Anda di halaman 1dari 45

NAMA : NURADINI

TINGKAT/PRODI : 1A/D3 KEPERAWATAN

REMEDIAL MATA KULIAH PANCASILA (RESUME)

1.SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA


Pancasila merupakan dasar serta landasan ideologi bagi Bangsa Indonesia. Hal itu
berarti setiap nilai yang terkandung dalam Pancasila harus dijadikan dasar hidup
bernegara. Secara etimologis, Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri
dari dua kata, yaitu 'panca' yang berarti lima dan 'syla' yang berarti prinsip atau
alas dasar. Melalui pengertian tersebut, dapat disimpulkan ada lima sila yang
menjadi pedoman bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi,
penting untuk bisa mengatur aspek-aspek dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara yang berlandaskan Pancasila.
Di sisi lain, mungkin tak banyak yang tahu sejarah lahirnya Pancasila. Jadi, pada
saat sidang BPUPKI, agendanya membahas rumusan dasar negara. Sidang
BPUPKI yang pertama dilaksanakan pada 29 Mei-1 Juni 1945. Saat sidang
tersebut, tercetus dasar negara yang diberi nama Pancasila. Pancasila lahir pada 1
Juni 1945. Kondisi tersebut yang menjadikan tanggal 1 Juni ditetapkan sebagai
Hari Lahirnya Pancasila melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016.
Keputusan tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo pada 1 Juni 2016 di
Gedung Merdeka, Bandung. Di balik tercetusnya Pancasila yang menjadi dasar
negara, ada tiga tokoh nasional yang turut andil dalam perumusannya.
Rumusan dasar negara oleh Mohammad Yamin
Tokoh pertama yang mencetuskan dasar negara adalah Mohammad Yamin. Moh.
Yamin merupakan seorang sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli
hukum. Pada tanggal 29 Mei 1945, Moh. Yamin mengusulkan dasar negara secara
lisan dengan isi sebagai berikut:

 Peri kebangsaan
 Peri kemanusiaan
 Peri ketuhanan
 Peri kerakyatan
 Kesejahteraan rakyat

Namun, rumusan tersebut berubah saat Mohammad Yamin menyampaikan dasar


negara secara tertulis. Isi rumusannya ialah:
 Ketuhanan Yang Maha Esa
 Kebangsaan Persatuan Indonesia
 Rasa kemanusiaan yang adil dan berada
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan dasar negara oleh Dr. Soepomo


Tokoh kedua yang mencetuskan dasar negara adalah Dr. Soepomo. Pendapat
terkait rumusan dasar negara dari Dr. Soepomo diungkapkan dalam pidatonya di
sidang BPUPKI pada 31 Mei 1945. Dr. Soepomo mengusulkan dasar negara
dengan isi sebagai berikut:

 Persatuan
 Kekeluargaan
 Keseimbangan lahir dan batin
 Musyawarah
 Keadilan sosial

Dr. Soepomo adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang juga dikenal
sebagai arsitek Undang-undang Dasar 1945, bersama Mohammad Yamin dan
Soekarno.
Rumusan dasar negara oleh Ir. Soekarno
Dalam pidatonya di sidang BPUPKI 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidato
yang berisi gagasan mengenai dasar negara yang terdiri dari:

 Kebangsaan Indonesia
 Internasionalisme atau perikemanusiaan
 Mufakat atau demokrasi
 Kesejahteraan sosial
 Ketuhanan Yang Maha Esa

Tak hanya itu, Soekarno juga mengusulkan tiga dasar negara yang diberi nama
Ekasila, Trisila, dan Pancasila. Di mana akhirnya nama dasar negara yang
terakhir, yakni Pancasila, yang dipilih. Hal itulah yang menjadikan tanggal 1 Juni
sebagai hari lahirnya Pancasila, untuk mengenang Pancasila yang dirumuskan
oleh Soekarno.
Rumusan Pancasila yang sah terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang
diresmikan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Adapun tata urutan dan rumusan
Pancasila yang sah sebagai berikut.
 Ketuhanan Yang Maha Esa.
 Kemanusiaan yang adil dan beradab.
 Persatuan Indonesia.
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT


Filsafat Pancasila adalah penggunaan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara
dan pandangan hidup bernegara. filsafat adalah suatu bidang ilmu yang senantiasa
ada dan menyertai kehidupan manusia. Istilah 'filsafat' secara etimologis
merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang berasal
dari bahasa Yunani filosofia (philosophia).
Sementara itu, pada hakikatnya, Pancasila memiliki sistem nilai yang didapat dari
pengertian nilai-nilai dasar luhur kebudayaan bangsa Indonesia. Dari unsur-unsur
kebudayaan tersebut berakar dan mengalir sehingga membuat secara keseluruhan
menjadi terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Melalui penjelasan
tersebut bisa disimpulkan, Pancasila sebagai suatu produk filsafat yang digunakan
sebagai suatu pandangan hidup.
Filsafat Pancasila juga memiliki fungsi dan peran sebagai pedoman dan pegangan
sikap, tingkah laku serta perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk bangsa Indonesia. Pengertian
Pancasila menurut para ahli, yakni:
IR. Soekarno
Menurut Soekarno, filsafat Pancasila merupakan filsafat asli dari Indonesia yang
diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-
Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam).
Soeharto
Filsafat Pancasila mulai mengalami perubahan, melalui para filsuf yang lahir dari
Depdikbud. Semua elemen Barat disingkirkan dan diganti dengan interpretasi
dalam budaya Indonesia (Pancasila truly Indonesia).
Ruslan Abdulgani
Menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila itu adalah filsafat dari negara yang terlahir
sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.
Notonagoro
Notonagoro mengatakan bahwa filsafat Pancasila memberikan pengetahuan dan
pengertian ilmiah mengenai hakikat Pancasila. Menurutnya, secara ontologi,
kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan untuk mengetahui hakikat dasar
sila-sila yang terkandung di dalam Pancasila.
Fungsi Pancasila sebagai filsafat, yaitu :
 Sebagai Jiwa Bangsa Indonesia
Setiap bangsa di dunia memiliki jiwanya sendiri. Hal ini disebut dengan istilah
Volkgeish, yang berarti 'jiwa bangsa' atau 'jiwa rakyat'. Bagi bangsa Indonesia,
Pancasila adalah jiwa yang telah memainkan peranan penting dalam kehidupan.
 Sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Filsafat Pancasila berfungsi sebagai kepribadian dan ciri khas bangsa Indonesia
serta menjadi ciri pembeda di antara bangsa lain di dunia.
 Sebagai Sumber dari Semua Sumber Hukum
Indonesia adalah negara hukum yang menerapkan hukum secara adil berdasarkan
peraturan yang berlaku. Dalam hal ini, fungsi filsafat Pancasila merupakan
sumber dari seluruh sumber daya hukum di Indonesia. Masing-masing dari sila
yang terkandung dalam Pancasila berfungsi sebagai nilai dasar, sedangkan hukum
adalah nilai instrumental atau keterangan tentang sila Pancasila.
 Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Filsafat Pancasila juga berfungsi sebagai cara hidup dari Indonesia. Dengan kata
lain, Pancasila merupakan pedoman dan instruksi dalam kehidupan sehari-hari.
 Menjadi Falsafah Hidup Bangsa
Filsafat Pancasila memiliki fungsi kesatuan bangsa. Hal ini dikarenakan
pandangan bahwa Pancasila mengandung nilai kepribadian yang paling tepat dan
sesuai dengan bangsa Indonesia. Pancasila juga dianggap sebagai nilai yang
paling bijaksana, paling adil, dan paling tepat untuk menyatukan seluruh rakyat
Indonesia.
 Sebagai Dasar Negara
Filsafat Pancasila berfungsi sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan atau
penyelenggaraan negara. Segala sesuatu yang ada dalam kehidupan bangsa
Indonesia, baik rakyat, pemerintah, wilayah maupun aspek negara lainnya, harus
didasarkan pada Pancasila.
 Memberi Hakikat Kehidupan Bernegara
Filsafat Pancasila memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan mendasar atau
sangat mendasar, seperti sifat kehidupan negara. Dengan filsafat Pancasila, kita
dapat mengetahui sifat kehidupan pedesaan dan semua aspek yang memiliki
hubungan erat dengan kehidupan sosial dan kelangsungan hidup negara.
 Memberi Substansi tentang Hakikat Negara, Ide Negara ,dan Tujuan
Bernegara
Dengan filsafat Pancasila kita dapat menemukan kebenaran yang penting tentang
sifat negara, gagasan negara, dan tujuan negara Indonesia. Hal ini dikarenakan
adanya substansi yang memiliki kebenaran universal bagi bangsa Indonesia
selama berabad-abad.
 Menjadi Perangkat Ilmu Kenegaraan
Fungsi filsafat Pancasila yang terakhir ialah sebagai perangkat ilmu pengetahuan
yang berbeda, khususnya ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kehidupan
negara. Hal ini dapat tercermin dalam berbagai contoh Pancasila sebagai
pengetahuan ilmiah.
Tujuan Pancasila sebagai filsafat, yaitu :

 Untuk menciptakan bangsa yang religius dan patuh kepada Allah yang
Maha kuasa.
 Menjadi bangsa yang menjaga keadilan baik secara sosial maupun
ekonomi.
 Untuk menjadi bangsa yang menghormati hak asasi manusia, untuk dapat
berada dalam kaitannya HAM dengan Pancasila sebagai dasar negara kita.
 Untuk menciptakan sebuah bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi.
 Menjadi negara nasionalis dan cinta tanah air Indonesia.


3.PENGERTIAN PANCASILA SECARA FILSAFAT
Pancasila adalah filsafat bangsa Indonesia yang diperoleh sebagai hasil
perenungan mendalam para tokoh pendiri negara (the founding fathers) ketika
mereka berusaha menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasar negara untuk
di atasnya didirikan negara Republik Indonesia.
Hasil perenungan itu kemudian secara resmi disahkan bersamaan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 sebagai Dasar
Filsafat Negara Republik Indonesia. Kelima dasar atau prinsip yang terdapat
dalam sila-sila Pancasila, juga jelas merupakan satu kesatuan bagian-bagian
sehingga saling berhubungan untuk menyatakan adanya satu tujuan yang hendak
dicapai secara bersama sehingga dapat disebut sebagai sistem.
Berdasarkan pengertian tersebut, Pancasila yang berisi lima sila, yaitu Sila
Ketuhanan yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila
Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, saling berhubungan membentuk satu kesatuan sistem yang dalam
proses bekerjanya saling melengkapi dalam mencapai tujuan. Meskipun setiap sila
pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, memiliki fungsi sendiri-sendiri,
namun memiliki tujuan tertentu yang sama, yaitu mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.
Selanjutnya, Pancasila dapat dipahami sebagai sistem filsafat yang mengandung
pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan diri
sendiri, dengan sesama, dan dengan masyarakat sebagai sebuah bangsa. Beragam
hubungan ini, secara teoretik dimiliki Pancasila. Oleh sebab itu, sebagai sistem
filsafat, Pancasila memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat
lain yang ada di dunia, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme,
komunisme dan lain sebagainya.
Kekhasan nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila berkembang dalam
budaya dan peradaban Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian
bangsa dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai
filsafat Pancasila, baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup
(Weltanschauung) bangsa maupun sebagai jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist)
nasional yang kemudian dijadikan sebagai penanda identitas bagi bangsa
Indonesia dalam menghadapi budaya dan peradaban dunia.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding
fathers Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem (Abdul Gani, 1998). Oleh
karena itu, pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau
pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang
benar, adil, bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian
bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan
bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat
(Kristen), dan Arab (Islam).
Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat
Pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak
hanya bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila
tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of
life atau weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai
kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu
benar-benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas. Melalui
tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status istilah yang
digunakan, isi dan susunan silasila, tata hubungan, serta kedudukannya. Dengan
kata lain, pengungkapan secara ontologis itu dapat memperjelas identitas dan
entitas Pancasila secara filosofis.
Ciri-ciri dasar dalam setiap sila Pancasila mencerminkan sifat-sifat dasar manusia
yang bersifat dwi-tunggal. Ada hubungan yang bersifat dependen antara Pancasila
dengan manusia Indonesia. Artinya, eksistensi, sifat dan kualitas Pancasila amat
bergantung pada manusia Indonesia. Selain ditemukan adanya manusia Indonesia
sebagai pendukung pokok Pancasila, secara ontologis, realitas yang menjadikan
sifat-sifat melekat dan dimiliki Pancasila dapat diungkap sehingga identitas dan
entitas Pancasila itu menjadi sangat jelas. 
Berhubung pengertian Pancasila merupakan kesatuan, menurut Notonagoro
(1983: 32), maka lebih tepat istilah Pancasila dituliskan tidak sebagai dua kata
“Panca Sila”, akan tetapi sebagai satu kata “Pancasila”. Penulisan Pancasila bukan
dua kata melainkan satu kata juga mencerminkan bahwa Pancasila adalah sebuah
sistem bukan dua sistem. Dalam hal ini, nama Pancasila yang menjadi identitas
lima dasar negara Indonesia adalah bukan istilah yang diperkenalkan Soekarno
tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, bukan Pancasila yang ada dalam
kitab Sutasoma, bukan yang ada dalam Piagam Jakarta, melainkan yang ada
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Dasar epistemologis Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan
Pancasila. Demikian juga, eksistensi Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan
penyederhanaan terhadap realitas yang ada dalam masyarakat Indonesia dengan
lingkungan yang heterogen, multikultur, dan multietnik dengan cara menggali
nilai-nilai yang memiliki kemiripan dan kesamaan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia.
Masalah-masalah yang dihadapi menyangkut keinginan untuk mendapatkan
pendidikan, kesejahteraan, perdamaian, dan ketentraman. Pancasila itu lahir
sebagai respon atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat
bangsa Indonesia dan sekaligus merupakan harapan. Diharapkan Pancasila
menjadi cara yang efektif dalam memecahkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh
masyarakat bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki kebenaran korespondensi dari aspek epistemologis sejauh sila-
sila itu secara praktis didukung oleh realitas yang dialami dan dipraktekkan oleh
manusia Indonesia. Pengetahuan Pancasila bersumber pada manusia Indonesia
dan lingkungannya. Pancasila dibangun dan berakar pada manusia Indonesia
beserta seluruh suasana kebatinan yang dimiliki.
Secara lebih khusus, pengetahuan tentang Pancasila yang sila-sila di dalamnya
merupakan abstraksi atas kesamaan nilai-nilai yang ada dan dimiliki oleh
masyarakat yang pluralistik dan heterogen adalah epistemologi sosial. Adapun
epistemologi sosial Pancasila juga dicirikan dengan adanya upaya masyarakat
bangsa Indonesia yang berkeinginan untuk membebaskan diri menjadi bangsa
merdeka, bersatu, berdaulat dan berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta ingin
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi,
Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang,
karena Pancasila bukan nilai yang ada dengan sendirinya (given value) melainkan
nilai yang diciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam
Pancasila hanya bisa dimengerti dengan mengenal manusia Indonesia dan latar
belakangnya.
Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau instrumental.
Nilai intrinsik Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli milik bangsa
Indonesia dan nilai yang diambil dari budaya luar Indonesia, baik yang diserap
pada saat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi, masa imperialis,
maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawan Soekarno, Muhammad Hatta,
Ki Hajar Dewantara, dan para pejuang kemerdekaan lainnya yang mengambil
nilai-nilai modern saat belajar ke negara Belanda.
Kekhasan nilai yang melekat dalam Pancasila sebagai nilai intrinsik terletak pada
diakuinya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
sosial sebagai satu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia dari
negara lain. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan memiliki sifat umum universal. Karena sifatnya yang universal, maka
nilai-nilai itu tidak hanya milik manusia Indonesia, melainkan manusia seluruh
dunia.
Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi arah
bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya
menyesuaikan dengan sifat- sifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebagai nilai instrumental, Pancasila
tidak hanya mencerminkan identitas manusia Indonesia, melainkan juga berfungsi
sebagai cara (mean) dalam mencapai tujuan, bahwa dalam mewujudkan cita-cita
negara bangsa, Indonesia menggunakan cara-cara yang berketuhanan,
berketuhanan yang adil dan beradab, berpersatuan, berkerakyatan yang
menghargai musyawarah dalam mencapai mufakat, dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

4.Nilai-Nilai Pancasila Menjadi Dasar dan Arah Keseimbangan Antara Hak


dan Kewajiban Asasi Manusia
Pancasila secara umum dipahami mengandung arti lima dasar. Kelima dasar ini
adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada
bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin
yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Pengakuan atas eksistensi Pancasila ini bersifat imperatif atau memaksa. Artinya,
siapa saja yang berada di wilayah NKRI, harus menghormati Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan
masyarakat dan negara Republik Indonesia.
Di sisi lain ada HAM, yaitu hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal
dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
Menurut Oemar Seno Aji (1966), HAM adalah hak yang melekat pada diri
manusia sebagai insan ciptaan Allah SWT, sepeti hak hidup, keselamatan,
kebebasan dan kesamaaan sifatnya tidak boleh dilangar oleh siapapun dan seolah-
olah merupakan holy area. Sementara itu, menurut Kuncoro (1976), HAM adalah
hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya dan tidak dapat dipisahkan dari
hakikatnya. G.J.Wollhof menambahkan, “HAM adalah sejumlah hak yang berakat
pada tabi’at setiap pribadi manusia, dan tidak dapat dicabut oleh siapapun.”
HAM dalam Pancasila sesunguhnya telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD
1945 yang kemudian diperinci di dalam batang tubuhnya yang merupakan hukum
dasar, hukum yang konstitusional dan fundamental bagi negara Republik
Indonesia. Perumusan alinea pertama Pembukaan UUD membuktikan adanya
pengakuan HAM ini secara universal. Ditegaskan di awal Pembukaan UUD itu
tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia. Oleh sebab
itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dasar-dasar HAM tertuang dalam UUD 1945 Republik Indonesia selanjutnya
dapat ditemukan dalam sejumlah pasal Batang Tubuh UUD:

 Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam


hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya”
 Pasal 28: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang”
 Pasal 29 ayat (2): “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu”
 Pasal 30 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pembelaan negara”
 Pasal 31 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.

Hubungan antara Pancasila dan HAM di Indonesia dapat dijabarkan sebagai


berikut:
 Sila Ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk
memeluk agama , melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan
agama. Sila tersebut mengamanatkan bahwa setiap warga negara bebas
untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing. Hal ini selaras
dengan Deklarasi Universal tentang HAM (Pasal 2) yang
mencantumkan perlindungan terhadap HAM
 Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga
negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban
dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan
undang-undang. Sila Kedua, mengamanatkan adanya persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia
sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 Deklarasi HAM PBB yang
melarang adanya diskriminasi.
 Sila Persatuan Indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara
warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan,
hal ini sesuai dengan prinsip HAM Pasal 1 bahwa Semua orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka
dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain
dalam persaudaraan.
 Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan
pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis.
Menghargai hak setiap warga negara untuk bermusyawarah mufakat yang
dilakukan tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun intervensi yang
membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat. Inti dari sila ini adalah
musyawarah dan mufakat dalam setiap penyelesaian masalah dan
pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan untuk
mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat mengganggu
kebebasan orang lain. Hal ini sesuai pula dengan Deklarasi HAM.
 Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengakui hak milik
perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi
kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. Asas keadilan dalam
HAM tercermin dalam sila ini, dimana keadilan disini ditujukan bagi
kepentingan umum tidak ada pembedaan atau diskriminasi antar individu.

Pemahaman HAM Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di
masyarakat berlangsung sudah cukup lama. Bagir Manan pada bukunya
“Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia” ( 2001 ) membagi
perkembangan HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu: (1) periode sebelum
Kemerdekaan dan (2) periode setelah Kemerdekaan.
Periode Sebelum Kemerdekaan. Pada periode ini ada beberapa upaya menuju
diraihnya HAM seperti:
Periode ini diisi dengan Boedi Oetomo, yang telah memperlihatkan adanya
kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat kepada pemerintah colonial.
Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib
sendiri.
Sarekat Islam, yang menekankan pada upaya untuk memperoleh penghidupan
yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial. Dan ada beberapa
organisasi lain yang bergerak dengan prinsip HAM seperti Partai Nasional
Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan. Pemikiran
tentang HAM pada periode ini juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI
antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi
dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di
muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk
memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Periode Setelah Kemerdekaan. Pemikiran HAM pada periode ini adalah dalam
upaya pembelaan hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui
organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan
pendapat terutama di parlemen. Periode ini ditandai dengan adanya semangat kuat
untuk menegakkan HAM, walaupun pada sekitar awal tahun 1970-an sampai
periode akhir 1980-an penegakan HAM mengalami kemunduran, Pemerintah
pada periode Orde Baru bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari
produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Desakan bagi negara
untuk makin menghormati HAM direspons dengan kelahiran Komisi Nasional
HAM, yang pada tahap-tahap awal pembentukannya menuai keraguan, namun
ternyata cukup mendatangkan optimisme. Pada periode 1998 dan setelahnya,
dengan pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 terlihat dampak yang
sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia, misalnya
dengan dilakukannya amandemen UUD 45 dan beberapa peraturan perundang–
undangan yang ada

Apabila HAM ini diklasifikasi, maka terdapat beberapa kelompok hak sebagai


berikut:

 Hak-hak pribadi (personal rights) meliputi kebebasan menyatakn


pendapat,kebebasan memeluk agama.
 Hak-hak ekonomi (property rights) hak untuk memiliki sesuatu, membeli
atau menjual serta memanfaatkannya.
 Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan
pemerintahan (rights of legal equality).
 Hak-hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan.
 Hak-hak asasi sosial dan budaya (social and cultural rights) misalnya hak
untuk memilih pendidikan.
 Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan
perlindungan, peraturan dalam hal penangkapan (procedural rights).
5.PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Pengertian Pancasila Sebagai Sistem Etika
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana kita dan mengapa
kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan suatu cabang dari
ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Sebagai cabang falsafah, etika membahas
sistem-sistem pemikiran yang mendasar tentang ajaran dan pandangan moral.
Etika sebagai ilmu dibagi dua yaitu:
Etika umum, membahas prinsip-prinsip umum yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia. Tetapi pada prinsipnya etika umum membicarakan asas-asas dari
tindakan dan perbuatan manusia, serta sistem nilai apa yang terkandung di
dalamnya.
Etika khusus, dibagi menjadi dua yaitu etika individual dan etika sosial.
Etika indvidual, membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan
dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta panggilan nuraninya,
kewajibannya dan tanggung jawabnya terhadap Tuhannya.
Etika sosial, membahas kewajiban serta norma-norma social yang seharusnya
dipatuhi dalam hubungan sesama manusia, masyarakat, bangsa dan negara. Etika
sosial meliputi cabang-cabang etika yang lebih khusus lagi seperti etika keluarga,
etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran,
etika jurnalistik, etika seksual dan etika politik. Etika politik sebagai cabang dari
etika sosial dengan demikian membahas kewajiban dan norma-norma dalam
kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu masyarakat kenegaraan
(yang menganut system politik tertentu) berhubungan secara politik dengan orang
atau kelompok masyarakat lain.

Pemahaman Konsep Dan Teori Etika


Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat
istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang kebiasaan
manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda yang
menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Bagi ahli
falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas. Dalam mengkaji
masalah, etika terdiri dari 2 teori :
 Teori Konsekuensialis
Kelompok teori yang konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku
mausia atau benar tidaknya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau
akibatnya. Yakni dilihat dari apakah perbuatan atau tindakan itu secara
keseluruhan membawa akibat baik lebih banyak daripada akibat buruknya atau
sebaliknya. Yang termasuk kedalam kelompok konsekuensalis dan teleologis
adalah teoori egoisme, eudaimonisme, dan utilarisme.
 Teori Non Konsekuensialis
Teori ini menilai baik buruknya perbuatan atau benar salahnya tindakan tanpa
melihat konsekuensi atau akibatnya, melainkan dengan hokum atau standar moral.
Teori ini juga disebut dengan etika deontologist karena menekankan konsep
kewajiban moral yang wajib ditaati manusia.

Aliran-Aliran Besar Etika   


 Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruknya. Tokoh yang
mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Ukuran kebaikan
dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras dan otonomi
bebas. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan baik dan kerja keras dan
sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan yang baik adalah
didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.
 Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik
buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan
itu.Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara motor tidak
dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan.
etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
a. Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan
yang berakibat baik untuk pelakunya.
b. Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung
bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik
apabila mendatangkan manfaat yang besar bagi banyak orang. Etika
utilitarianisme ini menjawab pertanyaan etika egoisme, bahwa
kemanfaatan banyak oranglah yang lebih diutamakan. Kemanfaatan diri
diperbolehkan sewajarnya, karena kemanfaatan itu harus dibagi kepada
yang lain.

 .Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan
pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.Karakter moral ini dibangun
dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya.
Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka
tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan
menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan
benturan sosial.

 Etika Pancasila
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan
aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan
pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar
tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk
pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan.

6.PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK


Pengertian politik berasal dari kata “Politics”, yang memiliki makna bermacam –
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkutproses
penentuan tujuan – tujuan.
Etika politik adalah cabang dari filsafat politik yang membicarakan perilaku atau
perbuatan-perbuatan politik untuk dinilai dari segi baik atau buruknya. Filsafat
politik adalah seperangkat keyakinan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang
dibela dan diperjuangkan oleh para penganutnya, seperti komunisme dan
demokrasi.
Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan
subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan
erat dengan bidang pembahasan moral.hal ini berdasarkan kenyataan bahwa
pengertian moral senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika.
Maka kewajiban moral dibedakan dengan pengertian kewajiban-kewajiban
lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia sebagai manusia,
walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun negara etika
politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini
lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan
kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya
berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa
berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral.
Tujuan etika politik adalah mengarahkan kehidupan politik yang lebih baik, baik
bersama dan untuk orang lain, dalam rangka membangun institusi-institusi politik
yang adil. Etika politik membantu untuk menganalisa korelasi antara tindakan
individual, tindakan kolektif, dan struktur-struktur politik yang ada. Penekanan
adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir
menjadi hanya sekadar etika individual perilaku individu dalam bernegara.
Nilai-nilai Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik. Dalam pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam Negara
dijalankan sesuai dengan:
 Legitimasi hukum
Legitimasi hukum yaitu prinsip yang menunjukkan penerimaan keputusan
pemimpin pemerintah dan pejabat oleh (sebagian besar) publik atas dasar bahwa
perolehan para pemimpin ‘dan pelaksanaan kekuasaan telah sesuai dengan
prosedur yang berlaku pada masyarakat umum dan nilai-nilai politik atau moral.
 Legitimasi demokratis
 Legitimasi moral
Etika merupakan suatu pemikiran kritis yang mendasar  tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral. Pengertian etika politik dijelaskan pada bahwa etika
politik ialah filsafat moral tentang dimensi politis kehidupan manusia. (Magnis, et
al, 2001: 8)
Akhir – akhir ini banyak dibicarakan tentang etika politik. Namun, apa yang
dikatakan tidak etis, sesungguhnya masih sulit dipahami bersama. Tidak saja di
kalangan orang awam, bahkan kalangan pemimpin bangsapun belum sama
didalam memahami masalah etika politik ini. Contoh di sekitar sidang Pansus
Panitia Hak Angket, yang dikritik sebagai bukan contoh etika yang baik karena
pada jalannya sidang pansus panitia hak angket tersebut dapat diketahui bahwa
tidak ada gunanya dibentuk, karena nyata-nyata mereka hanya membawakan
kepentingan partai masing-masing baik yang berusaha memberi kesan buruk
kepada pemerintah ataupun yang berusaha mendukung pemerintahan berbasis
partainya.
Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di
negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk
beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian
yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar, Setiap sila pada dasarnya
merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan. Maka bisa dikatakan bahwa fungsi pancasila sebagai etika itu
sangatlah penting agar masyarakat harus bisa memilih dan menentukan calon
yang akan menjabat dan menjadi pimpinan mayarakat dalam demokrasi liberal
memberikan hak kepada rakyat untuk secara langsung memilih pejabat dan
pemimpin tinggi (nasional, provinsi, kabupaten/kota) untuk mewujudkan harapan
rakyat … ! dengan biaya tinggi serta adanya konflik horizontal. Sesungguhnya,
dalam era reformasi yang memuja kebebasan atas nama demokrasi dan HAM,
ternyata ekonomi rakyat makin terancam oleh kekuasaan neoimperialisme melalui
ekonomi liberal.
7.PENGERTIAN NILAI MORAL DAN NORMA

 Nilai (value)
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong
dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai berperan sebagai
pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati
nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan.
 Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusial. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan
dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia.
 Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral,
religi, dan sosial. Norma terdiri dari norma agama, norma filsafat, norma
kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk
dipatuhi karena adanya sanksi. Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat
antara lain :
a. Norma agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber- sumber pada
agama.
b. Norma kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati
nurani, moral atau filsafat hidup.
c. Norma hukum adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan
bersumber pada UU suatu Negara tertentu.
d. Norma sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan
antara manusia dalam masyarakat.
Hubungan Nilai, Norma, Dan Moral
Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang
cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan
antarnya dapat diringkas sebagai berikut :
Nilai: kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan
batin).
- Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati
oleh manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala
sesuatu pertimbangan batiniah manusia
- Nilai dapat juga bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan bersifat
obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepasd arti penilaian manusia
Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Norma hukum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat
dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak
hukum. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Makna
moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap
dan -tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Moral dan etika sangat erat hubungannya. Keterkaitan nilai, norma dan moral
merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetapterpelihara di setiap waktu pada
hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak di garis bawahi bila seorang
individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki pondasi yang kuat tumbuh
dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun
sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih
obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas
sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan
norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu
amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan
antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan
maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu
dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
8.PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
A.Pengertian Ketahanan Nasional
Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang
berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan,
Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan
dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung
ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara.

B. Ciri-Ciri Ketahanan Nasional


Ciri – Ciri Ketahanan Nasional Merupakan kondisi sebagai prasyarat utama bagi
negara berkembang. Difokuskan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan
mengembangkan kehidupan. Tidak hanya untuk pertahanan, tetapi juga untuk
menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik
yang datang dari luar maupun dari dalam, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Di dasarkan pada metode astagrata; seluruh aspek kehidupan nasional tercermin
dalam sistematika astagarata yang terdiri atas 3 aspek alamiah (trigatra) yang
meliputi geografi, kekayaan alam, dan kependudukan dan lima aspek sosial
(pancagatra) yang meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan. Berpedoman pada wawasan nasional; Wawasan nusantara
merupakan cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya
berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Wawasan nusantara juga
merupakan sumber utama dan landasan yang kuat dalam menyelenggarakan
kehidupan nasional sehingga wawasan nusantara dapat disebut sebagai wawasan
nasional dan merupakan landasan ketahanan nasional.
C.Asas-Asas Ketahanan Nasional
Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan keamanan dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan  dan
merupakan kebutuhan manusia yang mendasar dan esensial, baik sebagai
perorangan maupun kelompok  dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara
 Asas komprehensif intergral atau menyeluruh terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa secara
utuh menyeluruh dan terpadu dalam bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan 
yang seimbang, serasi dan selaras  dari seluruh aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, ketahanan nasional mencakup
ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh dan terpadu
(komprehensif integral)
 Asas mawas ke dalam dan mawas ke luar
Sistem kehidupan nasional merupakan perpaduan  segenap aspek kehidupan
bangsa yang saling berinteraksi. Disamping itu, sistem kehidupan nasional juga
berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya. Dalam prosesnya dapat timbul
berbagai dampak  baik yang bersifat positif maupun negatif. Untuk itu diperlukan
sikap mawas ke dalam dan  ke luar.
 Mawas ke dalam
Mawas ke dalam  bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat dan kondisi kehidupan
nasional itu sendiri berdasarkan nilai-nilai kemandirian yang proporsional untuk
meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa yang ulet dan tangguh. Hal itu
tidak berarti bahwa ketahanan nasional mengandung sikap isolasi dan atau
nasionalisme sempit (chauvinisme).
 Mawas ke luar
Mawas ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan ikut berperan serta
menghadapi dan mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri, serta
menerima kenyataan adanya saling interaksi dan ketergantungan dengan dunia
internasional. Untuk menjamin kepentingan nasional, kehidupan nasional harus
mampu mengembangkan kekuatan nasional, agar memberikan dampak keluar
dalam bentuk daya tangkal dan daya tawar.
 Asas kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, kesamaan,
gotong-royong, tenggang rasa dan tanggung jawab  dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam asas ini diakui adanya perbedaan
yang harus dikembangkan secara serasi dalam hubungan kemitraan serta dijaga
agar tidak berkembang menjadi konflik yang bersifat antagonistik yang saling
menghancurkan.

D.Sifat Ketahanan Nasional Indonesia


1.Mandiri
Ketahanan nasional bersifat percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri
dengan keuletan dan ketangguhan yang mengandung prinsip tidak mudah
menyerah serta bertumpu pada identitas , integritas dan kepribadian bangsa.
Kemandirian (independent) ini merupakan prasyarat untuk menjalin kerjasama
yang saling menguntungkan  dalam perkembangan global (interdependent).
2.Dinamis
Ketahanan nasional tidaklah tetap melainkan dapat meningkat dan atau menurun
tergantung pada situasi dan kondisi bangsa dan negara serta kondisi lingkungan
strategisnya. Hal ini sesuai dengan hakikat dan pengertian bahwa segala  sesuatu
di dunia ini senantiasa berubah dan perubahan itu senantiasa berubah pula. Oleh
karena itu, upaya peningkatan ketahanan nasional harus selalu diorientasikan ke
masa depan dan dinamikanya diarahkan untuk pencapaian kondisi kehidupan
nasional yang lebih baik.
3.Wibawa
Keberhasilan pembinaan  ketahanan nasional Indonesia secara  berlanjut dan
berkesinambungan akan meningkatkan  kemampuan dan kekuatan bangsa yang
dapat menjadi faktor yang diperhatikan pihak lain. Makin tinggi tingkat ketahanan
nasional Indonesia makin tinggi pula nilai kewibawaan  nasonal yang berarti
makin  tinggi tingkat daya tangkal yang dimiliki bangsa dan negara Indoesia.
4.Konsultasi dan kerjasama
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif
dan antagonistis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata tetapi
lebih pada sikap konsultatif dan kerjasama serta saling menghargai dengan
mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa.

E.Aspek-Aspek Astragatra Dalam Ketahanan Nasional


Aspek Alamiah (tri-gatra) Aspek alamiah ketahanan nasional terdiri dari:
A. Letak Geografis Negara
 Gatra Geografi
Sebagai Negara Kepulauan dengan laut pedalaman yang luas.
Secara Geografis berada pada posisi silang. Berperan dalam persoalan global
positif maupun negatif.
Topografi
Banyak pulau
Perbandingan luas wilayah darat:laut = 2:3
Berbatasan dengan banyak negara

B. Kekayaan Alam
 Gatra Kekayaan Alam
Menurut Jenisnya:
Hewani, Nabati, Mineral, Tanah, Udara, Potensi ruang angkasa, Energi alami air
dan lautan
Menurut Sifatnya:
Dapat diperbarui, tidak dapat diperbarui, dan tetap.

Keadaan dan kemampuan penduduk


 Gatra Kependudukan
Komposisi penduduk
Jumlah penduduk berubah-ubah dan terus bertambah.
Susunan penduduk, pendekatan umur, kelamin, agama, suku, tingkat pendidikan
yang berbeda-beda dan diperlukan untuk memperkuat kondisi ketahanan nasional.
Persebaran
Persebaran tidak merata, banyak di Pulau Jawa, Sumatera, dan Bali.
Kualitas

 Faktor fisik: kesehatan, gizi, dan kebugaran.


 Faktor nonfisik: mentalitas dan intelektualitas.

2. Aspek sosial (panca-gatra) Aspek sosial ketahanan nasional terdiri dari:

 Ideologi.
 Politik.
 Ekonomi.
 Sosial budaya.
 Pertahanan dan keamanan.

9. Penerapan Pancasila dalam Praktik Analis Kesehatan


Penerapan Sila-sila Pancasila dalam Keperawatan

 Ketuhanan Yang Maha Esa


a. Ikut mendoakan kesembuhan pasien meskipun berbeda keyakinan.
b. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdoa atau sholat sesuai
dengan agama dankepercayaan masing-masing sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan.
c. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah masing-masing jikaantara perawat maupun dokter berbeda
keyakinan dengan pasien.
d. Perawat membantu pasien yang ingin menghormati dan melaksanakan
ibadahnya saat pasiendalam keadaan keterbatasan.
e. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sadar,
murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan
kepada pasien dengan sukarela tanpamengharapkan imbalan.
f. Perawat yang jujur dan tekun dalam tugas.
g. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya
terhadap Tuhan Yang MahaEsa.
h. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap TuhanYang Maha Esa.

 Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab


a. Memberikan pelayanan yang adil tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama,kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna
kulit dan sebagainya sesuai dengan penyakit yang diderita pasien.

b. Dalam merawat pasien hendaknya menjunjung tinggi nilai-nilai


kemanusiaan dengan tidakmemperlakukan pasien dengan semena-mena.
c. Perawat merawat pasien dengan penuh perasaan cinta, serta sikap
tenggang rasa dan tepa selira.
d. Membela pasien (Patien Advocate) pada saat terjadi pelanggaran hak-hak
pasien, sehingga pasien merasa aman dan nyaman.
e. Perawat memberikan informasi dengan jujur dan memperlihatkan sikap
empati yaitu turutmerasakan apa yang dialami oleh pasien.
f. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif pasien
dengan memberikanwaktu untuk mendengarkan semua keluhan dan
perasaan pasien.
g. Perawat memiliki sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien.
h. Perawat bersedia mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.
i. Perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan
yang luas.
j. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa.
k. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpamembeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial,warna kulit dan sebagainya.
 Persatuan Indonesia
a. Mengembangkan kerjasama sebagai tim dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
b. Mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien daripada kepentingan
pribadi.
c. Perawat harus menjalin hubungan baik terhadap sesama perawat lain, staf
kesehatan lainnya, pasien dan keluarga agar tidak terjadi konflik yang
menimbulkan perpecahan.
d. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
e. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
f. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
g. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
h. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilansosial.
i. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
j. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

 Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan/Perwakilan
a. Sebelum melakukan tindakan perawatan kepada pasien perawat hendaknya
mengutamakanmusyawarah dengan pasien dan keluarga pasien dalam
mengambil keputusan.
b. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur serta dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabatmanusia, nilai-nilai kebenaran
dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demikepentingan
bersama.
c. Perawat hendaknya membiasakan diri menahan pembicaraan tentang hal-
hal pasien denganorang yang tak mempunyai hal dalam hal itu dan yang
tidak mengerti soal perawatan pasien,meskipun orang tersebut keluarga
pasien sendiri.
d. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan,hak dan kewajiban yang sama.
e. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
f. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
g. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
h. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusanmusyawarah.
i. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dangolongan.
j. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan YangMaha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilanmengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
k. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.

 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


a. Mengembangkan sikap adil dengan menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban terhadapsemua pasien.
b. Perawatan pasien dilaksanakan dengan sikap dan suasana kekeluargaan
dan kegotong-royonganantara pasien, keluarga pasien, perawat, dokter
serta tim paramedis dan medis lainnya.
c. Antara hak dan kewajibannya perlu diseimbangkan. Lebih mementingkan
keselamatan pasientapi tidak mengabaikan keselamatan perawat itu
sendiri.
d. Perawat mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas,
konsisten serta tepatdalam bertindak.
e. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaandan kegotongroyongan.
f. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
g. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
h. Menghormati hak orang lain.
i. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
j. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
k. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan
dan gaya hidup mewah.
l. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum. m. Suka bekerja keras.
m. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
n. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan
a. social

10. Pancasila dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


Urutan sejarah perjuangan bangsa indonesia
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dimulai dari kerajaan-kerajaan . Nilai –nilai
pancasila telah ada pada bangsa indonesia sejak zaman dulu kala sebelum bangsa
indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara indonesia melalui
proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya
karajaan-kerajaan pada abad ke-IV. Mulai dari zaman kerajaan kutai, sriwijaya,
kerajaan sebelum majapahit, kerajaan majapahit, zaman penjajahan, kebangkitan
nasional dan zaman penjajahan jepang.
Perumusan pancasila dan proklamasi kemerdekaan indonesia
Sidang BPUPKI Pertama
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat
usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia yaitu:
a. Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945)
Dalam pidatonya tanggal 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan
dasar negara sebagai berikut :

 Peri kebangsaan
 Peri kemanusian
 Peri Ketuhanan
 Peri kerakyatan (permusyawaratan, peerwakilan, kebijaksanaan)
 Kesejahteraan rakyat (keadilan sosial).

Selain usulan tersebut pada akhir pidatonya Muh. Yamin menyerahkan naskah
sebagai lampiran yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan Undang
Undang Dasar RI.
b. Prof. Dr. Supomo (31 Mei 1945)
Dalam pidatonya Prof. Dr. Supomo mengemukakan teori-teori negara sebagai
berikut:

 Teori negara prseorangan(individualis)


 Paham negara kelas(class theory)
 Paham negara integralistik.

Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo


mengusulkan hal-hal mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan
batin, musyawarah, keadilan rakyat.

c. Ir. Soekarno (1 Juni 1945)


Dalam hal ini Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara yang terdiri atas lima
prinsip yang rumusanya yaitu: 1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia) 2.
Internasionalisme (peri kemanusiaan) 3. kesejahteraan sosial 4. Ketuhanan yang
Maha Esa. Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat
negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia.

Sukarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut


Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat,
kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca
Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli
bahasa - namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas
kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Sidang BPUPKI Kedua (10-16 Juli 1945)
Dalam sidang ini dibentuk panitia kecil yang terdiri dari 9 orang dan popular
disebut dengan “panitia sembilan” yang anggotanya adalah sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno
2. Wachid Hasyim
3. Mr. Muh. Yamin
4. Mr. Maramis
5. Drs. Moh. Hatta
6. Mr. Soebarjo
7. Kyai Abdul Kahar Muzakir
8. Abikoesmo Tjokrosoejoso
9. Haji Agus Salim

Panitia sembilan ini mengadakan pertemuan secara sempurna dan mencapai suatu
hasil baik yaitu suatu persetujuan antara golongan islam dengan golongan
kebangsaan. Adapun naskah preambule yang disusun oleh panitia sembilan
tersebut pada bagian terakhir adalah sebagai berikut :
......maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum
dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sreta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah sidang tersebut dibentuklah panitia kecil yaitu panitia sembilan. Panitia
sembilan bersidang tanggal 22 Juni 1945 dan menghasilkan kesepakatan yang
dituangkan dalam Mukadimah Hukum Dasar, alinea keempat dalam rumusan
dasar negara sebagai berikut:

1. Ketuhanan dengan berkewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-


pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Moh. Yamin mempopulerkan kesepakatan tersebut dengan nama


Piagam Jakarta.Pada sidang kedua BPUPKI tgl 10 Juli 1945 dibicarakan
mengenai materi undang-undang dasar dan penjelasannya. Sidang kedua
ini juga berhasil menentukan bentuk negara Indonesia yaitu Republik.
Seiring berjalannya waktu, dibentuklah PPKI yang bertugas melanjutkan
tugas BPUPKI.

Seiring dengan kekalahan Jepang, para pemuda mendesaak agar


kemerdekaan dilaksanakan secepatnya tanpa menunggu janji Jepang,
akhirnya Soekarno-Hatta bersedia memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia.

Dalam sidang BPUPKI kedua ini pemakaian istilah hukum dasar


diganti dengan istilah undang-undang dasar. Keputusan penting dalam
rapat ini adalah tentang bentuk negara republik dan luas wilayah negara
baru. tujuan anggota badan penyelidik adalah menghendaki Indonesia raya
yang sesungguhnya yang mempersatukan semua kepulauan Indonesia.
Susunan Undang Undang Dasar yang diusulkan terdiri atas tiga bagian
yaitu: :
Pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan dimuka dunia atas
Penjajahan Belanda
Pembukaan yang didalamnya terkandung dasar negara Pancasila
Pasal-pasal Undang Undang Dasar.

Proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945


Setelah Jepang menyerah pada sekutu, maka kesempatan itu dipergunakan sebaik-
baiknya oleh para pejuang kemerdekaan bangsa indonesia. Untuk mempersiapkan
Proklamasi tersebut maka pada tengah malam, Soekarno-Hatta pergi ke rumah
Laksamana Maeda di Oranye Nassau Boulevard (sekarang Jl.imam bonjol No.1).

Setelah diperoleh kepastian maka Soekarno-Hatta mengadakan pertemuan pada


larut malam dengan Mr. Achmad Soebardjo, Soekarni, Chaerul Saleh, B.M. Diah,
Sayuti Melik, Dr. buntaran, Mr. Iwakusuma Sumantri dan beberapa anggota PPKI
untuk merumuskan redaksi naskah Proklamasi. Pada pertemuan tersebut akhirnya
konsep Soekarno lah yang diterima dan diketik oleh Sayuti Melik.
Kemudian pagi harinya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan timur 56
jakarta, tepat pada hari jumat legi, jam 10 pagi waktu Indonesia barat (Jam 11.30
waktu jepang), Bung Karno dengan didampingi Bung Hatta membacakan naskah
Proklamasi dengan khidmad dan diawali dengan pidato, sebagai berikut :

PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal
yeng mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan
cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta 17 Agustus 1945
Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta

Sehari setelah Proklamasi keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengadakan sidangnya yang pertama.
Sidang pertama PPKI (18 Agustus 1945)
Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan
sebagai berikut :
Mengesahkan UUD 1945
Mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
presiden
Membentuk Komite Nasional sebagai badan pembantu Presiden sebelum
DPR/MPR seperti yang diharapkan UUD 1945.
Setelah prokamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata bangsa indonesia
masih menghadapi kekuatan sekutu yang berupaya menanamkan kembali
kekuasaan Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan untuk mengakui pemerintahan
Nica ( Netherland Indies Civil Administration). Selain itu belanda secara licik
mempropagandakan kepada dunia luar bahwa negara Proklamasi RI. Hadiah pasis
Jepang.
Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka
pemerintah RI mengelurkan tiga buah maklumat :

Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan


kekuasaan luar biasa dari Presiden sebelum masa waktunya (seharusnya berlaku
selama enam bulan). Kemudian maklumat tersebut memberikan kekuasaan
tersebut kepada MPR dan DPR yang semula dipegan oleh Presiden kepada KNIP.
Maklumat pemerintah tanggal 03 Nopember 1945, tantang pembentukan partai
politik yang sebanyak –banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari
anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi partai.
Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar dunia barat menilai bahwa negara
Proklamasi sebagai negara Demokratis.
Maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat ini
mengubah sistem kabinet Presidental menjadi kabinet parlementer berdasarkan
asas demokrasi liberal.
Terbentuknya negara RI tahun 1950
Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai
suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi
yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 taitu negara persatuan dan
kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa pemerintah negara.......”
yang melindungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah negara
Indonesia .....” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka
terjadilah gerakan unitaristis secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara
kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat
di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu
hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja. Pada suatu ketika negara bagian
dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu :

 Negara Bagian RI Proklamasi


 Negara Indonesia Timur (NIT)
 Negara Sumatera Timur (NST)

Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negaraRI tanggal 19 Mei 1950,


maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara
yang berlaku sejak 17 Agustus 1950.
Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita
Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi
kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya
merupakan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya kabinet
yang rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat tidak mempunyai
Pemerintah yang menyusun program serta tidak mampu menyalurkan dinamika
Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan menimbulkan pertentangan-
pertentangan, gangguan-gangguan keamanan serta penyelewengan-
penyelewengan dalam masyarakat.
Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil
mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai
Declaration of Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan
Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga
RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia
Serikat.
Dekrit presiden 05 Juli 1959
Pada pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan dan
keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada politik,
social ,ekonomi, dan hankam. Hal ini disebabkan oleh konstituante yang
seharusnya membuat UUD negara RI ternyata membahas kembali dasar negara,
maka presiden sebagai badan yang harus bertanggung jawab mengeluarkan dekrit
atau pernyataan pada tanggal 5 Juli 1959, yang isinya :
Membubarkan Konstituante
Menetapkan kembali UUDS ’45 dan tidak berlakunya kembali UUDS’50 .
Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya

Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di negara
Republik Indonesia hingga sat ini. Dekrit adalah suatu putusan dari orang
tertinggi(kepala negara atau orang lain) yang merupakan penjelmaan kehendak
yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan bila negara dalam keadaan darurat,
keselamatan bangsa dan negara terancam oleh bahaya.

11.Pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI


Pancasila semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks
kehidupan ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Bahkan banyak
kalangan menyatakan bahwa sebagian masyarakat bangsa Indonesia hampir
melupakan jati dirinya yang esensinya adalah Pancasila. Hal tersebut
menunjukkan bahwa di era reformasi ditandai dengan dilakukanya reformasi
politik dan reformasi konstitusi, secara teoritis suatu konstitusi dapat diubah
dalam rangka penyempurnaan. Upaya penyempurnaan atas kekurangan yang
terdapat dalam suatu konstitusi, dapat dilakukan melalui formal amandement,
constitutional convention taupun yudicial interpretation. Tujuan tulisan ini adalah
untuk mengetahui implementasi nilai pancasila dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia dan peran lembaga Negara dalam mengaktualisasikan nilai pancasila
berdasarkan sistem ketatanegaraan Indonesia. Konsep nilai Pancasila dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia, yaitu (1) terjalinnya hubungan fungsional yang
proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara; (2) penyelesaian sengketa
secara musyawarah, sedangkan peradilan merupakan sarana terakhir; dan (3) hak-
hak asasi manusia yang tidak hanya menekankan hak atau kewajiban, tetapi
terjalinnya suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban. Sedangkan peran
lembaga Negara dalam mengaktualisasikan nilai pancasila berdasarkan system
ketatanegaraan Indonesia untuk menegakkan UUD 1945 dengan melakukan
judicial review atas UU yang bertentangan terhadap UUD 1945 maupun dalam
melakukan kewenangan lainnya sebagai pengawal politik hukum nasional,
pengawal konstitusi dan sebagai penafsir tunggal pasal-pasal UUD 1945 demi
tegaknya hukum dan keadilan.

12.Pancasila sebagai paradigma kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara
 Pengertian paradigma
Istilah paradigma menurut kamus Bahasa Indonesia, yaitu (1) daftar dari semua
pembentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan deklinasi kata
tersebut, (2) model dalam teori ilmu pengetahuan, (3) kerangka berfikir. Dalam
konteks ini pengertian paradigm adalah pengertian kedua dan ketiga, khususnya
ketiga, yakni kerangka berfikir.
 Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Pembangunan dalam bahasa Inggrisnya development dapat diartikan
pertumbuhan, perluasan/ekspansi yang bertalian dengan keadaan yang harus digali
dan yang harus dibangun agar dicapai kemajuan dimasa yang akan datang. Untuk
mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan bernegara bangsa
indonesia melaksanakan pembangunan nasional. Hal ini sebagai perwujudan
praksis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya.
Pembangunan tidak hanya bersifat kuantitatif tetapi juga bersifat kualitatif, artinya
tidak hanya mencakup bidang materiil namun juga mencakup bidang spritual.
Jadi, yang dibangun adalah manusia seutuhnya. Kata pembangunan mengandung
pemahaman akan adanya penalaran dan pandangan yang logis, dinamis, dan
optimis, sehingga di dalam pembangunan terjadi proses perubahan yang terus
menerus menuju kemajuan dan perbaikan ke arah tujuan yang di cita-citakam.
Pembangunan atau perubahan yang diinginkan oleh bagsa indonesia adalah
perubahan atau pembangunan yang mengarah keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan antara kemajuan lahir  dan batin, jasmani dan rohani, dunia dan
akhirat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembangunan adalah kegiatan dan usaha
terencana manusia yang terus menerus dan berkesinambungan untuk mewujudkan
hidup yang lebih baik, dan harapan hari ini lebih baik dari kemarin, dan besok
harus lebih baik dari hari ini.
Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan
nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila pancasila.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan berarti kegiatan atau usaha terencana
manusia dan bangsa Indonesia yang terus-menerus dan berkesinambungan untuk
mewujudkan kehidupan yang lebih baik berdasarkan kerangka berpikir manusia
sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa.
Pembangunan berasal dari kerangka berpikir Pancasila bertujuan mewujudkan
tujuan nasional sebagaimana tertulis di dalam alenia 4 Pembukaan UUD 1945,
yaitu:

 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.


 Memajukan kesejahteraan umum.
 Mencerdaskan kehidupan bangsa.
 Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Oleh karena itu, paradigma pembangunan harus berdasarkan pancasila sehingga


terwujud masyarakat yang adil dan makmur serta maju, tetapi tetap berkpribadian
Indonesia.
Dalam melaksanakan pembangunan berdasarkan paradigma Pancasila tentu
membutuhkan modal. Modal pembangunan bangsa Indonesia tertuang kedalam
delapan modal dasar pembangunan, yaitu: Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa
Indonesia.

 Kedudukan geografis yang terletak pada posisi silang dunia.


 Sumber kekayaan alam yang berlimpah (SDA).
 Jumlah penduduk yang sangat besar (SDM).
 Modal rohanih dan mental.
 TNI atau Polri.
 Modal budaya bangsa yang berkembang sepanjang sejarah
 Potensi efektif bangsa.

Modal dasar pembangunan tersebut bagi bangsa Indonesia memungkinkan


tercapainya hasil pembangunan yang hebat dan bermutu tinggi, seperti yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia
 Pancasila sebagai paradigma pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM
Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu realisasi praksis untuk mencapai
tujuan seluruh warga harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subjek
pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Hakikat manusia adalah 'Monopluralis'
artinya meliputi berbagai unsur yaitu rohani-jasmani, individu-makhluk sosial,
serta manusia sebagai pribadi-makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu
hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pengembangan POLEKSOSBUD
HANKAM. Hal inilah yang sering diungkapkan dalam pelaksanaan pembangunan
hakikatnya membangun manusia secara lengkap, secara utuh meliputi seluruh
unsur hakikat manusia monopluralis, atau dengan lain perkataan membangun
martabat manusia.
 Pancasila sebagai paradigma gerakan reformasi
Bangsa indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali
kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang
sejahtera,bermartabat, menghargai hak asasi manusia,dan masyarakat yang
demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan
dan beradab.
Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat
memilukan dan banyak menelan banyak korban jiwa dari anak - anak bangsa
sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian
ketentraman serta kesejahteraan. Tragedi yang sangat memilukan itu antara lain
peristiwa Amuk Masa di Jakarta, Tangerang, Solo, Jawa Timur, Kalimantan, serta
daerah-daerah lainnya. Bahkan tragedi pembersihan etnis ala Rezim Serbia di
Balkan terjadi di berbagai daerah antara lain di Dili, Kupang, Ambon, Kalimantan
Barat, serta beberapa daerah lainnya.
Rakyat benar-benar menjerit bahkan banyak yang kondisi kehidupan sehari-
harinya sangat memprihatinkan karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan
makan sehari-hari. Reformasi adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam
suatu sistem negara di bawah nilai-nilai pancasila, bukan menghancurkan dan
membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Bahkan pada hakikatnya reformasi
itu sendiri adalah mengembalikan tatanan kenegaraan ke arah sumber nilai yang
merupakan platform kehidupan bersama bangsa indonesia. Oleh karena itu proses
reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki
platform dan sumber nilai yang jelas yang merupakan arah, tujuan,serta cita - cita
yaitu nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila.
Nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan adalah ada
secara objektif dan melekat pada bangsa Indonesia yang merupakan pandangan
dalam kehidupan bangsa sehari-hari. Oleh karena itu bilamana bangsa indonesia
meletakkan sumber nilai, dasar filosofi serta sumber norma kepada nilai - nilai
tersebut bukan lah suatu keputusan yang bersifat politis saja melainkan suatu
keharusan yang bersumber dari kenyataan hidup pada bangsa indonesia sendiri
sehingga dengan lain perkataan bersumber pada kenyataan objektif pada bangsa
indonesia sendiri.
Reformasi dengan melakukan perubahan dalam berbagai bidang yang sering
diteriakan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan perubahan
terhadap sumbernya itu sendiri. Reformasi itu harus memili tujuan, dasar, cita-cita
serta platform yang jelas dan bagi bangsa indonesia Nilai-nilai pancasila itulah
yang merupakan paradigma Reformasi Total tersebut.
 Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini seruan dan tuntutan rakyat terhadap
pembaharuan hukum sudah merupakan suatu keharusan karena proses reformasi
yang melakukan penataan kembali tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan
perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda yang
lebih kongkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling mendesak
adalah reformasi bidang hukum. Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa
setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat rutuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu
subsistem yang mengalami kerusakan parah selama orde baru adalah bidang
hukun. Produk hukum baik materi maupun penegakannya dirasakn semakin
menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan. Subsistem
hukum nampaknya tidak mampu menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat
dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara pemerintahan.
Oleh karena kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam
berbagai bidang misalnya politik, ekonomi dan bidang lainnya maka banga
Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang
mengalami kerusakan tersebut. Namun demikian hendaklah dipahami bahwa
dalam melakukan reformasi tidak mungki dilakukan secara spekulatif saja
melainkan harus memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang jelas, dan dalam
masalah ini nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang merupakan dasar
cita-cita reformasi.
 Pancasila sebagai nilai perubahan hukum
Dasar yuridis reformasi hukum
 Pancasila sebagai reformasi pelaksanaan hukum
Dalam suatu negara betapapun baiknya suatu paraturan peraturan perundang-
undangan namun tidak disertai dengan jaminan pelaksanaan hukum yang baik
niscaya reformasi hukum akan menjadi sia-sia belaka.integritas dan moralitas para
aparat penegak hukum dengan sendirinya harus memiliki landasan nilai-nilai serta
norma yang bersumber  landasan filosofis negara , dan bagi bangsa indonesia
adalah dasar filsafat negara pancasila.
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai
sebagai operanasionalnya. Negara pada hakikatnya secara formal (sebagai negara
hukum foemal)  harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodratsebagai
suatu hak asasi yang merupakan karunia dari tuhan yang maha esa ( sila I dan II ).
Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia adalah sebagai
pengingkaran terhadap dasar felosofis negara , misalnya pembungkaman
demokrasi , penculikan pembatasan berpendafat,berserikat, berunjuk rasa dan lain
sebagainya dengan tanggung jawab atas kepentingan bersama.Negara adalah dari,
oleh dan untuk rakyat.Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara. Maka dalam
pelaksanaan hukum harus mengembalikan negara pada supremasi hukum yang
didasarkan atas kekuasaan yang berada pada rakyat bukannya pada kekuasaan
perseorangan atau kelompok.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi ini harus benar-benar dapat mewujutkan
negara demokratis dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum
harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V), dalam
suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan wajib bagi setiap warga negara
tidak memandang pangkat, jabatan ,golongan,etinsitas, maupun agama. Jaminan
atas terwujudnya kedilan bagi setiap warga negaradalam hidup bersama  dalam
suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif,
keadilan komonikatif, serta keadilan legal.konsekuensinya  dalam pelaksanaan
hukum aparat  penegak hukum terutama pihak kejaksaan adlah sebagai ujung
tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.

 Pancasila sebagai paradigma reformasi politik


Landasan aksiologi(sumber nilai) bagi system poli tik Indonesia adalah sebagai
mana terkandung dalam deklarasi bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945
Alenia IV yang berbunyi “……… maka di susunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu kedalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
Rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan yang maha Esa, Kemanusian yang
adil dan beradap, Persatuaan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Jikalau dikaitkan dengan makna alenia ll tentang cita-cita Negara dan
kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas,bersatu,berdaulat,adil) dan (makmur)
kemakmuran, dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan
bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila lll), demokrasi (sila lV),
berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta Negara yang memiliki dasar-dasar
moral ketuhanan dan kemanusiaan.

 Pancasila sebagai paradigma reformasi ekonomi


Tidak terwujudnya perlembagaan proses politik yang demokratis, mengakibatkan
hubungan prbadi merupakan mekanisme utama dalam hubungan sosial, politik,
dan ekonomi dalam suatu negara. Kelemahan atas sistem hubungan kelembagaan
demokratis tersebut memberikan peluang bagi tumbuh berkembangnya hubungan
antara penguasa politik dan pengusaha, bahkan antara birokrat dengan penguasa
(Sanit, 1999:85). Terlebih lagi karena lemahnya sistem kontrol kelembagaan
berkembang pula penguasa sekaligus sebagai pengusaha, yang didasarkan atas
birokrasi dan wibawa keluarga pengusaha.
Kondisi yang demikian ini jelas tidak mendasarkan atas nilai – nilai Pancasila
yang meletakkan kemakmuran pada paradigma demi kesejahteraan seluruh
bangsa. Bangsa sebagai unsur pokok serta subjek dalam negara yang merupakan
penjelmaan sifat kodrat manusia individu makhluk sosial, adalah sebagai satu
keluarga bangsa. Oleh karena itu perubahan dan pengembangan ekonomi harus
diletakkan pada peningkatan harkat martabat serta kesejahteraan seluruh bangsa
sebagai satu negara. Sistem ekonomi yang berbasis pada kesejahteraan rakyat
menurut Moh.Hatta, merupakan pilar (soko guru) ekonomi Indonesia.
Sistem ekonomi Indonesia pada masa orde baru bersifat “birokratik
otoritarian” yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam
membuat keputusan – keputusan nasional hampir sepenuhnya berada di tangan
penguasa bekerja sama dengan kelompok militer dan kaum teknokrat. Adapun
kelompok pengusaha oligopolistik didukung oleh pemerintah bekerjasama dengan
masyarakat bisnis internasional, dan terlebih lagi kuatnya pengaruh otoritas
kekuasaan keluarga pejabat negara termasuk Presiden (Wiliam Liddle, 1995:74)
Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan yang hanya mendasakan pada
pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh
bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil
orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya
tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda
Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang
diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa
krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada
usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada masa orde
baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat,
sedankan bilamana mengalami mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah
yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis
dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak membantu pengusaha yang sedang
terpuruk.

Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis
pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai – nilai Pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut : (1) Keamanan pangan dan
mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program “social safety
net” yang populer dengan program Jaringan Pengamanan Sosial (JPS). Sementara
untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah
harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum
pemerintah pada masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan
memberikan kepercayaan dan kepastian usaha. (2) Program rehabilitasi dan
pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian
usaha, yaitu dengan diwujudkannya perlindungan hokum serta Undang – Undang
persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor
perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung
perekonomian. (3) Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat
maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan
struktural (structural transformation)

Transformasi sruktural  ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke


ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi
subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari
orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor (Nopirin, 1999:4). Dengan sendirinya
intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui
monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan system
ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh
bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar
rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.

13.Dinamika pelaksanaan UUD 1945


Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia mengalami
perkembangan yang pesat, hal ini secara tidak langsung juga mempengaruhi
hukum-hukum di beberapa Negara termasuk Indonesia. Indonesia mengalami
perubahan hukum yang mendasar, ditandai dengan adanya amandemen pada UUD
1945. Pada awal terbentuknya, UUD 1945 memiliki 37 pasal, hingga sekarang
setalah mengalami beberapa amandemen UUD 1945 telah memiliki pasal seumlah
39 pasal. Amandemen tersebut telah dilakukan sebanyak empat kali. Amandemen
pertama dimulai pada tanggal 19 oktober 1999 sebanyak dua pasal, amandemen
kedua pada tanggal 18 agustus 2000 sebanyak 10 pasal, amandemen ke tiga pada
tanggal 10 november 2001 sejumlah pasal, dan amandemen keempat pada tanggal
10 agustus 2002 sejumlah 10 pasal ditambah 3 pasal aturan peralihan dan aturan
tambahan 2 pasal. pasal-pasal yang di amandemen diharapkan dapat memberikan
perubahan bangsa kea rah yang lebih baik.
1.Pelaksanan UUD 1945 pada masa awal kemerdekaan (17 Agustus 1945 – 29
Desember 1949)
Pada awal kemerdekaan Indonesia, KNIP mengusung gagasan pemerintahan
parlementer karena khawatir dengan pemberian kekuasaan yang begitu besar pada
presiden oleh UUD. Karena itu pada tanggal 7 oktober 1945, KNIP mengeluarkan
momerandum yang meminta presiden untuk segera membentuk MPR,
menanggapi hal itu, presiden mengeluarkan maklumat wakil presiden pada
tanggal 16 oktober 1945 yang berisi “bahwa komite nasional pusat, sebelum
terbentuk MPR dan DPR diserahi kekuasaan legislative dan ikut menetapkan
GBHN, serta membentuk badan pekerjaan”, dan pada tanggal 3 november 1945,
wakil presiden mengeluarkan maklumat lagi tentang kebebasan membentuk
banyak partai. Terbentuknya cabinet pertama berdasarkan system parlementer
dengan perdana menteri syahrir pada tanggal 14 november 1945. Hal itu berakibat
pada kestabilan Indonesia di bidang ekonomi, politik maupun pemerintahan.
ADVERTISEMENT
REPORT THIS AD
Pada tanggal 27 desember 1949, dibentuklah negara federal yaitu Negara kesatuan
republic Indonesia Serikat yang berdasar pada RIS. Dalam Negara RIS tersebut
masih terdapat Negara bagian republic Indonesia yang ber ibukota di Yogyakarta.
Pada tanggal 17 agustus 1950, terjadi kesepakatan antara Negara RI yogyakarata
dengan Negara RIS untuk kembali membentuk Negara kesatuan berdasarkan pada
undang-undang dasar.
2. Pelaksanaan UUD pada masa orde lama (demokrasi terpimpin) (5 juli 1959 –
11 maret 1966.
Pada tanggal 5 juli 1959 presiden menganggap NKRI dalam bahaya, karena itu
presiden mengeluarkan dekrit presiden yang isinya :
b. Menetapkan pembubaran konstituante.
c. b) Menetapkan UUD 1945 berlaku kembali bagi seluruh rakyat Indonesia,
dan terhitung mulai dari dikeluarkannya dekrit ini, UUD 1950 tidak
diberlakukan lagi.
d. Pembentukan MPR sementara yang beranggotakan DPR, perwakilan
daerah- daerah dan dewan agung sementara.

Sejak dikeluarkannya dekrit presiden tersebut, mulai berkuasa kekuasaan orde


lama yang secara ideologis banyak dipengaruhi oleh faham komunisme.
Penyimpanagan ideologis tersebut berakibat pada penyimpangan konstitusional
seperti Indonesia diarahkan menjadi demokrasi terpimpin dan bersifat otoriter
yang jelas menyimpang dari apa yang tercantum dalam UUD 1945. Puncaknya
adalah adanya pemberontakan G30S.PKI yang berhasil dihentikan oleh generasi
muda Indonesia dengan menyampaikan Tritula (Tri tuntutan Rakyat) yang
isisnya:
1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan cabinet dari unsure-unsur KPI.
3. Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga mengakibatkan
dikeluarkannya surat perintah 11 maret 1966 yang memberiaka kekuasan pada
Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil langkah-langkah dalam
mengembalikan keamanan Negara.
3. Pelaksanaan UUD 1945 masa orde baru (11 maret 1966 – 22 mei 1998)
Masa orde baru berada dibawah kepemimpinan Soeharto dalam misi
mengembalikan keadaan setelah pemberontakan PKI, masa orde baru juga
mempelopori pembangunan nasional sehingga sering dikenal sebagai orde
pembangunan.
MPRS mengeluarkan berbagai macam keputusan penting, antara lain :
a. Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang kabinet Ampera yang
menyatakan agar presiden menugasi pengemban Super Semar, Jenderal
Soeharto untuk segera membentuk kabinet Ampera.
b. Tap MPRS No. XVII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, menarik
kembali pengangkatan pemimpin Besar Revolusi menjadi presiden seumur
hidup.
c. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR mengenai
sumber tertib hukum republik Indonesia dan tata urutan perundang
-undangan.
d. Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian,
keormasan dan kekaryaan.
e. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran partai komunis
Indonesia dan pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai terlarang
diseluruh wilayah Indonesia, dan larangan pada setiap kegiatan untuk
menyebar luaskan atau mengembangkan faham ajaran
komunisme/Marxisme, Leninisme.
Pada saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik di bidang
politik, ekonomi maupun keamanan. Oleh karena itu, pada bulan februari 1967,
GDRGR mengeluarkan suatu resolusi yaitu meminta MPR agar mengadakan
siding istimewa pada bulan maret 1967. Keputusan yang diperoleh dari sidang
istimewa tersebut sebagai berikut.
Sidang menetapkan berlakunya Tap No. XV/MPRS/1966 tentang
pemilihan/penunjukan wakil presiden dan tata cara pengangkatan pejabat presiden
dan mengangkat Jenderal Soeharto.
Pengembangan Tap. No. 6 IX/MPRS/1966, sebagai pejabat presiden berdasarkan
pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya presiden oleh MPR hasil
pemilihan umum. Dalam kaitan dengan itu di bidang politik dilaksanakanlah
pemilu yang dituangkan dalam Undang-Undang No.15 tahun 1969 tentang pemilu
umum, Undang-Undang No.16 tentang susunan dan kedudukan majelis
permusyawaratan rakyat. Dewan perwakilan rakyat dan dewan rakyat daerah.Atas
dasar ketentuan undang-undang tersebut kemudian pemerintah OrdeBaru berhasil
mengadakan pemilu pertama. Dengan hasil pemilu pertama tersebut pemerintah
bertekat untuk memperbaiki nasib bangsa Indonesia.
4. Pelaksanaan UUD 1945 masa Reformasi ( 22 Mei 1998 – sekarang)
Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto sampai tahun 1998
membuat pemerintahan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi
seperti yang tercantum dalam Pancasila, bahkan juga tidak mencerminkan
pelaksanaan demokrasi atas dasar norma-norma dan pasal-pasal UUD 1945.
Pemerintahan dicemari korupsi, kolusi dan nepotisme(KKN). Keadaan tersebut
membuat rakyat Indonesia semakin menderita.Terutama karena adanya krisis
moneter yang melanda Indonesia yang membuat perekonomian Indonesia hancur.
Hal itu menyebabkan munculnya berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori
oleh generasi muda Indonesia terutama mahasiswa sebagai gerakan moral yang
menuntut adanya reformasi disegala bidang Negara. Keberhasilan reformasi
tersebut ditandai dengan turunnya presiden Soeharto dari jabatannya sebagai
presiden dan diganti oleh Prof. B.J Habibie pada tanggal 21 mei 1998. Kemudian
bangsa Indonesia menyadari bahwa UUD 45 yang berlaku pada jaman orde baru
masih memiliki banyak kekurangan, sehingga perlu diadakan amandemen lagi.
Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan dalam
reformasi hukum antara lain UU. Politik Tahun 1999, yaitu UU. No.2tahun 1999,
tentang partai politik, UU. No.3 tahun 1999, tentang pemilihan umumdan UU.
No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD;
UUotonomi daerah, yaitu meliputi UU. No.25 tahun 1999. Tentang
pemerintahandaerah, UU. No.25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan antar
pemerintahanpusat dan daerah dan UU. No.28 tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara yangbersih dan bebas dari KKN. Berdasarkan reformasi
tersebut bangsa Indonesia sudah mampu melaksanakan pemilu pada tahun 1999
dan menghasilkan MPR, DPR dan DPRD hasil aspirasi rakyat secara demokratis.

14.Hubungan dasar negara dan konstitusi


Bisa dilihat dari hubungan antara sila-sila pancasila yang termuat pada
pembukaan UUD 1945 dengan pasal-pasal yang termuat dalam batang tubuh
UUD 1945. Pasal-pasal UUD merupakan penjabaran dari pokok-pokok pikiran
yang ada dalam pembukaan UUD 1945. Hubungan dasar negara dengan
Pembukaan UUD 1945 dapat digambarkan sebagai berikut:
Falsafah dasar negara Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD
1945 yang merupakan uraian detail dari Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 45 adalah suatu kebulatan
yang utuh dan tersusun secara teratur dan bertingkat. Sila yang satu menjiwai
sekaligus meliputi sila yang lain secara bertingkat.
Jiwa Pancasila yang abstrak, setelah terlahir menjadi Proklamasi Kemerdekaan RI
17 Agustus 1945 tercermin dalam pokok-pokok pikiran yang termuat dalam
Pembukaan UUD 1945.
Kesatuan tafsir sila-sila Pancasila mesti bersumber dan berdasarkan Pembukaan
dan pasal-pasal UUD 45.
Sedangkan hubungan mengenai dasar negara dengan pasal-pasal UUD
1945 adalah sebagai berikut:
 Sila ke 1 berhubungan dengan pasal 29 (1,2) UUD 1945
 Sila ke 2 berhubungan dengan pasal 27, 28, 28 A-28 J, 29, 30, 31, 32, 33,
34 UUD 1945
 Sila ke 3 berhubungan dengan pasal 1 (1), 32, 35, 36 UUD 1945
 Sila ke 4 berhubungan dengan pasal 1 (2), 2, 3, 22 E, 28, 37 UUD 1945
 Sila ke 5 berhubungan dengan pasal 23, 27 (2), 31, 33, 34 UUD 1945

Anda mungkin juga menyukai