Peri kebangsaan
Peri kemanusiaan
Peri ketuhanan
Peri kerakyatan
Kesejahteraan rakyat
Persatuan
Kekeluargaan
Keseimbangan lahir dan batin
Musyawarah
Keadilan sosial
Dr. Soepomo adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang juga dikenal
sebagai arsitek Undang-undang Dasar 1945, bersama Mohammad Yamin dan
Soekarno.
Rumusan dasar negara oleh Ir. Soekarno
Dalam pidatonya di sidang BPUPKI 1 Juni 1945, Soekarno menyampaikan pidato
yang berisi gagasan mengenai dasar negara yang terdiri dari:
Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme atau perikemanusiaan
Mufakat atau demokrasi
Kesejahteraan sosial
Ketuhanan Yang Maha Esa
Tak hanya itu, Soekarno juga mengusulkan tiga dasar negara yang diberi nama
Ekasila, Trisila, dan Pancasila. Di mana akhirnya nama dasar negara yang
terakhir, yakni Pancasila, yang dipilih. Hal itulah yang menjadikan tanggal 1 Juni
sebagai hari lahirnya Pancasila, untuk mengenang Pancasila yang dirumuskan
oleh Soekarno.
Rumusan Pancasila yang sah terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang
diresmikan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Adapun tata urutan dan rumusan
Pancasila yang sah sebagai berikut.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk menciptakan bangsa yang religius dan patuh kepada Allah yang
Maha kuasa.
Menjadi bangsa yang menjaga keadilan baik secara sosial maupun
ekonomi.
Untuk menjadi bangsa yang menghormati hak asasi manusia, untuk dapat
berada dalam kaitannya HAM dengan Pancasila sebagai dasar negara kita.
Untuk menciptakan sebuah bangsa yang menjunjung tinggi demokrasi.
Menjadi negara nasionalis dan cinta tanah air Indonesia.
3.PENGERTIAN PANCASILA SECARA FILSAFAT
Pancasila adalah filsafat bangsa Indonesia yang diperoleh sebagai hasil
perenungan mendalam para tokoh pendiri negara (the founding fathers) ketika
mereka berusaha menggali nilai-nilai dasar dan merumuskan dasar negara untuk
di atasnya didirikan negara Republik Indonesia.
Hasil perenungan itu kemudian secara resmi disahkan bersamaan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) tahun 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 sebagai Dasar
Filsafat Negara Republik Indonesia. Kelima dasar atau prinsip yang terdapat
dalam sila-sila Pancasila, juga jelas merupakan satu kesatuan bagian-bagian
sehingga saling berhubungan untuk menyatakan adanya satu tujuan yang hendak
dicapai secara bersama sehingga dapat disebut sebagai sistem.
Berdasarkan pengertian tersebut, Pancasila yang berisi lima sila, yaitu Sila
Ketuhanan yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila
Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, saling berhubungan membentuk satu kesatuan sistem yang dalam
proses bekerjanya saling melengkapi dalam mencapai tujuan. Meskipun setiap sila
pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, memiliki fungsi sendiri-sendiri,
namun memiliki tujuan tertentu yang sama, yaitu mewujudkan masyarakat adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.
Selanjutnya, Pancasila dapat dipahami sebagai sistem filsafat yang mengandung
pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan diri
sendiri, dengan sesama, dan dengan masyarakat sebagai sebuah bangsa. Beragam
hubungan ini, secara teoretik dimiliki Pancasila. Oleh sebab itu, sebagai sistem
filsafat, Pancasila memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem-sistem filsafat
lain yang ada di dunia, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme,
komunisme dan lain sebagainya.
Kekhasan nilai filsafat yang terkandung dalam Pancasila berkembang dalam
budaya dan peradaban Indonesia, terutama sebagai jiwa dan asas kerohanian
bangsa dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Selanjutnya nilai
filsafat Pancasila, baik sebagai pandangan hidup atau filsafat hidup
(Weltanschauung) bangsa maupun sebagai jiwa bangsa atau jati diri (Volksgeist)
nasional yang kemudian dijadikan sebagai penanda identitas bagi bangsa
Indonesia dalam menghadapi budaya dan peradaban dunia.
Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding
fathers Indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem (Abdul Gani, 1998). Oleh
karena itu, pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir atau
pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap,
dipercaya dan diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang
benar, adil, bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian
bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu Soekarno selalu menyatakan
bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi Indonesia, serta merupakan akulturasi budaya India (Hindu-Buddha), Barat
(Kristen), dan Arab (Islam).
Filsafat Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat
Pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak
hanya bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila
tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of
life atau weltanschauung) agar hidup bangsa Indonesia dapat mencapai
kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Dasar-dasar ontologis Pancasila menunjukkan secara jelas bahwa Pancasila itu
benar-benar ada dalam realitas dengan identitas dan entitas yang jelas. Melalui
tinjauan filsafat, dasar ontologis Pancasila mengungkap status istilah yang
digunakan, isi dan susunan silasila, tata hubungan, serta kedudukannya. Dengan
kata lain, pengungkapan secara ontologis itu dapat memperjelas identitas dan
entitas Pancasila secara filosofis.
Ciri-ciri dasar dalam setiap sila Pancasila mencerminkan sifat-sifat dasar manusia
yang bersifat dwi-tunggal. Ada hubungan yang bersifat dependen antara Pancasila
dengan manusia Indonesia. Artinya, eksistensi, sifat dan kualitas Pancasila amat
bergantung pada manusia Indonesia. Selain ditemukan adanya manusia Indonesia
sebagai pendukung pokok Pancasila, secara ontologis, realitas yang menjadikan
sifat-sifat melekat dan dimiliki Pancasila dapat diungkap sehingga identitas dan
entitas Pancasila itu menjadi sangat jelas.
Berhubung pengertian Pancasila merupakan kesatuan, menurut Notonagoro
(1983: 32), maka lebih tepat istilah Pancasila dituliskan tidak sebagai dua kata
“Panca Sila”, akan tetapi sebagai satu kata “Pancasila”. Penulisan Pancasila bukan
dua kata melainkan satu kata juga mencerminkan bahwa Pancasila adalah sebuah
sistem bukan dua sistem. Dalam hal ini, nama Pancasila yang menjadi identitas
lima dasar negara Indonesia adalah bukan istilah yang diperkenalkan Soekarno
tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, bukan Pancasila yang ada dalam
kitab Sutasoma, bukan yang ada dalam Piagam Jakarta, melainkan yang ada
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Dasar epistemologis Pancasila terkait dengan sumber dasar pengetahuan
Pancasila. Demikian juga, eksistensi Pancasila dibangun sebagai abstraksi dan
penyederhanaan terhadap realitas yang ada dalam masyarakat Indonesia dengan
lingkungan yang heterogen, multikultur, dan multietnik dengan cara menggali
nilai-nilai yang memiliki kemiripan dan kesamaan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi masyarakat bangsa Indonesia.
Masalah-masalah yang dihadapi menyangkut keinginan untuk mendapatkan
pendidikan, kesejahteraan, perdamaian, dan ketentraman. Pancasila itu lahir
sebagai respon atau jawaban atas keadaan yang terjadi dan dialami masyarakat
bangsa Indonesia dan sekaligus merupakan harapan. Diharapkan Pancasila
menjadi cara yang efektif dalam memecahkan kesulitan hidup yang dihadapi oleh
masyarakat bangsa Indonesia.
Pancasila memiliki kebenaran korespondensi dari aspek epistemologis sejauh sila-
sila itu secara praktis didukung oleh realitas yang dialami dan dipraktekkan oleh
manusia Indonesia. Pengetahuan Pancasila bersumber pada manusia Indonesia
dan lingkungannya. Pancasila dibangun dan berakar pada manusia Indonesia
beserta seluruh suasana kebatinan yang dimiliki.
Secara lebih khusus, pengetahuan tentang Pancasila yang sila-sila di dalamnya
merupakan abstraksi atas kesamaan nilai-nilai yang ada dan dimiliki oleh
masyarakat yang pluralistik dan heterogen adalah epistemologi sosial. Adapun
epistemologi sosial Pancasila juga dicirikan dengan adanya upaya masyarakat
bangsa Indonesia yang berkeinginan untuk membebaskan diri menjadi bangsa
merdeka, bersatu, berdaulat dan berketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan
yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta ingin
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Aksiologi terkait erat dengan penelaahan atas nilai. Dari aspek aksiologi,
Pancasila tidak bisa dilepaskan dari manusia Indonesia sebagai latar belakang,
karena Pancasila bukan nilai yang ada dengan sendirinya (given value) melainkan
nilai yang diciptakan (created value) oleh manusia Indonesia. Nilai-nilai dalam
Pancasila hanya bisa dimengerti dengan mengenal manusia Indonesia dan latar
belakangnya.
Pancasila mengandung nilai, baik intrinsik maupun ekstrinsik atau instrumental.
Nilai intrinsik Pancasila adalah hasil perpaduan antara nilai asli milik bangsa
Indonesia dan nilai yang diambil dari budaya luar Indonesia, baik yang diserap
pada saat Indonesia memasuki masa sejarah abad IV Masehi, masa imperialis,
maupun yang diambil oleh para kaum cendekiawan Soekarno, Muhammad Hatta,
Ki Hajar Dewantara, dan para pejuang kemerdekaan lainnya yang mengambil
nilai-nilai modern saat belajar ke negara Belanda.
Kekhasan nilai yang melekat dalam Pancasila sebagai nilai intrinsik terletak pada
diakuinya nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
sosial sebagai satu kesatuan. Kekhasan ini yang membedakan Indonesia dari
negara lain. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan memiliki sifat umum universal. Karena sifatnya yang universal, maka
nilai-nilai itu tidak hanya milik manusia Indonesia, melainkan manusia seluruh
dunia.
Pancasila sebagai nilai instrumental mengandung imperatif dan menjadi arah
bahwa dalam proses mewujudkan cita-cita negara bangsa, seharusnya
menyesuaikan dengan sifat- sifat yang ada dalam nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Sebagai nilai instrumental, Pancasila
tidak hanya mencerminkan identitas manusia Indonesia, melainkan juga berfungsi
sebagai cara (mean) dalam mencapai tujuan, bahwa dalam mewujudkan cita-cita
negara bangsa, Indonesia menggunakan cara-cara yang berketuhanan,
berketuhanan yang adil dan beradab, berpersatuan, berkerakyatan yang
menghargai musyawarah dalam mencapai mufakat, dan berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pemahaman HAM Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di
masyarakat berlangsung sudah cukup lama. Bagir Manan pada bukunya
“Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia” ( 2001 ) membagi
perkembangan HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu: (1) periode sebelum
Kemerdekaan dan (2) periode setelah Kemerdekaan.
Periode Sebelum Kemerdekaan. Pada periode ini ada beberapa upaya menuju
diraihnya HAM seperti:
Periode ini diisi dengan Boedi Oetomo, yang telah memperlihatkan adanya
kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat kepada pemerintah colonial.
Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib
sendiri.
Sarekat Islam, yang menekankan pada upaya untuk memperoleh penghidupan
yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial. Dan ada beberapa
organisasi lain yang bergerak dengan prinsip HAM seperti Partai Nasional
Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan. Pemikiran
tentang HAM pada periode ini juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI
antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan
Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi
dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di
muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk
memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Periode Setelah Kemerdekaan. Pemikiran HAM pada periode ini adalah dalam
upaya pembelaan hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui
organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan
pendapat terutama di parlemen. Periode ini ditandai dengan adanya semangat kuat
untuk menegakkan HAM, walaupun pada sekitar awal tahun 1970-an sampai
periode akhir 1980-an penegakan HAM mengalami kemunduran, Pemerintah
pada periode Orde Baru bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari
produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Desakan bagi negara
untuk makin menghormati HAM direspons dengan kelahiran Komisi Nasional
HAM, yang pada tahap-tahap awal pembentukannya menuai keraguan, namun
ternyata cukup mendatangkan optimisme. Pada periode 1998 dan setelahnya,
dengan pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 terlihat dampak yang
sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia, misalnya
dengan dilakukannya amandemen UUD 45 dan beberapa peraturan perundang–
undangan yang ada
.Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan
pada penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada
pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.Karakter moral ini dibangun
dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh
besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya
mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya.
Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka
tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan
menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan
benturan sosial.
Etika Pancasila
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan
aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan
pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar
tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk
pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan.
Nilai (value)
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong
dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai berperan sebagai
pedoman menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati
nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan.
Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusial. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan
dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia.
Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral,
religi, dan sosial. Norma terdiri dari norma agama, norma filsafat, norma
kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk
dipatuhi karena adanya sanksi. Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat
antara lain :
a. Norma agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang ber- sumber pada
agama.
b. Norma kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati
nurani, moral atau filsafat hidup.
c. Norma hukum adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan
bersumber pada UU suatu Negara tertentu.
d. Norma sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan
antara manusia dalam masyarakat.
Hubungan Nilai, Norma, Dan Moral
Nilai, norma dan moral langsung maupun tidak langsung memiliki hubungan yang
cukup erat, karena masing-masing akan menentukan etika bangsa ini. Hubungan
antarnya dapat diringkas sebagai berikut :
Nilai: kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia (lahir dan
batin).
- Nilai bersifat abstrak hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati
oleh manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita, keinginan, dan segala
sesuatu pertimbangan batiniah manusia
- Nilai dapat juga bersifat subyektif bila diberikan olehs ubyek, dan bersifat
obyektif bila melekat pada sesuatu yang terlepasd arti penilaian manusia
Norma: wujud konkrit dari nilai, yang menuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Norma hukum merupakan norma yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat
dipaksakan oleh suatu kekuasaan eksternal, misalnya penguasa atau penegak
hukum. Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Makna
moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang akan tercermin pada sikap
dan -tingkah lakunya. Norma menjadi penuntun sikap dan tingkah laku manusia.
Moral dan etika sangat erat hubungannya. Keterkaitan nilai, norma dan moral
merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetapterpelihara di setiap waktu pada
hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak di garis bawahi bila seorang
individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki pondasi yang kuat tumbuh
dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun
sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih
obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas
sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan
norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu
amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan
antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan
maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu
dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
8.PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL
A.Pengertian Ketahanan Nasional
Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang
berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan,
Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan
dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung
ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
B. Kekayaan Alam
Gatra Kekayaan Alam
Menurut Jenisnya:
Hewani, Nabati, Mineral, Tanah, Udara, Potensi ruang angkasa, Energi alami air
dan lautan
Menurut Sifatnya:
Dapat diperbarui, tidak dapat diperbarui, dan tetap.
Ideologi.
Politik.
Ekonomi.
Sosial budaya.
Pertahanan dan keamanan.
Peri kebangsaan
Peri kemanusian
Peri Ketuhanan
Peri kerakyatan (permusyawaratan, peerwakilan, kebijaksanaan)
Kesejahteraan rakyat (keadilan sosial).
Selain usulan tersebut pada akhir pidatonya Muh. Yamin menyerahkan naskah
sebagai lampiran yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan Undang
Undang Dasar RI.
b. Prof. Dr. Supomo (31 Mei 1945)
Dalam pidatonya Prof. Dr. Supomo mengemukakan teori-teori negara sebagai
berikut:
Panitia sembilan ini mengadakan pertemuan secara sempurna dan mencapai suatu
hasil baik yaitu suatu persetujuan antara golongan islam dengan golongan
kebangsaan. Adapun naskah preambule yang disusun oleh panitia sembilan
tersebut pada bagian terakhir adalah sebagai berikut :
......maka disusunlah kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam suatu hukum
dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan sreta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah sidang tersebut dibentuklah panitia kecil yaitu panitia sembilan. Panitia
sembilan bersidang tanggal 22 Juni 1945 dan menghasilkan kesepakatan yang
dituangkan dalam Mukadimah Hukum Dasar, alinea keempat dalam rumusan
dasar negara sebagai berikut:
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal
yeng mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan
cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta 17 Agustus 1945
Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
Sehari setelah Proklamasi keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
mengadakan sidangnya yang pertama.
Sidang pertama PPKI (18 Agustus 1945)
Sidang pertama PPKI dihadiri 27 orang dan menghasilkan keputusan-keputusan
sebagai berikut :
Mengesahkan UUD 1945
Mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
presiden
Membentuk Komite Nasional sebagai badan pembantu Presiden sebelum
DPR/MPR seperti yang diharapkan UUD 1945.
Setelah prokamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata bangsa indonesia
masih menghadapi kekuatan sekutu yang berupaya menanamkan kembali
kekuasaan Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan untuk mengakui pemerintahan
Nica ( Netherland Indies Civil Administration). Selain itu belanda secara licik
mempropagandakan kepada dunia luar bahwa negara Proklamasi RI. Hadiah pasis
Jepang.
Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka
pemerintah RI mengelurkan tiga buah maklumat :
Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di negara
Republik Indonesia hingga sat ini. Dekrit adalah suatu putusan dari orang
tertinggi(kepala negara atau orang lain) yang merupakan penjelmaan kehendak
yang sifatnya sepihak. Dekrit dilakukan bila negara dalam keadaan darurat,
keselamatan bangsa dan negara terancam oleh bahaya.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis
pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai – nilai Pancasila yang mengutamakan
kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut : (1) Keamanan pangan dan
mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program “social safety
net” yang populer dengan program Jaringan Pengamanan Sosial (JPS). Sementara
untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah
harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum
pemerintah pada masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan
memberikan kepercayaan dan kepastian usaha. (2) Program rehabilitasi dan
pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian
usaha, yaitu dengan diwujudkannya perlindungan hokum serta Undang – Undang
persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor
perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung
perekonomian. (3) Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat
maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan
struktural (structural transformation)