan per hari, pH saliva pada

saat istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0 tetapi selama sekresi
aktif, pH mencapai 8,0. Saliva mengandung 2 enzim yaitu lipase

lingual disekresikan oleh kelenjar pada lidah dan α-amilase yang

disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva. Kelenjar saliva tebagi atas 3,

yaitu kelenjar parotis yang menghasilkan serosa yang mengandung

ptialin. Kelenjar sublingualis yang menghailkan mukus yang

mengandung musin, yaitu glikoprotein yang membasahi makanan

dan melndungi mukosa mulut dan kelenjar submandibularis yang

menghasilkan gabungan dari kelenjar parotis dan sublingualis.

Saliva juga mengandung IgA yang akan menjadi pertahanan

pertama terhadapkuman dan virus.

Fungsi penting saliva antara lain, memudahkan poses menelan,

mempertahankan mulut tetap lembab, bekerja sebagai pelarut

olekul-molekul yang merangsang indra pengecap, membantu

proses bicara dengan memudahkan gerakan bibir dan lidah dan

mempertahankan mulut dan gigi tetap bersih.

d. Gigi

Fungsi gigi adalah sebagai penghancur makanan secara

mekanik. Jenis gigi di sesuaikan dengan jenis makanan yang harus

dihancurkannya dan prosses penghancurannya. Pada gigi seri,

terdapat di bagian depan rongga mulut berfungsi untuk memotong

makanan yang sedikit lunak dan potongan yang dihasilkan oleh

gigi seri masih dalam bentuk potongan yang kasar, nantinya

potongan tersebut akan dihancurkan sehingga menjadi lebih lunak


oleh gigi geraham dengan dibantu oleh saliva sehingga nantinya

dapat memudahkan makanan untuk menuju saluran pencernaan

seterusnya. Gigi taring lebih tajam sehingga difungsikan sebagai

pemotong daging atau makanan lain yang tidak mampu dipotong

oleh gigi seri.

2. Faring

Faring merupakan jalan untuk masuknya material makanan,

cairan dan udara menuju esofagus. Faring berbentuk seperti corong

dengan bagian atasnya melebar dan bagian bawahnya yang sempit

dilanjutkan sabagai esofagus setinggi vertebrata cervicalis keenam.

Bagian dalam faring terdapat 3 bagian yaitu nasofaring,orofaring

dan laringfaring. Nasofaring adalah bagian faring yang

berhubungan ke hidung. Orofaring terletak di belakang cavum oris

dan terbentang dari palatum sampai ke pinggir atas epiglotis.

Sedangkan laringfaring terletak dibelakang pada bagian posterior

laring dan terbentang dari pinggir atas epiglotis sampai pinggir

bawah cartilago cricoidea.

3. Laring

Laring adalah organ yang mempunyai sfingter pelindung

pada pintu masuk jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan

suara. Sfingter pada laring mengatur pergerakan udara dan

makanan sehingga tidak akan bercampur dan memasuki tempat

yang salah atau yang bukan merupakan tempatnya. Sfingter


tersebut meupakan epiglotis. Epiglotis akan menutup jalan masuk

udara saat makanan ingin masuk ke esofagus.

4. Esofagus

Esofagus adalah saluran berotot dengan panjang sekitar 25

cm dan diameter sekitar 2 cm yang berfungsi membawa bolus

makanan dan cairan menuju lambung. Otot esofagus tebal dan

berlemak sehingga moblitas esofagus cukup tinggi. Peristaltik pada

esofagus mendorong makanan dari esofagus memasuki lambung.

Pada bagian bawah esofagus terdapat otot-otot gastroesofagus

(lower esophageal sphincter, LES) secara tonik aktif, tetapi akan

melemas sewaktu menelan. Aktifasi tonik LES antara waktu makan

mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus. Otot polos pada

esofagus lebih menonjol diperbatasan dengan lambung (sfingter

intrinsik). Pada tempat lain, otot rangka melingkari esofagus

(sfrinter ekstrinsik) dan bekerja sebagai keran jepit untuk esofagus.

Sfringte ekstrinsik dan intrinsik akan bekerjasama untuk

memungknkan aliran makanan yang teratur kedalam lambung dan

mencegah refluks isi lambung kembali ke esofagus.

5. Lambung

Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di

bawah diafragma. Dalam keadaan kosong, lambung berbentuk

tabung J dan bila penuh akan tampak seperti buah alpukat.

Lambung terbagi atas fundus, korpus dan pilorus. Kapasitas normal


lambung adalah 1-2 L. Pada saat lambung kosong atau berileksasi,

mukosa masuk ke lipatan yang dinamakan rugae. Rugae yang

merupakan dinding lambung yang berlipat-lipat dan lipatan

tersebut akan menghilang ketika lambung berkontraksi. Sfingter

pada kedua ujung lambung mengatur pengeluarn dan pemasukan

lambung. Sfingter kardia, mengalirkan makanan masuk ke lambung

dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali.

Sedangkan sfingter pilorus akan berelaksasi saat makanan masuk

ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi, sfingter ini akan

mencegah aliran balik isi usus halus ke lambung.

Fisiologi lambung terdiri dari dua fungsi yaitu, fungsi

motorik sebagai proses pergerakan dan fungsi pencernaan yang

dilakukan untuk mensintesis zat makanan, dimana kedua fungsi ini

akan bekerja bersamaam, berikut adalah fisiologi lambung :

a. Fungsi motorik :

1) Reservoir, yaitu menyimpan makanan sampai makanan

tersebut sedkit demi sedikit dicernkan dan bergerak pada

saluran cerna. Menyesuaikan peningkatan volume tanpa

menambah tekanan dan relaksasi reseptif otot polos.

2) Mencampur, yaitu memecahkan makanan menjadi partikel-

partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung

melauli kontraksi otot yang mengeliligi lambung.


3) Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan sfingter

pilorus yang dipengaruhi oleh viskositas, volume,

keasaman, aktivitas osmotik, keadaan fisik, emosi, aktivitas

dan obat-obatan.

b. Fungsi pencernaan :

1) Pencernaan protein, yang dilakukan oleh pepsin dan

sekresi HCl dimulai pada saat tersebut. Pencernaan

kabohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam

lambung sangat kecil.

2) Sistesis dan pelepasan gastrin, hal ini dipengaruhi oleh

protein yang dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi

antrum dan rangsangan vagus.

3) Sekresi faktor intrinsik, yang memungkinkan terjadinya

absorpsi vitamin B2 dari usus halus bagian distal.

4) Sekresi mukus, sekresi ini membentuk selubung yang

melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas

sehigga makanan lebih mudah diangkut.

Sekesi caian lambung memiliki 3 fase yang bekerja selama berjam-jam.

Berikut adalah fase-fase tersebut :

1) Fase sefalik, berfungsi untuk mempersiapkan lambung dari

kedatangan makanan dengan memberikan reaksi terhadap

stimulus lapar, rasa makanan atau stimulus bau dari indra

penghidu. Reaksi lambung pada fase ini dengan meningkatkan


volume lambungdari stimulasi mukus, enzim dan prooduksi

asam, serta pelepasan gastrin oleh sel-sel G dalam durasi yang

relatif singkat.

2) Fase gaster, berfungsi untuk memulai pengeluaran sekresi

dari kimus dan terjadinya permulaan digesti protein oleh pepsin.

Reaksi tersebut terjadi dalam durasi yang agak lama mencapai

3-4 jam. Saat reaksi ini selain terjadi peningkatan produksi asam

dan pepsinogen juga terjadi penigkatan motiltas dan proses

penghancuran material.

3) Fase intestinal, berfungsi untuk mengontrol pengeluaran

kimus ke duodenum dengan durasi yang lama dan menghasilkan

reaksi berupa umpan balik dalam menghambat produksi asam

lambung dan pepsinogen serta pengurangan motilitas lambung.

6. Usus Halus

Bagian awal dar usus halus adalah duodenum atau lebih sering

disebut duodenal cup atau bulb. Pada bagian ligamentum Treitz,

duodenum berubah menjadi jejunum. duodenum mempunyai

panjang sekitar 25 cm dan berhubungan dengan lambung, jejunum

mempunyai panjang sekitar 2,5 m, dimana proses digesti kmmia dan

absorpsi nutrisi terjadi dalam jejunum sedangkan ileum mempunyai

panjang sekitar 3,5 m. Disepanjang usus halus terdapat kelenjar usus

tubular. Diduodenum terdapat kelenjar duodenum asinotubular kecil

yang membentuk kumparan. Disepanjang membran mukosa usus


halus yang diliputi oleh vili. Terdapat 20 sampai 40 vili per

milimeter persegi glukosa. Ujung bebes sel-sel evitel virus dibagi

menjadi mikrovili yang halus dan diseilmuti glikokaliks yang

membentuk brush border. Mukus usus terdiri dari berbagai macam

enzim,seperti disakaridase, peptidase dan enzim lain yang terlibat

dalam penguraian asam nukleat.

Ada 3 jenis kontraksi otot polos pada usus halus antara lain :

a. Peristaltik, yaitu gerakan yang akan mendorong isi usus

(kimus) ke arah usus besar.

b. Kontraksi segmentalis, merupakan kontrasi mirip-cincin

yang muncul dalam interval yang relatif teratur di sepanjang

usus lalu menghilang dan digantikan oleh serangkaian

kontrakisi cincin lain di segmen-segmen diantara kontraksi

sebelumnya. Kontrasi ini mendorong kimus maju mundur

dan meningkatkan pemajanannya dengan pemukaan

mukosa.

c. Kontrasi tonik, merupakan kontraksi yang relatif lama untuk

mengisolasi satu segmen usus dngan segmen lain.

7. Usus Besar (Kolon)

Kolon memiliki diameter yang lebih besar dari usus halus.

Kolon terdiri atas sekum-sekum yang membentuk kantung-kantung

sebagai dinding kolon (haustra). Pada pertengahannya terdapat serat-

serat lapisan otot eksterrnalnya tekumpul menjadi 3 pita longitudinal


yang disebut taenia koli. Bagian ileum yang mengandung katup

ileosekum sedikit menonjol ke arah sekum, sehingga peningkatan

tekanan kolon akan menutupnya sedangkan peningkatan tekanan

ileum akan menyebabkan katup tersebut terbuka. Katup ini akan

secara efektif mencegah refluks isi kolon ke dalam ileum. Dalam

keadaan normal katup in akan tertutup. Namun, setiap gelombang

peristaltik, katup akan terbuka sehingga memungkinkan kimus dari

ileum memasuki sekum. Pada kolon terjadi penyerapan air, natrium

dan mineral lainnya. Kontraksi kerja massa pada kolon akan

mendorong isi kolon dari satu bagian kolon ke bagian lain. Kontraksi

ini juga akan mendorong isi kolon menuju ke rektum. Dari rektum

gerakan zat sisa akan terdorong keluar menuju anus dengan

perenggangan rektum dan kemudian mencetus refleks defekasi.

E. Patofisiologi

Kuman salmonella typhi yang masuk kesaluran gastro intestinal

akan ditelan oleh sel-sel fagosoit ketika masuk melewati mukosa dan

oleh makrofag yang ada di dalam lamina propina. Sebagian dari

salmonella typhi ada yang masuk ke usus halus mengadakan invanigasi

ke jaringan limfoid usus halus (plak peyer) dan jaringan limfoid

mesentrika. Kemudian Salmonella typhi masuk melalui folikel limfatik

dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia

pertama-tama menyerang system retikulo endothelial (RES) yaitu: hati,


limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ di

dalam tubuh antara lain system saraf pusat, ginjal dan jaringan limfa.

Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal,tetapi kadang

begian lain usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi. Pada

mulanya, plakat peyer penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan

tampak seperti infitrat atau hyperplasia di mukosa usus. Pada akhir

minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih

besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plak peyer yang

ada disana. Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi kadang lebih dalam

sampai menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang

menembus serosa. Setelah penderita sembuh, biasanya ulkus membaik

tanpa meninggalkan jaringan parut di fibrosis.

Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi padsa minggu pertama

dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu tubuh

akan naik pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari.

Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam intermitet (suhu

yang tinggi, naik-turun, dan turunnya dapat mancapai normal), di

samping peningkatan suhu tubuh ,juga akan terjadi obstipasi sebagi

akibat motilitas penurunan suhu tubuh, namun hal ini tidak selalu

terjadi dan dapt pula terjadi sebaliknya. Setelah kuman melewati fase

awal intestinal, kemudian masuk kesirkulasi sistemik dengan tanda

peningkatan suhu tubuh yang sangat tinggi dengan tanda tanda infeksi
pada RES seperti nyeri perut kanan atas, splenomegali dan

hepatomegali.

Pada minggu selanjutnya di mana infeksi Intestinal terjadi dengan

tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tingi, tetapi nilainya lebih rendah

dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (demam kontinu),

lidah kotor, tetapi lidah hiperemis, penurunan peristaltik, gangguan

digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan pasien

akan merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus,

perforasi, dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat,

peristaltik usus menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan

kesadaran (Arif Muttaqin, 2003).


F. Pathways

Kuman salmonella typhi Lolos dari


masuk gastrointestinal asam lambung

Malaise, perasaan tidak enak,


bakteri masuk usus halus nyeri abdomen

Perdarahan Inflamasi Komplikasi intestinal:


Pembuluh limfe usus(bag, distal, ileum), peitonitis

Perdarahan(bakterimia primer) Msuk retikulo endothelial


(RES) terutama hati dan
limfa

Inflamasi pada hati dan limfa Empedu Masuk ke aliran darah


(Bakterimia Sekunder)
Rongga usus pada kel.
Limfoid halus Endotoksin

Hepatomegali Pembesaran limfa Terjadi keruasakan sel

Nyeri tekan →Nyeri akut


Splenomegali Merangsang melepas zat
epikogen oleh leukosit

Lase plak peyer


Penurunanmobilitas
usus Memepengaruhi pusat
thermoregulator

Erosi Penurunan peristaltic usus Hipertermi

Konstipasi peningkatan asam lambung

Resiko kekurangan
Volume cairan Anoreksia mual muntah

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Nyeri
Perdarahan massif tubuh

Komplikasi perforsi
dan perdarahan usus
(Nanda, 2015)
G. Pemeriksaan penunjang

Pemerikasaan penunjang pada pasien dengan typhoid adalah pemerikasaan

laboratorium, yang terdiri dari :

1. Pemeriksaan leukosit

Didalam beberpa literatur dinyatakan bahwa typoid terdapat

leukopenia dan limpositosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia

tidak sering di jumpai. Pada kebanyakan kasus typhoid fever,

jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas batas

normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak

ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan

jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa typhoid fever.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada typhoid fever sering kali meningkat tetapi

dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid fever.

3. Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan typhoid fever, tetapi

bila biakan darah negative tidak menutup kemungkinan akan terjadi

typhoid fever. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung

beberapa faktor :

a. Tekhnik Pemeriksaan Laboratorium

hasil pemeriksan satu laboratorium berbeda dengan

laboratorium yang lain, hal ini disebabjkan oleh perbedaan

tekhnik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan


darah yang baik adalah pada saat demam yang tinggi yaitu pada

saat bakterimia berlangsung.

b. Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit

Biakan darah pada Salmonella typhi terutama positif pada

minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu

berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif

kembali.

c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap typhoid fever di masa lampau dapat

menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat

menekan bakterimia sehingga biakan darah negatif.

d. Pengobatan dengan obat anti mikroba

bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat

anti mikroba pertumbuan kuman dalam media biakan terhambat

dan hasil biakan mungkin negatif.

4. Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan anti

bodi (agglutinin). Agglutinin yang spesifik terhadap salmonella

typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat

pada orang yang pernah di vaksinasikan. Antigen yang di gunakan

pada uji widal adalah suspense salmonella yang sudah dimatikan

dan di olah di laboratorium tujuan dari uji widal ini adalah untuk

menentukan adanya agglutinin dalam serum klien yang di sangka


menderita typhoid. Akibat infeksi salmonella typhi, klien membuat

anti bodi atau agglutinin yaitu :

a. Aglutinin O, yang di buat karena rangsangan antigen O (berasal

dari tubuh kuman)

b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal

dari flagel kuman).

c. Aglutinin Vi, yang dibuat dari rangsanaganantigen Vi (berasal

dari simpai kuman).

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit typhoid sampai saat ini di bagi menjadi tiga

bagian (Bambang Setiyohadi, Aru W, Idris Alwi, 2006), yaitu:

1. Istirahat dan perawatan

Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah

komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat

seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan besar akan

membantu mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu

sekali di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang

di pakai. Posisi pasien harus di awasi untuk mencegah terjadinya

dekubitus dan pnemoni ortostarti serta hygiene perorangan tetap, perlu

diperhatikan dan di jaga.

2. Diet dan terapi penunjang

Diet merupakan hal yang paling penting dalam proses penyembuhan

penyakit dengan typhoid fever, karena makanan yang kurang akan


menurunkan keadaan uamum dan gizi penderita akan semakin turun

dan proses penyembuhan akan menjadi lama.dimana lampau penderita

demam typhoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi

bubur kasar dan akhirnaya di beri nasi, yang perubahan diet tersebut

disesuaikan dengan tingkaat kesembuhan pasien. Pemberian bubur

saring tersebut di tunjukan untuk menghindari komplikasi perdarahan

saluran cerna atau peforasi usus. Hal ini disebabka ada pendapat bahwa

usus harus di istirahatkan. beberapa penelitian menunjukan bahwa

pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah

selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan

dengan aman pada penderita typhoid fever.

3. Pemberian antibiotik

a. Klorampenikol

Di Indonesia Klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama

untuk pengobatan demam typhoid. Dosis yang di berikan 4 x 500 mg

perhari dapat diberikan peroral atau intravena, diberikan sampai 7 hari

bebas demam.

b. Tiampenikol

Dosis dan efektifitas tiampenikol pada typhoid fever hampir sama

dengan Klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia

aplastik lebih rendah dari kloram penikol. Dosis 4 x 500 mg di berikan

sampai hari ke 5 dan ke 6 bebas demam.


c. Kotrimoksazol

Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan di berikan selam 2 minggu.

d. Ampisilin dan amoksisilin

Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah di

bandingkan dengan Klorampenikol, dosis diberikan 50-150 mg/kgBB

dan digunakan selama 2 minggu.

e. Seflosporin generasi ke tiga

hingga saat ini golongan seflosporin generasi ke tiga yang terbukti

efekti untuk demam typhoid adalah sefalosforin, dosis yang dianjurkan

adalah 3-4 gram dalam dektrose 100cc diberikan selama ½ jam perinfus

sekali sehari selam 3 hingga 5 hari.

I. Koplikasi

Menurut (Arif Masjoer, 2003), komplikasi demam typhoid dapat di bagi

dalam 2 bagian yaitu :

a. Komplikasi intestinal

1) Perdarahan usus

2) Perforasi usus

3) Ileus paralitik

b. Komplikasi ekstraintestinal

1) Komlikasi kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer

( renjatan, sepsis ), miokarditis, thrombosis, dan trombofebitis.


2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, atau

koagulasi intravaskulardiseminata dan sindrom uremia

hemolitik.

3) Komplikasi paru : Pnemonia, empemia, dan pleuritis.

4) Komplikasi hepar dan kandung kemih : pielonefritis dan

perinefritis.

5) Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan

perinefritis.

6) Komplikasi tulang : osteomielitis, periostisis, spondilitis, dan

arthritis.

7) Komplikasi neuropsikatrik : delirium, meningismus, meningitis,

poluneuritis perifer, sindrom gullain barre, psikosis dan sindrom

katatona.

J. Pengkajian

a. Riwayat keperawatan.

b. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada

malam hari, nyeri kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis,

penurunan kesadaran.

c. Pada pengkajian anak dengan typhoid seperti ditemukan timbulnya

demam yang khas yang berlangsung selama kurang lebih 3 minggu

dan menurun pada pagi hari serta meningkat pada sore dan malam

hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor

ujung dan tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi


pembesaran hati dan limfa, adanya konstipasi dan bahkan bisa terjadi

gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen, adanya

bradikardia, kemungkinan terjadi komplikasi seperti pendarahan pada

usus halus, adanya perforasi usus, peritonitis, peradangan pada

meningen, bronkhopneumonia, dan lain-lain. Pada pemeriksaan

laboratorium dapat ditemukan leukopenia dengan limfositosis relatif,

pada kultur empedu ditemukan kuman pada darah, urin, feses, dan uji

serologis widal menunjukkan kenaikan pada titer antibodi O lebih

besar atau sama dengan 1/200 dan H 1/200.

K. Diagnosa Keperawatan

1) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).

2) Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.

3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dari intake yang tidak adekuat..

4) Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan intake yang tidak

adekuat.

5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan mortilitas traktus

gastrointestinal (penurunan motilitas usus).


L . Intervensi Keperawatan

Diagnosa
NO keperawatan Tujuan/KriteriaHasil/Indikator(NOC) Intervensi (NIC)
1 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan NIC
berhubungan keperawatan selama 2x24 jam masalah Fever treatment
dengan hipertermi teratasi dengan kriteria  Monitor suhu
proses hasil : tubuh
penyakit Risk control  Monitor warna
Indikator Awal Tujuan dan suhu kulit
 Suhu tubuh 2 5  Monitor
dalam rentang tekanan darah
normal ,nadi dan RR
 Nadi dan RR  Monitor
dalam rentang 3 5 penurunan
normal tingkat
 TTV normal 3 5 kesadaran
Keterangan :  Monitor intake
1. Ekstrem dan output
2. Berat  Berikan anti
3. Sedang piretik
4. Ringan
5. Tidak ada

2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan NIC


berhubunga keperawatan selama 2x24 jam Pain
n dengan diharapakan masalah nyeri pasien Management
agen injury teratasi dengan kriteria hasil:  Kaji nyeri
biologis Pain Level, Pain control, Comfort secara
level komprehensif
Indikator Awal Tujuan  Observasi
 Melaporkan 2 5 reaksi non
adanya nyeri verbal dan
 Frekuensi nyeri 2 5 ketidaknyama
2 5 nan
 Pernyataan
 Monitor vital
nyeri
2 5 sign
 Ekspresi nyeri
pada wajah  Gunakan
tekhnik
 Perubahan
2 5 komunikasi
tanda tanda
terpeutik
vital
Keterangan : untuk
1.Ekstrem mengetahui
2.Berat penggalaman
3.Sedang nyeri
 Kaji tipe dan
4.Ringan sumber nyeri
5.Tidak ada un tuk
menentukan
intervensi
 Ajarkan
tentang
tekhnik
nonfarmakolo
gi, nafas
dalam,
relaksasi,
distraksi, dan
kompres
hangat
 Tingkatkan
istsrahat
 Berikan
analgetik
untuk
mengurangi
nyeri
 Kolaborasika
n dengan
dokter jika
ada keluhan
dan tindakan
nyeri tidak
berhasil
3 Ketidakseimb Setelah dilakukan tindakan NIC
angan nutrisi keperawatan selama 2x24 jam Nutrition
kurang dari diharapakan masalah Management
kebutuhan ketidakseimbangan nutrisi pasien  Kaji adanya
tubuh teratasi dengan kriteria hasil: alergi
berhubungan Nutrition Status: food and Fluid makanan
dengan intake intake  Kolaborasi
yang tidak dengan ahli
adekuat gizi untuk
menentukan
jumlah kalori
dan nutrisi
yangdi
butuhkan
pasien
 Anjurkan
untuk
meningkatka
Indikator Awal Tujuan
 Peningkatan 2 5
berat badan
2 5
 Berat badan
ideal sesuai
dengan tinggi
badan 2 5
 Tidak ada
tanda tanda
malnutrisi
 Menunjukan 2 5 n intake fe
peningkatan  Anjurkan
fungsi pasien untuk
pengecapan meningkatka
dari menelan n protein dan
vitamin c
Ajarkan
pasien
bagaimana
membuatt
catatan
makanan
harian
 Monitor
jumlah kalori
dan nutrisi
 Kaji
kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan
Keterangan :
1.Ekstrem
2.Berat
3.Sedang
4.Ringan
5.Tidak ada

Indikator Awal Tujuan


 Mempertahank 2 5
an urin output
sesuai dengan
bb,usia,bj urine
normal,ht
normal
 TTV normal 2 5
 Tidak ada 2 5
tanda-tanda
dehidrasi
4 Resiko Setelah dilakukan tindakan NOC
kekuranaga keperawatan selama 2x24 jam Fluid
n volume diharapakan masalah kekurangan management
cairan volume cairan pasien teratasi dengan  pertahankan
berhubunga kriteria hasil: intake outpit
n dengan Nutritional Status: food and Fluid yang akurat
intake yang intake  Monitor
tidak status hidrasi
adekuat  Monitor
masukan
makann/caira
n dan hitung
intke kalori
harian
 Kolaborasi
pemberian
cairan
 Monitor
status nutrisi
Keterangan :  Dorong
1.Ekstrem masukan oral
2.Berat  Kolaborasi
3.Sedang dengan
4.Ringan dokter
5.Tidak ada
5 Konstipasi Setelah dilakukan tindakan NIC
berhubunga keperawatan selama 2x24 jam Constipation/I
n dengan diharapakan masalah konstipasi pasien mpaction
penurunan teratasi dengan kriteria hasil: Mnagement
mortilitas Bowel elimination  Monitor
traktus Indikator Awal Tujuan tanda dan
gastrointesti  Mempertahank 2 5 gejala
nal an bentuk feses konstipasi
(penurunan lunak setiap 1-  Monitor
mortilitas 3 hari bising usus
usus)  Bebas dari 2 5  Monitor
ketidaknyaman feses:frekuen
an dan si,
konstipasi konsistensi
 Mengindikasi 2 5 dan volume
indicator untuk cairan
mencegah  Konsultasi
konstipasi dengan
Keterangan : dokter
1.Ekstrem tentang
2.Berat penurunan
3.Sedang dan
4.Ringan peningkatan
5.Tidak ada bising usus
 Jelaskan
etiologi dan
rasionalisasik
an tindakan
terhadap
pasien
 Kolaborasi
pemberian
laksatif
 Memantau
bising usus
 Ajarkan
pasien dan
keluarga
untuk diet
tinggi serat

Anda mungkin juga menyukai